Difference between revisions of "Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume7 Bab10"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 31: Line 31:
   
 
Saito bertanya dengan suara bergetar nan takut.
 
Saito bertanya dengan suara bergetar nan takut.
  +
  +
  +
“Ah, mengapa aku harus menyabung nyawaku untuk menerjang kerumunan itu?”
  +
  +
“Mengapa kau menanyakan sesuatu yang jelas? Kapal-kapal kita harus mundur, jadi kita harus kasih waktu untuk mereka.”
  +
  +
“Tidak…aku tidak ngomong soal itu..tapi, lupakan sajalah.” Saito mendesah. “Waktu itu aku diselamatkan tikus tanah Guiche, tapi kali ini tak mungkin kita bisa selamat.”
  +
  +
“Tidak, kita tak bisa. Tak peduli keadaannya, labrak saja. Untuk keadaan begini, tak peduli arahnya, akibatnya sama saja. Arah petugas pemimpin, pukul jatuh kepala dan tubuh akan kacau. Mungkin kau bisa memberi mereka sehari atau sekitaran itu.”
  +
  +
“Saito mengangguk sambil menggenggam erat Derflinger. Tanda di tangan kirinya mulai bersinar.
  +
  +
“Boleh kuceritakan kau seseuatu, Derfliner?”
  +
  +
“Apa sih?”
  +
  +
“Apa aku boleh bercerita soal masa kecilku?”
  +
  +
“Boleh.”
  +
  +
“Suatu ketika aku liat seorang nenek diganggu berandalan dekat stasiun kereta, soal nenek itu menabrak mereka. Tapi saat itu aku hanya anak kecil. Aku tak bisa menghentikan mereka meski aku ingin, jadi aku hanya mematung dan menonton. Saat itu aku berpikir, “Jika saja aku sedikit lebih kuat. Tapi di saat yang samas, aku juga mendesah lega. Karena meskipun aku lebih kuat, ia tak manjamin aku bakal menang.”
  +
  +
“Benar.”
  +
  +
“Jangan salah. Kini aku lebih kuat jadi tiada alasan lagi. Waktu itu aku tak punya kekuatan, jadi aku punya alasan untuk tak berbuat apa-apa. Aku tak cukup kuat, sehingga ku tak bertinfak. Tapi kini aku tak bisa mengelak. Karena aku sangat, sangat kuat. Tak peduli bagaimana, aku adalah Gandálfr, kan?”
  +
  +
Deflinger bergumam rendah “Um hum.”
  +
  +
“Tapi… semua itu hanya di luar, Di dalam diriku, aku tak benar-benar kuat. Namun tiada yang bisa ku lakukan soal itu, meski aku familiar Gandálfr nan legendaris, tubuhku gemetaran, Aku benar-benar tak punya persiapan mental apapun. Keadaan begini bukanlah untukku. Melindungi kehormatan semuanya, aku benar-benar tak menyukainya! Aku gemetaran ketakutan. Aku tak ingin mati.”
  +
  +
“Rekan, kau benar-benar seorang Pemberani!”
  +
  +
“Kepribadian seperti ini hanya akan mengarah pada masalah, dengan cepat.” Pikir Saito.
  +
  +
“Keberanian, bukankah ini adalah keberanian itu sendiri?”
  +
  +
“Hei, rekan.”
  +
  +
“Apa?”
  +
  +
“Apa aku akan mati?”
  +
  +
Mungkin”
  +
  +
Pemuda itu terdiam. Derflinger memutuskan untuk menyemangatinya.” Jika seperti ini jadinya, maka keluarlah seperti pahlawan!”
  +
  +
“Mengapa?”
  +
  +
Karena jika tidak, semuanya bakal sia-sia.

Revision as of 00:54, 22 September 2015

Bab Sepuluh: Letak Keberenian

Di atas sebuah buki kecil yang tergambar di peta…subuh membawa maju cahaya melewati gelap.

Pemandangan perlahan meluas, dan padang rumput di bawah membesar dan membesar.

Ini ditunjukkan di peta, daerah pedesaan sekitar 150 liga di barat daya kota Saxe-Gotha. Saito akhirnya sampai disana setelah semalaman berkuda.

Meski lelah memeluknya. Meski dia berkuda semalaman, ruh perjuangan dan gairah dipulihkan cahaya pagi.

Melalui embun pagi, perlahan-lahan diiringi goncangan bumi, sebuah tentara hebat muncul.

Saito berdiri dan memukulkan tapaknya ke kuda yang tadi dikendarai. Si hewan yang tengah santai mengunyah rumput tiba-tiba terkejut dan kabur ke arah mereka datang.

“Kau takkanmenggunakan kuda?” tanya Derflinger dari balik bahu.

“Dia juga punya nyawa; dia bukan sekedar alat.”

“kau memiliki hati yang baik, rekan.”

Saito menanyai Derflinger,” Bukankah kau menceritakan sebelumnya bahwa Gandálfr mampu menghadapi seribu musuh sendirian? 70.000 seharusnya tak jadi masalah kan?”

“Itu kata mereka, tapi itu cuma legenda, jadi orang cenderung melebihkan. Jangan terlalu berharap, nyatanya, itu mungkin kurang dari seribu.”

“..Mengapa kau begini? Berdusta padaku seperti itu. Jika kau berbohong, jangan ceritakan kenyataannya. Kita sudah pasti tewas, jadi stidaknya berdustalah hingga akhir.”

Di ufuk padang rumput, mereka bisa melihat tentara yang terus maju. Meski ia 70.000, karena mereka tak berbaris sederet, ia tampak tak sebesar itu, tapi nyatanya, semua 70.000 di sana.

Tentara yang bersenjata, Penyihir bermantra, Meriam, semi-manusia seperti orc dan troll, ksatria naga…Ksatria pengendara hewan phantom.

Tiada yang luput, semua 70.000 ada disana.

Saito bertanya dengan suara bergetar nan takut.


“Ah, mengapa aku harus menyabung nyawaku untuk menerjang kerumunan itu?”

“Mengapa kau menanyakan sesuatu yang jelas? Kapal-kapal kita harus mundur, jadi kita harus kasih waktu untuk mereka.”

“Tidak…aku tidak ngomong soal itu..tapi, lupakan sajalah.” Saito mendesah. “Waktu itu aku diselamatkan tikus tanah Guiche, tapi kali ini tak mungkin kita bisa selamat.”

“Tidak, kita tak bisa. Tak peduli keadaannya, labrak saja. Untuk keadaan begini, tak peduli arahnya, akibatnya sama saja. Arah petugas pemimpin, pukul jatuh kepala dan tubuh akan kacau. Mungkin kau bisa memberi mereka sehari atau sekitaran itu.”

“Saito mengangguk sambil menggenggam erat Derflinger. Tanda di tangan kirinya mulai bersinar.

“Boleh kuceritakan kau seseuatu, Derfliner?”

“Apa sih?”

“Apa aku boleh bercerita soal masa kecilku?”

“Boleh.”

“Suatu ketika aku liat seorang nenek diganggu berandalan dekat stasiun kereta, soal nenek itu menabrak mereka. Tapi saat itu aku hanya anak kecil. Aku tak bisa menghentikan mereka meski aku ingin, jadi aku hanya mematung dan menonton. Saat itu aku berpikir, “Jika saja aku sedikit lebih kuat. Tapi di saat yang samas, aku juga mendesah lega. Karena meskipun aku lebih kuat, ia tak manjamin aku bakal menang.”

“Benar.”

“Jangan salah. Kini aku lebih kuat jadi tiada alasan lagi. Waktu itu aku tak punya kekuatan, jadi aku punya alasan untuk tak berbuat apa-apa. Aku tak cukup kuat, sehingga ku tak bertinfak. Tapi kini aku tak bisa mengelak. Karena aku sangat, sangat kuat. Tak peduli bagaimana, aku adalah Gandálfr, kan?”

Deflinger bergumam rendah “Um hum.”

“Tapi… semua itu hanya di luar, Di dalam diriku, aku tak benar-benar kuat. Namun tiada yang bisa ku lakukan soal itu, meski aku familiar Gandálfr nan legendaris, tubuhku gemetaran, Aku benar-benar tak punya persiapan mental apapun. Keadaan begini bukanlah untukku. Melindungi kehormatan semuanya, aku benar-benar tak menyukainya! Aku gemetaran ketakutan. Aku tak ingin mati.”

“Rekan, kau benar-benar seorang Pemberani!”

“Kepribadian seperti ini hanya akan mengarah pada masalah, dengan cepat.” Pikir Saito.

“Keberanian, bukankah ini adalah keberanian itu sendiri?”

“Hei, rekan.”

“Apa?”

“Apa aku akan mati?”

Mungkin”

Pemuda itu terdiam. Derflinger memutuskan untuk menyemangatinya.” Jika seperti ini jadinya, maka keluarlah seperti pahlawan!”

“Mengapa?”

Karena jika tidak, semuanya bakal sia-sia.