Tate no Yuusha Vol 1 Chapter 22 IND

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Apa yang Ingin-ku Dengar[edit]

“Apa yang kau maksud dengan ‘menang’, pengecut!”

Duel satu-lawan-satu kita tadi terganggu, ‘kan!


“Bicara apa kau? Kau kalah karena tidak bisa menahan kekuatanku.”


... Kau keparat, kau benar-benar berkata seperti itu?

Apa-apaan omong kosong tentang pahlawan itu! Bahwa mereka tidak boleh memiliki budak!

Dasar sampah, berlagak seperti pahlawan padahal mencurangi pertarungan ini untuk memuaskan dirimu sendiri.


“Rekanmu menganggu ditengah-tengah pertarungan kita! Itu makanya aku kehilangan keseimbangan!”

“Ha! Itu kah kebohongan dari rengekan seorang pecundang?”

“Bukan begitu, kau bedebah!”


Si pengecut Motoyasu memandang rendah diriku, mengabaikan keluhanku sembari merasa sudah menang.

Walaupun tadi benar ada gangguan... keparat itu!


“Jadi begitu?”


Para penonton hanya memperhatikan Motoyasu.

Apakah mereka tidak melihat yang terjadi..? Semuanya benar-benar terdiam.


“Tidak perlu percaya kata-kata dari seorang Pahlawan yang jahat. Pahlawan Tombak! Ini benar kemenanganmu!”


Bedebah itu!

Dan begitu saja, sang raja dengan tegas mengumumkan hasilnya.

Bahkan kemudian, beberapa kerumunan masih tidak yakin. Mereka melihat berkeliling seolah ingin mengatakan sesuatu. Tetapi, tidak ada seorang pun yang mau membantah apa yang sudah sang raja nyatakan.

Karena raja sudah mendiamkan semua penolakan.

Kerajaan ini adalah kediktatoran seluruhnya!


“Seperti yang diharapkan dari seorang Motoyasu-sama!”


Wanita jalang yang menjadi penghasut kejadian ini tanpa rasa malu berlari ke sisi Motoyasu.

Ditambah lagi, para penyihir kerajaan hanya merapalkan mantera sihir penyembuh ke Motoyasu, mengobati lukanya.

Kelihatannya mereka tidak berniat menolongku.


“Fumu, seperti yang diharapkan dari Pahlawan yang puteriku, Malty, telah pilih.”

Kata sang raja sambil meletakkan tangannya di bahu Mein.


“A-apa...!?”


Mein adalah anak sang raja!?


“Ah... Aku juga terkejut saat mendengar Mein adalah seorang puteri. Dia menggunakan nama palsu demi berbaur dengan kita.”

“Ya... Aku ingin membantu demi kedamaian dunia~”


... Begitu. Jadi begitu rupanya.

Terasa aneh sekali betapa mudahnya aku dituduh sebagai kriminal hanya dengan kesaksian korban.

Jadi itu yang terjadi... Sang raja mengabaikan keegoisan puterinya yang bodoh dan menuduhkan kejahatan palsu padaku menggunakan bukti yang tidak nyata. Demi pahlawan yang puterinya pilih, ia mengorbankanku dan mengambil kembali uangku karena aku adalah yang terlemah diantara para Pahlawan.

Dan karena Motoyasu menyelamatkan sang tuan puteri dariku, mereka menjadi semakin dekat, lebih dari gadis-gadis lain yang ada disekelilingnya.


Ini juga menjelaskan kenapa aku menerima uang tambahan saat awal pertama.

Dengan kata lain, dia bisa mendapatkan perlengkapan yang bagus untuk dirinya dan juga mendukung pahlawan pilihannya, Motoyasu.

Jika hanya Motoyasu seorang diri yang mulai dengan peralatan yang jauh lebih baik daripada pahlawan lainnya, maka bahkan dirinya juga akan curiga dan waspada.

Dengan perencanaan yang teliti, tidak ada cara untuk mengetahui kebenaran selain dari pelakunya itu sendiri. Pada akhirnya hasilnya adalah seorang Pahlawan Perisai kriminal yang tidak berguna dan sang Pahlawan Tombak yang dengan hebat menyelamatkan sang tuan puteri.


Sedikit demi sedikit, semuanya mulai masuk akal.

Tidak ada bukti lain selain serangan yang kuterima, yang tidak memberikan luka selain membuatku terhuyung. Tidak ada bukti yang sahih bahwa sang tuan puteri telah berbuat curang.

Pernyataan keberatan apapun terhadap pertandingan yang curang ini mungkin akan dibungkam di belakang panggung.

Jadi dia bisa menganggu duel kami dan menutupi kecurangan pahlawan yang paling ia sukai, Motoyasu.


Kalau begitu, duel antara Motoyasu dan diriku ini pasti sudah direncanakan sejak awal.

...Oh, mudah sekali. Yang perlu ia lakukan hanya membisikkan ini kepadanya:


“Gadis itu dipaksa menjadi budak oleh Pahlawan Perisai. Tolong selamatkan dia.”


Kesempatan untuk menguji calon suaminya dan juga untuk menunjukkan bahwa dirinya baik hati. Kalau itu dia, pastilah tidak akan membiarkan kesempatan ini terlewat begitu saja.

Kalau pada akhirnya mereka menikah , ini akan menjadi kisah kepahlawanan tentang bagaimana mereka menyelamatkan seorang budak dari seorang kriminal.

Dan di masa depan, namanya akan terukir sebagai istri seorang Pahlawan bijak yang mengalahkan Pahlawan jahat.

Sial! Raja sampah dan puteri jalang ini!


Tapi, tunggu... sang tuan puteri, seorang wanita jalang... ?


Kalimat ini, dimana aku pernah dengar sebelumnya?

Dimana? Dimana aku pernah dengar hal seperti ini?

... Aku ingat sekarang. Aku membacanya di ‘Panduan Empat Senjata Suci’.[1]

Dibuku itu sang tuan puteri adalah wanita jalang yang memelacuri dirinya kepada semua Pahlawan.

Jika buku yang aku baca di perpustakaan itu berhubungan dengan dunia ini, maka masuk akal kalau tuan puteri ini seorang wanita jalang. Itu juga berlaku untuk Pahlawan-pahlawan sialan yang lainnya ini.


Sebuah luapan amarah dari dalam diriku menyelimuti diriku.


Seri Kutukan

-Persyaratan untuk Perisai ini telah terbuka.


Pandanganku mengabur bersamaan dengan perisaiku yang terhisap oleh emosi hitam pekat dari hatiku.


“Nah kalau begitu Motoyasu-dono, gadis yang telah diperbudak oleh Pahlawan Perisai sudah menunggu.”


Kerumunan mulai menjauh saat para penyihir mulai melepaskan Raphtalia dari kutukan budak.

Para penyihir itu membawa sebuah mangkuk yang penuh oleh suatu cairan dan mengoleskannya ke lambang budak yang terukir di dadanya.

Lambang itu mulai menghilang dari hadapanku.

Raphtalia sekarang resmi terbebas dari perbudakanku.

Perutku bergolak bersamaan dengan hatiku yang termakan oleh perasaan gelap.

Seolah-olah dunia ini mempermainkan dan mencemoohku, sekaligus tertawa diatas penderitaanku.

Yang bisa kulihat... hanya seringai gelap dari bayang-bayang keberadaan disekelilingku.


“Raphtalia-chan!”


Motoyasu bergegas ke arah gadis itu.

Raphtalia, setelah sumpalan sudah dilepaskan dari mulutnya dan air mata mengalir ke wajahnya—


—menampar Motoyasu.


“Kau... pengecut!”

“... Eh?”


Wajah Motoyasu terlihat terkejut setelah ditampar.


“Aku tidak pernah meminta untuk diselamatkan oleh taktik pengecutmu!”

“Ta-tapi Raphtalia-chan sedang dimanfaatkan oleh dia, ‘kan?”

“Naofumi-sama tidak pernah memaksaku untuk melakukan apapun! Hanya saat aku terlalu takut untuk bertarung lah ia menggunakan kutukannya!”


Kesadaranku mulai menghilang, aku tidak bisa mendengar apa yang sedang dikatakan.

Tidak, sebenarnya aku bisa mendengarnya.

Tapi aku tidak ingin mendengar siapapun.

Aku hanya ingin segera melarikan diri dari sini.

Aku ingin kembali ke duniaku.


“Tidak sepatutnya dia melakukan itu!”

“Naofumi-sama tidak bisa mengalahkan monster sendirian. Itu makanya ia harus bergantung kepada orang lain untuk mengalahkan mereka!”

“Kau tidak perlu melakukan itu! Dia hanya akan menggunakanmu sampai kau rusak!”

“Naofumi-sama tidak pernah sekalipun membiarkan monster untuk melukaiku! Dan jka aku kelelahan ia akan membiarkanku beristirahat!”

“T, tidak... dia bukan orang pengertian seperti itu...”

“... Apakah kau akan mampu untuk mengulurkan tanganmu untuk seorang budak kotor yang terserang penyakit?”

“Eh?”

“Naofumi-sama sudah melakukan banyak hal untukku. Ia membolehkanku makan apapun yang aku mau. Ia memberikanku obat-obatan yang berharga ketika aku sakit. Bisa kau melakukan hal seperti itu?”

“A-aku bisa!”

“Kalau begitu seharusnya ada budak selain diriku disisimu saat ini!”

“!?”


Untuk suatu alasan... Raphtalia berlari kearahku.


“P-pergi!”


Ini... adalah neraka.

Dunia yang diciptakan dengan kebencian.

Wanita – tidak – semua orang di dunia ini mencemoohku seolah ingin menyiksaku.

Jika dia menyentuhku, maka aku akan menyaksikan kembali kenangan buruk itu.

Raphtalia menyaksikan keadaanku dan kembali memandang marah ke Motoyasu.


“Aku sudah mendengar rumor-rumor itu... bahwa Naofumi-sama memaksa berhubungan dengan rekannya, bahwa ia adalah seorang Pahlawan yang mengerikan.”

“A-Ah. Dia itu seorang pemerkosa! Sebagai budak wanita, seharusnya kau mengerti, ‘kan!?”

“Kenapa harus begitu!? Naofumi-sama tidak pernah sekalipun menyentuhku!”


Kemudian Raphtalian mengenggam tanganku.


“L-lepaskan!”

“Naofumi-sama... Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan kepercayaanmu?”

“Lepaskan tanganku!”


Semua orang di dunia ini menuduhku atas kejahatan yang tidak aku lakukan.


“Aku tidak melakukannya!”


Pompf...[2]


Diriku yang dipenuhi kegilaan diselimuti oleh sesuatu.

“Apapun yang terjadi, aku akan selalu percaya pada Naofumi-sama.”

“Diam! Kalian hanya akan menuduhkan kejahatan padaku lagi!”

“... Aku tidak percaya rumor-rumor itu. Anda adalah orang yang tidak akan pernah melakukan hal seperti itu.”


Aku mendengar kalimat yang selama ini ingin kudengar semenjak tiba di dunia ini.

Perlahan, bayang-bayang yang mengabuti pandanganku menghilang.

Aku merasakan hangat nyamannya orang lain.


“Bahkan jika seluruh dunia menyalahkan Naofumi-sama, aku berbeda... Berapa kalipun aku harus mengatakannya, akan kubantah mereka semua.”


Saat aku mengangkat kepalaku, yang berada di hadapanku bukan seorang gadis kecil tetapi wanita muda sekitar umur 17 tahun.

Walau sosoknya mirip dengan Raphtalia, gadis ini tampak luar biasa manis.

Yang seharusnya kulit kering dan pecah sekarang memiliki rona sehat, dengan rambut indah yang sedikit berwarna debu.

Tubuhnya yang dahulu hanya kulit dan tulang, sekarang melengkung dengan bentuk sehat dan bugar.

Yang paling mencolok, matanya tidak lagi dipenuhi keputusasaan, tapi kini diisi oleh sinar hasrat yang kuat.

Aku tidak mengenali seorang gadis seperti dirinya


“Naofumi-sama, sekarang mari pergi dan pasang kutukannya pada diriku lagi.”

“S-siapa kau?”

“Eh? Apa maksud anda? Ini aku, Raphtalia.”

“Bukan-bukan-bukan, bukannya Raphtalia itu seorang gadis kecil?”


Dia mengaku sebagai Raphtalia. Kebingungan, ia memiringkan kepalanya sembari mencoba meyakinkanku.


“Haah, Naofumi-sama selalu saja memperlakukanku seperti anak kecil.”


Suara itu... sudah pasti suara milik Raphtalia yang kuingat.

Tetapi, tubuhnya benar-benar berbeda.

Tidak-tidak-tidak, ini aneh meskipun benar dia itu Raphtalia.


“Naofumi-sama, aku akan mengatakan ini karena keadaannya seperti sekarang.”

“Apa?”

“Saat Demi-human muda menaikkan level mereka, tubuh mereka juga ikut menjadi dewasa dengan cepat untuk menyeimbangi pertumbuhan level mereka.”

“Eh?”

“Demi-human tidak seperti manusia. Tetapi sama seperti monster.”


Malu-malu, gadis yang mengaku sebagai Raphtalia melanjutkan.


“Walau... memang cara berpikirku masih seperti anak kecil, tapi tubuhku sudah menjadi seperti orang dewasa.”


Saat mengatakannya, sekali lagi Raphtalia membenamkan kepalaku ke dadanya yang besar.


“Tolong percaya padaku. Aku percaya kalau Naofumi-sama tidak melakukan kejahatan apapun. Anda adalah Pahlawan Perisai hebat yang telah menyelamatkan hidupku, memberiku obat yang berharga, mengajariku bagaimana caranya bertahan hidup dan bertarung. Aku adalah pedangmu, dan aku akan mengikutimu tidak peduli sekeras apapun halangannya.”


Itu adalah... kalimat yang inginku dengar.

Kata-kata yang diucapkan semenjak Raphtalia bersumpah untuk bertarung bersama denganku.


“Jika anda tidak percaya padaku, buat aku menjadi budakmu atau lakukan apapun yang anda mau kepadaku. Aku akan selalu bersama dengan anda.”

“Ku...u....uu....”


Dari kata-kata penuh kebaikan yang pertama kuterima semenjak tiba di dunia ini, tanpa kusadari aku mulai menangis.

Walau aku merasa seharusnya aku tidak menangis apapun yang terjadi, aku tidak bisa menahan air mata ini untuk jatuh.


“Uuu..... uuuuuuuuu...”


“Duel tadi... Motoyasu, kau didiskualifikasi.”

“Haa!?”


Ren dan Itsuki muncul dari dalam kerumunan dan berkata.


“Kami melihatnya dengan jelas dari atas, rekanmu mengarahkan sihir angin ke Naofumi.”

“Tidak, maksudku... Itu tidak mungkin.”

“Raja sudah terdiam. Melihat itu kau seharusnya mengerti, ‘kan?”

“... Benarkah itu yang terjadi?”


Motoyasu memutar kepalanya ke sekeliling ruangan melihat para hadirin.


“Tapi dia menyerangku dengan monster.”

“Mereka tidak melukaimu. Kau bisa periksa sendiri.”


Berlagak seperti pahlawan sekarang, Ren menghardik Motoyasu.


“Tapi... Dia! Dia mengincar wajah dan selangkanganku!”

“Menggunakan taktik kotor setelah dipaksa untuk bertarung dimana dia tidak punya kesempatan untuk menang. Kami harus mengabaikan hal seperti itu.”


Setelah mendengar kata-kata Itsuki, Motoyasu menyerah untuk berdebat dengan wajah tak puas.


“Pertarungan kali ini sepertinya kesalahanmu, jadi biarkan saja.”

“Huh... hasil yang menyebalkan. Aku masih curiga kalau Raphtalia-chan sedang dicuci otak olehnya.”

“Bagaimana mungkin kau masih bisa bicara seperti itu setelah melihat mereka seperti ini.”

“Itu benar.”


Dengan keadaan berubah menjadi canggung, para pahlawan mulai pergi sedangkan para hadirin kembali ke istana.


“... Huh! Betapa membosankan.”

“Ya... hasilnya mengecewakan.”


Kedua orang yang tidak puas dengan hasil akhir pertandingan pergi dengan kesal. Hanya aku dan Raphtalia yang tersisa di lapangan.


“Pasti sangat sulit untuk anda selama ini. Aku tidak menyadarinya sama sekali. Mulai sekarang, aku ingin anda membagikan masalah anda denganku.”


Kesadaranku mulai melayang ketika aku mendengar suaranya yang lembut.


Setelah itu, aku tertidur dipelukan Raphtalia selama satu jam.

Aku terkejut. Aku tidak menyadari Raphtalia sudah tumbuh besar.

Kenapa aku tidak menyadarinya?


... Aku terlalu stres, mungkin.


Aku tidak mampu untuk menyadari pertumbuhan Raphtalia. Yang bisa kulihat hanya statusnya yang naik di layar status.

Pestanya sudah lama berakhir. Jadi aku terlelap dalam tidur nyenyak di ruangan berdebu yang tidak terpakai, yang sebenarnya digunakan untuk pelayan.

Seseorang percaya padaku. Hanya dengan itu, aku merasa sebuah beban telah diangkat dari hatiku.


Maksud dari perasaan ini menjadi jelas keesokan harinya pada saat sarapan.

Untuk pertama kalinya semenjak aku dikhianati oleh Mein, indera pengecapku telah kembali.



Translator note[edit]

  1. Buku yang membawa Naofumi dan 3 lainnya ke dunia ini.
  2. Aslinya ‘fuwa’. Suara benturan lembut.
Sebelumnya Chapter 21 – Konflik Langsung Kembali ke Halaman Awal Selanjutnya Chapter 23 – Berbagi Rasa Sakit