Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia: Railgun SS: Liberal Arts City Chapter7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 7[edit]


Langit hari itu berwarna biru. Seakan mengacuhkan emosi yang bergejolak di pikiran semua orang, cuacanya benar-benar cerah. Cahaya yang naik ke atas kepala orang-orang pagi hari itu sangatlah cerah dan terang, sampai-sampai membuat seorang lupa bahwa itu adalah bulan September. Di sepanjang perbatasan antara Amerika dan Meksiko, dekat pesisir Samudra Pasifik, terdapat markas garis depan organisasi bernama Return of the Winged One* yang memiliki markas utama di Amerika Tengah. [Diterjemahkan : Kembalinya Dia yang Bersayap.] Dalam kosakata modern, itu adalah semacam kapal induk. Mereka membeli kapal tanker tua besar dan memuatnya dengan banyak Mixcoatl. Sebagai penyamaran, setumpuk bijih besi terhampar di atas lembaran logam datar yang panjangnya melebihi 200 meter, tapi semua orang pada Return of the Winged One tahu bahwa senjata terkuat mereka ada di bawah bijih besi itu. “Xiuhcoatl, hm?” Xochitl berdiri di salah satu ujung lembaran logam itu. Dengan matahari yang menyinari kulit coklatnya, dia melihat ke atas, yaitu ke arah tumpukan bijih besi yang tingginya berkali-kali lipat tingginya sendiri. Di sebelahnya berdiri seorang gadis lain. Dia adalh Tochtli, kolega Xochitl. “Sepertinya, persiapannya akhirnya selesai, jadi itu benar-benar bisa diaktifkan. Sekarang kita bisa meledakkan fasilitas riset sialan itu menjadi debu. Ampun deh, akan sangat mudah jika kita bisa melakukan ini sejak awal.” “Ya, sayang sekali Liberal Arts City mencuri benda spiritual yang dibutuhkan untuk menjadi kuncinya. Yah, setidaknya mereka kemungkinan besar tidak bisa menganalisa bagaimana benda itu bekerja.” Xochitl berbicara blak-blakan sambil memandang ke suatu tempat di langit. Tochtli tersenyum ketika melihatnya. “Apa kau khawatir?” “Tentang apa?” “Gadis itu.” “...” “Dengan benda ini, kita tidak bisa membidik dengan tepat. Liberal Arts City akan menjadi puing-puing di atas laut.” “Jadi?” sembur Xochitl seakan melepaskan keraguannya. “Aku sudah memberinya petunjuk yang dia perlukan untuk mengambil keputusan tepat.” Suara terdengar ketika lembaran logam yang berat itu mulai bergerak. Sejumlah alarm mulai berdering. “Mereka mulai bergerak karena benda spiritualnya! Mereka bergerak, jadi menyingkirlah!!” Semua anggota Return of the Winged One yang bekerja di lembaran logam itu menjauh dari tumpukan bijih besi. Ketika mereka memandangnya, tumpukan hitam itu runtuh. Dengan suara yang sangat ribut, wajah-wajah “agung” mengintip dari dalamnya. Senjata raksasa itu panjangnya melebihi 100 meter. Itu adalah kartu as milik Return of the Winged One. Itu adalah Xiuhcoatl. Seperti ular besar yang menggeliat di atas tumpukan bijih, empat kartu as itu dinaikkan secara diagonal dengan kendali jarak jauh, dan melihat ke bawah ke permukaan laut. Ketika melihatnya, Xochitl mengerutkan wajahnya.

Flave dan Over sedang bekerja di landas pacu pendek nomor tiga milik Liberal Arts City. “...Jadi berapa lagi sisa yang masih bisa digunakan?” “Nomor 3, 5, 7, dan 8. ...Sepertinya putri listrik itu benar-benar ingin membuat kesepakatan. Dia hanya menyisakan landas pacu yang benar-benar bisa digunakan.” “Hey, tapi bukankah dia meledakkan hangar-hangar dengan sesuatu seperti petir?” “Dia hanya melakukan itu ke bangunan perawatan. Bangunan yang berisi pesawat tempur bahkan tidak tergores sedikit pun. Kau bisa bilang bahwa dia benar-benar peka. ...Itu membuatku bingung apakah dia benar-benar seorang musuh.” “Oh, kau suka cewek yang kuat?” “Aku benci anak-anak.” Kedua pilot itu melanjutkan percakapan basa-basi mereka selagi pesawat tempur ditarik keluar dari hangar. Pesawat Skuadron Laveze didasarkan pada F-35, tapi perlengkapan tambahannya membuat fungsi VTOL* hampir seluruhnya tidak bisa digunakan. Mereka menggunakan landas pacu pendek sekitar 700 m untuk lepas landas. [VTOL adalah singkatan dari Vertical Take-off and Landing. Kamus Oxford. Yaitu pergerakan pesawat terbang yang sanggup lepas landas dan mendarat secara tegak lurus. Ini mirip dengan pergerakan helikopter atau beberapa jenis pesawat tertentu, contohnya : Harrier, Yak 36, Yak 141, ataupun pesawat tempur JSF.] Flave berbicara sambil melihat ke peswat tempur stealth yang berbentuk unik itu. “...Apakah kau tahu hal yang putri listrik itu inginkan?” “Dia mau agar semua turis dan pekerja yang tidak terlibat dibolehkan meninggalkan pulau ini dengan menggunakan perahu Salmon Red. Permintaan yang cukup luas. Sepertinya, dia bahkan ingin agar kita menaiki perahu itu jika memungkinkan.” “Apa dia benar-benar berpikir bahwa itu mungkin? Mixcoatl itu bisa melebihi Mach 2. Apa yang akan terjadi adalah jelas. Kita tak akan selamat sampai tujuan jika kita cuma mengambang di lautan dalam kapal-kapal yang lambat itu.” “Ya, melindungi perahu penyelamat besar itu dalam situasi ini memang sulit.” Over memainkan dog tag* di lehernya. “Tapi itu jugalah kesempatan bagus untuk mengetes kebanggaanku.” [Dog tag adalah semacam emblem logam yang biasanya tertulis identitas seorang militer. Kamus Oxford.] “Kau benar-benar suka cewek yang kuat, kan?” Tiba-tiba, suara statik keluar dari radio yang diletakkan di atas kursi lipat di dekat mereka. Suara operator sampai ke telinga mereka. “Mixcoatl terdeteksi 20 kilometer di Timur kota.” “...Saatnya bekerja.” “Dan mereka muncul di posisi yang ‘memotong’ kita dengan daratan utama Amerika.” Dengan senyuman kecil di wajah mereka, Flave dan Over meraih helm terbang. Selisih besar pada kekuatan tempur telah terjadi karena kerusakan yang mereka alami di hari sebelumnya. Dengan persenjataan yang mereka miliki, mereka jelas-jelas sedang dalam posisi tidak diuntungkan. Walaupun begitu, mereka berlari ke pesawat tempur terisi bom dan misil yang berjejer di satu bagian landasan pacu. “Polisi dunia, kah?” “Aku sudah terbiasa dengan istilah itu, tapi itu bukanlah istilah yang buruk.”

“Semuanya, tolong cepat.” Suatu pengumuman dalam bahasa Inggris terdengar di seluruh Liberal Arts City. Suara wanita keluar dari televisi besar dan kecil yang tak terhitung, tersebar di seluruh kota. “Patahan besar pada struktur fondasi Liberal Arts City telah ditemukan. Karena menerima hantaman ombak besar dengan rata-rata tinggi di atas 7 meter secara terus-terusan dalam waktu lama, pantai-pantai buatan itu kini terancam bahaya tersapu ke laut sekaligus. Karena situasi spesifik seperti ini, seluruh pulau buatan ini bisa hancur.” Tidak ada video. Mungkin karena hanya transmisi minimum yang bisa dipertahankan, tapi layarnya berwarna hitam. Hanya dengan menggunakan speaker, pengumuman bernada sopan itu berlanjut. “Beberapa jam lalu, angin puyuh tropis muncul di suatu titik pada jarak 40 kilometer arah Barat Daya Liberal Arts City. Ada bahaya bahwa angin ini berubah menjadi badai.” Mereka yang ada di kamar hotel, yang bermain di pantai, dan mereka yang sedang berbelanja di mall mendengar pengumuman itu dengan berbagai cara. Mulai dari layar eksibisi besar di dinding bangunan, sampai layar kecil pada ponsel mereka. “Ada kemungkinan bahwa badai ini akan merusak fondasi Liberal Arts City, tapi walaupun begitu, tidak ada kepastian bahwa itu akan meruntuhkan pulau ini. Namun, perahu penyelamat akan pergi dalam waktu dua jam. Semua orang yang memilih untuk pergi ke daratan utama harus dengan cepat menuju ke tempatnya. Tentang berbagai lokasi dari perahu penyelamat Salmon Red...” Setelah membaca seluruh naskah, gadis jenius berrambut pirang berdada besar, Beverly Seethrough, mematikan mikrofonnya. “Apa itu bagus?” “Iya, terima kasih. Kami tahu bahwa kami seharusnya tidak melibatkanmu dalam hal ini, tapi Saten-san dan aku tidak bisa bicara bahasa Inggris...” Uiharu membungkuk untuk berterima kasih. Mereka sedang berada di kantor manajemen para pegawai di salah satu pantai. Normalnya, fasilitas itu digunakan untuk memastikan keselamatan para perenang layaknya tugas penjaga pantai, tapi tidak ada pegawai yang berada di sana. Sepertinya, kebanyakan personel telah dikirim untuk pertempuran. Uiharu telah menggunakan komputer yang ada di sana untuk meretas ke penyiaran kabel lokal, lantas menyiarkan siaran bajakan itu ke televisi-televisi di kota. Gadis lain di sana, Saten Ruiko, melihat keluar melalui jendela kantor itu. “Tapi kuharap semua orang pergi menuju perahu penyelamat setelah mendengar itu...” “Benar. Sebanyak apapun kita menyiarkannya, semuanya akan sia-sia saja jika mereka tidak mempercayainya,” Uiharu menyetujuinya dengan suara khawatir. Tapi Beverly membusungkan dadanya dengan bangga. “Kalian tidak perlu khawatir tentang itu.” “?” “Nona one-piece bermotif bunga yang tidak fashionable, kau tidak sadar karena kau tidak tahu bahasa Inggris, tapi aku tidak membaca naskahnya kata per kata. Aku menyusunnya kembali sesuai pendapatku dan mengimprovisasi beberapa bagian.” “K-kau melakukan itu?” Uiharu terlihat kebingungan karena dia tidak begitu mengerti apa maksud Beverly. “Iya,” angguk Beverly. “Penting untuk diingat bahwa aku adalah seorang sutradara. Aku ahli dalam teknik penting untuk membuat karya yang menarik penonton, menjaga mereka, dan ‘melekat’ pada hati mereka. Dengan kata lain,” dia berhenti sejenak, “tidak ada orang di luar sana yang hatinya tidak ‘kugenggam’ karena perkataan dari mulutku.” Suara menggelegar membuat jendela bergetar. Mata Uiharu dan Saten melebar karena terkejut ketika mereka melihat semua pria, wanita, dewasa, dan anak-anak yang tadinya ada di pantai, kini berlari ke arah sama. Wajah mereka tidak menunjukkan ketenangan. Bahkan sebenarnya, mereka terlihat cukup panik sembari mereka berlari secepat yang mereka bisa. “Triknya adalah tidak memaksa mereka. Jika kau membiarkan mereka memilih keputusan akhir, maka mereka akan percaya bahwa pengumuman itu tidak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu secara paksa. Setelah kau membuat perbedaan tersirat antara grup yang akan selamat, dan grup yang tidak akan selamat, mereka secara otomatis akan memilih grup yang paling aman. Metode ini sangatlah efektif di Amerika.” Para pegawai yang sedang ada di pantai meneriakkan sesuatu. Para pegawai belum mengumumkan keberadaan perahu Salmon Red yang berlabuh di sana kepada publik. Mereka tidak mau membiarkan semua turis itu masuk, jadi mereka kemungkinan akan mencoba menghentikan para turis. Tapi usaha mereka sia-sia. Ketika orang sebanyak itu berlari ke arah yang sama, tidak ada cara untuk menghentikan mereka. Mulut Saten membuka dan menutup. “Wa wa wa wa wa!! Ini sudah tidak terkendali!!” “Okay, satu dorongan lagi. ...Kyaaahhh!! Aspalnya retak!!” “Beverly-san, itu terlalu berlebihan!! Dengan provokasi dari teriakan itu, para pegawai jadi ditelan kerumunan!!” Uiharu khawatir bahwa mereka mungkin akan menggunakan senjata anti huru hara, tapi mereka sedang berada dalam posisi tidak menguntungkan karena melawan Mixcoatl dan Mikoto yang telah mengamuk. Mikoto telah menyarankan strategi pengumuman itu, karena dia meragukan bahwa para pegawai akan menyia-nyiakan pasukan tempur yang berharga untuk sesuatu seperti itu. Mereka mungkin bisa menangani satu-dua orang “pengganggu”, tapi “pengganggu” yang berjumlah puluhan ribu adalah cerita lain. Perahu penyelamat Salmon Red berada di area rahasia, tapi area itu tidak punya kaitan dengan riset yang dijalankan Liberal Arts City. Yaitu riset mengenai pengembangan kekuatan psikis menggunakan sistem yang berbeda dengan Academy City. Jika mereka mau berkompromi tentang perahu penyelamat, mereka tidak akan perlu menghadapi kerumunan orang itu, jadi mereka kemungkinan tidak akan memberi pertahanan yang serius. Bagaimanapun juga, sepertinya keahlian Beverly sebagai sutradara telah berhasil “menggengam” hati para turis di seluruh Liberal Arts City. Kalau begitu, Uiharu dan yang lainnya tidak punya alasan untuk tetap berada di sana. “Okay, Saten-san. Kau juga, Beverly-san. Kita harus menuju perahu penyelamat terdekat.” Saten menyuarakan persetujuannya, tapi tidak ada yang mendengarnya. Suara menggelegar dari mesin pesawat tempur menenggelamkan suaranya. Gendang telinga mereka bergetar. Saten menutup telingaa dengan tangannya, dan merunduk ke tanah. Sedangkan Beverly melihat keluar melalui jendela dengan air mata di matanya. Uiharu juga melihat keluar. Pesawat tempur terus-terusan melintasi langit biru, sembari terbang dalam ketinggian rendah, setelah lepas landas dari landasan pacunya. Uiharu berbicara pada Beverly sambil membantu Saten yang masih merunduk di atas lantai. “Ayo cepat ke perahu!! Kita tidak tahu kapan pertempurannya akan merambat sampai ke kota!!” “Kau tahu, aku mengerti bahwa ini bukanlah suatu pertunjukan, tapi aku masih belum diberitahu siapa yang menyerang dan dari mana mereka berasal.” Beverly kelihatannya ingin tahu tentang informasi tersebut sebagai imbalan untuk bantuannya, tapi mereka tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya di sana. Bahkan, tidak ada jaminan bahwa si gadis sutradara akan memahami konsep pengembangan kekuatan psikis dengan menggunakan sistem yang berbeda dari Academy City. Bagaimanapun juga, si gadis sutradara adalah orang dari luar Academy City. Apapun itu, mereka harus berpikir tentang memastikan keselamatan mereka terlebih dulu. Jadi Uiharu menarik lengan Saten dan meninggalkan kantor manajemen bersama Beverly. Akhirnya, Saten mengatakan sesuatu. “Aku penasaran apakah Xochitl akan datang...”

Misaka Mikoto berdiri di pantai dengan kakinya yang beralaskan sendal. Sambil memandangi ledakan-ledakan dan semburan air yang terlihat pada horizon di laut, dia menggertakkan giginya. “Sudah dimulai!?” Hampir semua turis dan pekerja umum di kota sedang dalam proses menaiki perahu penyelamat Salmon Red, yang ditempatkan pada 12 titik di sekitar Liberal Arts City. Kapal-kapal itu akan bisa pergi dalam waktu singkat, tapi tidak akan ada gunanya jika rute ke daratan utama Amerika terputus. Salmon Red itu berukuran besar, tapi pada dasarnya hanyalah perahu penyelamat. Perahu-perahu itu bergerak secara otomatis dengan bantuan GPS untuk mengambil rute terpendek, dan hanya dimuat dengan suplai minimum yang dibutuhkan untuk suatu perjalanan darurat. Kapal itu sama sekali tidak dirancang untuk menghindari medan perang ketika menuju Hawaii atau Guam. “Perahu-perahunya tidak bisa bergerak sebelum itu selesai,” kata Shirai Kuroko sambil memandang ke kejauhan dengan satu tangan di atas matanya. “Yah, mari berpikir optimis. Paling tidak, akan lebih mudah untuk bertempur sekarang karena kotanya sudah tidak dipenuhi oleh banyak orang. Bahkan jika Mixcoatl menyerang kesini, tidak akan ada orang yang terluka.” “Benar...” Mikoto melihat ke belakang, ke arah Shirai. Gadis itu masih memakai baju renang seksinya seperti biasa, tapi sekarang dia memakai sesuatu seperti jaket fluoresen* di atasnya, dan bagian depan tubuhnya tertutup. Kemungkinan besar itu adalah bagian perlengkapan untuk para pegawai. Jika Mikoto melihat bahannya, sepertinya itu cukup tahan pada serangan senjata tajam. [Fluoresen adalah bahan gemerlapan dan bercahaya karena adanya zat fluor. Kamus Oxford.] “Bukankah kau akan punya perlindungan lebih jika kau memakai semua perlengkapannya?” “...Jika aku berpakaian seperti itu, aku akan tumbang karena serangan jantung.” “Begitu ya,” jawab Mikoto. “Dimana Uiharu-san dan Saten-san?” “Mereka sudah pergi menuju salah satu Salmon Red. Yang lebih penting, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah ada yang bisa kita lakukan dari sini, sebelum Mixcoatl sampai ke sini?” Sebenarnya mereka tidak bisa melakukan apapun dari tempat mereka berada. Railgun milik Mikoto hanya punya jarak tempuh sejauh 50 meter, dan serangan Shirai dengan menggunakan teleportasi hanya bisa mencapai sekitar 80 meter. Mereka tidak bisa ikut terlibat dalam pertempuran yang terjadi di dekat horizon. Kemudian... “Aku tidak punya kewajiban untuk memberitahu kalian, tapi ini adalah situasi darurat...” kata suara seorang wanita. Mikoto dan Shirai berbalik dan menemukan Olive Holiday berdiri di sana dengan baju renang lomba dan rompi penyelamat yang biasa dia gunakan. Badannya pasti telah kesakitan akibat pertemuran berulang-ulang. Ini terbukti karena adanya perban yang terbalut di berbagai tempat, dan wajahnya kelihatan sedikit pucat. Olive sedang memegang suatu radio kecil di tangannya. “Aku benci meminta bantuan kalian, tapi kami tidak punya pilihan lain.” “Cukup dengan basa-basinya,” kata Mikoto memotongnya. “Ada apa?” “Kapal musuh baru sedang mendekat pada lokasi 30 kilometer di Barat kota. Itu arah yang berlawanan. Kapal-kapal musuh mungkin punya kemampuan stealth yang tinggi, atau kemampuan untuk menyelam di bawah air. Mereka sanggup sampai ke sana tanpa bisa kami sadari.” Mata Mikoto melebar karena syok, dan dia melihat balik ke wajah Olive. “T-tunggu! Bagaimana dengan pesawat tempur kalian!?” “Kami sedang mengirim beberapa pesawat dari Skuadron Laveze untuk mencegat mereka, tapi mereka datang dari arah yang benar-benar berlawanan...” untuk sejenak, suara Olive mengecil saat itu. “Misil darat-ke-udara PAC-3 milik kami telah dihancurkan oleh Mixcoatl kemarin, dan kekuatan tempur kami sudah sampai batasnya karena menghadapi musuh di arah timur. Jika seperti ini terus, mereka akan terbang masuk dan menghancurkan beberapa Salmon Red yang masih belum bergerak di sisi barat kota.” Kapal-kapal raksasa itu sekarang sedang dinaiki oleh sejumlah besar turis dan pekerja. Kapal-kapal itu tidak bisa dikirim keluar dengan segera, tapi juga akan sulit untuk mengevakuasi semua orang yang telah naik. Ada terlalu banyak orang. Jika kapal-kapal itu diserang... Tidak perlu memikirkan apa yang akan terjadi berikutnya. Mikoto menatap partner-nya dengan serius dan memanggil namanya. “Kuroko!!” Sebagai responnya, Shirai menggenggam tangan Mikoto dan mereka menghilang menggunakan teleportasi. Teleportasinya hanya bisa mencapai jarak sekitar 80 meter dalam satu kali lompatan, tapi dia bisa langsung berteleportasi setelah tiba di setiap titik lompatan berikutnya. Artinya, dia bisa menempuh jarak yang jauh dengan cepat. Jika kau mengkonversikan perpindahan Kuroko menjadi kecepatan, mungkin kecepatan gadis itu melebihi 200 km/jam. “Mungkin alasan kenapa kau tidak cukup berolahraga adalah kau selalu mengandalkan kekuatanmu seperti ini.” “Fgn!?” Komentar yang tidak penting dari Mikoto membuat keadaan mental Shirai menjadi sedikit tidak stabil, tapi dia berhasil menjaga kontrol kekuatannya. Mereka melanjutkan dan melintasi diameter pulau sepanjang 10 kilometer dalam waktu hanya sekitar 3 menit.

Tidak seperti pesisir Timur yang mereka lihat sebelumnya, pesisir Barat memiliki benda-benda seperti tiang yang keluar dari permukaan laut. Benda-benda itu sejatinya adalah lampu raksasa yang berjejer pada interval tertentu di sepanjang area itu. Shirai berbicara sambil melihat pemandangan misterius yang terus membentang dengan interval konsisten sampai melewati horizon. “...Apakah ini adalah satu bagian lain dari pemandangan buatan? Tempat ini awalnya dibuat agar tampak seperti pemandangan yang terdapat pada film Fiksi Ilmiah.” Mungkin memang begitu dan mungkin saja tempat itu dibuat setelahnya, tapi mereka tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu. Mikoto pergi menuju platform untuk penjaga pantai yang terpasang di pantai. Dia menggunakan teropong yang ada di sana untuk melihat lebih jauh dari apa yang bisa dia lihat dengan matanya sendiri. “Apa itu...?” gumamnya terkejut. Dia tidak sedang melihat ke arah ufuk. Dia sedang melihat ke langit. Suatu benda raksasa yang sedikit kabur karena udara, terlihat pada jarak yang begitu jauh. Seharusnya, benda itu tidak dapat dilihat karena bulatnya permukaan bumi. Seberapa tinggi benda itu? Seberapa cepat itu bergerak? Benda itu sangat jauh, dia tidak bisa mengetahuinya. Sulit untuk mengetahuinya, ini seperti menilai seberapa cepat suatu pesawat penumpang yang terbang tepat di atas kepalamu. Bagaimanapun juga, Mixcoatl yang telah mereka hadapi sampai saat ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan benda itu. Itu mungkin adalah serangan mereka yang sebenarnya. Dia tidak bisa membiarkannya sampai ke Liberal Arts City. Sambil melihat ke kejauhan, Mikoto menanyakan suatu pertanyaan pada Shirai. “Kuroko, bisakah kau berteleportasi ke sepanjang pilar-pilar hiasan itu?”

Dan begitulah, Mikoto dan Shirai menuju ke lautan. Karena pijakan yang tidak seimbang, Shirai melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang Mikoto untuk memastikan bahwa dia tidak melepaskan pegangannya ketika melakukan teleportasi. Mikoto memasrahkan urusan “berpindah tempat” pada Shirai, dan dia pun melihat ke belakang. Dia bisa melihat asap hitam. Bagian dari Liberal Arts City yang hanya bisa dia lihat dari jarak, adalah struktur-struktur besar seperti bangunan raksasa dan rel roller coaster, tapi asap itu lebih kelihatan. Dia bisa melihatnya membumbung tinggi dari berbagai tempat, menodai langit biru. Pada tempat berjarak sekitar 15 kilometer dari pulau tempat jaring yang “memisahkan” makhluk hidup, barisan tiang hiasan itu tiba-tiba berhenti. Meskipun begitu, ada pelampung seperti ranjau yang mengapung setelah barisan tiang itu. Pelampung-pelampung itu pasti adalah perlengkapan untuk riset Liberal Arts City. Kedua gadis itu pergi lebih jauh sepanjang pelampung-pelampung itu. Setelah pergi sejauh 7 kilometer, mereka bisa melihat seluruh bentuk senjata raksasa itu. Kendaraan pipih dan panjang yang terbang melalui angkasa berukuran lebih dari 100 meter. Pada dasarnya itu sama seperti Mixcoatl, yaitu benda yang terbuat dari kayu, kain, dan obsidian. Badannya kelihatan seperti bola rugby yang telah dimelarkan secara paksa dari kedua sisinya. Benda itu punya sayap yang besar dan kecil di sisi dan belakangnya, tapi sayap-sayap itu seperti tidak mempedulikan hukum-hukum aerodinamika. Benda itu terlihat seperti ikan raksasa yang berenang di angkasa. Dan ada lebih dari satu. Tiga benda lagi bisa terlihat terbang di belakang benda yang Mikoto dan Shirai sedang amati. Totalnya ada empat senjata raksasa. “Apakah ini Xiuhcoatl yang disebut Saten-san?” Kalau begitu, mereka berdua benar-benar tidak bisa memperbolehkannya mencapai Liberal Arts City. Mikoto tidak tahu serangan jenis apa yang bisa benda-benda itu lakukan, tapi berdasarkan apa yang Saten dengar dari gadis bernama Xochitl, kapal-kapal itu punya kekuatan sangat besar. “Onee-sama!!” Teriakan Shirai membuat Mikoto sadar. Itu bukan waktunya untuk merenung. Kapal Xiuhcoatl itu melaju lebih cepat dari yang terlihat di kejauhan. Sebelum Mikoto menyadarinya, kapal itu telah melewati kepalanya. Bahkan yang kedua dan ketiga sudah melewatinya sejauh 50 meter. Mikoto akhirnya bereaksi pada kapal yang terakhir. Sambil melihat ke atas pada bentuk raksasa yang melintasi udara dengan kecepatan sekitar 100 km/jam, Mikoto menarik tempat penyimpanan koin yang terikat ke sendalnya. Dia berbicara pada Shirai yang menjadi alat transportasinya. “Kembali! Aku harus menembak jatuh mereka! Dengan kecepatanmu, kau seharusnya bisa menyusul!!” “Yah, kuanggap itu berarti kau mempercayaiku,” balas Shirai sambil menutup satu matanya. Tiba-tiba keduanya menghilang. Mikoto dan Shirai bergerak dengan kecepatan sangat tinggi sepanjang pelampung-pelampung yang mengapung di lautan. Mereka menyusul Xiuhcoatl terakhir dalam waktu singkat, dan Mikoto mengeluarkan suatu koin dari tempat penyimpan koin dengan menggunakan jempolnya. Sementara itu, Shirai masih saja melingkari pinggangnya. (Ketinggiannya sekitar 50 meter... Itu cukup berada di dalam jangkauanku!!) Mikoto menggertakkan giginya, menggerakkan jempolnya, dan menembakkan Railgun. Ketika koin itu terbang di udara dengan tiga kali kecepatan suara, gaya gesek membuatnya menyala oranye, menghasilkan garis oranye di udara. Dengan sedikit jeda, suatu suara ledakan terdengar. Karena dia menembakkannya dari sudut, bukannya tepat dari bawahnya, koinnya meleleh dan menghilang tepat sebelum menghantam kapal Xiuhcoatl itu. Walaupun begitu, sisanya yang meleleh cukup untuk mencapai kapal tersebut. Salah satu dari sayap-sayap yang terbuat dari kain dan obsidian terkoyak di bagian sisi dengan paksa. Mikoto mendecakkan lidahnya. “Kuroko, kita masih berada terlalu jauh di sini! Coba untuk pergi tepat di bawahnya!!” Tiba-tiba, cahaya yang besar dipancarkan dari sisi Xiuhcoatl yang putus sayapnya. Sumber dari cahaya lembayung itu adalah api. Tapi itu bukanlah api biasa. Itu kelihatan lebih seperti sejumlah besar cairan kental yang terbakar, dan tersebarkan. Seperti air yang keluar dari selang pemadam kebakaran, api itu tidak ditembakkan dengan lintasan yang akurat. Seakan-akan, suatu palu raksasa sedang jatuh ke arah mereka. Massa tak berbentuk, berwarna lembayung, dan berukuran sekitar 20 meter itu jatuh menuju ke arah Mikoto dan Shirai. “!?” Yang bereaksi terlebih dahulu adalah Shirai. Dengan tangan yang masih melingkari pinggang Mikoto, dia berpindah di sepanjang pelampung-pelampung itu. Palu api raksasa itu menghantam lautan, tapi tidak menghilang bahkan setelah menguapkan sejumlah besar air. Lautan api itu menyebar seperti hendak menutupi seluruh permukaan laut. “Apa itu!? Apa mereka menyebarkan minyak atau semacamnya!?” Tapi mereka tidak punya waktu untuk terkejut. Xiuhcoatl yang hancur sayapnya mungkin telah berusaha untuk memusnahkan Mikoto dan Shirai, karena massa lembayung yang sama dikeluarkan dari delapan titik pada sisi kapal itu. Langit biru tertutup oleh berlapis-lapis api, dan menyebar di atas permukaan lautan ketika api-api itu mendarat. Mikoto dan Shirai kehabisan tempat untuk kabur. Mereka akan terjebak dalam waktu singkat. “Ke atas!!” teriak Mikoto dengan kesal. Shirai segera mengerti apa yang dia maksud. Teleportasi Shirai tidak terbatas hanya pada perpindahan secara horizontal. Seakan-akan menembus kumpulan api yang jatuh, Shirai berpindah ke langit sambil masih memegang Mikoto. Mereka mendarat di salah satu sayap lain yang mencuat dari sisi Xiuhcoatl. Bukaan tempat keluarnya api berbelok ke arah mereka. Mikoto menganggapnya seperti “seorang manusia” yang berbalik karena terkejut, tapi dia tidak menahan diri. Sekeping koin arcade sudah ada di atas jempol kanannya. Suara ledakan menggelegar. Xiuhcoatl itu terbelah jadi dua, Mikoto dan Shirai pergi menuju ke target mereka selanjutnya.

Uiharu Kazari sedang berada di area Timur Liberal Arts City. Dia belum menaiki salah satu perahu penyelamat Salmon Red. Dia sedang menggunakan komputer maintenance untuk meretas masuk ke jaringan yang mulai hancur. Dia sedang menggunakan kamera keamanan untuk melihat apakah ada orang yang belum berhasil meninggalkan tempat itu. Dia mungkin melakukannya karena perasaan keadilan, atau kepekaan sebagai seorang anggota Judgement. Bagaimanapun juga, dia sudah terbiasa dengan tugas penyelamatan seperti ini. Mungkin juga, dia rela melakukan itu karena dia tidak setuju kalau dia naik perahu penyelamat besar, lantas menyerahkan semuanya pada Mikoto dan Shirai. Apapun alasannya, Uiharu lanjut bekerja sembari ledakan-ledakan di kejauhan menyebabkan jarinya bergetar. “Uiharu! Kita harus naik segera!!” “Sebentar lagi...Saten-san, kau naik duluan saja sebelum aku!” “Uiharu!! Dah! Ayo!!” Saten Ruiko sedang menunggu Uiharu sambil menghentak-hentakkan kakinya karena frustasi. Uiharu berpikir bahwa gadis itu benar-benar teman yang baik. (Semuanya bagus di sini...dan di sini...dan di sini... Jika pada hotel-hotel...tiap-tiap kamar tidak memiliki kamera, jadi aku tidak bisa memeriksanya...tapi seharusnya mereka tidak apa-apa. Para pekerja melaporkan bahwa mereka sudah mengecek seluruhnya. Tinggal...) Setelah 5 menit, dia telah memeriksa semua daerah penting. Kelihatannya tidak ada orang yang belum menyelamatkan diri. Dia merasa “terluka” karena harus meninggalkan para pegawai bersenjata yang dilihatnya di beberapa tempat, tapi sepertinya, tidak ada lagi yang perlu ditunggu oleh Uiharu. “Uiharu! Ayo, cepat!!” “O-oke.” Didorong oleh kata-kata Saten, Uiharu mulai meninggalkan komputer itu. Tapi kemudian dia membeku. Dia kembali ke komputer itu. Dia mendengar Saten menarik-narik rambutnya sendiri, tapi tidak ada waktu untuk mengkhawatirkan itu. Jarinya menari di atas keyboard, tapi dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dia inginkan. Menurut cerita Saten, apa yang dia pikirkan harusnya berada di daerah “paling aman”. Itu berarti, informasi tersebut mungkin tidak disimpan di tempat yang bisa diakses melalui jaringan. Uiharu menjauh dari komputer itu dan memegang pundak Saten. “Saten-san!!” “A-apa?” “Kau bilang, pegawai itu memberitahumu bahwa orang-orang yang hilang berada di balik pintu ganda raksasa itu, kan!?” “Tunggu...” Saten sepertinya telah menyadari apa yang Uiharu khawatirkan. “Apa kau bilang bahwa orang-orang itu masih ada di sana? Tapi bukankah para pegawai telah menuntun mereka ke salah satu Salmon Red...?” “Tidak ada jaminan bahwa mereka akan melakukan itu.” “T-tapi tidak bisakah kau memeriksanya di komputer!?” “Informasinya sepertinya diperlakukan sebagai info rahasia, jadi aku tidak bisa mengaksesnya melalui jaringan. Dan aku ragu bahwa mereka akan memberi jawaban langsung, bahkan jika kita mengontak mereka.” Uiharu memandang Saten tepat di mata, sambil tetap memegang bahunya. “Saten-san. Kau tidak perlu menerangkannya terlalu detil, tapi beritahu aku dimana kau masuk ke fasilitas itu, dan kemana kau pergi setelah masuk ke dalamnya. Dan juga, tolong gambarkan aku peta yang menunjukkan bagian dalamnya.” Saten berpikir bahwa dia tidak sanggup melakukan instruksi temannya itu. Jika dia mengikuti instruksi dari Uiharu, Uiharu akan pergi kembali ke Liberal Arts City. Situasinya cukup berbahaya seperti sekarang, jadi tidak ada garansi bahwa dia akan kembali dengan selamat. Tapi... “Saten-san!!” Dia mendengar Uiharu memanggil namanya dengan keras. Dia melihat ke mata temannya, merasa ragu, menatap kembali ke matanya, dan kemudian menetapkan pikirannya. “...Aku akan pergi denganmu.” “Eh?” “Ayo!! Ayo pergi memeriksanya dan kembali ke sini!! Xochitl dan yang lainnya belum sampai ke kota ini, jadi mari kita selesaikan ini selagi kita punya kesempatan!!” “Saten-san...” Uiharu terdiam, tapi kemudian mengangguk. Dia dan Saten berlari dari pelabuhan perahu penyelamat. Mereka meninggalkan daerah aman sementara itu dan memulai pertempuran mereka sendiri.

Mikoto dan Shirai bergerak sepanjang permukaan laut dengan kecepatan tinggi menggunakan pijakan di atas pelampung. Tujuan mereka adalah Xiuhcoatl yang ada di atas kepala mereka. Mereka telah melumpuhkan satu, masih ada 3 unit lagi. Kapal-kapal raksasa itu berukuran lebih dari 100 meter, dan kelihatan sangat menyesakkan dada ketika dilihat dari dekat. Di saat yang sama, badan berbentuk bundarnya memberi rasa jijik, seakan-akan itu adalah perut seekor serangga raksasa. Meskipun begitu, Xiuhcoatl bukanlah musuh yang tidak bisa dikalahkan oleh Mikoto. Shirai memindahkan mereka berdua tepat di bawah salah satunya, dan Mikoto menembakkan sekeping koin arcade lurus ke atas dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara. Untuk mencoba menghancurkan kedua gadis itu, Xiuhcoatl menyebarkan sejumlah besar api ke sekelilingnya, tapi Railgun menghancurkan cairan terbakar yang mirip minyak itu, dan menembusnya sampai ke bagian bawah Xiuhcoatl. Mikoto menembakkan tembakan kedua dan ketiga yang menghancurkan badan Xiuhcoatl nomor 2. Bagian luarnya yang terbuat dari kayu hancur berkeping-keping, dan Xiuhcoatl itu terbelah di udara. Mereka mendengar suara berdesing. Satu sisi dari bagian luar Xiuhcoatl yang hancur, berputar-putar sambil masih mengeluarkan kumpulan api. Puing itu menyebarkan apinya ke segala arah dan menyelimuti Xiuhcoatl ketiga yang terbang di dekatnya dalam kobaran api. “Ini adalah kesempatan kita!!” Mata Mikoto bersinar terang ketika dia melihat ke Xiuhcoatl ketiga yang gerakannya menjadi lumpuh. Untuk menghabisinya, dia memerintahkan Shirai untuk membawa mereka ke atas. Mereka akan mendarat tepat di atas kapal itu, dan memberikannya hadiah bagus berupa tembakan Railgun jarak dekat. Tapi pendaratan Shirai gagal. Tidak ada apapun di bawah kakinya. Pada dasarnya, Mikoto dan Shirai telah dilemparkan pada ketinggian 50 meter di atas permukaan tanah. Itu terjadi bukan karena Shirai Kuroko salah dalam perhitungan teleportasi. Dengan suara yang keras, bentuk Xiuhcoatl telah berubah secara drastis. Kapal itu membuka dari dalam seperti suatu payung. Kapal itu telah mengacuhkan hukum aerodinamika sebelumnya, tapi tahanan udara dari pembukaan benda seperti parasol cukup untuk membuat kecepatannya melambat dengan tiba-tiba. Mikoto dan Shirai membenarkan posisi mereka, dan mendarat di atas benda seperti bunga raksasa itu. “Apa...?” Suatu lingkaran dengan diameter sekitar 200 meter. Di tengahnya, berdiri sesuatu benda mirip pilar yang pipih dan panjang. Itu kelihatan hampir seperti suatu payung yang terbuka-terbalik, dengan gagang yang menghadap ke udara. Tapi... (Bukan, ini adalah...!!) Mikoto melihat ke atas, ke langit biru, sambil membayangkan apa yang ada di sisi lain. “Suatu antena parabola!?”

Di suatu lokasi setinggi 35.000 kilometer, suatu benda raksasa melayang di daerah hitam pekat tanpa oksigen atau gravitasi. Jika ditinjau dari teknik biasa dalam membuat roket atau pesawat luar angkasa, sulit dipercaya bahwa benda seperti itu terbuat dari kayu, kain, dan obsidian, tapi memang itulah kenyataannya. Dalam istilah modern, benda itu bisa disebut sebagai suatu satelit...bukan, stasiun luar angkasa. Bagian-bagian obsidian berbentuk bundar yang disusun di atasnya, bersinar dalam interval yang tidak beraturan. Benda-benda itu mungkin digunakan untuk keperluan transmisi. Hieroglif kuno dipahat pada sisi badan utamanya. Yang tertulis di sana adalah “Xiuhcoatl”, artinya: Sang Ular Matahari. Itu adalah kapal Xiuhcoatl kelima dan itu adalah kapal utamanya. Simbol peradaban itu telah dengan paksa diluncurkan tanpa mempedulikan hukum-hukum Fisika oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian sangat tinggi di bidang astronomi. Itu terjadi pada suatu masa dimana legenda-legenda tertentu masih menguasai dunia mereka. Dalam legenda-legenda itu, dipercaya bahwa matahari bisa dihancurkan. Bukanlah pemikiran modern, bahwa bintang akan mendekati kematiannya dengan perlahan, dalam kurun waktu ratusan ribu tahun. Mereka percaya bahwa matahari bisa hancur saat itu juga, jadi orang-orang itu memutuskan bahwa mereka sendiri perlu melakukan sesuatu untuk melindungi sumber cahaya tersebut. Itulah kenapa mereka telah menggunakan berbagai metode dalam percobaan untuk mempengaruhi matahari. Mereka telah melakukan banyak hal. Mereka telah menjalankan bermacam-macam upacara demi memberikan kekuatan pada matahari. Salah satu dari proyek itu adalah meluncurkan Xiuhcoatl ke angkasa. Xiuhcoatl adalah nama seorang dewa yang mereka percaya bertugas membawa matahari dari tanah ke langit. Tugas dari satelit yang mereka beri nama serupa adalah untuk meluncurkan sejumlah besar batu api ke matahari yang melemah, untuk mengembalikan kekuatannya. Dalam istilah modern, konsepnya mirip seperti memasukkan bahan bakar lain ke dalam suatu reaktor nuklir. Pada akhirnya, proyek itu gagal. Tapi Xiuhcoatl masih mempunyai kegunaan walaupun kehilangan peran aslinya. Dengan kata lain, benda itu bisa melakukan pengeboman skala besar dari orbit bumi. Xiuhcoatl juga adalah nama sebuah senjata yang telah mengalahkan 400 dewa.

Ada yang berkelap-kelip di langit biru. Bukan hanya di satu titik. Sinar matahari yang terang bersinar seakan hari itu adalah tengah musim panas, tapi langit berkelap-kelip seperti langit penuh bintang. Sebelum Mikoto bisa mengetahui apa itu, hujan kehancuran menghantam permukaan. “!?” Semuanya tertelan oleh suara itu. Suara gemuruh tanpa balas melumpuhkan indra pendengaran Mikoto. Benda-benda yang menghujaninya adalah lebih dari 1000 sinar putih yang terang. Dengan antena parabola yang terbuka di tengahnya, area dalam diameter 10 kilometer diledakkan sampai hancur. Mikoto dan Shirai beruntung karena itu bukanlah suatu bom raksasa. Serangan yang tersebar acak lebih mirip dengan tembakan shotgun, jadi Shirai bisa dengan hati-hati berteleportasi, dan berhasil menghindarinya dengan nyaris. Sejumlah besar air laut menguap. Antena parabola itu hancur berkeping-keping karena serangan “teman” sendiri. Lautan api yang telah menyebar sepanjang permukaan laut dihembuskan sampai padam. Shirai berlanjut melakukan teleportasi sambil tetap memegang Mikoto, dan entah bagaimana, dia berhasil selamat dari gelombang pertama. Tapi gelombang kedua dan ketiga sudah mulai menghujani dari atas. Tersisa satu kapal Xiuhcoatl yang menjalankan tugas sebagai antena parabola. Kapal itu terbang keluar daerah pengeboman dan menuju ke Liberal Arts City. “Kuroko, kau tidak apa-apa!?” “Serahkan...padaku!!” Menggunakan puing-puing dari antena parabola yang jatuh perlahan sebagai pijakan, Shirai berteleportasi dengan tidak beraturan. Hujan cahaya itu tidak akan bertahan selamanya. Dari apa yang bisa mereka lihat di langit, mereka menyimpulkan bahwa gelombang selanjutnya atau gelombang setelah itu akan menjadi yang terakhir. (Bisakah kita berhasil...!?) Mikoto memelototi Xiuhcoatl terakhir yang menuju ke horizon. Ada kesempatan 50/50 apakah mereka bisa menyusulnya ataukah tidak. Tidak adil untuk Shirai, tapi Mikoto tidak punya pilihan selain membiarkan gadis itu terus menghindari hujan cahaya itu. Tiba-tiba, Mikoto mendengar suara sesuatu yang memotong udara. Mikoto menoleh dan melihat sesuatu telah mencapai jarak yang jauh dari permukaan laut, dan kini benda itu mendekati mereka dengan kecepatan tinggi sembari menyelinap melalui celah cahaya yang menghujani bumi. Benda itu akhirnya berhenti di sebelah Mikoto dan Shirai. Itu adalah kapal spesial dengan badan utama sepanjang 5 meter terbuat dari tumpukan dua unit kano, dan memiliki dua sayap di setiap sisinya. Itu adalah suatu Mixcoatl. “Xochitl!?” Tentu saja, tidak ada jawaban dari kapal itu. Sesuatu seperti misil ditembakkan dari suatu lubang di sisi badannya. Dengan suara gas yang keluar, suatu jejak asap panjang dan tipis mengekor di belakangnya. “!!” Shirai dengan panik berteleportasi untuk menghindari misil itu. Tapi dia khawatir dengan hujan cahaya itu, jadi dia mencoba menggunakan gerakan pendek dan akurat, bukannya memberi jarak yang jauh dari misil itu. Hasilnya, dia berhasil menghindari misil itu, tapi gelombang kejut dari ledakan misil itu mengenainya. “Gaaaaahhhhhhh!?” Mikoto dan Shirai tidak melakukan apapun, tapi tubuh mereka terseret 3 meter secara horizontal. Semua oksigen dalam paru-paru mereka terperas keluar. Kerusakan yang dihasilkan jauh melebihi tubrukan badan. Dan... “Kuro—Kuroko!!” teriak Mikoto. Sepertinya Shirai pingsan karena benturan itu. Tentu saja, itu artinya mereka tidak bisa lagi menggunakan kemampuan teleportasinya. Mikoto dan Shirai sekali lagi ditarik oleh gaya gravitasi bumi, dan mulai jatuh ke lautan dari ketinggian beberapa lusin meter. Mikoto tidak punya waktu untuk berpikir. Walaupun mereka berada sangat tinggi, dia hanya punya beberapa detik sebelum mereka jatuh ke air. Mikoto memegang tubuh Shirai yang tak sadarkan diri, dan merasakan benturan kuat di punggungnya. Benturan itu bukan karena permukaan laut. Itu dari Xiuhcoatl yang telah hancur. Mereka telah mendarat di atas sayap raksasa terbuat dari kayu, kain, dan obsidian. Serpihan yang berasal dari sayap hancur itu, kini hanyut dan tenggelam ke dasar laut. Serpihan itu melindungi mereka seperti mendarat di atas suatu trampolin. Mikoto melingkari pinggang Shirai dengan satu tangan, dan dia mengambil tempat koin dengan tangannya yang lain. Dia tidak mempedulikan pijakannya yang tidak stabil, dan dia pun memandang ke angkasa. Tapi sepertinya Mixcoatl itu tidak tertarik pada mereka. Setelah berhasil melakukan tindakan minimum yang diperlukan untuk menghentikan mereka, dia turun dan mendarat di atas permukaan laut. Kemudian kapal itu melaju di atas laut, ke arah perginya Xiuhcoatl terakhir. “Sialan, tunggu!! Ah!!” Pijakan Mikoto goyah dan dia secara refleks mencoba untuk menjaga keseimbangannya. Dia berada sekitar 20 kilometer dari Liberal Arts City, jadi pulau buatan itu berada cukup jauh. Jika dia jatuh ke dalam laut sambil tetap memegang tubuh Shirai yang tidak sadarkan diri, mereka pasti akan tenggelam. Ditambah lagi, sejumlah besar air laut telah diuapkan oleh hujan cahaya itu. Tapi sepertinya, hanya daerah permukaannya yang terpengaruh. Air laut yang dingin di bawah pasti sudah bercampur karena airnya tidak mendidih. Walaupun begitu, dia bisa merasakan uap panas hanya dengan menjulurkan tangannya. Temperatur air itu paling tidak adalah 70ºC. Sepertinya akan memakan banyak waktu sebelum air dingin yang berada pada lapisan laut dalam bisa menurunkan temperatur itu. Melihat horizon di segala arah tidak memberinya perasaan bebas atau kemegahan alam. Yang ada hanyalah perasaan seperti terjebak di tengah padang pasir. Dia terjebak di satu titik dari area yang luas, jadi dia hanya merasakan ketakutan dan ketidaksabaran. “Kuroko...” Mikoto melihat Shirai yang kaki tangannya terentang dan tidak bergerak. Dia sepertinya bernapas dengan baik, dan dia tidak kelihatan berdarah. Nyawanya sepertinya tidak berada dalam bahaya, tapi dia tidak terlihat akan siuman dalam waktu singkat. “Kuroko...!!” Kaki Mikoto gemetar. Puing Xiuhcoatl tempat dia berdiri, mulai memiring dan tenggelam dengan perlahan. Seperti papan besar yang dengan perlahan tenggelam ke dalam air. Tapi, jika puing itu sepenuhnya tenggelam, Mikoto dan Shirai akan terbuang ke dalam air yang suhunya melebihi 70 derajat. (Apa yang harus kulakukan...?) Mikoto merasa bingung apakah dia harus mulai menggoyangkan pundak Shirai, dan berharap dia akan tersadar seketika. Dia melihat sekitarnya. Tentu saja, tidak ada apapun di sana yang bisa bertindak sebagai jembatan atau perahu. Mikoto bisa menggunakan listrik untuk menghasilkan berbagai jenis fenomena, tapi dia tidak bisa menyokong berat mereka berdua, dan terbang ke langit. Jika tetap begitu, mereka akan tenggelam. Mereka akan tenggelam tanpa berhasil menghentikan Xiuhcoatl terakhir yang mencapai Liberal Arts City. (Apa yang harus kulakukan...!?) Ketika Mikoto melihat ke langit biru karena kesal, dia tiba-tiba menyadari sesuatu. Pecahan Xiuhcoatl yang dia tembak jatuh telah pecah ketika menghantam permukaan laut, tapi ada sesuatu seperti tangki silinder padanya. Tangki aneh itu terbuat dari kain yang ditempelkan pada kerangka kayu. (Jika dipikir-pikir...bukankah Mixcoatl punya sejumlah besar hidrogen padanya?) Itu digunakan sebagai pendorong misil, dan mungkin untuk mengontrol seluruh kapalnya sendiri. Hidrogen. Suatu mesin roket yang menggunakan hidrogen. “...” Mikoto melihat sekeliling. Air laut yang tersebar di sekelilingnya...bukan, molekul air yang tersebar di sekelilingnya terdiri dari oksigen dan hidrogen. Jika dia menggunakan elektrolisis*, dia bisa memperoleh oksigen dan hidrogen dari air. [Hidrolisis adalah proses kimia yang bisa memecahkan suatu senyawa dengan mengalirkan arus listrik pada suatu fluida. Kamus Oxford.] Dia tidak ragu-ragu. Percikan listrik berwarna putih kebiruan terbang dari poninya, dan suatu tombak listrik ditembakkan ke permukaan laut. Tapi... (Tidak bisa. Aku bisa memisahkannya, tapi aku tidak bisa mengubahnya menjadi bahan bakar...!!) Bahkan jika dia bisa memperoleh oksigen dan hidrogen, yang didapatnya itu terlalu sedikit. Untuk bisa bergerak, dia perlu memperoleh jauh lebih banyak hidrogen sekaligus. Puing kapal itu bergerak menyentak di bawah kakinya. Dia hanya punya beberapa menit sebelum puing itu sepenuhnya tenggelam. (...Tidak.) Kepala Mikoto tiba-tiba mendongak. Ada yang aneh. Seperti yang disebutkan sebelumnya, dia adalah seorang esper yang bisa memanipulasi listrik. Sebagai efek sampingnya, dia juga bisa mengontrol hal-hal seperti gaya magnet dan gaya Lorentz*, tapi dia tidak bisa mempengaruhi fenomena lain yang tidak didasari oleh kelistrikan. [Gaya Lorentz adalah gaya yang dihasilkan oleh medan magnet pada arus listrik yang bergerak. Gaya Lorentz ditemukan oleh Hendrik Antoon Lorentz, seorang fisikawan Belanda, pada tahun 1930. Kamus Oxford.] Tapi entah kenapa, jarak yang bisa Mikoto kendalikan melebar sedikit. Seakan-akan, dia telah meregangkan tentakel yang tak terlihat ke udara di sekitarnya. Itu adalah perasan yang sangat aneh, seolah-olah dia bisa mengendalikan semua hal ke segala arah, bahkan sampai melampaui horizon. (Ini...?) Mikoto melihat sekeliling. Lebih tepatnya, dia melihat udara di sekitarnya. (Uap air...? Aku mengerti. Karena besarnya jumlah air laut yang menguap di saat yang sama, molekul air melayang di udara setelah diubah menjadi partikel!!) Dan ada gaya kecil yang menjembatani ruang antara partikel-partikel kecil itu. Listrik statis. (Ikatan antara partikel kecil itu terjadi dengan menggunakan listrik... Hukumnya sedikit berbeda, tapi jika aku menggunakan persamaan untuk mengumpulkan pasir besi menjadi pedang dengan gaya magnet...) Hal itu tidak akan bekerja hanya dengan molekul air. Mikoto tidak bisa mengendalikan air ataupun kabut. Tapi, “proporsi” dari molekul air yang melayang-layang di udara mungkin cukuplah optimal, atau angin laut yang bercampur dengan uap air mungkin telah mengubah daya hantar listrik. Mikoto sendiri tidak tahu detilnya, tapi dia mungkin bisa memanipulasi sejumlah besar molekul air yang melayang-layang pada udara di sekitarnya. (Jika uap airnya mendingin, molekul air akan bersatu dan mengubahnya menjadi sekedar tetesan air. Dan tidak ada yang bisa menjamin sampai kapan daya konduksinya tetap berada di keadaan sempurna seperti ini. Ini adalah satu-satunya kesempatanku. Tapi jika aku bisa memperoleh tenaga dorong roket bahkan untuk waktu singkat...!!) Itu adalah suatu perasaan aneh seperti mengulurkan sesuatu dengan tipis. Mikoto tidak melawannya. “...!!” Dia mengubah arah kekuatannya. Dia dengan efektif “menggenggam” sejumlah besar molekul air yang melayang di udara. Dengan menggunakan persamaan untuk membuat pedang pasir besinya sebagai dasar, dan mengganti beberapa nilai dan simbol, dia membuat persamaan baru untuk menggunakan listrik statis guna mengontrol molekuk air di udara. Uap air pada area 10 kilometer yang telah dihujani cahaya terkompres ke arah Mikoto. Bahan bakarnya bukan cuma itu. Pengumpulan molekul air di udara tidak lebih dari suatu katalis yang menghubungkan listrik dan air laut. Setelah membuat semacam bantalan di antaranya, dia mengirimkan perintah langsung ke air laut yang tersebar di sekelilingnya melalui sejumlah besar molekul air tersebut. Itu seperti membuat reaksi berantai dari suatu fenomena. Dia punya semua yang dia perlukan. Mikoto melihat ke langit. Dia kemudian memfokuskan kekuatannya ke dahinya, dan mengirimkan instruksi terakhirnya. Suara menggelegar terdengar. Sayap yang terbuat dari cahaya seperti mesin pendorong yang berwarna putih kebiruan, keluar dari punggung Mikoto. Secara teknis, itu tidaklah akurat.

RAILGUN SS1 07 026.jpg

Benda yang naik di dekat punggung Mikoto adalah sayap-sayap terlihat seperti pedang-pedang, dan terbuat dari air. Dan juga, letusan warna putih kebiruan yang terlihat seperti pedang laser dipancarkan dari sisi sayap-sayap itu. Di saat yang sama, sayap air itu memberikan Mikoto gaya angkat, sayap-sayap itu juga menerima panas yang dikeluarkan dari “mesin pendorong”. Sayap itu seperti biasa menguap dalam beberapa detik karenanya, tapi air laut tersebar di seluruh daerah itu. Jika dia secara konstan terus “mengisinya” kembali dengan memanfaatkan partikel-partikel air yang tersebar di udara, maka tidak akan ada masalah. Sambil diangkat dengan dua sayapnya, Mikoto perlahan meninggalkan tanah sambil mengangkat Shirai dengan kedua tangannya. Puing Xiuhcoatl tenggelam ke dalam laut, seakan-akan telah menunggu saat itu. Dia tidak bisa lagi kembali dan mendarat. “...Whoops.” Mikoto berhasil melayang di udara, tapi keseimbangannya pasti goyah karena dia mulai melayang ke arah kanan. Dia segera memodifikasi persamaan yang dia gunakan, menambahkan empat sayap yang lebih kecil, mengatur keseimbangannya di udara, dan daya dorong dari “pembakarnya”, akhirnya dia pun berhasil berhenti di udara. “Oke, itu cukup untuk latihan pemanasan...” Mikoto memandang ke depan dengan intens, dan mesin pendorongnya “membakar” di saat yang sama. Suatu garis sinar berwarna putih kebiruan keluar di belakangnya. “Tunggu aku! Akan kutunjukkan bahwa ini belum benar-benar dimulai!!” Dia kelihatan seperti menyeret ekor cahaya, sembari dia langsung menuju Liberal Arts City. Sekarang, setelah dia mengendalikan air laut melalui molekul air yang melayang di udara, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Untuk mengisi ulang “bahan bakar” pada sayap air dan “bahan pembakarnya”, sesuatu seperti lengan manusia raksasa naik dari permukaan laut yang jauh. Dengan “lengan” itu tetap terhubung ke punggungnya, Level 5 #3 Academy City terbang melintasi angkasa. Misaka Mikoto terbang di angkasa dengan kecepatan yang cukup tinggi, hingga dia sulit bernapas. Dia punya satu tujuan. Dia harus menembak jatuh Xiuhcoatl yang menuju Liberal Arts City, dan melindungi para turis beserta pekerja di sana.