Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia: Railgun SS: Liberal Arts City

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi[edit]


Chapter 1[edit]


Itu adalah suatu hari di musim panas yang menyegarkan. Mungkin mengekspresikannya secara sederhana dan abstrak seperti itu adalah salah, tapi itulah yang pertama kali dipikirkan oleh Misaka Mikoto ketika dia melihat ke langit biru. Dia merasakan sengatan sinar matahari membakar kulitnya, angin dengan kelembaban rendah berhembus ke wajahnya, dan pasir lembut di bawah kakinya melalui sendalnya. Angin membawa suara ombak yang berdebur dan bau garam. Dia sedang berada di suatu pantai. Dia sedang berada di suatu pantai di California. Nnn... Setelah naik pesawat, kereta api bermotor linear, dan kendaraan lainnya, ini terasa sangat bebas. Mikoto mengangkat tangannya dan meregangkan tubuhnya. Dia memakai baju renang lomba berwarna hitam dengan corak garis putih melengkung. Baju renang ini memberi tampilan seperti paus pembunuh. Bagian punggungnya terbuka, dan baju renang ini dapat melekat di badan akibat suatu pita berbentuk huruf “H”. Ini adalah baju renang resmi untuk pengukuran kekuatan siswi SMP Tokiwadai. Baju renang ini memiliki banyak sekali teknologi paling mutakhir, sehingga seorang perenang Olimpiade pun akan iri ketika melihatnya, tapi Mikoto tidak terlalu suka dengannya. Teknologinya terlalu efektif hingga dia merasa kalau dia seolah-olah sedang tidak memakai apa pun. Ah, sial. Aku membawa baju renang ini karena event ini berkaitan dengan sekolah. Aku tidak tau kalau peserta dibebaskan memilih baju renang masing-masing. Seharusnya aku benar-benar membaca pamflet-nya... Tidak adanya “rasa” pada baju renang tersebut membuat dia merasa sedang tidak memakai apa-apa, dan dia menggigil untuk kesekian kalinya hari itu. Dia menarik bagian dada dan menyentuh sepanjang bagian bokong pada baju renangnya untuk memastikan bahwa dia benar-benar memakai baju renang dan bukan body paint*. [Body paint adalah suatu karya seni erotis, di mana tubuh seseorang dicat dengan berbagai pola. Karena teknik pengecatannya begitu baik, seakan-akan orang tersebut “mengenakan” sesuatu, padahal tidak.] Lalu... “M-Misaka-saaan...” suatu suara kecil datang dari kejauhan. Misaka menoleh dan melihat Uiharu Kazari berlari ke arahnya. Sendalnya yang sepertinya terbuat dari gabus menjejaki pasir ketika dia berlari. Gadis ini memakai dekorasi bunga yang banyak di kepalanya. Seolah bunga adalah bagian dari identitasnya, baju renangnya adalah one-piece berwarna pink muda dengan motif bunga. Itu adalah baju renang yang sangat sehat. Baju renangnya tidak terlalu “terbuka”, tapi Uiharu pasti tidak terlalu menyukainya, karena wajahnya terlihat merah padam, air mata menggenang di kelopak matanya, dan dia berusaha menutupi bagian atas tubuhnya dengan tangan. Mungkin dia cuma tidak terbiasa berada di daerah dengan banyak orang asing. Sambil memerhatikan sekelilingnya, Uiharu menghela napas, ”Haah... Misaka-san, aku iri dengan seberapa ‘tajamnya’ baju renangmu. Punyaku tidak fashionable sama sekali, atau mungkin tiruan...” “Engga kok, aku rasa tidak begitu.” Suasana hati Mikoto sendiri sedang tidak terlalu baik karena dia telah “menyabotase” dirinya dengan memakai baju renang yang dirancang untuk sekolah. Sepertinya Uiharu tidak menyadarinya, dan melihat ke bagian dada baju renang miliknya sendiri. “Aku tidak menyangka bahwa aku akan terpilih dalam lotere untuk ini. Aku tidak punya waktu dan biaya untuk memilih baju renang, jadi ini sebenarnya hanyalah satu-satunya baju renang yang tersisa di toko...” Keduanya menghela napas. Seorang penantang baru lalu mendatangi mereka. Dia adalah Saten Ruiko, teman sekelas Uiharu Kazari. Seorang gadis ceria dengan rambut hitam yang panjangnya sedikit melebihi bahu, dan suatu hiasan bunga di atas rambutnya. Dia sering terpengaruh oleh eksistensi Level 5 Misaka Mikoto dan si Level 4 Shirai Kuroko, tapi... “Yahoo, Misaka-saaan, Uiharu!! Lama menunggu?” “!?” “!?” Yang mendatangi mereka sambil tersenyum dan mengayunkan tangan adalah seorang gadis jauh dari kesan polos. Badan Saten dibalut oleh bikini segitiga warna merah, dan dia lebih terlihat seperti seorang gadis yang siap menikmati musim panas dibandingkan kedua orang lain yang tidak menyukai baju renang mereka. Dan dia pasti membelinya di toko lumayan elit karena bagian dadanya dikencangkan seperti suatu bikini dengan kait di depan, tetapi sebenarnya itu menggunakan resleting. Tubuh Uiharu bergetar ketika dia memfokuskan pandangannya ke dada Saten. “A-apa itu, Saten-san? Benda misterius apa itu...?” “Hm? Uiharu-kun, kau masih perlu banyak belajar. Namanya adalah zip-up bikini. Lihat ini, lihat. Ketika aku bergerak, bagian dadanya terlihat seperti akan keluar. Ada perasaan ‘berbahaya’ yang mengasyikkan, bukan?” “Gyaah!! W-walaupun aku seorang cewek, melihatnya saja membuatku takut, Saten-san!!” “Jangan khawatir. Sebenarnya ini seperti NuBra*. Seluruh atasan bikini ini menempel ke dadaku, jadi tidak akan ada ‘bagian’ yang akan keluar, walaupun resletingnya dibuka. [NuBra adalah semacam BH yang melekat pada payudara tanpa adanya tali.] Sembari melihat kombo Uiharu dan Saten yang memanas, Misaka Mikoto terlihat serius dan berpikir dengan tenang. Dia tidak berusaha mengelabui orang lain tentang ukuran dadanya, tapi berhasil meningkatkan kesannya sebagai “karakter dada” dengan memberikan kemungkinan kalau dadanya akan keluar dari baju renangnya... Jadi begitu. Kau bisa bertarung dengan cara ini juga! Saten menyadari kalau Mikoto memperhatikannya, dia pun balas memandang Mikoto dengan bingung. “Umm, ada yang aneh, Misaka-san?” “Afh!? Ti-tidak ada apa-apa!!” Mikoto dengan panik menggelengkan kepalanya. Saten masih terlihat bingung, tapi dia tidak membahas masalah ini lebih jauh. Dia lalu memperhatikan baju renang Uiharu. “Hei, Uiharu. Apa kau sedang mencoba jadi ‘karakter loli’ supaya kau bisa mengincar pria yang lebih tua?” “Abhah?! A-apa yang kaukatakan, Saten-san!? Itu pendapat paling buruk yang bisa kupikirkan untuk baju renangku!!” “Tapi one-piece warna peach* dengan motif bunga itu jelas-jelas memberimu imej sebagai cewek imut, dan bukan dari perspektif cewek lain. Kau adalah jenis cewek imut yang dibayangkan oleh cowok macho penuh dengan keringat dan air mata.” [Peach adalah warna oranye kemerah-mudaan, seperti buah persik. Kamus Oxford.] “Aku tidak punya pilihan!! Sebenarnya aku ingin memakai baju renang yang tajam!! Tapi cuma ini yang tersisa di toko!! Gyaahh!!” Uiharu berteriak sembari menahan malu, dan Saten menunjuknya sambil tertawa. Mikoto menyadari kalau kepekaan style-nya berbeda dari kebanyakan orang karena dia baru saja berpikir bahawa one-piece dengan motif bunga itu cantik dan imut. Dan Mikoto menyadari sesuatu. “Hah? Mana Kuroko?” “Aku tadi bertemu dengannya di hotel, tapi dia menyuruhku pergi duluan karena dia akan sedikit lama untuk bersiap,” jawab Uiharu. Mikoto mengeryitkan alisnya. “Apa yang sedang dia lakukan sampai selama ini? Jangan-jangan dia mau memasang make-up hanya untuk bermain di pantai?” “Dia kelihatan seperti seseorang yang peduli pada tingkat kecoklatan kulitnya. Mungkin dia ingin menyapukan minyak ke seluruh tubuhnya sebelum keluar,” tebak Saten. Tiba-tiba, punggung mereka disapu oleh hawa dingin yang aneh. Ada semacam keributan di kejauhan. Sesuatu sedang mendekat, bersamaan dengan suara ribut-ribut dari orang-orang yang berbicara. Sebutir keringat tergumpal di dahi Mikoto, mengalir melewati hidungnya, dan menetes jatuh dari dagunya. Mata Uiharu melirik ke sana-ke mari. Seluruh bulu kuduk di tubuh Saten berdiri. Sesuatu sedang datang. Seekor monster sedang mendekat. Saat itu, gadis-gadis yang masih suci itu mempunyai beberapa pilihan: mereka bisa berpura-pura tidak kenal, lari menjauh dengan kecepatan suara, atau kabur ke laut. Tapi mereka tidak punya waktu. Sebelum mereka bisa memilih di antara pilihan yang ada, bencana yang sedang mendekat itu menolehkan wajahnya ke arah mereka. Yang berdiri di sana adalah seorang gadis “dengan warna kulit” di seluruh tubuhnya, memakai suatu “penutup tubuh” yang tak dapat dijelaskan. “Byaaahhh!?” Suara teriakan tinggi barusan pastilah berasal dari mulut Uiharu. Saten memakai zip-up bikini yang cukup terbuka, tapi dia pun goyah seakan terkena serangan jantung. Entah kenapa, pandangan Mikoto kabur seolah-olah dia sedang memotong bawang. Dia mendengar beberapa suara dalam bahasa Inggris. “A-Apa-apaan itu!?” “Bisakah kau melakukan itu...? Apa ‘kemanusiaan’ benar-benar bisa menerima itu!?” “Jadi inilah samurai dari Jepang itu...” Biasanya, pria-pria yang berkeringat akan mencari cara untuk merayu seorang wanita memakai baju renang terbuka. Tapi kerumunan pria itu merasa sangat aneh karena baju renang tersebut sudah jauh melebihi batas keseksian. Gadis berkuncir dua yang mengacaukan pikiran orang-orang di sekitarnya ini bernama Shirai Kuroko. Senyumannya terlihat begitu polos ketika pandangannya terkunci pada arah Mikoto. “Onee-samaaa. Maafkan aku. Butuh banyak waktu untuk bersiap. Heh heh. Aku tidak mungkin menunjukkan tubuhku ketika ‘belum cantik’ di depanmu, Onee-sama.” “B-berhenti!! Jangan berbicara seolah-olah aku menyukai hal ini!! Kita ada di negara lain! Apa yang sedang kau lakukan? Dulu aku sempat memikirkannya, tapi sekarang aku yakin: kau benar-benar gila!!” “Oh, ya ampun. Bukankah suatu baju renang cukup untuk menutupi tiga titik terpenting pada tubuh wanita?” “Baju renang itu memang hanya ‘cukup’ untuk menutupi bagian-bagian tersebut...” gumam Uiharu dengan wajah putus asa. Shirai benar-benar tidak merasa terganggu karena ekspresi wajahnya tidak berubah. Baju renangnya terbuat dari benang dan sedikit kain yang hanya cukup untuk membentuk struktur dasar suatu bikini. Bagian atasnya berbentuk dua segitiga dengan tali yang membentuk huruf Y dari kain, dan membaginya sama rata. Hanya bagian dekat “belahan dada”nya yang tertutupi oleh kain. Bawahan bikininya cuma “setitik” kain berbentuk segitiga di dalam “bingkai” yang dihubungkan dengan benang. Benang hiasan menekan keluar “sedikit daging putih” di dadanya, dan memberikan kesan kalau dia sedang diikat dengan tali. Ini bertujuan untuk membuat para pria jadi mimisan. Baju renang ini lebih terlihat seperti sesuatu yang hanya dipakai kalau “dipaksa” oleh orang lain, dan bukannya sesuatu yang dipakai karena keinginan sendiri. Tapi... bagian punggungnya seperti apa? Saten Ruiko berjalan mengelilingi Shirai seperti orang yang melihat pemandangan mengerikan. “Uuh!? Uhuk uhuk uhuk!!” “K-kau tidak apa-apa, Saten-san!? Saten-san!!” “J-jangan coba-coba lihat, Uiharu... Bagian punggungnya juga menakutkan!! Walaupun bokongnya tidak benar-benar terangkat, ini mempunyai ‘dampak’ lebih besar daripada T-back*, yang hanya menekan di satu titik.” [T-back adalah celana dalam seksi yang hampir tidak menutupi bagian pantat. Luas permukaan kainnya sangat sedikit.] “Nnn. Ini cuma bikini jenis lain. Yah, baju renang kalau tidak one-piece, ya two-piece. Bahkan slingshot* pun, kalau seseorang mengamatinya dengan tenang, tidak akan mengejutkan sedikit pun. Ada juga tipe yang materialnya langsung diletakkan di kulit, jadi kurasa sudah saatnya kita memulai revolusi.” [Slingsot adalah jenis bikini super seksi yang membuka 80% permukaan kulit. Hanya dua titik pada payudara, dan satu titik pada area V yang ditutupi oleh bikini jenis ini. Ketiga titik tersebut dihubungkan oleh semacam tali. Selebihnya, tidak ada sehelai kain pun.] “... Jangan bilang kau akan mulai memakai body painting?” Mikoto bertanya dengan ekspresi lemah. Baju renangnya kemungkinan tidak akan lepas dengan mudah, seperti zip-up bikini milik Saten, tapi sepertinya, “keterbukaannya” sudah terlalu parah. Sehingga, tak ada bedanya apakah ada bagian pakaian yang lepas ataukah tidak. Lalu, Uiharu Kazari yang baru saja berhasil menenangkan dirinya, mulai berbicara dengan pipi memerah. “Y-yah, mendebatkan ini juga tidak ada gunanya. Kata orang, buanglah rasa malumu ketika berlibur, 'kan?” “??? Rasa malu apa?” “... Tidak ada gunanya, Uiharu-san. Dia sudah membuang rasa malu itu jauh hari. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya,” ujar sang Ace SMP bergengsi Tokiwadai dalam nada komplain yang jarang terdengar darinya. Ketika Mikoto berdiri mematung di atas pasir putih, seorang gadis lebih tua berambut pirang yang kelihatannya adalah seorang pekerja sambilan melirik (mungkin ke Shirai), dan menahan napasnya. Kemudian dia melanjutkan pekerjaannya. Gadis itu memakai kacamata hitam dan bikini sporty yang membuatnya terlihat seperti pemain voli pantai. Dia sedang memegang kotak putih. Awalnya, Mikoto berpikir bahwa dia sedang menjual es krim, tetapi dia salah. Gadis pirang yang mirip pemain voli mulai berbicara dalam bahasa Inggris. “Saya akan mengambil pistol Anda di sini. Siapa pun yang tidak ingin partner berharganya dirusak oleh pasir, air laut dan angin laut, sebaiknya memakai jasa kami. Pistol dari delapan perusahaan besar mendapatkan perawatan tambahan.” Pengumuman itu pastilah membuat orang di Jepang melongo, tapi sepertinya di sini sudah menjadi kewajaran. Semua orang, dari pria hitam macho sampai ibu rumah tangga langsing, menyerahkan tumpukan logam hitam bersinar ke gadis itu. Si gadis melilitkan karet gelang di gagang pistol, lalu meletakkannya ke dalam kotak. Karet gelang itu memiliki chip di dalamnya yang terdapat sistem GPS dan informasi tentang si pemilik pistol. “Wow,” kata Saten yang melihat dengan kagum. Sepertinya Shirai dan Uiharu sudah pernah berurusan dengan senjata ketika mereka masih dalam pelatihan Judgment, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka. Mikoto hanya menghela napas. “... Kita benar-benar ada di Amerika, yah?”

Semuanya dimulai dengan tamasya berskala besar. Suatu kelompok murid yang dipilih secara acak dari Academy City di Jepang dikirim ke tempat-tempat yang tersebar di seluruh penjuru dunia selama satu minggu, antara tanggal 3 sampai 10 September, sebagai satu kelompok belajar. Kelompok yang berjumlah sekitar dua puluh orang dikirim ke satu kota yang sama. Sementara itu, anak-anak dari seluruh dunia diundang ke Academy City. Walaupun disebutkan sebagai “seluruh dunia”, kebanyakan tempat tujuannya adalah kota-kota di Amerika. Kemungkinan besar, ini disebabkan oleh hubungan kerja sama mereka ketika Academy City didirikan. Maka dari itu, jelaslah kenapa lebih banyak pelajar yang dikirimkan ke Amerika dibandingkan negara-negara lain. “Aku lega, beberapa orang yang kukenal seperti kalian ada dalam kelompokku, Saten-san, Misaka-san.” “Yah, lebih banyak pelajar yang dikirim ke sini dibanding tempat lain. Tapi yah, tempat tujuan dan grup kita memang ditentukan secara acak, jadi kita cukup beruntung.” Pada akhirnya, ini hanyalah suatu tamasya. Selain menulis laporan sederhana, yang perlu mereka lakukan hanyalah bersenang-senang, jadi ini adalah seperti surga bagi seorang pelajar. Pelajar lain dan beberapa guru dari Jepang ada di sana bersama Mikoto dan tiga temannya, tapi mereka tidak yakin di mana anggota kelompok tersebut berada, karena mereka bebas melakukan apa pun yang diinginkan. Satu-satunya yang terjadwal hanyalah absen di hotel pada awal dan akhir hari. Ketika mereka pertama kali berkumpul di hotel Liberal Arts City, Mikoto melihat seorang gadis Psikometri* yang memakai bikini dengan bagian berbentuk cincin sebagai pengganti tali. Ada juga seorang gadis Aero Hand yang memakai one-piece dengan punggung terbuka lebar. Dan beberapa orang lain yang tidak dikenalnya. Sebebas itulah mereka melakukan apa saja yang mereka mau dalam tamasya ini. [Psikometri adalah kemampuan seorang esper di mana dia bisa mengungkap fakta hanya dengan memegang suatu benda mati. Kamus Oxford. Misalnya, ada cincin yang hilang dicuri orang. Dia bisa mengungkap siapakah pencurinya hanya dengan memegang cincin itu.] “Amerika benar-benar melakukan semuanya dalam skala besar,” kata Saten Ruiko sambil melihat-lihat sekeliling pantai. “Aku tidak percaya semua ini adalah buatan manusia hanya untuk syuting suatu film Hollywood. Di Academy City hal ini tidak dapat dibayangkan sama sekali. Yah, kita punya teknologinya, tapi kita tidak punya cukup lahan.” Mereka sedang berada di suatu pulau buatan raksasa dengan diameter sekitar sepuluh kilometer. Letaknya adalah lima puluh kilometer dari pantai California. Samudera di sekitar daerah itu mempunyai kedalaman beberapa ribu meter, tapi sepertinya, daerah-daerah berbatu sedikit demi sedikit mengalami kenaikan. Itu membuat kedalaman di daerah tersebut menjadi sekitar dua puluh meter. Benda buatan manusia ditumpukkan di atas daerah berbatu tersebut, dan ditambah dengan pasir berjumlah besar untuk membuat suatu pulau buatan. Aku pernah mendengar tentang pantai buatan manusia di sekitar Hawaii, tapi skala di sini jauh lebih besar... Pulau buatan ini dibagi menjadi beberapa area. Mikoto, Saten, dan yang lainnya sedang berada di area paling luar. Setelah pantai berpasir adalah area laut dangkal. Dan setelah laut dangkal tersebut, adalah Samudra Pasifik. Nama pulau ini adalah Liberal Arts City. Sesuai dengan suatu negara besar yang terkenal dengan hiburan dan film, seluruh areanya diisi oleh bermacam-macam wahana. Berbagai roller coaster yang berbeda seakan-akan saling melilit di udara, dan roda-roda Ferris Wheel* tanpa pusat seolah-olah bersatu seperti cincin Olimpiade. Ini adalah suatu taman hiburan yang seluruhnya, mulai dari eksterior hotel hingga bentuk tong sampah, dirancang dengan imut. Pulau ini dirancang sebagai perpaduan antara laut dan entertainmen, jadi kau bisa melakukan berbagai hal (mulai dari tidur di hotel, sampai beraktifitas di luar) dengan menggunakan pakaian renang. [Ferris Wheel adalah kincir ria pertama di dunia yang dibangun oleh George Washington Gale Ferris, Jr. di Chicago, sehingga disebut Chicago Wheel (Roda Chicago). Kincir ria ini tingginya 324-metre (1,063 ft), dan merupakan atraksi terbesar di World's Columbian Exposition tahun 1893 di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Pembangunannya dimaksudkan untuk menyaingi Menara Eiffel setinggi 324 m yang dijadikan atraksi utama di Pameran Dunia Paris 1889. Kincir ria ini dibongkar untuk dibangun kembali pada tahun 1895 di dekat Lincoln Park, Chicago, lalu dibongkar dan dibangun untuk ketiga kali sekaligus terakhir kalinya di Pameran Dunia 1904 di St. Louis, Missouri. Sejarah kincir ria pertama di dunia ini berakhir setelah dibongkar pada tahun 1906. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] “Jadi ini adalah tempat syuting film, hm? Saten-san, kau pernah melihatnya?” “Hmm. Sayang sekali, filmnya dirilis lebih dari dua puluh tahun yang lalu, dan sepertinya ada kejadian tertentu, jadinya tidak pernah dirilis di Jepang.” Saten tertawa. “Kurasa filmnya adalah film Fiksi Ilmiah. Settingnya adalah Bumi di masa depan, jadi mereka membuat lingkungan palsu yang terdiri dari tanaman dan hewan dari lima puluh tahun di masa depan. Kalau tidak salah, bahkan ada jaring di seliling Liberal Arts City yang disebut sebagai ‘penjaga biologis’ yang mencegah makhluk hidup masuk dan keluar.” “Hmm.” Mikoto memandang ufuk di atas laut. “Jadi karena itu, pulau ini terhubung ke Amerika dengan terowongan kereta api motor linear. Mereka mau menjaga pemandangannya seseragam mungkin.” “Saat syuting film, mereka belum punya teknologi motor linear, itu membuatnya sulit. Katanya, perjalanan memakan waktu satu jam.” Kereta api motor linear mungkin kedengaran futuristik, tapi ini sudah digunakan di Cina. Kereta api ini tidak banyak terlihat di Academy City karena kota tersebut tidak mempunyai banyak perjalanan jarak jauh yang harus ditempuh dengan kereta api motor linear. Bagi Mikoto, berjalan melalui terowongan bawah laut yang transparan dan melihat berbagai jenis ikan sudah membuat pengalaman ini begitu dinamis dan menarik. “Pokoknya, setelah syuting selesai, orang-orang mulai mengatakan bahwa akan sia-sia jika semua fasilitas ini ditelantarkan. Jadi mereka memutuskan untuk membuat pulau buatan ini menjadi taman hiburan.” “Begitu ya. Tidak, menjauhlah dariku, dasar eksibisionis*.” [Eksibisionis adalah orang yang suka pamer kecakapan.] Mikoto mendorong gadis yang memakai baju renang cabul agar menjauh, yaitu orang yang pura-pura tidak dikenali olehnya. Hiasan bunga Uiharu melambai-lambai karena tertiup angin. “Kalau aku tidak salah ingat, peraturan konservasi lautan negara bagian tidak memperbolehkan mereka mentelantarkan fasilitas yang tidak digunakan. Perusahaan film pun menjadi marah, mereka mengatakan bahwa politikus tidak mengerti berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk menghancurkan fasilitas sebesar itu,” katanya. “Beberapa orang membuat argumen konyol, yaitu mereka hanya perlu memastikan fasilitas tersebut tetap digunakan. Kebetulan di waktu yang sama, perusahaan film sedang mencari lahan untuk membangun suatu taman hiburan. Jadi, mereka memecahkan kedua masalah itu dengan membangunnya di sini.” Fakta tersebut sedikit menakutkan, suatu taman hiburan raksasa akhirnya dibangun karena argumen konyol seperti itu. Mikoto melihat ke langit dan menghela napas sambil memperhatikan suatu roller coaster melintasinya. Dan saat itu... “Kau salah, dasar cewek berbunga yang memakai one-piece motif bunga tidak fashionable!!” “Hagwah!?” Uiharu Kazari syok karena seorang yang tak dikenal tiba-tiba menghina “pendiriannya” tentang baju renang. Orang misterius yang mau repot-repot berbicara kepada mereka dalam bahasa Jepang itu adalah seorang gadis Amerika lebih tua dengan rambut pirang, mata biru, dan dada besar. Dia kelihatannnya berumur sekitar delapan belas tahun. Kulitnya putih, matanya biru, dan rambutnya pirang panjang dengan sedikit warna karamel yang terangkat oleh bando secara kasar. Dia mengenakan baju renang two-piece yang kelihatan sangat fungsional, dan suatu T-shirt dengan suatu logo perusahaan film. Kaos yang dipakainya menonjol karena... “B-Besar!?!?!? Besar sekali. Terlalu besar! Maksudku, apa-apaan ini!?” “M-Misaka-san, tenanglah! Dada itu tidak akan menggigit orang!!” Saten menggenggam bahu Mikoto, mengumpulkan tenaga, dan berteriak. “Dan jangan khawatir! Aku sudah berpikir bahwa ini akan terjadi, jadi aku mencari rumor tentang Bust Upper*, yaitu alat yang bisa dengan mudah memperbesar dada cewek!!” [Baca manga Railgun Chapter 77.] “Oooohhhhhhhhhhhhhhhhhh!!” “T-tunggu, Misaka-san! Kau juga, Saten-san! Kalian pasti akan terjebak masalah jika melakukan itu!!” “... Um, apa kalian mendengarkanku?”

RAILGUN SS1 01 013.jpg

Setelah mendengar itu, akal sehat Mikoto pun kembali. Gadis bermata biru, berambut pirang, berdada besar itu berusaha menenangkan suasana sembari berbicara. “Keadaan tentang asal-usul Liberal Arts City sedikit lebih rumit dari yang kau ceritakan itu. Yang ingin kukatakan adalah, aku bisa memberitahu kalian jika kalian mau, wahai cewek-cewek yang belum tumbuh!!” Gadis berdada besar menyerang mereka tepat di “titik kelemahan”, yaitu ukuran dada. Pelipis Mikoto berdenyut, tapi semakin dia merasa marah, dia semakin kelihatan menyedihkan. Ini karena perbedaan ukuran dada yang terlalu jauh. “... Memangnya kau ini siapa?” “Hah!? Jangan bilang kau adalah tipe orang yang menjelaskan berbagai hal tanpa permisi, lalu memaksa kami membayar biaya sepuluh dolar untuk penjelasannya*!!” [Ya, di beberapa daerah, ini adalah suatu motif pemerasan. Targetnya adalah para wisatawan yang minim pengetahuan. Seseorang akan menceritakan beberapa kisah atau informasi kepada para wisatawan tanpa diminta. Namun di akhir cerita, orang itu akan meminta sejumlah uang dengan paksa. Ini adalah pemerasan secara tidak langsung, karena para wisatawan sejatinya tidak pernah meminta informasi-informasi tersebut.] Saten “berubah” menjadi mode waspada, tapi si gadis berdada besar hanya tertawa dengan bangga dan menjawab, “Aku harap, aku bisa memberikan kartu nama dan mengatakan ‘inilah saya’, tapi ini adalah pantai! Aku tidak membawa potongan kertas seperti itu!! Karena itu, aku harus memperkenalkan diriku dengan mulut walaupun aku mengetahui bahwa itu tidaklah sopan. Namaku Beverly Seethrough. Walaupun mungkin kelihatannya tidak mudah dipercaya, aku adalah seorang sutradara.” Suatu tatapan mata bernada : “Yang benar saja...?” hampir tampak di wajah Mikoto. Gadis itu kelihatan berumur delapan belas tahun. Kalau yang dikatakannya benar, dia bukan lagi berada pada level gadis jenius. Mikoto tidak punya bayangan yang jelas akan seorang sutradara, tapi dia mempunyai feeling bahwa seseorang tidak bisa menjadi sutradara hanya dengan sedikit bakat. Yah, peduli amat kalau dia bohong. Kata orang, buanglah rasa malumu ketika berlibur. Dibodohi mungkin bisa sedikit menyenangkan, selama tidak melibatkan uang dan nyawa. Sementara itu, gadis berdada besar yang menyebut dirinya sutradara menyengir. “Kalian pelajar Jepang dari Academy City, kan?” “Oh, kau tahu?” tanya Saten dengan wajah kebingungan. Beverly mengangguk sekali dan menunjuk ke Shirai Kuroko. “Bahkan di Amerika, kau tidak bisa melihat sesuatu seperti itu. Hanya Academy City yang mungkin menjual baju renang se-cabul itu.” “... Kau bahkan telah mengungguli ‘tanah kebebasan’.” “Jangan pikir Amerika adalah nomor satu pada segalanya, Onee-sama.” “Jangan bersaing jadi nomor satu dalam hal keburukan,” Mikoto menghela napas, tapi tentu saja Shirai tidak terlihat peduli. “Jadi, kenapa seorang sutradara sepertimu ada di sini?” “Bukankah sudah jelas?” “?” Gadis itu tiba-tiba membusungkan dadanya bangga, tapi Mikoto tidak mengerti. Teriakan dari roller coaster yang melesat di atas kepala mereka terdengar bodoh. Gadis berambut pirang dan berdada besar berdeham sebagai tanggapan dari ekspresi kosong Mikoto. “Kau tahu, Liberal Arts City didirikan oleh perusahaan film besar, 'kan? Kaupikir, kenapa mereka melakukan itu? Untuk mencari teknik syuting yang baru. Itulah kenapa berbagai jenis orang dari beragam bidang kerja yang sama dikumpulkan di sini.” Beverly mengayunkan jari telunjuknya. “Film adalah tentang kenikmatan, dan film adalah sarana terbaik Amerika untuk mendapatkan mata uang asing. Secara kasar, bisa dikatakan bahwa beberapa persen dana Amerika didukung oleh film. Jadi, tidak terlalu mengejutkan bila sesuatu seperti taman hiburan ini dibangun.” “Wow. Itulah Hollywood. Kurasa, begitulah cara pikir orang-orang yang membangun kota di gurun pasir.” Uiharu hanya mengekspresikan kekagumannya, tapi Beverly tertawa kecil. “Ngomong-ngomong, ada satu sumber kekhawatiran di industri film Amerika, dan itu adalah Academy City di Jepang.” “?” “Bagian paling epik dari industri film negara ini adalah dunia CG* dan VFX*. Beberapa orang bersikeras tentang nilai dari suatu film dan karya seni yang terkandung di dalamnya. Tapi pada akhirnya, sedikit efek yang menyilaukan mata penonton diperlukan untuk membuat hit yang besar. Jadi, kalau Academy menggunakan semua teknologinya untuk membuat suatu film dengan serius, pekerjaan kami akan terlihat bobrok jika dibandingkan dengan hasil pekerjaan kalian. Sama seperti ponsel model lama yang terlihat kuno ketika suatu model baru dirilis, walaupun model-model sebelumnya masih bekerja dengan baik. “ [CG yang merupakan singkatan dari Computer Graphics adalah bagian dari ilmu komputer yang berkaitan dengan pembuatan dan manipulasi gambar (visual) secara digital. Bentuk sederhana dari grafika komputer adalah grafika komputer 2D yang kemudian berkembang menjadi grafika komputer 3D, pemrosesan citra (image processing), dan pengenalan pola (pattern recognition). Grafika komputer sering dikenal juga dengan istilah visualisasi data. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] [VFX adalah singkatan dari Visual Effect, yaitu seni memanipulasi gambar pada suatu film dengan penambahan effect dari bantuan teknologi multimedia.] Beverly memutar-mutar jari telunjuknya dengan semacam isyarat. Saten terlihat bingung. “Kau yakin...? Aku memutuskan film yang akan kutonton berdasarkan pemeran yang main film tersebut.” “Ya, dan ada orang-orang yang mengawasi hal seperti itu. Mereka menggunakan uang dan informasi untuk mencari aktor-aktor dari seluruh dunia, mengundang mereka, dan membuat kontrak dengan mereka – dan semuanya adalah tindak pencegahan melawan Academy City.” “Wow,” kata Uiharu terkejut. Shirai mengernyit. “Tapi, apakah Academy City benar-benar mencoba untuk membuat film?” “Tidak, tapi kami ingin mempunyai teknik syuting yang bisa melebihi Academy City sebelum mereka memutuskan untuk mulai membuat film, dan jauh melesat melewati kami, sehingga kami tidak bisa menyusulnya. Hebat sekali. Perusahaan film, pondasi investasi film, senat dan DPR mendukung ini.” Beverly, yang mengaku sebagai seorang sutradara, tertawa. “Karena itu, aku ingin membuat sedikit kontak dengan Academy City dari Jepang, yaitu markas sisi ilmu pengetahuan. Karena itu, aku menyapa kalian. Aku berharap kalian dapat memberiku semacam motivasi. Ingat, beberapa barang yang kalian gunakan secara biasa sebagai turis mempunyai nilai yang tinggi bagi kami.” “... Um, kurasa kau tidak akan mendapatkan apa pun dari kami. Kami cuma orang biasa. Kami bukan alien atau semacamnya, jadi kuharap kau tidak sedang mengharapkan pertukaran teknologi, bidaya, atau semacamnya,” jawab Mikoto dengan capek. Beverly memandang baju renang cabul Shirai Kuroko dari atas ke bawah dengan tatapan kosong. “... Yang benar?” “Oh, maaf. Tolong jangan gunakan ini sebagai ‘titik pertimbanganmu’.”

Meskipun sudah mendengar apa yang dikatakan oleh gadis mengaku sutradara bernama Beverly Seethrough... “Huh!? Kemana perginya dua bongkah dada itu!?” “Dia mengeluh tentang keharusan pergi bekerja, lalu dia pergi ke arah sana,” kata Shirai sambil melihat sekitar area itu. Dia mungkin bisa menemukannya dengan memakai kekuatan teleportasinya, tapi sepertinya hal itu tidak terlalu dibutuhkan. “Tapi katanya, dia akan menunjukkan daerah sekeliling tempat ini pada kita. Mungkin dia seorang yang gila kerja,” kata Uiharu. Sementara itu, Saten bergumam pelan sambil menatap Beverly pergi. “... Liberal Arts City sangat mengagumkan. Inilah kota film...” “Yeah, tapi apakah dia benar-benar seorang sutradara?” Mikoto mulai berpikir bahwa dia hanyalah seorang pegawai taman hiburan, atau seorang pemain drama sambilan. Mungkin suatu atraksi yang memberikan taman hiburan atmosfer tambahan sebagai kota film. Tapi kemudian Saten berbicara dengan nada bingung. “Eh? Tadi itu Beverly Seethrough yang asli. Aku pernah melihat gambarnya di majalah film dulu. Dia adalah sutradara jenius baru yang mendapat banyak pujian di Cannes* tahun lalu. Dia menjadi berita besar karena pada usianya yang masih di bawah umur, dia berhasil mengungguli para veteran yang menjadi lawannya.” [Festival Film Cannes (French: Le Festival International du Film de Cannes) adalah festival film paling bergengsi di dunia. Itu diadakan pertama kali dari 20 September hingga 5 Oktober 1946 di kota peristirahatan Cannes di Perancis bagian selatan. Sejak itu, festival ini diadakan setiap tahunnya pada bulan Mei kecuali pada beberapa saat. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] Misaka Mikoto menelan ludah. “Ap— Tung— Daahh!! Maksudmu, dia itu yang membuat “An Iron Bridge is a Sign of Love”!? Kalau begitu... gmaaaahhh!! Aku butuh tandatangannya!!” Mikoto berteriak, tapi si gadis berdada besar sudah menghilang dalam kerumunan orang. Teriakan menyedihkan Mikoto bergema di daerah itu. “Orang-orang memperlakukannya, seolah-olah dia adalah bintang masa depan di film roman Eropa, tapi kurasa dia berakhir di sini. Mereka pasti sedang berusaha membuat film yang penuh efek.” “... K-kau cukup tenang, Saten-san.” “Hm? Film miliknya cantik, tapi terlalu susah untuk dimengerti anak-anak sepertiku. Kurasa kau adalah tipe-tipe orang yang pergi menonton film roman subjektif seperti itu, Misaka-san.” “T-t-t-tidak juga. Bukannya aku cuma suka genre itu atau semacamnya.” Muka Mikoto memerah dan dia mengayun-ayunkan tangan di depan wajahnya. Tiba-tiba, suara ledakan menghantam gendang telinga Mikoto. “!! ...!?” Itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga dia lupa menutup telinganya, dan dia sama terkejutnya seperti ketika ada seseorang yang menyerangnya dari belakang. Dia berputar ke arah sumber suara, dan melihat kapal bajak laut mengambang di jalur air, seakan-akan kapal itu memotong daratan yang dilaluinya. Asap membumbung dari ujung meriam pada sisi kapal. Seorang pria besar seperti kapten bajak laut dengan jenggot yang mencolok berdiri di depan kapal, dan mengangkat kedua lengannya ke udara sambil berteriak dalam bahasa Inggris. “Aku tidak punya kewajiban untuk melindungi kalian, wahai cacing-cacing, tapi aku akan susah tidur di malam hari kalau aku menelantarkan kalian!! Aku akan bekerja tanpa imbalan, jadi kalian lebih baik berterima kasih!!” Segera setelah Mikoto menyadari bahwa itu adalah “perkataan populer” dari suatu film terkenal, penonton di sekitarnya berteriak, bertepuk tangan, dan bersiul. Melihat reaksi seperti itu, aktor yang memainkan peran kapten mengangguk puas. Meriam-meriam kapal bajak laut lalu menembakkan peluru berganti-gantian. Suatu kapal lain sudah berada di lautan lepas pantai, tepat di seberang kapal pertama. Kapal kedua lalu membalas tembakan meriam. Suaranya yang menggelegar sepertinya cukup untuk menggoyangkan seluruh bagian kepala manusia. Mikoto akhirnya menutup telinga dengan tangannya, dan berteriak pada Saten, Shirai, Uiharu yang berdiri di sampingnya. “A-ada apa ini!? Apa ini juga bagian dari pertunjukan taman hiburan ini!?” “Ohhhh!! Itu the Skull and the Broad dari “The Pirates’ Scarlet”!! Kalau kau ingin menyajikan atraksi di kota film, beginilah caranya!!” Sepertinya Saten tidak mendengar Mikoto, karena dia mengangkat tangannya dengan senang di tengah suara raungan tembakan. Sebenarnya kapal-kapal bajak laut itu tidak menembakkan peluru meriam yang besar. Kemungkinan besar, mereka menembakkan peluru kosong dan mesiu yang sudah disiapkan di kapal satunya, lantas diledakkan pada saat yang sama. Walaupun begitu, betapa banyak bagian kapal bajak laut tebal yang dihancurkan, adalah suatu pemandangan yang mengagumkan. Tapi Mikoto merasa sedikit kecewa, karena dia seakan-akan dipaksa untuk berpartisipasi dalam suatu event. Bukannya melihat dengan kemauannya sendiri. (Kurasa film roman yang lebih tenang dan lebih diam, memang lebih cocok untukku...) Lalu ekspresi Mikoto berubah menjadi sedikit bingung. “Tunggu dulu, bukankah jalur air dan area lautan itu cukup untuk mengambangkan suatu kapal? Aku cukup yakin bahwa orang-orang baru saja berenang di sana.” “Sebelum event, mereka meminta pengunjung keluar dari air, lalu mereka mengaktifkan alat yang bisa membuat dasar laut naik atau turun. Awalnya, tempat ini 'kan hanyalah suatu titik di tengah lautan berjarak 50 kilometer dari California. Kita sedang berada di atas pulau buatan yang dibangun di atas area berbatu, tapi normalnya tidak ada seorang pun yang bisa menyentuh dasarnya.” “Begitu ya,” Mikoto menjawab setengah tidak acuh. Setelah beberapa saat, pertarungan bajak laut kelihatannya selesai. Orang-orang di atas kapal terjun ke laut dan kedua kapal tersebut tenggelam. Tidak terlalu jelas apakah kapalnya bisa menyelam, atau kapalnya berada di atas rel yang mengarah ke bawah, atau semacam trik lainnya. Pengunjung biasa kelihatannya tidak terlalu peduli. Mereka hanya bertepuk tangan. Lalu suara keributan lainnya dimulai. Suara mesin bernada tinggi menghantam telinga Mikoto. Suara itu bukan berasal dari suatu mobil. Suara ribut itu berasal dari pesawat-pesawat tempur siluman supersonik berwarna hitam yang terbang melintasi langit, dari daratan ke arah laut. Dengan penuh gairah, Saten menunjuk ke arah suatu unit yang terdiri dari lima pesawat. “Gwaahh! Itu Skuadron Laveze dari Alien Wars!! Amerika memang menakjubkan!! Negeri Hollywood memang cinta sekali pada senjata mereka!!” “Aku lebih suka gaya lembut yang bisa mengaduk-aduk emosi penonton...” Mikoto terus bergumam, tapi tidak ada yang meresponnya. “Wah!” teriak Uiharu setengah kagum dan setengah terkejut ketika dia melihat ke langit. “Di film, pesawat-pesawat ini seharusnya adalah F-22 yang dimodifikisi untuk melawan UFO, tapi mereka benar-benar melakukannya, Shirai-san. Kudengar satu unit berharga lebih dari lima belas milyar yen.” “Aku yakin mereka cuma menghiasnya sehingga terlihat seperti spesifikasi yang ada dalam film. Bukankah itu cuma suatu model akrobatis yang dibuat dari F-35 yang dilucuti senjatanya?” Walaupun begitu, mereka telah membeli berbagai pesawat tempur modern, memodifikasinya untuk syuting, dan benar-benar mengirimkannya ke udara. Ide dengan skala sebesar itu bahkan tidak akan diungkit pada rapat di Jepang. “Ohh! Bereka sedang bertempur di sana!!” Saten berteriak sambil menunjuk ke arah ufuk. Ini pasti adalah tipe pertunjukan yang menggunakan bahan peledak karena beberapa pesawat tempur terbang dengan lengkungan tajam di udara. Jejak asap melengkung yang lebih kecil pasti adalah sisa dari misil palsu. Terlihat juga kilatan cahaya yang sepertinya berasal dari senjata mesin. Yang terdengar bukanlah suara berulang-ulang, tetapi satu suara berkelanjutan yang bisa terdengar sampai ke pinggir pantai. Suaranya cukup kuat untuk seukuran peluru kosong. Pertunjukannya terkesan cukup mewah. Dan skuadron Laveze sedang bertempur melawan... “? ... Apa itu?” tanya Saten yang kelihatan bingung, meskipun dialah yang paling banyak tahu tentang hal ini pada sekumpulan gadis SMP itu. Benda itu ada di permukaan air. Suatu kapal berbentuk elips sepanjang 5 meter. Walaupun wujudnya elips, bentuk kapal ini tidak seperti bola rugby. Sudutnya lancip, seperti dua unit kano* yang ditumpuk layaknya roti burger. Kapal ini juga mempunyai suatu sayap besar dan sayap kecil di bagian depan kedua sisinya, membuatnya terlihat seperti ikan terbang. Bukan, karena hanya ujung sayapnya yang menghadap ke bawah menyentuh permukaan air, dan sayap ini kelihatan seperti mendayung air untuk bergerak maju, maka kapal ini lebih mirip serangga air. Apa pun bentuknya, kapal aneh ini melaju di atas laut dalam kecepatan tinggi seakan-akan ditolak oleh air. Kapal ini bergerak begitu cepat, sejumlah besar air laut terciprat ke udara untuk mengikuti si ikan terbang. [Kano adalah sebuah perahu kecil dan sempit, yang biasanya digerakkan dengan tenaga manusia, tapi juga lazim diberi layar. Kano biasanya lancip pada kedua ujungnya dan terbuka di bagian atasnya. namun bagian ini dapat diberi tutup. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] Si ikan terbang menghindari tembakan senapan mesin dari langit dengan bergerak sedikit zig-zag. Sebagai balasan, benda itu menembakkan benda berbentuk seperti misil. Sesuatu yang terlihat seperti jejak asap berwarna putih melesat memotong udara. “Aku tidak pernah melihat itu. Uiharu, apakah kau tahu benda itu berasal dari film apa?” “T-tidak.” “Taman hiburan ini mendapatkan dukungan dari perusahaan film, jadi mungkin ini adalah promosi untuk film baru. Tapi pertunjukannya terlalu jauh. ...Ah!? Jangan bilang ini adalah trik murahan untuk membuat kita membayar setelah menyewa teropong!” kata Saten dan dia mulai menoleh ke kiri-kanan. (...?) Sementara itu, Mikoto mengernyit. Melihat Shirai, dia juga dapat memastikan kalau Shirai juga sedikit curiga. Kalau kau melihat sekilas, ini tidak lebih dari sekedar pertunjukan dengan pesawat tempur di langit dan ikan terbang di atas laut, tapi ada sesuatu yang aneh jika kau memikirkannya lebih jauh. (Bagaimana ikan terbang itu bisa bergerak begitu cepat?) Mikoto belum pernah mendengar kapal yang bisa menyamai kecepatan suatu pesawat tempur. Walaupun kau mempertimbangkan kendaraan amphibi, kapal tercepat di dunia hanya mampu mencapai kecepatan sekitar 90 kph. Mach 1—lebih dari 1200 kph—tidak pernah ada sesuatu seperti itu. Secara teknis, si ikan terbang bukanlah suatu “kapal murni” karena dia mengambang di atas permukaan laut, tapi hal ini membawa masalah tersendiri. Lautan mempunyai ombak yang menyebabkan permukaannya tidak rata. Fakta bahwa si ikan terbang bisa mengontrol keseimbangannya dengan kecepatan seperti itu, adalah sangat mengejutkan. “Skalanya memang sangat berbeda di Amerika. Di Jepang, mereka tidak akan membiarkanmu meledakkan barang-barang seperti itu walaupun di atas lautan.” Sepertinya Saten Ruiko berpikir bahwa ini hanyalah pertunjukan yang menggunakan peledak. Turis lain di area itu juga memiliki respon yang mirip. Mereka berteriak untuk mendukung dan tertawa. Beberapa bahkan berteriak untuk protes karena pertempurannnya kurang “terasa”, dan mereka perlu membuatnya lebih menyilaukan. Tetapi, Mikoto-lah satu-satunya yang menyimpan pertanyaan di dadanya. Dia berpikir sejenak sambil memerhatikan pertempuran terjadi di ufuk yang jauh. (Jangan-jangan... ?) Suara ledakan berlanjut. Suatu misil berhasil mengenai sisi kapal yang mirip ikan terbang, dan meledak. Si ikan terbang kehilangan keseimbangannya dan jatuh menghantam permukaan air laut. “Kau bercanda...!?” Tubuh Mikoto menegang. Si ikan terbang yang tidak terkontrol melesat ke arah pantai dan menghantam pasir.

Pasukan Pertahanan Udara Liberal Arts City, yang dikenal juga sebagai lima pesawat tempur dari skuadron Laveze, terbang berputar-putar di ketinggian sekitar 200 meter di atas permukaan laut, dan berbelok dengan sudut tajam berulang-ulang. Nama musuhnya adalah Mixcoatl. Kata itu berarti Ular Lautan Awan jika diterjemahkan dalam suatu bahasa. Ini mengacu kepada musuh-musuh bersayap empat yang hampir bisa dibilang meluncur dengan kecepatan tinggi di atas permukaan air untuk menghindari bidikan pesawat-pesawat tempur mutakhir. Hanya ada dua, walaupun begitu, skuadron Laveze yang terdiri dari lima pesawat tempur bahkan belum bisa menggores kapal musuh. Ombak cukup tinggi, tapi keempat sayap Mixcoatl bergerak dengan lincah, dan membuatnya terus meluncur dengan cepat di atas laut, tanpa bergoyang ke atas-bawah sedikit pun. Dan yang paling mengejutkan adalah, Mixcoatl tidak menggunakan pelat baja seperi kapal militer pada umumnya. Badan utamanya yang lancip terbuat dari kayu seperti suatu barel, dan bentuknya seperti dua buah kano yang ditumpuk. Sisanya terbuat dari kain dan obsidian*. Tidak ada secercah logam pun pada permukaannya. [Obsidian adalah batuan vulkanis berwarna gelap, keras, seperti kaca, yang terbentuk dari pengendapan lava dengan cepat, tanpa proses kristalisasi. Kamus Oxford.] Kumpulan kayu dan kain yang memutarbalikkan logika tentang persenjataan modern itu berhasil mencegah pesawat tempur mutakhir untuk “mengunci” targetnya. Benda itu membuat sedikit gerakan ke depan-belakang, sehingga pergerakannya terlihat zig-zag. Pilot yang menggenggam tongkat kemudi mendecakkan lidahnya. “Dia tidak mau diam!!” Sembari membidik Mixcoatl yang kabur “membelah” laut, dia menembakkan senapan mesinnya. Suatu garis lintasan peluru terbang seperti mesin jahit yang dihidupkan, tapi garisnya hanya menembus lautan. Pelurunya tidak berhasil mendekati Mixcoatl. Tetapi, Mixcoatl terpaksa kabur ke arah kanan untuk menghindari garis tembakan peluru itu. Itu adalah gerakan yang dapat diperkirakan. Pesawat tempur berhasil mengunci targetnya untuk melepaskan misil. Tanda di HUD* menunjukkan bahwa penguncian sasaran sudah selesai. [Sebuah head-up display systems, atau disingkat HUD, adalah suatu tampilan transparan yang menyajikan data tanpa mengharuskan pengguna untuk melihat dari sudut pandang biasa mereka. Asal usul nama ini berasal dari pilot yang dapat melihat informasi dengan kepala “dinaikkan” dan melihat ke depan, bukan memandang sudut bawah untuk melihat ke instrumen yang lebih rendah. Meskipun HUD pada awalnya dikembangkan untuk penerbangan militer, HUD sekarang telah digunakan dalam pesawat komersial, mobil, dan aplikasi lainnya. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] Dia langsung menembak. Misil yang dilepaskan dari pesawat melesat ke arah lautan dengan kecepatan tinggi. Hulu ledak terbang dalam lengkungan tajam, dan meledak di sekitar jangkauan Mixcoatl. Sejumlah besar air laut meledak ke udara, dan membuat semacam tirai berwarna putih. “Sialan! Apa aku berhasil membunuhnya!?” Si pilot mencoba mengintip melewati sejumlah besar percikan air, tapi kecepatan pesawat tempur membawanya melewati titik pandang dalam sekejap. Kemudian... “Idiot! Di atasmu!!” Ekspresi si pilot berubah menjadi syok ketika mendengar transmisi itu dari rekannya sesama pilot. Ketika dia menyadari bayangan di atasnya, Mixcoatl sudah meluncur padanya dengan keempat sayap terentang. Suatu lubang di badan kapal yang berbentuk seperti dua unit kano mengarah langsung ke tubuh si pilot, seakan-akan lubang itu adalah moncong senapan. (Apa dia melompat ke atas untuk menghindar seketika!?) “Kurang ajar!!” Pesawat biasa tidak akan bisa melakukan apa pun, dan pasrah menunggu kokpit meledak, tapi si pilot dengan sigap menggenggam tongkat kemudi lebih kuat. Pesawat itu berputar. Itu adalah suatu manuver spesial yang bertujuan mengangkat hidung pesawat seperti sedang melakukan wheelie*. [Baca NT 13.] Mengetahui gaya tahan udara akan membuat kecepatannya menurun dengan drastis, dia pun memaksa pesawat untuk mengarahkan hidungnya pada Mixcoatl yang ada di atasnya. Dengan melakukan ini, dia telah membidik senapan mesin dan misiln ke kapal satunya. Keduanya telah membidikkan senjata masing-masing. Jeda waktu itu bahkan tidak bertahan sampai satu detik. “Gwoooooooooohhhhhh!!” Sembari berteriak, dia menarik pelatuk senapan mesin yang ada di tongkat kemudinya. Dengan suara gemuruh, pecahan kayu dan percikan berwarna oranye terbang dari bagian Mixcoatl, tapi tidak ada kerusakan serius. Mixcoatl menembakkan sesuatu yang mirip misil dari lubang kecil yang terbuka di badan utamanya. Si pilot merasa, dia mendengar sedikit suara ketika benda itu ditembakkan. Dalam sekejap, sesuatu yang mirip anak panah meninggalkan jejak asap, dan ditembakkan ke arah pesawat tempur. Benda ini menusuk penyeimbang horizontal kiri pesawat, mematahkan sayapnya, dan melemparkan pesawat itu ke udara. Si pilot mendengarkan perkataan rekannya dari radio untuk menggunakan parasutnya, tapi dia tidak melakukan itu. Seakan-akan, Mixcoatl melirik pesawat tempur yang rusak, sampai akhirnya mulai jatuh ke lautan setelah kehilangan daya angkat dari lompatannya. Pesawat tempur itu mulai berputar seperti daun setelah kehilangan sayapnya. Tapi itu bukan karena si pilot kehilangan kontrol, melainkan karena ekor pesawat yang hancur. Si pilot menggunakan keahliannya untuk membidik Mixcoatl yang sedang terjatuh. “Kau bajingan...” Tidak seperti ketika terbang dalam gerakan loop-the-loop, pesawat tempur ini berputar seolah-olah bagian tengahnya sedang ditusuk. Si pilot memperbaiki posisi pesawat, mengarahkannya ke bawah, yaitu ke arah Mixcoatl yang sedang jatuh, seakan-akan pesawat itu sedang berdiri di ujung. Dia mengerahkan sisa-sisa tenaga terakhirnya ke tongkat kemudi. “Kau pikir kau bisa melukaiku dan kubiarkan begitu saja!?” Sembari berteriak, dia menembakkan misil udara ke Mixcoatl.

Si ikan terbang mengarah padanya dengan kecepatan tinggi. Ketika tubuh Mikoto menegang, si ikan terbang sudah melesat ke pantai. Pasir dalam jumlah besar terhambur ke udara, dan si ikan terbang masih terus melaju. Tergesek di jalan aspal, percikan listrik beterbangan dan akhirnya si ikan terbang menabrak shower pribadi untuk para perenang. Salah satu bagian dari dinding yang hancur terbang berputar di udara. Reruntuhan raksasa itu mempunyai panjang lebih dari tiga meter dan melewati kepala para turis. “!!” Sesaat kemudian, cahaya terpercik dari poni Mikoto. Pasir putih di sekitar kakinya menggelembung ke atas. Bukan, secara teknis itu adalah pasir besi yang tercampur dengan pasir putih. Pasir besinya membentuk suatu pedang hitam dan terbang beberapa meter ke udara dengan gerakan seperti ular. Tanpa ampun, pedang pasir Mikoto meledakkan puing dinding yang sedang jatuh. Awalnya, para turis hanya berdiri terdiam di sana, tapi beberapa saat kemudian, suara teriakan menyerang gendang telinga Mikoto. Tetapi... “Wow!! Liberal Arts City memang beda!!” “Apa itu tadi? Iklan? Kapan filmnya keluar?” “Oh, jadi mereka membuat pertunjukan di tempat yang jauh untuk membuat ketegangan ini.” “Jadi ada pemain yang membaur bersama dengan penonton. Memang, kau tidak boleh lengah di kota film.” “Siapa cewek itu? Jarang-jarang ada pemain yang berasal dari Asia. Promosi aktris baru?” “Ya, Tuhan. Pasir masuk ke dalam mulutku.” Teriakan-teriakan itu adalah suara teriakan dukungan dalam bahasa Inggris. Mikoto merasakan hawa dingin di punggungnya. (Mereka ngomong apa...?) Tentu saja, Mikoto bukan seorang pemain film. Kejadian tadi bisa menjadi bencana besar jika dia tidak ikut campur. Tetapi mereka tidak sadar. Di area spesial yang dikenal sebagai kota film, segila apa pun dan seaneh apa pun kejadian yang terjadi, orang-orang akan menganggapnya sama seperti ketika mereka bertualang di dalam rumah hantu. Mikoto mempunyai pandangan yang buruk. Kalau dia tidak menyerang puing itu, bagaimana mereka akan menganggap bencana yang ada di depan mata mereka? Kalau ada seseorang yang jatuh dengan berlumur darah di depan mereka, apa mereka masih berpikir bahwa korban tersebut adalah seorang pemain film, dan darahnya adalah darah palsu? Tentu saja, akan ada beberapa orang yang kenal si korban. Mereka akan mengatakan kalau itu bukan akting dan si korban benar-benar kesakitan, tapi adakah yang akan percaya? Kalau orang lain berpikir bahwa yang menangisi si korban adalah aktor lain, maka sepertinya semuanya akan baik-baik saja. Dan jika orang-orang yang menangis dianggap sebagai pemain film untuk atraksi selanjutnya, keributan akan hilang. Suatu atraksi. Itulah keadaan yang terjadi karena terlalu terbiasa hidup damai. Di sini adalah suatu dunia di mana tidak ada seorang pun yang percaya bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Walaupun mereka melihatnya di depan mata mereka sendiri. Apakah Liberal Arts City menyembunyikan sesuatu yang sangat berbahaya? “...” Tiba-tiba, suara ribut yang tidak mengenakkan memukul gendang telinga Mikoto. Dia menoleh dan melihat si ikan terbang mundur menjauh dari shower pribadi dengan gerakan menggeliat. Dengan ini, sekali lagi terbukti bahwa itu adalah kapal yang aneh. Tidak memakai logam, badannya terbuat dari kayu seperti suatu barel, dan empat sayapnya terbuat dari kain dan obsidian. Mikoto bahkan tidak dapat menebak bagaimana kapal itu berhasil bergerak sehebat itu dengan bahan-bahan seperti itu. Tapi saat ini, bukan waktu yang tepat untuk membicarakan teknologi. Masalahnya adalah, si ikan terbang mulai bergerak di tengah kerumunan turis. (Ini buruk...) Turis-turis di sekitarnya tidak merasakan bahaya sama sekali. Beberapa di antaranya bahkan mendekat untuk mengambil foto dengan ponsel mereka. Badan kapal yang terlihat seperti dua unit kano yang ditumpuk, bergerak. Lubang seperti moncong senapan mulai membidik ke arah turis-turis yang mengambil gambar. Sesuatu yang mirip misil ditembakkan. Itu adalah benda sama persis seperti yang digunakannya pada “pertunjukan” barusan. “Dasar... sialan!!” “O-Onee-sama!?” Mengacuhkan usaha Shirai untuk menghentikannya, Mikoto berlari di atas pasir, ke arah si ikan terbang. Percikan listrik terbang dari poninya. Suatu tombak petir dengan tegangan satu milyar volt terbang lurus dan menyerang sisi ikan terbang itu. Dengan suara menggelegar, goncangannya membuat badan ikan terbang bergeser ke samping dan bagian yang tersambar petir sedikit terbakar. Tapi dia tidak berhenti. Si ikan terbang mengubah sasarannya, dari para turis ke arah Mikoto. Mikoto mendengar suara aneh dari dalam lubang di badan kapal. “Sial! Jadi kapal ini benar-benar menggunakan amunisi hidup!?” Tubuh Mikoto menegang karena syok. Misilnya kelihatan seperti ditembakkan dalam kecepatan tinggi dan dibalut berkas uap air. Mikoto langsung menjatuhkan serangan misil itu dengan tembakan petir. (Aku kurang yakin dengan detailnya, tapi mungkin misilnya menggunakan propelan* hidrogen) [Propelan = bahan bakar.] Dia menggerakkan kakinya dengan cepat untuk mendekati si ikan terbang. (Hidrogen terkompresi bereaksi dengan oksigen di udara yang membakarnya. Kurasa, misilnya terbalut dengan berkas uap air karena atom-atom hidrogen-oksigen saling mengikat dan membentuk air setelah ledakannya terjadi!!) Si ikan terbang pasti sudah memutuskan untuk menghindari resiko lebih jauh, karena dia menggunakan keempat sayapnya yang mirip kaki untuk mundur dan menjauh dari Mikoto. Dia mematahkan pohon palem yang tumbuh di sisi jalan, sembari dia berpindah dari pantai ke bagian pulau lebih dalam. Kecepatannya tidak begitu hebat, tapi gerakannya yang mirip seperti serangga sedikit menjijikkan. Si ikan terbang lalu menyelip ke dalam celah antara dua bangunan. “Ahh, sialan! Kenapa dia tidak kembali saja ke laut!?” Mikoto berlari dan meraih bagian tumit sendalnya. Di menarik paksa sesuatu yang ditahan dengan tali pengikat. Yang ditariknya adalah benda seperti pisau milik pasukan khusus yang terbuat dari plastik. Panjangnya adalah 10 cm, dan terlihat seperti magasin* suatu pistol. Tapi yang tersimpan di dalamnya adalah koin arcade, bukannya peluru. Artinya, benda yang ditarik Mikoto adalah semacam tempat penyimpanan koin. [Magasin adalah kotak peluru yang biasanya ditanamkan pada bagian gagang psitol.] (Di mana benda itu? Apa ada orang di dalamnya? Atau dia bergerak berdasarkan suatu program seperti robot?) Si ikan terbang sepertinya tidak dirancang untuk pergerakan di darat karena dia bergerak jauh lebih lambat dibandingkan di air. Sayap dari kayu, kain, dan obsidian... semuanya hancur di bagian bawah. Badan utamanya yang mirip dua unit kano bergesek dengan tanah ketika bergerak. Mikoto mengalihkan perhatian pada tempat penyimpan koin di tangannya. (Aku bisa menggunakan Railgun-ku...!!) Dia bisa menggunakan gaya elektromagnetis untuk menembakkan sekeping koin arcade dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara. Menggunakan Railgun untuk menghentikan si ikan terbang secepatnya merupakan metode terbaik untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, tetapi... “!?” Mikoto menggunakan jempolnya untuk mengeluarkan sekeping koin arcade dari tempatnya, tapi tidak berhasil. Menyimpan kotak koin di sendal adalah suatu kesalahan, karena terdapat sejumlah pasir yang tertumpuk pada pegas kotak tersebut. Sehingga, koinnya tersendat dan tidak bisa keluar. (Sialan. Kenapa harus sekarang, sih...!?) Di atas dataran pasir putih buatan manusia, terdapat tenda-tenda yang tidak terhitung jumlahnya. Kumpulan tenda-tenda tersebut adalah semacam distrik perbelanjaan. Semua tenda merupakan toko suvenir untuk para turis. Beberapa keluarga yang memakai baju renang menonton Mikoto dan si ikan terbang, sambil berteriak menyemangati. Mereka benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Wajah Mikoto berekspresi kelu dan si ikan terbang membuat gerakan lain. Badan utama yang seperti tumpukan dua unit kano tiba-tiba berputar 180º. Dua sayap yang lebih panjang digunakan untuk mengangkat badannya. Dua sayap yang lebih pendek digunakan layaknya tangan depan seekor hewan karnivora. Seluruh badan kapal meliputi tubuh Mikoto, seakan-akan dia ingin menghancurkannya. Sayapnya bak jebakan beruang. Kemudian, sayap-sayapnya menutup dengan kecepatan layaknya seekor belalang sembah. “Sial...!?” Mikoto mencoba untuk melompat ke samping dengan panik, tapi dia berakhir tepat di bawah si ikan terbang. Mikoto terjatuh pada posisi telentang, dan dua sayap menahan lengannya agar tidak bergerak. Panas dari pasir seperti menusuk punggungnya, tapi itu adalah masalah yang tidak penting. Dia dapat melihat bagian bawah badan utama yang berbentuk seperti dua unit kano. Badan utama bersudut lancip kelihatan seperti langit-langit yang tergantung di atasnya. Ada suatu bagian berbentuk persegi yang terdapat pada sisi bawah ikan tersebut. (Apa itu? ...Apakah itu kokpitnya!?) Hal ini membuat Mikoto terkejut, tapi ada hal lain yang lebih penting. Lubang persegi itu kemungkinan besar adalah semacam kabin keselamatan darurat. Dia tahu bahwa sekarang tidak ada orang di dalamnya. Si pilot telah kabur sambil menjaga benda itu dalam mode otomatis. (Sialan!! Kapan itu terjadi!?) Mikoto menggertakkan giginya, tapi dia menyadari sesuatu yang berkedip di dalam kabin keselamatan darurat. Ada beberapa hieroglif yang Mikoto tidak ketahui, bahkan dengan pengetahuannya yang luas. Ada empat buah bilangan di bawahnya. Dia tidak bisa mengerti arti hieroglif itu, tapi dia bisa tahu bahwa nomor-nomor itu sedang menghitung mundur. Mikoto memiliki firasat buruk tentang ini. (Jangan bilang benda ini punya alat penghancuran diri!!) Dia mengingat kembali misil yang dia tembak jatuh dengan menggunakan propelan hidrogen. Kalau semua misil yang masih tersisa di dalamnya diledakkan, ini akan membuat kerusakan cukup besar. Kalau benda ini dimuat dengan hidrogen cair dengan tujuan khusus untuk peledakan diri... “Sial! Ini bukan lelucon!!” Mikoto berusaha menggerakkan lengannya sekuat tenaga sampai wajahnya memerah, tapi lengannya ditahan terlalu ketat. Tempat koin Railgun-nya juga terlempar sedikit jauh ketika dia dirobohkan oleh kapal itu. Masih ditahan oleh si ikan terbang raksasa, Mikoto menggerakkan kepalanya. Para turis yang terbiasa berada dalam kedamaian tidak menunjukkan tanda-tanda akan melarikan diri. “Wow! Kelihatan benar-benar nyata!” Mikoto menoleh dan melihat gadis berumur sekitar 10 tahun mendekatinya. Sepertinya, si gadis ingin menyentuh kapal itu karena penasaran. Kalau penghitung waktu mundur di dalam kabin keselamatan itu benar-benar alat peledakan diri, maka semuanya akan lenyap. Keluarga yang berlibur untuk membuat kenangan indah, anak-anak kecil yang merengek pada orangtuanya untuk membeli es krim, dan para pekerja yang sibuk di toko suvenir... semuanya akan tenggelam ke dalam lautan darah. Mikoto mendengar suara robek. Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari kalau suara itu berasal dari giginya yang menggigit bibirnya. “Buruk sekali...” Dia tidak bisa menggerakkan lengannya yang sedang ditahan. Kotak penyimpan koin yang dibutuhkannya untuk menembakkan Railgun berada pada jarak agak jauh darinya. Kelihatannya, Mikoto tidak bisa melakukan apapun pada alat peledak diri yang akan segera meledak itu. Tapi, hal itu sama sekali tidak ada di dalam pikirannya. Seseorang tidak boleh meremehkan Ace SMP Tokiwadai, yaitu sekolah pengembangan kekuatan psikis bergengsi di Academy City. Dia bukan tipe yang bisa dikalahkan hanya karena satu-atau-dua kartu As-nya tidak bisa dipakai. Tiba-tiba meledak suara gaduh. Itu adalah suara pasir besi dalam jumlah besar yang bergerak dari area pantai di sekelilingnya. Kumpulan bubuk hitam menyebar ke sekitar badan ikan terbang dengan radius lima meter. Ini adalah barikade untuk mencegah para turis mendekat, dan kunci utama untuk membalikkan keadaan ini. Sesuai kehendak Mikoto, pasir besi menyerang si ikan terbang dari semua sisi dan membalutnya tanpa meninggalkan sedikit pun celah. (Kalau aku tidak punya koin untuk Railgun-ku...) Mikoto tersenyum. Percikan putih kebiruan keluar dari poninya, menandakan keberadaan arus listrik bertegangan tinggi. (... maka kau saja yang kugunakan sebagai amunisinya!!) Suara yang menggelegar terdengar. Si ikan terbang raksasa yang menimpa Mikoto terbang ke angkasa. Si ikan terbang dan pasir besi yang menyelimutinya terbang jauh. Tentu saja, karena bukan sekeping koin, kecepatannya tidak sampai tiga kali kecepatan suara, tapi itu tidak begitu masalah. Si ikan terbang melayang pada posisi miring, dan akhirnya tertarik gaya gravitasi di ketinggian sekitar 200 meter. Layaknya lemparan jauh dalam olahraga baseball, dia melewati area turis, dan akhirnya menghilang di balik ufuuk. Lalu suara ledakan besar menenggelamkan semua suara lain. Walaupun jaraknya begitu jauh, beberapa tenda toko suvenir rubuh. Awalnya, turis-turis mengenakan baju renang terkejut, tapi mereka kemudian mulai tertawa dan menunjuk-nunjuk para pekerja yang berusaha keluar dari bawah tenda rubuh. Apapun yang terjadi, ini semua adalah pertunjukan yang menegangkan, tetapi aman. (Sial! Kemana perginya orang yang mengendarai ikan terbang itu!?) Mikoto bangkit dari pasir panas, lantas menyapu pasir putih yang menempel di punggung dan bokongnya. Sorot matanya dan sorot mata si gadis kecil saling bertemu. Si gadis kecil mengacungkan jempol kecilnya, dan berbicara dalam bahasa Inggris. “Kerja bagus, kak.” “... Terima kasih.”

Beverly Seethrough menjauhkan teropong dari matanya. Dia datang ke Liberal Arts City sebagai seorang tamu, jadi dia tidak tahu jadwal pertunjukan dengan pasti. Jadi, dia pun tidak tahu apakah skuadron Laveze dan kapal aneh yang mirip ikan terbang itu termasuk dalam pertunjukan ataukah tidak. Tapi ada sesuatu lain yang dia tahu. Gadis berbaju lomba renang itu bukan bagian dari staf Amerika. Dia tidak tahu detail kejadian yang terjadi, tapi dia berasumsi bahwa gadis itu bergabung dalam pertunjukan di menit terakhir karena alasan tertentu. Beverly tertawa garing. Keringat membasahi tangannya yang memegang teropong. “Itulah Academy City. CG dan VFX tidak akan bisa menyamai itu.” Rasa ingin tahu terlihat membara di matanya. Beverly menelan ludah dan menjilat bibirnya dengan lidahnya yang kecil. “... Kurasa, paling tidak aku bisa cukup puas karena telah bertemu orang-orang yang menarik.”

Chapter 2[edit]


Liberal Arts City adalah pulau buatan terbesar di dunia. Pulau ini dibangun di atas lautan yang terletak 50 kilometer di barat pantai California. Setelah proses syuting suatu film, pulau ini dirancang ulang sehingga menjadi sejenis taman hiburan. Tapi negara film besar seperti Amerika menilai bahwa akan lebih baik jika difungsikan sebagai fasilitas riset dan pengembangan teknik syuting yang baru. Di dalamnya terdapat kumpulan atraksi yang diciptakan oleh orang-orang bekerja di garis depan bisnis film dunia. Atraksi-atraksi ini pertama kali disaksikan di sana, tak lama kemudian, stimulasi dan kekaguman penonton meluber. Tapi Misaka Mikoto tahu sesuatu. Dia tahu bahwa situasi abnormal apa pun akan dianggap sebagai “pertunjukan” di sana. Bahkan jika ada seseorang yang ditembak di depan orang banyak, mereka hanya akan terkejut karena ternyata ada seorang aktor “sedang berakting” dalam kerumunan. Mereka hanya akan terkejut karena aktor itu berakting kesakitan dengan sangat baik. Dan mereka hanya akan terkejut karena darah palsu yang digunakan sangat mirip dengan darah sungguhan. Itu adalah suatu area di mana orang-orang tidak akan terkejut walaupun melihat mayat. Dan suasana itu bukanlah suatu kebetulan. Di sana, berdiri Saten Ruiko. “Wow, Misaka-san!! Kapan mereka merekrutmu ke dalam pertunjukan seperti itu!?” Bahkan setelah melihat Mikoto terlibat dalam insiden yang nyata, dia mengira bahwa itu adalah bagian dari pertunjukan. Di sana, berdiri Uiharu Kazari. “A-apakah tidak masalah mempertunjukkan kekuatan Academy City di depan umum seperti itu?” Dia sedikit khawatir, tapi yang dikhawatirkannya bukanlah hal yang tepat. Di sana, berdiri Shirai Kuroko. “... Onee-sama?” Dia sedikit curiga, tapi kecurigaannya tidak berhubungan dengan insiden atau pertempuran. Dan di sana, berdiri Misaka Mikoto sendiri. “... Apa yang sedang terjadi di sini?” gumamnya.

Fwoom. “Waaaaaaaaaaaaaahhhhhh!! Whoosh. “Mgyaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh!!” Fwoosh. “Funyaaaaaaaahhhhhhhhh!!” Uiharu melepaskan teriakan-teriakan aneh tersebut, dan keluar dari shower pribadi yang berjejer di dekat hotel. Dia telah bermain di laut sepanjang hari sampai matahari terbenam, tapi air laut di kulit lembutnya sudah dibasuh bersih. Bahkan tidak ada setetes air pun di rambut, kulit maupun baju renangnya, dan bau garam pun sudah sepenuhnya hilang. Dia menarik-narik baju renang yang kelihatannya benar-benar seperti baru dibeli. Kemudian teman sekelasnya, Saten Ruiko, mendekatinya sambil memutar-mutarkan tangan. Daerah itu semakin gelap dan lampu dengan warna-warni yang beragam, khas taman hiburan, sudah dihidupkan. Namun, Saten masih saja seperti biasa. “Oh, Uiharu. Bagaimana? Hebat, kan!?” “Apa yang tadi itu pengering seluruh tubuh? Alat yang cukup besar. Alat itu mencuci, mengeringkan baju renang, dan badanmu juga...” “Yah, kau memakai baju renangmu di mana pun, selain tempat tidur di kamar hotel, kan? Mereka ingin agar kau bersih dan kering ketika memasuki hotel.” Uiharu dan Saten melanjutkan obrolan merekan tentang kekaguman terhadap tempat ini. Mereka tinggal di Academy City yang teknologinya lebih maju 20 atau 30 tahun daripada tempat lainnya di dunia ini. Tapi Academy City ada di Tokyo barat, jadi mereka tidak punya banyak kesempatan untuk menggunakan teknologi yang terkait dengan lautan. Riset seperti itu tentu saja juga dilakukan di Academy City, tapi anak-anak kota tersebut tidak punya kesempatan untuk menggunakannya. Saten menggosok lengan atasnya. “... Tapi ternyata Liberal Arts City adalah kota murahan. Mereka meminta biaya tambahan untuk krim. Padahal dengan adanya krim itu, alat pengering bisa menjaga agar kulitmu tetap tidak lembab.” “Ah ha ha. Iya. Taman hiburan membangun imej dengan pemandangan sampai detail terkecil, tapi kalau sudah masalah uang, mereka sama saja dengan pengusaha-pengusaha pada umumnya.” “Dan tekanan anginnya mengagumkan. Dadaku sampai keluar dari atasanku.” “Bfoeh!? S-Saten-san...?” “Yeah, mungkin aku tidak seharusnya menekan tombol pengeringan dengan cepat. Dan atasanku seharusnya menempel ke kulit seperti NuBra... Tunggu, kalau kau memakai bikini biasa, pasti atasannya sudah terbang!” Wajah Uiharu memerah karena topik pembicaraan ini, tapi pasti tidak ada seorang pun yang tahu bahasa Jepang karena orang-orang asing yang berlalu-lalang tidak melihat ke arah mereka. Saten Ruiko tidak peduli keadaan sekitarnya, dan dia menggenggam tangan Uiharu. “Okay, ayo cari Misaka-san dan Shirai-san dan makan malam!” “Ngomong-ngomong, kenapa semua menu makanan tadi siang namanya sama seperti judul film?” “Restoran itu menyajikan makanan yang sempat muncul pada berbagai film. Kalau kau tidak familiar dengan filmnya, kau tidak akan tahu makanan jenis apa yang kau dapatkan.” “... Begitu ya. Jadi itu sebabnya aku mendapatkan makanan angkasa yang mirip pasta gigi, ketika aku memesan Alien Wars.” Tatapan mata Uiharu sedikit kosong ketika dia dan Saten memasuki hotel. “Oh, iya. Kau sudah melapor ke guru? Kita harus absen setiap pagi dan malam, kan?” “Absennya setelah makan malam. Kita bebas makan di mana saja. Tapi aku tidak percaya kalau kita harus berbaris di depan hotel ketika diabsen. Tidak keren. Seakan-akan, itu menjelaskan bahwa kita sedang bertamasya sekolah di sini.” Hotel besar itu mempunyai lebih dari 800 kamar. Hampir semuanya berwarna putih karena terbuat dari batu marmer berkilat dengan sedikit campuran warna kuning sawo dari kayu. Terdapat karpet merah digelar di jalur yang dilalui pengunjung, dan itu membuatnya seperti istana film. Orang-orang dari berbagai ras yang keluar-masuk di lobi memperjelas bahwa kota ini sangat populer di seluruh dunia. “Tidak nyaman karena cowok-cowok yang melihatmu, Uiharu? Pandangan nakal itu tidak berbeda di seluruh dunia.” “... Aku yakin bahwa yang mereka lihat adalah kau dan bikini mencolokmu itu, Saten-san.” “Heh. Tapi caramu menggeliat dengan aneh, dan menggosokkan kedua pahamu itu terkesan jauh lebih seksi.” “Ee!? A-aku tidak...!” Saten berjalan melewati lobi atrium besar yang sepertinya bisa memuat suatu pesawat penumpang besar. Uiharu berjalan di sampingnya, dan tiba-tiba dia bertanya pada teman sekelasnya itu. “Ngomong-ngomong, ingin menu makan malam apa? Bahkan hotel ini punya banyak restoran.” “Hmm. Rasanya aku ingin makan masakan Cina. Yah, aku tinggal menanyakan manajer hotel ini di mana restoran yang enak.” “Oh, Saten-san, kau bisa bicara bahasa Inggris?” Uiharu memegang ponsel kedap air di tangannya. Dia telah mengunduh aplikasi pengenal suara yang juga merupakan penerjemah. Jadi dia bisa berbicara dalam bahasa Jepang, lantas aplikasi itu akan berbicara dalam bahasa Inggris untuknya. Kemampuan Uiharu tentang Bahasa Inggris hanya selevel buku teks siswi SMP kelas satu, jadi begitu ponselnya kehabisan baterai, dia pun akan tamat. “Ah ha ha. Kita berdua adalah manusia, kan? Aku bisa menyampaikan maksudku dengan perasaan saja. Hey, you, boy! Chinese food want eat delicious restaurant please!?” “Gyaaahh!! A-aku rasa itu tidak akan berhasil! Kau tidak bisa menebak-nebak terlalu sering!!” Wajah Uiharu memerah, tapi pekerja hotel itu sepertinya berhasil mengerti perkataan dan maksud yang Saten sampaikan kepadanya. Si pekerja hotel pun menjelaskan dengan isyarat bahwa mereka berdua akan menemukan restoran Cina jika mereka berbelok di depan sana. Saten mengangguk dengan percaya diri. “Sepertinya ada restoran Cina yang sangat lezat, tapi di jam-jam segini biasanya terlalu ramai. Jadi sebaiknya kita menunggu nanti saja. Gimana menurutmu, Uiharu? Kalau kau lapar dan ingin makan sekarang, kita bisa pergi ke tempat lain.” “A-apakah aku ini cuma seorang cewek jadul?” Saten dengan gembira memberikan tips kepada pekerja hotel tadi, dan melambai padanya sementara Uiharu merasa sedikit depresi. Mereka memutuskan untuk mencari Mikoto dan Shirai agar mereka bisa makan masakan Cina yang sangat lezat itu. Kemudian, Mikoto keluar dari ruang elevator di waktu yang sangat tepat. Tapi wajahnya merah dan dia berlari secepat mungkin. “Gyyyyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh!?” “Eh—A—M-Misaka-san!?” Uiharu memanggil namanya dan Mikoto langsung menoleh ke arahnya. Tapi dia hanya diam. Dengan cairan bening menggenang di sudut matanya, Mikoto berlari ke arah Uiharu. Dia melompat ke dekapan Uiharu dan tidak mau melepaskannya. “Funyaaahhh!? K-k-k-k-k-kenapa tiba-tiba seperti ini, Misaka-san!?” “A-aku takut!! Aku sangat ketakutan!!” Mikoto berteriak, badannya gemetar dan dia menggosokkan hidungnya ke dada kecil Uiharu. Saten meletakkan tangan di dagunya. “Uiharu, ini mungkin adalah suatu ‘perkembangan yang imut’, ternyata Ace Tokiwadai yang tidak terkalahkan itu sangat takut pada kecoa.” “Bukan. Ini levelnya berbeda!!” Mikoto akhirnya melepaskan wajahnya dari dada Uiharu dan menunjukkan suatu majalah di tangannya. Sepertinya itu adalah suatu katalog baju renang. “K-Kuroko tadi membaca ini! Dia bergumam tentang keinginannya memilih pakaian yang lain. Aku melihat isinya, dan sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa!!” Uiharu dan Saten mengambil katalog itu dari Mikoto, dan mulai membalik-balik halamannya. Dan mereka sangat menyesali bahwa mereka tidak menyadari tentang hal ini sebelumnya. “G-gyaaahhhh!? Uiharu, ini... tunggu, apa!? Aku bisa mengerti—nyaris tidak—T-back yang ada di sini, tapi ini berbentuk huruf O, dan yang ini huruf V, dan yang ini... Eh? Huruf I!? Bagaimana caranya pakaian semacam ini bisa dipakai, dan tidak lepas!? “L-lihat ini, Saten-san. Katanya low leg, tapi dari inseam* sampai pinggang cuma 5 sentimeter!! Seperti ...sabuk?” [Inseam adalah kependekan dari inside leg. Yaitu, bagian pakaian yang menutupi kelangkangan. Kamus Oxford.]

“Material cair...? Yang ini adalah bikini tembus pandang dengan cairan berwarna di dalamnya... apa ini dibolehkan!? Katanya, polanya berubah tergantung lekuk tubuhmu, tapi apakah kau yakin bahwa pakaian ini tidak tembus pandang!?” “Bikini kristal reflektif...? Ini cuma mozaik*! Walaupun kau tidak bisa melihat dengan jelas, warnanya tetap sama!!” [Mozaik yang dimaksud Uiharu adalah gambar “acak” yang biasanya dipergunakan untuk melakukan sensor.]

Wajah Saten dan Uiharu merah padam sambil memikirkan permainan hukuman macam apa yang bisa membuat mereka memakai bikini seperti itu. Semua yang ada di katalog itu sangat berbahaya bagi seorang perawan. Bahkan jika mereka melihatnya, mereka sudah tidak layak untuk menjadi pengantin. Misaka Mikoto, sang Ace Tokiwadai, sedang terisak-isak. Dan itu sangat jarang dilakukannya. “B-bukan tidak mungkin bahwa Kuroko membawa lebih dari satu setel baju renang. Bagaimana kalau Kuroko masih menyembunyikan ‘bom’ yang lebih buruk? K-kalau Kuroko menempel padaku dengan memakai baju renang yang memiliki impact lebih besar dari yang dia kenakan hari ini... apa yang harus kulakukan!?” Kalau ada orang yang memakai pakaian seperti itu berjalan di samping mereka atau menempel padanya, Saten dan Uiharu pun akan merasa malu. Mereka tidak bisa membiarkan gadis liar itu begitu saja. Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Apakah ada metode efektif untuk mengurung monster berkuncir dua yang merupakan jelmaan “kebebasan berekspresi” itu? Mereka bertiga berpikir dalam keheningan sejenak, kemudian seorang perempuan lebih tua yang kelihatan seperti artis baru saja menyelesaikan makan malam, melewati mereka. Dia memakai one-piece warna hitam dengan bordir benang emas bersinar, dan suatu pareo* besar melingkari pinggangnya. [Pareo adalah sarung ala Polynesia. Kamus Oxford.] Ketiga gadis itu memperhatikan bokong perempuan yang mirip artis itu seraya dia pergi. Kelihatannya dia sengaja menggoyangkan pinggulnya ketika berjalan. “Pareo! Itu dia!!”

Di saat yang sama, Shirai Kuroko sedang berguling-guling di ranjangnya. Dia masih memakai baju renang yang sama sambil merogoh ke dalam koper yang sangat besar. “Hmm... Terlalu terbuka saja mungkin tidaklah cukup. Yang ini kelihatan seperti baju renang sekolah warna putih biasa, tapi ketika basah akan menjadi tembus pandang di semua daerah kecuali tiga titik terpenting. Atau mungkin yang ini. Baju renang string yang mempunyai tujuh jenis transformasi ketika memakainya. Heh heh heh... Aku ingin melihat ekspresi wajah Onee-sama ketika aku berubah di depan matanya...” Shirai memegang suatu baju renang yang bahkan tidak mempunyai semilimeter pun kain, dan hanya terdiri dari benang yang dianyam. Sehingga, pakaian renang itu hanya menutupi sedikit “area penting”. Dia merencanakan sesuatu sambil tertawa, tapi kemudian kunci elektronik pintu kamarnya mengeluarkan suara aneh. “Apa? Apa?” Tepat ketika Shirai menoleh, pintunya terbanting membuka. Misaka Mikoto masuk dengan percikan listrik di poninya. Melihat it, mata Shirai bersinar seperti bintang. “Oh!? Astaga, Onee-sama!? Aku tidak pernah menyangka kau sedang bersemangat, sampai-sampai kau merusak kunci pintu dan menyelinap masuk ke dalam kam—gwooohhh!? Ah, panas sekali di dalam ini!? Apa-apaan kain besar ini!?” “Namanya pareo! Gunanya adalah untuk menutupi daerah peka dari orang-orang yang tahu malu! Tapi seluruh tubuhmu itu memalukan, jadi ini akan memnutupi seluruh tubuhmu!!” “B-berhenti, berhenti!! Jangan membalutku seperti teru-teru-bouzu*! Dan ini lebih mirip handuk renang anak SD dibandingkan pareo... mghgmghg...” [Teru-teru-bouzu adalah boneka penangkal hujan yang bentuknya menyerupai pocong.]

Uiharu bisa mendengar keributan itu dari lorong, dan kemudian mereka mendengar suara pintu terbuka. Mereka menoleh dan melihat Mikoto, yang anehnya, terlihat segar. “Okay, kita siap! Sekarang kita bisa menikmati makan malam dengan bebas.” “??? Bagaimana dengan Shirai-san... Ee!?” Pundak Uiharu Kazari melonjak ketika dia melihat Shirai Kuroko yang dililit dari ujung kepala sampai ujung kaki berlapis-lapis dengan suatu kain besar. Itu membuatnya kelihatan seperti Bigfoot* yang dungu. [Bigfoot adalah makhluk tinggi-besar berambut mirip kera yang konon pernah ditemukan di Amerika Utara. Kamus Oxford.]

Setelah makan malam pada restoran Cina berwarna dominan merah di dalam hotel, Mikoto, Shirai, Uiharu, dan Saten berkumpul bersama pelajar lain dan para guru untuk mengabsen mereka semua (absen yang menurut Saten tidak keren). Setelahnya, mereka berempat berkumpul di lobi hotel. Mereka duduk di suatu meja di area istirahat, dan bersantai sambil makan hidangan penutup, seperti: jeli almond dan es krim. Shirai hanya menjulurkan kepalanya kaluar dari pareo. “Ngomong-ngomong, tentang Beverly Seethrough yang kita temui hari ini...” Dia menggunakan sendok kecil untuk mengambil puding susu, sambil berbicara. Beverly adalah gadis direktor film yang tinggal di Liberal Arts City. “Sepertinya, fasilitas riset dan pengembangan teknologi syuting baru itu benar-benar ada. Katanya, mereka mengundang pelukis, pemahat patung, pengrajin pot, pembuat boneka, pembuat jam, seniman ukiyoe*, dan berbagai jenis seniman lainnya.” [Ukiyoe adalah seni menggambarkan berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari khas Jepang. Cabang seni ini dominan pada abad 17-19. Ukiyoe terdiri dari kata “Ukiyo” (berarti dunia yang cepat berlalu) dan “e” (yang berarti gambar). Kamus Oxford.] “Ahn? Kedengarannya bukan seperti film Hollywood bagiku. Rasanya lebih ke arah kerajinan tradisional atau semacam itu. Kenapa mereka mengundang berbagai jenis orang seperti itu?” tanya Mikoto dengan sendok di mulutnya. Sendoknya pun bergoyang ke atas-bawah ketika dia berbicara. “Tentang itu!!” “Mgh!?” Sendoknya jatuh dari mulut Mikoto karena ada suara keras yang datang dari belakangnya. Dia berbalik dan melihat si gadis direktor film jenius berjalan ke arahnya. “Apakah kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?” “Tadi itu cuma proses merepotkan yang kami perlu kerjakan, jadi aku tidak bisa bilang kalau itu adalah bagian dari pekerjaanku. Sekarang kembali ke topik,” kata Beverly santai. “Liberal Arts City — atau lebih tepatnya, semangat persaingan perusahaan film Amerika — sudah berjalan ke arah yang sama dengan ‘ujung tombak’ sisi ilmu pengetahuan, yaitu Academy City di Jepang. Mereka menyimpulkan kalau mereka tidak bisa menang hanya dengan mengembangkan teknologi seperti CG dan VFX. Karena itu, mereka ingin tumbuh ke arah berbeda dari Academy City. Mereka pikir, ‘kuncinya’ ada pada seni yang lebih tradisonal.” Walaupun begitu, mereka tidak berencana untuk membuat film dari boneka atau semacamnya. Setelah mereka menganalisa seni tradisional dengan sempurna, mereka akan memeriksa apakah hal itu bisa digunakan di film mutakhir dan menggabungkannya. “Dan ada berbagai jenis film yang berbeda. Beberapa film memiliki dinosaurus dari zaman lampau, dan beberapa film punya robot raksasa dari masa depan. Seni tradisional ini tentu saja bisa dipakai pada film historis. Tapi seni-seni ini juga bisa dipelajari guna melihat apakah seni tersebut berevolusi. Tujuannya adalah untuk membantu memprediksi evolusi masa depan dari berbagai hal. Kita bisa mendekatinya dengan mengatur semua kota dalam settingan masa depan.” “Hehh,” kata Uiharu dengan suara khas orang Jepang yang kagum*. “Tapi apakah semuanya ikut bekerjasama? Aku pikir, para pengrajin pot itu hanyalah orang-orang tua yang keras kepala.” [Ya, ketika orang Jepang kagum, mereka akan berkata “Heeehhhhh” dengan nada yang panjang.] “Ah ha ha. Yah, sebenarnya lebih dari ini. Seni-seni jenis itu mulai menurun di seluruh dunia. Tidak jarang hal-hal seperti ini benar-benar hilang dari ‘permukaan’. Karena Hollywood berusaha keras menjaganya, mereka sangat senang dengan semua ini. Mereka bahkan mendapatkan banyak hal, seperti bengkel tradisional Jepang.” Jika Academy City adalah tempat berkumpulnya teknologi mutakhir, maka tempat itu adalah lawannya. Suatu kota yang diciptakan dari kumpulan teknik tradisional dari seluruh dunia. Mikoto dan Uiharu makin kagum, tapi Saten kelihatannya tidak tertaru tertarik dengan cerita itu. Matanya melotot ke arah dada raksasa milik Beverly, dan dia menyikut Uiharu di badannya. “(...Hey, Uiharu. Bisakah kau tebak ukuran cup-nya sudah sampai mana? Kurasa dia sudah sampai ke G-cup, atau bahkan mungkin I-cup*.)” [Ciu tidak bisa menerangkan ini dengan detail.] “Bgfh!?” Uiharu tersedak dan beberapa helai bunga terlepas dari kepalanya. “Hm? Ukurannya L,” jawab Beverly. “!?” “!?” “!?” “!?” Syok tak terhingga menusuk gadis-gadis yang sedang tumbuh itu. Saten menyesalkan kenapa dia membahas topik ini, hampir seluruh bunga di kepala Uiharu jatuh, mata Shirai membelalak, dan percikan listrik keluar dari punggung Mikoto. Saten tidak bisa bergerak selama beberapa waktu, tapi akhirnya dia meletakkan tangan di dadanya yang rata. “... Uiharu. Ukuran cup naik setiap 2.5 cm, kan?” “I-iya,” jawab Uiharu sambil mengangguk. “A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L,” gumam Saten sambil menjauhkan tangannya dari dadanya pada jarak tertentu. Akhirnya, tangannya berhenti. Saten melihat dadanya sendiri untuk memeriksa selisih antara tangannya dan dada kecilnya. “Selisihnya besar!! Lihatlah ‘ruang kosong’ yang ada! Tunggu, ini kelihatan seperti, aku sedang bermain pantomim untuk memeluk Uiharu!” “Eeee!? J-jika perhitunganmu benar, berarti seluluh tubuhku bisa tenggelam di dalam dadanya!?” Saten kebingungan dan Uiharu berteriak dengan suara melengking. Si juara sejati, yaitu Beverly, melihat mereka dan tertawa. “Jangan khawatir. Badan kalian akan tumbuh dengan sendirinya walaupun kalian tidak melakukan suatu hal pun. Bagaimanapun juga, dada hanyalah kumpulan lemak.” “Itu dia!! Ucapan favorit pemenang borjuis*!! Uiharu, keluarkan minyak anti-mataharinya. Kita oleskan minyaknya ke seluruh tubuh dan dada besarnya yang tidak berguna itu!! Mari tunjukkan padanya bagaimana pedihnya air mata kekalahan!!” [Baca NT 13.] “Ah ha ha. Kalian tidak membuatku takut,” Beverly tertawa. Tiba-tiba, ada suara seperti gelas bir atau palu hakim yang dibanting ke meja. Penyebabnya adalah Misaka Mikoto yang membanting botol minyak ke atas meja. Gadis berdada rata menundukkan kepalanya sehingga ekspresi wajahnya tidak bisa dilihat. Badannya seakan dibalut oleh suatu aura gelap. “Hey, kau,” katanya hampir tanpa menggetarkan bibir. Mikoto mengangkat kepalanya perlahan dengan efek suara gemuruh terdengar di background-nya. Matanya bersinar seperti hewan karnivora, sembari dia memandang lurus ke arah Beverly. Dia pun berbicara seperti pengawas latihan militer. “Akan kuajarkan bahwa minyak anti-matahari kadang bisa menjadi senjata yang sempurna.”

Misaka Mikoto memandang punggung Beverly Seethrough yang mengkilap ketika dia pergi sambil melemaskan pundaknya karena kalah. Lantas, dia tos dengan Saten, menjotos Shirai Kuroko yang mencoba mengoleskan minyak ke tubuhnya, dan kemudian kembali sadar karena mendengar komentar dari Uiharu. “Uh? Bukankah kau mau minta tanda tangan Beverly-san?” (Dahh!! Terlalu banyak yang terjadi.) Terlalu banyak yang ingin dilakukan dalam suatu perjalanan ke luar negeri. Mikoto kembali ke kamarnya karena dia tahu kalau dia memaksakan diri untuk tetap semangat sampai pagi, itu tidaklah baik. Dia masuk ke kamar mandi, memutar keran, dan membersihkan minyak dari tangannya. “Hoo...” Dia kembali ke kamar dan duduk di ranjang.

Dia bisa melihat suasana malam musim panas dari jendela. Gedung-gedung dan jalanan tentu saja dihiasi dengan berbagai jenis lampu. Dia bisa melihat sejumlah besar kembang api yang meledak di kejauhan, dan permukaan laut yang gelap. Terpantul segala jenis pemandangan malam pada permukaan laut gelap tersebut. (Pada pamflet tertera hal-hal seperti: berenang di lautan cahaya di malam hari, tapi aku sedang tidak ingin berenang. Kurasa aku terlalu banyak bersenang-senang di siang hari, jadi aku sedikit lelah sekarang.) Mikoto ingin langsung tidur saja, tapi dia tidak melakukannya. Masih ada yang dia harus lakukan. “...” Di siang hari itu ada pertempuran antara pesawat tempur dan si ikan terbang. Dan keadaan aneh di pulau itu, dimana semuanya dianggap sebagai pertunjukan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi di kota itu, tapi dia harus menghentikannya sebelum ikan terbang lain datang dan seseorang kehilangan nyawanya. Paling tidak, Liberal Arts City pasti sengaja menyembunyikan insiden itu dengan menggunakan kata “pertunjukan” untuk membuatnya menghilang. Walaupun hal itu terjadi di depan orang banyak. (Tapi kalau begitu...) Dia tidak sedang berada di Academy City, Jepang. Kalau dia menyelidiki rahasia kota itu, dia bisa dengan mudah ditembak dengan alasan melindungi informasi milik mereka. Mungkin terdengar seperti kejadian dalam film, tapi dia tidak sedang berada di Jepang. Dia tidak boleh lupa kalau dia sedang berada di tempat, dimana semua orang bisa dengan mudah memperoleh senjata. “...” Mikoto berpikir sejenak. Lalu dia mengangguk. Dalam situasi berbahaya seperti itu, Liberal Arts city tidak menyediakan tempat keluar darurat atau bahkan membunyikan alarm. Setelah mengetahui ini, dia tidak bisa lagi bersenang-senang sambil menikmati tamasya ini. Dia mungkin akan terlibat dalam suatu pertempuran antara pesawat tempur dan si ikan terbang lagi. Atau “pertunjukan” lainnya mungkin akan terjadi. Bahkan mungkin saja dia atau pengunjung lain berakhir sebagai pemain undangan, dan “berperan sebagai korban”. Walaupun dia berhasil menghentikannya hari itu, tidak ada jaminan bahwa dia bisa menghentikannya lain kali. “Kurasa aku akan melakukan ini.” Dia menoleh ke sudut ruangan dimana terletak suatu mesin seperti ATM yang biasa terdapat di toko-toko. Liberal Arts City adalah taman hiburan dengan tema air dan lautan. Artinya, membawa uang kertas adalah suatu masalah yang menyulitkan. Sehingga, para pengunjung dipinjami kartu IC ketika masuk. Kartu tersebut bisa diisi dengan uang elektronik kapanpun diperlukan. Ini memungkinkan pengunjung untuk pergi ke fasilitas mana pun yang mereka inginkan dengan hanya membawa kartu itu, dan sedikit uang receh untuk tips. Mikoto menggosok bagian chip dari kartu IC itu dengan jempolnya. Lalu dia menunjukkan kartunya ke mesin pembaca yang digunakan untuk mengisi kartu tersebut. Dengan suara “beep”, layarnya berubah, dari layar sederhana untuk pengunjung menjadi layar yang efisien untuk para staf. Mikoto telah menggunakan kemampuan listriknya untuk meretas sistim komputer. Dia menggosok jempolnya ke chip IC lagi untuk mengembalikan informasi uang di dalamnya. Kemudian dia mulai mengetik pada keyboard yang ditampilkan di monitor layar sentuh. Dia ingin mendapatkan seluruh informasi tentang atraksi dan semua pertunjukan yang ditampilkan di kota itu. Sepertinya, informasi itu tidak terdapat di komputer tersebut, jadi dia mulai meretas ke jaringan lokal Liberal Arts City. “Wah!? ...Apa-apaan ini?” teriak Mikoto ketika dia melihat layar. Dia tidak berteriak karena dihadang oleh sistem keamanan yang sangat sulit dipecahkan. Yang terjadi adalah sebaliknya. (Wah! Wah! Aku memang sudah pernah dengar bahwa teknologi di Academy City lebih maju 20 - 30 tahun dibanding negara-negara lain di dunia, tapi aku tidak percaya sistemnya ditulis dengan bahasa yang sangat kuno... Rasanya seperti melihat mobil berbahan bakar batu bara.) Sistemnya terlalu sederhana, sampai-sampai Mikoto berpikir bahwa ini mungkin adalah jebakan. Tapi tentu saja, tidak semua pelajar yang tinggal di Academy City bisa melakukan hal seperti itu. Mikoto adalah seorang gadis yang cukup jenius karena bisa masuk ke SMP Tokiwadai, dan dia adalah esper paling kuat dalam kategori kekuatan listrik. Bagi dia, sistem keamanan Liberal Arts City bahkan tidak layak disebut ember bocor. Ini lebih mirip seperti ember yang terbuat dari kain. Dan informasi yang didapatkannya adalah nyata. “Pertunjukan” dengan pesawat tempur dan si ikan terbang setelah pertunjukan bajak laut adalah pertempuran yang nyata. (Mereka punya 50 pesawat tempur interseptor yang berbasis F-35 dan dibuat mirip dengan pesawat pada film Alien Wars. Baju pelindung dan senapan ini adalah... untuk para pegawai resmi? Aku mengerti. Itu bukanlah kostum. Mereka benar-benar lengkap. Dan ini bahkan bukan replika. Semuanya senjata asli. Dan mereka punya tank kelas berat, kendaraan lapis baja... dan PAC-3? Tunggu, itu adalah misil darat-ke-udara untuk menembak jatuh misil nuklir! Mereka pikir, mereka akan menghadapi ancaman macam apa!?” Dari semua yang bisa dilihatnya, Liberal Arts City memiliki kemampuan tempur yang lebih besar dibanding suatu markas militer Amerika di Jepang. Tapi mereka tidak mempunyai “aura” mengintimidasi seperti fasilitas militer. Sepertinya mereka tahu bahwa ada musuh yang kuat akan datang, jadi mereka panik dan mulai mengumpulkan sebanyak mungkin kekuatan tempur. Musuh. Musuhnya tidak mungkin seorang mata-mata dari industri film. Jadi siapakah musuh ini? (...) Mikoto mengingat kembali ikan terbang yang menyusuri lautan di hari itu. Gerakannya jelas-jelas tidak mudah dilakukan dengan teknologi di luar Academy City. Apa sebenarnya benda itu? Seberapa banyak pun dia menginvestigasi benda misterius yang bertarung melawan pesawat tempur, dia tidak bisa menemukan sedikit pun informasi tentangnya. Bukan karena ada sistem keamanan khusus atau enkripsi* yang mencegahnya perentasan. Dan dia meragukan bahwa Liberal Arts City tidak mempunyai sedikit pun informasi tentangnya. [Enkripsi di sini maksudnya adalah pengkodean yang digunakan untuk mengamankan suatu sistem.] Kata “terputus” melintas di pikiran Mikoto. Informasi yang sangat penting biasanya tidak disambungkan ke dalam jaringan. Karena itulah Mikoto tidak bisa menemukannya hanya dengan mengumpulkan informasi melalui jaringan tersebut. Dia memiliki akses ke seluruh sistem, tapi hanya dengan itu saja, dia masih tidak bisa mendapatkan “beberapa potongan puzzle”. (... Meneruskannya akan sulit.) Mikoto menyerah dan keluar dari “kedalaman” sistem dengan kehati-hatian yang lebih tinggi dibandingkan ketika memasukinya. Dia log out dari jaringan, memastikan tidak ada “bekas” yang telah dia tinggalkan, kemudian mengganti pengisi kartu IC, dari mode staf ke mode pengunjung. “Kalau begitu....” Mikoto meninggalkan mesin pengisi kartu, dan berjalan menuju pintu keluar kamar hotelnya. Dari tampilan tata letak Liberal Arts City, dia punya perkiraan yang bagus tentang di mana lokasi komputer yang memiliki informasi penting. Yaitu informasi yang tidak bisa dia dapatkan melalui jaringan biasa. “Mulai dari sekarang, aku harus menginvestigasi secara langsung.”

Walaupun malam, Liberal Arts City tidak kekurangan cahaya. Berbagai sumber penerangan menerangi gedung-gedung, suatu parade digelar sepanjang jalan, dan laser yang digunakan untuk pertunjukan seni menyinari lautan serta kolam-kolam. Akan tetapi, bahkan semua itu tidak cukup untuk benar-benar mengusir seluruh kegelapan di kota tersebut. Daerah yang cukup jauh dari hotel-hotel, seperti daerah yang berada lebih dalam di kota, diselimuti oleh kegelapan. (... Kurasa inilah tempatnya.) Mikoto berjalan di atas pasir putih yang berada sedikit lebih jauh dari jalan berbatu dibangun di sepanjang pantai. Di depannya adalah suatu fasilitas besar. Radiusnya adalah sekitar 3 km, dengan fasilitas yang terdiri dari beberapa gedung besar dan kecil berbentuk persegi. Menjulang di tengahnya adalah model suatu roket besar berukuran 1:1. Mungkin ini disengaja, tapi roket besar di tengahnya membuat fasilitas itu tampak seperti suatu benteng yang terbuat dari beton dan baja. Nama fasilitas itu adalah Large Launcher. Sepertinya, Liberal Arts City awalnya digunakan untuk syuting suatu film Fiksi Ilmiah. Dalam pamflet,tempat peluncuran roket itu, Large Launcher, berperan sangat penting dalam filmnya. Hampir seluruh bagian kota dirancang ulang untuk keperluan wisatawan, dan jalan-jalan dipersiapkan. Tapi hanya tempat peluncuran itu saja yang dipertahankan sebagai lokasi suatu adegan terkenal. Tampaknya, sejumlah besar penggemar memulai petisi untuk tidak merubah tempat itu. Large Launcher diterangi oleh berbagai sumber cahaya dan ada platform, Ferris wheel, hotel-hotel besar dimana fasilitas ini bisa dilihat. Walaupun tidak diperbolehkan masuk, tempat itu populer dan menarik perhatian banyak pengunjung. Mikoto berada di dinding luar fasilitas itu. Dia berada di pintu masuk maintenance yang diselimuti oleh kegelapan, jauh dari cahaya lampu. Sekilas, itu adalah suatu pintu biasa, tapi itu hanyalah tampak luarnya. Mungkin saja itu adalah pintu masuk ke tempat misteri rahasia yang diselidiki oleh Mikoto. (...) Mikoto melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di sekitarnya. Lantas, dia dengan diam-diam mendekati dinding luar dan meraih pintu dan kunci elektroniknya. Kemudian... “Oh? Sedang apa di sini, Misaka-san?” Tubuh Mikoto melonjak terkejut setelah mendengar suara Saten Ruiko yang tiba-tiba muncul dari belakang. Bagaimana tidak, itu terjadi hanya 5 detik sebelum dia bisa membuka kunci pintu masuk area terlarang. Layar kunci elektroniknya dirancang untuk bisa dimengerti oleh siapa saja, tanpa memandang bahasa yang dikuasai, jadi berbohong di situasi seperti itu adalah hal yang sangat sulit. Pekerja keluar masuk daerah itu untuk pemeliharaan tempat peluncuran roket, tapi Mikoto menduga bahwa tempat itu sebenarnya digunakan untuk urusan lain. Dia tidak boleh membawa Saten kesana. Mikoto dengan panik tersenyum dan menggerakkan tangannya ketika berbicara. “Um, yah... kau tahu? Udara dari AC hotel sungguh nyaman, tapi rasanya terlalu ‘seragam’ dan mengganggu ritme tubuhku, jadi aku ingin merasakan hawa udara malam yang asli.” Suara “beep” elektrik berbunyi dari pintu di belakangnya, menandakan bahwa kuncinya sudah terbuka. Dia mengacuhkannya dan melanjutkan pembicaraan. “Kecenderungan pada hal-hal alami hanyalah ilusi. Aku tahu bahwa itu tidak dapat dianalisa secara ilmiah, tapi ada efek psikologis juga, kan? Pohon palem asli bukanlah sesuatu yang bisa kau lihat setiap hari.” “Suara ‘beep’ apa barusan?” “....................” Mata Mikoto berpindah kesana-kemari setelah Saten dengan segera menanyakan hal itu. Sebelum Mikoto bisa berkata apa pun, Saten menahan napas. Sepertinya, dia menyadari sesuatu. “J-jangan bilang... ini...!?” “Ap-? Tunggu... Eh? Bukan, ini... ini bukan...!!” “Ini adalah kasino yang dilegalkan oleh pemerintah Amerika. Katanya, ada tempat seperti itu di pulau ini!!” “Apa?” mata Mikoto menciut menjadi sebesar titik. Mata Saten mulai berkilau seakan dia mendapatkan “aroma” sesuatu yang mendebarkan. “Kau bertemu Beverly-san setelah itu dan dia memberitahumu tentang hal ini, kan!? Kau bertanya tentang apa yang bisa dilakukan di Liberal Arts City, karena kau tidak bisa berenang. Dia pun memberitahumu bahwa ada tempat bersenang-senang bagi orang dewasa! Kuhaaah!! Kasino!! Hiburan uang dan nafsu yang tidak bisa didapatkan di Jepang!! Aku selalu ingin melihatnya paling tidak sekali, jika aku pergi ke luar negeri. Tapi apa mereka membolehkan siswi SMP masuk?” Dalam khayalan Saten Ruiko, dia membayangkan barisan mesin slot dengan koin yang keluar terus-terusan, seakan-akan mesinnya rusak. Saten memakai baju renangnya dan tenggelam dalam lautan emas dengan senyuman lebar di wajahnya. Pria-pria bertuksedo dan wanita-wanita yang memakai cocktail dress* berdiri melingkarinya dengan rapi, sementara sepasang gadis berpakaian kelinci warna merah berdiri di kedua sisinya, menghujaninya dengan ciuman. “Ga ha ha ha! Ini dia! Inilah penerbangan tanpa henti dari Las Vegas ke ‘Mimpi Amerika’!” teriaknya sambil tenggelam dan terbius oleh khayalan indahnya. [Cocktail dress adalah gaun wanita untuk acara semi-formal. Wujudnya bisa berupa gaun dengan terusan rok sepanjang paha. Pakaian ini tidak terkesan terlalu mewah, namun elegan.] Dalam pikiran Misaka Mikoto, Saten sedang melihat meja Baccarat* dengan pandangan hampa, ketika chip terakhirnya diambil oleh si dealer*. “Serahkan semua benda yang ada padamu. Kami akan mengambil semua yang benda yang bernilai.” “Jangan.... jangan. Semua yang aku punya hanyalah baju renang ini.” “Kalau begitu, kami akan mulai dengan merampas itu!”. Seperti itulah adegan yang berputar-putar di kepala Mikoto ketika dia ingat bahwa Saten punya kecenderungan terlibat dalam suatu masalah. Pada akhirnya, dia tahu bahwa hal ini akan berakhir ketika dia mendobrak masuk ke dalam kasino, dan meledakkan para penjahat dengan Railgun-nya. [Baccarat adalah permainan judi kartu, di mana setiap pemain memegang 2 atau 3 lembar kartu di tangannya. Sedangkan dealer di sini artinya adalah si moderator permainan judi tersebut.] “Ayolah, Misaka-san! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan bahwa kasino hanya diperbolehkan untuk kalangan selebritis! Aku cuma mau mengintip sedikit saja! Sedikit saja!!” “T-tidak. Dan ini bahkan bukan suatu kasino!!” “Ha ha!!” Saten bahkan tidak mendengarkan apa yang Mikoto katakan ketika dia membuka pintu ke daerah yang terlarang, dan masuk ke daerah berbahaya tersebut. (Ahhhh!? Dasar begooo!!) Mikoto menggaruk kepalanya dengan kedua tangan sambil berteriak dalam hati sebelum mengikuti Saten yang menghilang ke dalam kegelapan ruangan itu. Di sisi lain pintu maintenance itu adalah suatu lorong sempit. Terdapat kabel yang tergulung-gulung dan perkakas yang ditinggalkan di atas lantai. Pemandangan ini seperti belakang panggung suatu teater, jadi melihat sekilas pun sudah jelas menunjukkan bahwa itu bukanlah jalan menuju tempat hiburan. “Ohhhhh!! Kasino memang benar-benar mendebarkan! Kesan liar dan tidak terawat ini seakan-akan mengandung atmosfir yang tak bermoral!” “Kau bahkan tidak tahu kasino itu seperti apa, kan? Dan sudah kubilang: ini bukan kasino...” Mikoto merasa lelah ketika dia berhasil menyusul Saten. Sampai saat itu, sudah ada beberapa sensor yang kebanyakan menggunakan infra merah, tapi Mikoto menggunakan serangan listriknya untuk “mengelabui” sensor-sensor itu. Rasa-rasanya, dia tidak meninggalkan jejak, tapi dia sedikit tidak yakin karena metodenya yang cukup “kasar”. (Tapi, jika aku tidak melakukan itu, mereka pasti sudah mendekati kami dengan membawa senjata sekarang juga. Untuk saat ini, aku perlu menyadarkan cewek konyol ini... Wah!?) Mikoto dengan panik menahan pundak Saten dan menariknya ke belakang, ketika gadis yang sedang tersenyum itu akan masuk ke zona infra merah. (Bagaimana dia bisa masuk tanpa pikir panjang ke daerah berbahaya seperti itu? Kurasa itu adalah sejenis bakat.) “S-Saten-san. Aku perlu bilang sesuatu padamu.” “Apa? Ayo cepatlah ke kasino. Tunggu! Jangan bilang bahwa ini adalah tempat untuk selebritis kalangan atas yang memerlukan tanda keanggotaan!? Ayolah, Misaka-san. Tidak bisakah kau menggunakan koneksimu untuk memasukkanku?” “S-seperti yang kubilang, ini bukan kasino. Aku datang kesini karena aku perlu mengurus sesuatu. Tidak ada yang menyenangkan disini.”

RAILGUN SS1 02 021..jpg

“Ohh, jadi ini bukan kasino. Kalau begitu, aku semakin penasaran apakah ada hal lain yang menarik di sini.” Ketika berbicara, Saten mulai berjalan di lorong yang dilaluinya ketika masuk. Mikoto kembali memegang pundak Saten. Dia hanya “mengelabui” sensor untuk sementara, jadi fungsi dasarnya tidak hilang. Jika Saten kembali kesana, yang terjadi adalah “alarm  ditangkap  ditembak”. Mikoto lah satu-satunya orang yang bisa berbuat banyak pada sistem keamanan (dan mungkin saja Saten membuka pintu lain di tengah jalan, kemudian tersesat), jadi dia tidak punya pilihan selain membawa Saten bersamanya. Tapi Mikoto tidak yakin bagaimana menjelaskan situasi ini padanya. “... Ada hal menarik yang akan terjadi, kan?” kata Saten dengan senyum lebar, Mikoto masih memegang pundaknya. “Sebagai pendatang baru, aku tidak tahu detailnya, tapi hal yang benar-benar menarik akan dimulai, kan?” (Orang ini tidak punya harapan lagi.) Kelihatannya Ace SMP Tokiwadai yang hebat tidak bisa berhadapan dengan orang yang punya kecenderungan terlibat masalah.

(Seperti Area 51.) Mikoto teringat pada suatu markas pasukan udara di tengah gurun pasir yang merupakan fasilitas rahasia dan memiliki banyak rumor. Termasuk alien yang diawetkan dalam formalin, dan analisis UFO yang jatuh. Dia teringat dengan mudah akan hal itu karena dia sedang berada di Amerika. Mereka telah berjalan melalui lorong pendek, menerobos sistem keamanan ketika melaluinya (atau lebih tepatnya, Mikoto melakukan semua itu dengan kekuatannya dan Saten hanya berjalan-jalan saja), hingga mereka sampai ke ruangan besar yang membuat Mikoto teringat akan Area 51. Ruangan itu berbentuk persegi. Terbuat dari besi dan beton, radiusnya sekitar 1.5 kilometer ke segala arah, dan tingginya sekitar 20 meter. Atapnya diperkuat dengan kerangka kompleks yang terbuat dari logam seperti pada gedung gym di sekolah. Lampu-lampu yang digantungkan dalam interval tertentu, menyinari ruangan besar itu. Ada jalur sempit yang terbuat dari baja sekitar 10 meter di atas lantai beton rata. Saten melihat sekeliling dan berbicara dengan nada kagum. “Wow. Dengan bangunan ini saja, kita bisa melihat perbedaan skala antara Amerika dan Jepang.” “...” Komentar polos Saten bergema dengan suara yang tidak membuat nyaman. Sepertinya tidak ada seorang pun di dalam fasilitas itu, dan suara Saten mirip seperti seseorang yang berteriak di dalam ruangan gym kosong. Wajah Mikoto menegang karena ruang yang besarnya menyeramkan itu. Fasilitas itu jelas tidak digunakan untuk hiburan. Juga bukan tempat bagi para petinggi dan pegawai untuk membuat persiapan guna menghibur para turis. Kemungkinan besar, fasilitas itu aalah pusat “sebenarnya” dari Liberal Arts City. (Tapi memang benar, skala di Amerika sungguh berbeda... Aku tidak percaya bahwa “titik tengara” kota ini ternyata berbentuk seperti ini.) Mikoto melihat sekeliling area persegi, sekali lagi. Dia dulu pernah menonton suatu acara di televisi. Acara kuis. Suatu benda sedang dibuat dalam suatu pabrik. Pertanyaannya adalah, apakah yang sedang dibuat itu. Jawabannya adalah, suatu pesawat penumpang yang besar. Area itu mengingatkannya pada rekaman dari pabrik yang ditunjukkan pada saat itu. Tetapi, ruang yang luas tersebut tidak menyimpan bagian-bagian berbentuk lingkaran dari material-material penyusun pesawat. Benda tersimpan di dalamnya adalah ikan terbang yang pernah bertarung melawan pesawat tempur tadi siang. Badan utamanya memiliki panjang sekitar 5 meter, bersudut lancip, dan terbuat dari kayu. Badannya yang tajam kelihatan seperti dibuat dari 2 kano yang ditumpuk bagaikan roti burger. Setiap sisi mempunyai sayap besar dan sayap kecil. Kendaraan amphibi aneh tersebut terbuat dari material seperti kain dan obsidian, bukannya logam. Ikan terbang itu disimpan layaknya spesimen kupu-kupu yang sedang dipelajari. Tetapi, satu diantara benda-benda itu terlihat cacat... atau lebih tepatnya, rusak. Suatu lubang raksasa terlihat di dekat bagian tengah kano dan seluruh badannya bengkok menjadi seperti huruf V. Salah satu dari sayap-sayapnya putus dan tergeletak begitu saja di dekatnya. “Hehh. Ini adalah benda yang mereka gunakan pada pertunjukan hari ini, kan? Apa ini ruang penyimpanan alat-alat untuk pertunjukan?” Mikoto tidak mengangguk untuk merespon pertanyaan Saten. (...Bukan. Ini bukanlah benda yang aku lawan tadi siang.) Ikan terbang yang Mikoto hadapi sudah hancur karena alat penghancur otomatis. Itu tidak cocok dengan badan kapal yang dibengkokkan secara paksa oleh tenaga dari luar. Yang berarti... (Tidak cuma satu. Artinya, apakah serangan hari ini bukanlah satu-satunya serangan yang terjadi?) Dia melihat sekeliling, dan memperhatikan lebih banyak lagi ikan terbang. Tempat ini kelihatan seperti ruang penumpang yang berubah menjadi “kamar mayat” pada pesawat jatuh di film-film drama. Tapi bukannya kantung mayat, benda berjejer dalam interval tertentu itu adalah ikan terbang yang sudah rusak. Ada lebih dari 200 unit di sana. Masing-masing ikan terbang diterangi dengan lampu sorot, dan terdapat berbagai jenis kerusakan pada badannya. Ada yang bagian depannya hancur, ada yang semua sayapnya putus, ada yang kehilangan seluruh bagian belakang, dan ada serpihan-serpihan bagian yang hancur diletakkan pada pola mirip ikan terbang tersebut. Sepertinya, semua ikan terbang yang telah dikalahkan sampai saat ini, disimpan di sana. Benda-benda ini adalah saksi bisu suatu pertempuran yang sengit. Mikoto mendekati salah satu ikan terbang yang rusak dan menemukan sesuatu tertempel seperti label plastik. Di atasnya ada deretan huruf dan angka. Angka-angka itu sepertinya adalah semacam kode. Selain apa yang kelihatannya seperti tanggal, kodenya benar-benar acak. Tanpa melihat cara Liberal Ars City menggunakan kodenya, itu adalah data yang tidak berarti. Huruf-hurufnya kelihatan seperti sejenis nama. Suatu kata yang panjang dimulai dengan huruf “M”. Mikoto tidak merasa bahwa itu adalah bahasa Inggris, tapi tidak mirip juga dengan bahasa Prancis atau bahkan Italia. Ejaan tidak masuk akal dipaksakan dari suatu bahasa yang tidak menggunakan huruf latin. “Apa ini? M...Mix...Mixca...bukan, mungkin Mixco? Mikoto kelihatan bingung saat mencoba membacanya. Dia tidak bisa lama-lama berada di sana, jadi dia berpikir untuk mengambil foto dengan ponselnya, agar dia bisa mempelajarinya kemudian, tapi... “Namanya Mixcoatl. Suatu kata dari Amerika Tengah, aku diberitahukan bahwa artinya adalah Ular Lautan Awan.” Mikoto dan Saten menoleh ke arah suara perempuan yang tiba-tiba datang. Mereka tidak tahu sudah berapa lama wanita itu ada di sana, tapi terdapat seorang pegawai resmi Liberal Arts City berdiri di sana. Wanita itu kelihatannnya berumur 20-an, dan dia memakai suatu rompi penyelamat warna oranye di atas baju renang lomba yang terlihat sporty. Kartu identitas tergantung di lehernya, jadi mereka langsung tahu siapa namanya. Di kartunya tertulis: Olive Holiday. Mikoto meletakkan tangannya ke kepala dan berkata. “Um, maaf. Kelihatannya kami tersesat...” “Ha ha. Jadi kau mau berlagak bodoh. Kalau kau ingin jadi aktris, kau harus melakukan yang lebih baik dari itu.” “Cih.” Mikoto melotot ke atah Olive, dan maju selangkah agar dia bisa lebih mudah melindungi Saten. “Kau tidak akan beralasan bahwa semua benda ini adalah alat pendukung untuk peran super hero, kan?” “Beginikah caramu melihat kami?” Olive menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Diperlukan suasana yang tepat untuk mempertontonkan semua ini sebagai suatu pertunjukan. Jika kami membuka tempat ini sebagai hangar bawah tanah raksasa, membangun gerbang masuk, meminta biaya, membuat pegawai menuntun para turis ke sini, dan memainkan efek audio-visual, maka orang-orang itu akan percaya bahwa ini adalah tempat yang kami buat dengan biaya besar. Ini semua adalah hasil dari kerja keras kami, jadi tolong jangan bersikap seolah-olah ini adalah hal yang mudah dilakukan.” “...Jadi kau sadar bahwa kalian sudah ketahuan. Kalian diserang oleh musuh-musuh yang tidak diketahui karena ada yang berharga di sini, jadi kau tidak bisa membodohiku lagi,” kata Mikoto sambil menyeringai. Dia mengabaikan Saten yang tidak bisa mengikuti pembicaraan ini. “Iya.” Olive Holiday mengangguk perlahan. “Sepertinya aku tidak punya pilihan selain melakukannya.” “Melakukan apa?” “Ini tidak bisa lagi berakhir dengan damai.” Hawa dingin menyelimuti Mikoto. Aura membunuh keluar dari senyuman pegawai itu. Bahkan Saten yang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi mulai menggigil di belakang Mikoto. Akhirnya, Saten pun menyadari seberapa gawat situasi ini. Mikoto memastikan tubuhnya tidak kaku. “Apa yang kalian lakukan di sini? Setelah melihat semua ikan terbang ini, jelas bahwa “pertunjukan” itu terjadi bukan hanya beberapa kali.” Sebagai tanggapannya, senyuman Olive Holiday dengan perlahan dipenuhi rasa mengintimidasi. Sepertinya, dia bisa mendorong mundur seseorang walaupun dia hanya memakai baju renang, dan tidak memiliki senjata. “Mari kita berbicara tentang kondisi hipotesis, ada seorang gadis yang ada dalam situasi mirip sepertimu.” “Aku rasa, aku tidak mau,” kata Mikoto dengan tenang. “Jangan remehkan aku, bocah busuk.” Ketika si pegawai mengatakan itu, aura yang terisi niat membunuh menjadi dua-tiga kali lipat lebih dingin. Dia tidak membiarkan orang lain “mengirimkan balik” aura membunuh yang setara. Dia hanya memperbolehkan dirinya sendiri menghancurkan lawannya dari “posisi yang lebih unggul”. Udara di sekitarnya terisi oleh aura membunuh yang gelap dan basah. “Menurutmu, apakah aku berbicara padamu dari posisi yang lebih unggul? Aku tidak punya apapun yang tersembunyi di badanku, pintu keluar terdekat untuk kabur berada nan-jauh di sana, dan aku berada tepat di tengah area besar ini. Jadi kenapa kau pikir aku menghadapimu di sini?” Olive Holiday tersenyum. Sambil tersenyum, tangannya yang ramping dengan perlahan bergerak, meletakkan telunjuknya di mulut. Seakan-akan, dia sengaja menjauhkan tangan dari rompi penyelamatnya. “Alasannya adalah: lokasi ini, jarak ini, dan pemilihan waktu ini... semuanya cukup untuk memastikan kemenanganku. Aku tidak perlu bertahan dan tidak perlu kabur. ...Ini adalah benteng kami. Aku bisa mendapatkan apapun yang kuperlukan, walaupun aku berdiri di sini sendirian. Itu artinya, aku sudah memiliki semua yang aku butuhkan untuk mengontrol situasi ini.” Dia “terlihat” sama seperti seorang pegawai biasa yang akan menuntun anak tersesat dalam suatu fasilitas hiburan. Tapi, dia akan menuntun mereka ke atraksi yang merupakan suatu medan perang, terbalut darah segar, dan kematian. “...Suatu peringatan dariku. Kau lebih baik berhenti demi keselamatanmu sendiri,” kata Mikoto. “Aku sudah melihat data penghancuran Mixcoatl.” Seakan-akan menunjukkan bahwa dia sudah mengendalikan situasi ini, Olive maju selangkah. “Dan aku masih yakin bahwa kemenanganku sudah pasti akan kudapat. Kau perlu menyadari bahwa kalian berdua bukan lagi pengunjung kami. Kalian tidak lebih dari musuh asing.” Mikoto dan Olive memelototi satu sama lain dalam kesunyian. Mikoto tidak mendengar suara apa pun dari belakangnya. Saten mungkin telah berhenti bernapas. (Apa yang akan dilakukannya...?) Akankah suatu proyektil ditembakkan dari rompi penyelamatnya? Atau akankah dia menerjang dengan kecepatan tinggi? Atau apakah dia menyembunyikan senjata rahasia di tempat selain rompi penyelamatnya, seperti di rambut atau lehernya? (Bagaimana aku harus bergerak...?) Tidak ada satu gerakan yang bisa mengatasi segala jenis masalah dalam berbagai situasi. Setiap serangan mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Dengan kata lain, ada resiko terluka karena dia salah membaca apa yang akan dilakukan lawannya. Dua aura membunuh saling beradu. Semua suara menghilang. Kemudian... Suatu suara *beep* elektrik terdengar. “...Ada apa?” tanya Olive. Telunjuknya masih di bibirnya dan pandangannya masih tertuju ke Mikoto, tapi dia sedang berbicara pada orang lain. Jawabannya keluar dari radio kecil yang diikat seperti pisau di dekat bahu rompi penyelamat itu. “Ketua, para direktur manajemen telah menyelesaikan negosiasi mereka.” “Apa rencananya?” “Jangan sentuh Academy City #3, Railgun. Jika seorang Level 5 dianggap menghilang, maka Academy City di Jepang akan memutuskan bahwa ada bahaya tentang kebocoran rahasia militer penting yang terdapat dalam DNA-nya. Akan ada resiko perang multi-sisi dalam teknologi, ekonomi, intelijen, dan militer.” “Polisi dunia memutuskan seperti itu? Aku terkejut.” “Begitulah,” jawaban keluar dengan cepat dari radio itu. “Haruskah kita abaikan saja?” “Pertanyaan yang bagus,” kata Olive sambil tertawa. Mikoto bersiaga dan percikan listrik berwarna putih kebiruan keluar dari poninya. “Kalau begitu, jangan melakukannya. Kita bisa menangani ini sendirian, tapi biayanya akan terlalu besar. Kerugian akan lebih banyak dari keuntungannya, jadi tidak ada alasan untuk mengeluarkan tenaga berlebih. Ini tidaklah layak untuk mebuat jajaran manajemen murka.” “Kalau begitu, kita akan turuti apa kemauan mereka.” “Iya. Biarkan aku mengantar para tamu kita.” Dengan sedikit suara listrik, sambungannya pun terputus. Hawa membunuh yang dipancarkan Olive menghilang, pundaknya relaks, dan dia tersenyum dengan senyuman khas seorang pegawai industri jasa. “Sepertinya, itulah yang akan terjadi,” katanya kepada Mikoto. “...Apa maksudmu?” “Maksudku, aku akan membiarkan kalian pergi. Jika kau memaksa ingin bertarung, tentu saja aku akan melakukan yang terbaik untuk memuaskanmu sebagai tamu kami. Kalau begitu, aku akan memastikan bahwa kita akan bertarung sampai salah satu di antara kita mati. Walaupun kalian berdua melawanku bersamaan, aku yakin pertarungan itu tidak akan berlangsung sampai semenit.” Nada bicara Olive yang terlalu sopan sepertinya terkesan sedikit mengejek. Itu mungkin menandakan seberapa marahnya dia. Itu adalah jenis kemarahan yang mirip ketika seorang anak kecil diciprati oleh orang lain dalam suatu kolam renang. “Dan bagaimana jika kami memberitahukan orang lain tentang apa yang terjadi di sini?” “Kami punya banyak ahli informasi. Apakah kau lupa bahwa negara kami mempunyai badan intelijen terbesar di dunia? Apapun yang kau lakukan, informasi ini tidak akan keluar dari Liberal Arts City. Tapi jika kau masih ingin melakukannya, ya silahkan. Kami dengan sepenuh hati ingin memberikan kenyamanan paling tinggi yang kami bisa berikan. Perbedaan antara seorang profesional dan seorang amatiran adalah jelas. Aku yakin bahwa aku tidak perlu memberitahumu siapa yang akan menang.” Mikoto menghembuskan napasnya dengan tiba-tiba, ketika menyadari bahwa Olive mengatakan suatu fakta. Bukannya cuma tidak mau mengaku kalah layaknya anak kecil keras kepala, tapi dia mengatakan hal yang sebenarnya. Mereka punya cara yang paten untuk menangani masalah seperti ini. Artinya, mereka punya banyak jalan keluar selain membunuh Mikoto dan Saten. (Mereka membiarkan seseorang yang sudah melihat sebagian rahasia mereka. Biasanya, itu adalah pilihan yang tidak terpikirkan, tapi mereka pasti punya alasan kuat pada keputusan itu.) Tentu saja, masih ada resiko bahwa semua yang dikatakan pegawai itu adalah kebohongan, dan pada akhirnya, mereka berdua akan diserang di kamar hotel malam ini juga. (Bagaimanapun juga, masalahnya bukan hanya dia. Tertahan di sini tidak akan membantu sedikit pun. Mengalahkannya mungkin justru bisa membuat mereka menjadi lebih serius. Itu akan mendatangkan lebih banyak masalah. ... Aku butuh lebih banyak informasi sebelum aku bergerak.) “Aku menerima tawaranmu.” “Heh heh. Pilihan yang sempurna,” kata Olive sambil tersenyum. “Sekarang, biarkan saya menunjukkan para tamu sekalian ke pintu keluar.” “...Kau serius?” tanya Mikoto yang menyadari bahwa Saten benar-benar ketakutan di belakangnya. “Kau mau agar kami berjalan menyusuri fasilitas misterius ini, sambil mengikuti seseorang yang kapan saja bisa menusuk kami dari belakang?” “Jangan salah sangka. Saya tidak lebih dari seorang pegawai institusi ini. Saya hanya diperbolehkan untuk mengambil tindakan demi menegakkan peraturan Liberal Arts City.” Olive berjalan selangkah ke samping dan mengulurkan tangannya secara horizontal, seolah-olah menunjukkan jalan. Gerakan ini mirip seperti isyarat yang dilakukan untuk mengarahkan arus massa yang kebingungan. “Karena itu, selama kalian mematuhi laranganku dan tidak melakukan tindakan yang tidak diperlukan, kami para pegawai akan melakukan yang terbaik untuk memberi kalian penginapan menyenangkan.” Dengan senyuman yang membuat Mikoto menggigil, pegawai supel itu mulai mengantar mereka

♦.

Uiharu merasa sedikit lapar sebelum dia tidur, jadi dia menggunakan aplikasi penrjemah di ponselnya untuk berbicara pada pelayan tinggi di lobi hotel. “Permisi...Pesananku...um...Aku mau makan...teh hitam dan...satu sandwich*.” [Ciu tidak yakin bahwa kalimat di atas ditulis dalam Bahasa Inggris. Jadi, aku terjemahkan saja. Tapi mungkin juga kalimat itu adalah suara yang keluar dari ponsel Uiharu. Nah, silahkan mencari tahu sendiri.] Menyalahi harapannya, suatu piring besar dengan banyak sandwich di atasnya diantar kepada Uiharu. Dia melihat sandwich- sandwich itu dengan pandangan hampa... “Uiharu! Uiharu!! Uuuuiiihaaaarrruuuu!!” “S-Saten-san!? Waah! Tepat sekali waktunya. Tolong bantu aku menghabiskan gunungan sandwich ini! Tidak mungkin aku bisa memakannya sendirian!!” “Sekarang ini tidak penting!! Hebat sekali!! Kalau aku memberitahukanmu sesuatu, kurasa kepalaku akan berakhir dengan menggelinding di lantai, jadi aku tidak bisa menjelaskannya, tapi itu benar-benar hebat!!” “Kau bicara ap—? Wah wah wah! Jangan cuma makan sandwich sayuran yang sehat!! Makanlah makanan yang lebih bervariasi! Jangan tinggalkan hanya sandwich ayam yang berlemak untukku!!” Mulut Saten terlalu penuh dengan sandwich, jadi dia tidak bisa menjawab. Dia hanya memiringkan kepalanya ke Uiharu, seperti sedang kebingungan. Walaupun gadis-gadis berbaju renang itu membuat keributan di antara mereka, malam Liberal Arts City yang hening berlanjut.

Chapter 3[edit]


Fajar menyingsing, dan matahari tengah musim panas yang bersinar terang sekali lagi naik ke langit biru. Melihat sinar matahari yang jatuh menyinari bumi hampir membuat seseorang lupa bahwa saat itu adalah bulan September. Uiharu Kazari sedang memandang ke arah matahari yang bersinar sangat terang, memakai baju renang one-piece warna pink dengan motif tumbuhan. “Hey, Uiharu. Berhenti bengong disana dan cepat kesini, dasar cewek tengah musim panas.” “Saten-san. Jangan panggil aku cewek tengah musim panas. Dan apa sih artinya itu?” Uiharu menoleh dan melihat Saten Ruiko yang kelihatan kesal tentang sesuatu, mendekatinya. “Hm. Sepertinya kau mendapatkan kulit coklat yang bagus akibat bermain di luar seharian kemarin. Biarkan aku melihat bagian tubuh ‘sebelum dan sesudah berjemur’.” “Tunggu, ah!? Jangan tarik tali baju renangku!! Apa ini yang kau maksud dengan cewek tengah musim panas?!” Uiharu protes, tapi Saten meregangkan baju renangnya, lantas menatap ke garis yang berwarna antara putih susu dan coklat muda. “Rambutku panjang, jadi jikalau aku cuma berdiri di sana, ada beberapa bagian yang tidak menjadi coklat. Karena itu, aku memakai sunblock kuat, tapi kurasa yang kupakai itu terlalu kuat. Tubuhku benar-benar masih berwarna putih. Membosankan, aku sedikit bingung tentang apa yang akan aku lakukan hari ini. Mungkin lebih baik aku mengikat rambutku ke atas, supaya kulitku berubah menjadi coklat dengan cantik.” “T-tunggu! Jangan kupas bagian coklatnya! M-menjijikkan! Kau akan membuatnya jadi sangat buruk pada akhirnya, Saten-san!!” “Jangan khawatir! Kau bisa bermain sesukamu hari ini, jadi bagian itu akan menjadi coklat lagi!! Ga ha ha!” Ketika itulah Mikoto tiba. Mereka sarapan bersama, tapi mereka berpisah untuk balik ke hotel, sebelum kembali bertemu di pantai. “Hey. Maaf karena sudah menunggu lama.” “Oh, tidak masalah bagi kami...Huh? Shirai-san tidak bersamamu?” “Itulah yang memakan waktu begitu lama. Baju renang seksinya benar-benar terlalu berbahaya, jadi aku memeriksa seluruh barang bawaannya untuk mencari apakah dia masih punya baju renang yang setidaknya sedikit lebih baik. Dan akhirnya aku menemukannya. Suatu baju renang yang benar-benar normal.” “J-jadi...?” “Jadi aku disini untuk memperkenalkan ‘reinkarnasinya’ dengan baju renang sederhana ini!!” Mikoto mengayunkan lengannya menunjuk ke arah yang aneh. Yang berdiri di sana adalah Shirai Kuroko dengan ekspresi bosan di wajahnya. Baju renang yang dia pakai tidak lebih terbuka dibanding baju renang sekolah. Suatu baju renang one-piece berwarna keputihan. Baju renang itu memiliki beberapa garis lurus dan jauh lebih normal dibandingkan baju renang gila yang dipakainya di hari sebelumnya, yaitu baju renang yang hanya terdiri dari beberapa “garis”. Tapi Uiharu dan Saten terkejut. Mereka kelihatan seperti ingin muntah. “I-ini tidak cocok dengannya!! K-kenapa kelihatannya terlalu aneh ketika Shirai-san memakai baju renang biasa!?” “Itu tidak modis sama sekali!? Kelihatannya seperti baju renang itu bisa ditemukan di kantung undian murahan pada distrik perbelanjaan!” Shirai Kuroko, si samurai dari Jepang, sepertinya sudah menjadi cukup terkenal karena orang asing di sekitarnya (laki-laki) membuat kegaduhan karena kecewa. “Oh, hari ini dia pakai yang sederhana.” “Dasar idiot. Itu normal.” “Bushido* Jepang itu memang menakutkan, dia sudah menarik perhatian kita seperti itu.” [Bushido adalah peraturan tentang kehormatan dan moral yang dianut oleh para samurai Jepang. Bushido terdiri dari kata “Bushi” yang berarti samurai, dan “do” yang berarti cara.] Shirai menggeretakkan giginya. “I-inilah kenapa aku tidak mau memakai pakaian yang seperti ini!! Dan kalau memakai baju yang seperti ini bisa mengecewakan semua orang, maka aku harusnya memakai baju renang lebih terbuka!” Semacam uap keluar dari kepala Shirai ketika dia berteriak, tapi Mikoto tersenyum penuh kemenangan, lantas Uiharu dan Saten mundur. Shirai Kuroko akhirnya kehabisan kesabaran dan menyentuh senjata terkuatnya. “Mari kita mulai!! Tombol rahasia diaktifkan!!” “Ap-!?” “J-jangan bilang ini adalah baju renang seksi terkuat yang bisa berubah bentuk dan bergabung!? ...Huh?” Ketiganya menjadi waspada, tapi baju renang itu tidak lepas dan tidak memperlihatkan kulit Shirai Kuroko. Baju renang putih itu sepertinya terdiri dari kain bagian luar dan kain bagian dalam. Dengan menggunakan semacam taktik di kain bagian luar, warna biru di kain bagian dalam membuat pola pada baju renang putih itu. Segera setelahnya... “U-ugh!?” “Ap-? ...Eh? ...Tunggu! I-ini..!!” “Aku tidak tahu kenapa, tapi Shirai-san kelihatan sangat seksi!” Wajah Mikoto, Uiharu, dan Saten langsung memerah. Baju renang Shirai masih sama, yaitu tipe one-piece tidak fashionable yang semua orang, mulai dari anak kecil sampai wanita tua, bisa pakai. Itu adalah suatu pakaian renang berwarna putih tidak modis yang akan mengecewakan siapapun yang melihatnya. Walaupun ada beberapa daerah yang terbuka. Dan meskipun begitu... “Heh. Ini salahmu, Onee-sama. Aku tidak ingin menggunakan senjata terkuat ini, tapi kau memaksaku untuk memakainya hari ini.” “Gh...Gfh....Sebenarnya baju renang misterius apa itu...?” “Ini adalah kumpulan dari teknologi terbaik Academy City. Didesain berdasarkan percumbuan 38.000 ekor binatang. Semua yang dianggap seksi oleh makhluk hidup dikumpulkan menjadi satu, supaya daya tariknya tidak hanya menaikkan nafsu pria dan wanita, tua dan muda, tapi juga membuat semua jenis binatang menjadi birahi!!” “Tunggu, bukankan pertunjukan percumbuan yang lebih mencolok itu biasanya dilakukan oleh si jantan...?” “Bomber- percumbuan -penghilang-komplain!!” “Mgyaaaaaaaaahhhhh!?” teriak Mikoto melihat baju renang percumbuan itu. Dia mencoba untuk menahan efeknya, tapi sepertinya baju renang milik Shirai menggunakan lebih dari sekedar efek visual dari garis-garis itu. Ada speaker-speaker kecil yang terpasang, dan bahkan ada bau feromon* (disebarkan secara elektrik) yang disisipkan ke bahan kainnya. Baju renang yang menakutkan itu menyerang melalui tiap-tiap pancaindra. Kemungkinan besar, akan ada rasa birahi sehingga kau ingin menjilatnya, dan rasa birahi sehingga kau ingin menyentuhnya. Bahkan, dengan teknologi aneh seperti itu, mungkin baju renang tersebut memiliki birahi yang menyerang indra keenam. [Feromon adalah hormon pada binatang.] Yang berarti... “Ahah... Aku lah yang memakainya, dan aku juga ikut merasa sedikit pusing...” “Gwaah!! Si bodoh yang menjadi penyebab semua kekacauan ini malah menerima dampak paling besar!? H-hey, Kuroko! Paling tidak, beritahu kami dimana tombol untuk mematikannya sebelum kau tumbang!! Apa kau ingin menjadikan seluruh pantai ini sebagai tempat orang bercumbu!?” Pandangan Mikoto menjadi sedikit kacau dan semuanya berwarna pink pucat seperti sedang berilusi. Jika “bom cumbuan taktis” itu dibiarkan begitu saja, kejadian ini akan dilaporkan dalam berita sebagai cerita guyon. “O-Onee-sama...” “Apa, Kuroko!? C-cepat beritahu aku dimana tombolnya! Jika kita tidak mematikannya segera, aku akan menghentikannya walaupun harus mengoyaknya!!” “...Eh heh.” “T-tunggu, kenapa kau tersenyum? Kenapa kau menarik bibirmu dan diam saja!? Cepat!! Kau boleh memakai baju renang seksi yang kemarin atau apapun, yang penting singkirkan senjata berteknologi tinggi itu sekarang juga!!”

Pada akhirnya, Shirai menjadi lemas dan diam. Mikoto menganalisa baju renang itu sampai akhirnya berhasil menemukan tombol untuk mematikannya. Saten menghela napasnya dengan berat di pantai itu. (Shirai-san benar-benar kelihatan senang...) Saten mengingat ekspresi Shirai Kuroko ketika dia ditendang di punggungnya dan diusir kembali ke hotel. Efek baju renang “canggih” itu harusnya sudah hilang, tapi masih ada sesuatu yang mengganggu di kepala Saten. “Uiharu, aku sedikit haus, jadi aku akan pergi beli minum dulu.” “O-okay. Aku baru saja mau istirahat, jadi aku akan berbaring untuk berjemur di sana.” Setelah mendengar jawaban yang lelah dari Uiharu, Saten berjalan dari pantai buatan ke jalan sempit terbuat dari batu bata. (Tapi...) Saten berpikir ketika dia berjalan. (Yang kemarin itu apa?) Biasanya, Saten memang cenderung suka melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang (dan dia memang begitu), tapi tidak berarti dia tidak pernah memikirkan apapun. Ada ruangan seperti hangar di tengah Liberal Arts City, dan kapal-kapal mirip ikan terbang yang hancur. Dan ada juga percakapan antara Mikoto dan pegawai bernama Olive. Sepertinya mereka sudah menyepakati sesuatu, tapi Saten tidak tahu apa. Dia tidak tahu sama sekali apa yang telah terjadi, dan dia tidak bisa merasa santai sampai dia tahu akan hal itu. (Di perjalanan balik ke hotel, Misaka-san berkata bahwa terlibat perselisihan akan membawa perhatian yang tidak perlu dari para guru dan akan memberi masalah pada pelajar lain. Dia juga bilang bahwa membuat masalah bisa menghancurkan perjalanan ini, jadi aku tidak boleh membuat terlalu banyak keributan tentangnya...tapi untuk tujuan apa sebenarnya dia pergi ke sana?) Sebenarnya, dia tidak tidur nyenyak di malam sebelumnya. Mungkin kedengarannya bodoh, tapi dia merasa jendela kamarnya bisa pecah kapan saja, lantas satu tim pasukan khusus akan mendobrak masuk dengan tali seperti pada film. Tapi tidak ada yang terjadi. Langit dan laut masih berwarna biru seperti biasa, dan Saten Ruiko masih mengenakan baju renangnya seperti biasa. (Misaka-san sepertinya diam-diam sedang mengamati sekelilingnya... dan aku tahu seseorang sepertiku tidak bisa menyelesaikan apapun dengan mengkhawatirkannya, tapi...) Dia menghela napas, dan mencoba untuk mengenyahkan kekhawatiran itu ke sudut pikirannya. Pemandangan daerah di tempat dia berada sepertinya dibuat dengan suasana Hawaii atau Guam* sebagai model. Karena terdapat jalan yang melengkung dengan lembut di sebelah pantai, diiringi pohon palem yang berbaris di sisinya. Setelah berjalan sedikit jauh, dia menemukan suatu stan penjual minuman yang dibuat dengan memasukkan buah-buahan dan susu ke dalam mesin pembuat jus. Stan itu sebenarnya hanyalah RV* yang dirancang ulang, tapi rodanya lebih tebal, seperti kendaraan off-road supaya bisa dikemudikan di pantai. [Guam adalah kependekan dari Guamanian, adalah sebuah pulau di bagian barat Samudera Pasifik dan juga sebuah organized unincorporated territory Amerika Serikat. Ibukotanya adalah Hagatna, dulunya Agana. Mayoritas ekonomi Guam berasal dari sektor pariwisata (90% turis berasal dari Jepang) dan pangkalan Tentara Amerika Serikat. Sebagai salah satu teritorial AS yang paling dekat dengan Garis Tanggal Internasional, Guam dijuluki sebagai "tempat di mana Amerika dimulai", sehingga frasa itu menjadi semboyan teritorial pulau itu. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] [RV adalah singkatan dari Recreational Vehicle, yaitu kendaraan berbentuk caravan. Kamus Oxford.] Saten memperhatikan menu yang tertulis dalam bahasa Inggris, Jepang, dan Cina. (Kurasa, dasarnya adalah kombinasi pisang dan susu. Oh, tapi vanila adalah sesuatu yang lain. Hmm? Ada kelapa juga. Aku cukup yakin pernah minum soda kelapa sebelumnya, tapi aku penasaran rasa asli kelapa segar itu seperti apa...Tunggu!? Mereka menjual santan kelapa seperti tidak ada masalah apapun!!) Toko itu menjual berbagai jenis rasa, tapi Saten memilih minuman kelapa dengan alasan “terasa tropis”. Dia menggunakan kartu IC yang digantung di lehernya untuk membayar itu, dan mengambil gelasnya dari seorang pria berbulu tebal di tangan. (Sekarang, waktunya mengetahui rasa kelapa asli seperti apa.) Dia mengaduk isi gelasnya dengan sedotan sambil menelusuri jalan yang menuju tempat Uiharu berada. Tiba-tiba dia mendengar suara gesekan di semak-semak yang ada di dekatnya. Semak belukar itu terdiri dari pohon-pohon lebih kecil yang ditanam di belakang barisan pohon palem di sepanjang jalan. Kombinasi jalan, pohon palem, dan pohon-pohon pendek mirip seperti Baumkuchen*. Semak-semak itu seperti rambut afro berwarna hijau di atas tanah, mengeluarkan suara *kresek*, dan bergerak-gerak di depan mata Saten. [Baumkuchen atau "Kue Pohon" adalah kue khas Jerman yang populer pada saat perayaan penting dan pesta pernikahan. Bentuknya seperti menara dengan cincin tak rata berlapiskan coklat putih atau hitam. Kue ini berasal dari kota Salzwedel di Jerman dan diciptakan tahun 1820.Baumkuchen terbuat dari lapisan mentega yang disusun di atas putaran kayu di depan api. Perlu keahlian khusus untuk membangun 15 lapis jenis campuran bahan yang kemudian dipotong untuk membentuk cabang-cabang pohon. Wikipedia Bahasa Indonesia tanpa perubahan.] Umumnya, ada dua tipe reaksi manusia ketika melihat sesuatu yang aneh. Beberapa akan waspada dan bergerak mundur. Namun beberapa orang akan tertarik dan malah maju ke depan. Saten Ruiko pastilah merupakan tipe kedua. (A-apa? Apa apa apa apa ini?) Dia menjauh dari jalan yang dilaluinya, dan menyibak semak afro raksasa itu. Segera setelahnya, dua tangan coklat keluar dari afro. Sebelum Saten sempat bereaksi, tangan-tangan itu meraih lengan dan pinggangnya, lantas menariknya ke dalam afro. “Dwaaaaahh!? Sialan, minumanku!! Aku masih belum tahu bagaimana rasa kelapa segar!!” Ketika dia kehilangan keseimbangan dan terpeleset, isi gelasnya tumpah ke pasir. Setelah melihat minuman kelapanya terserap ke dalam bumi, Saten memelototi siapa yang telah melakukan tindakan tidak menyenangkan itu. Tapi dia hanya kesal karena minumannya tumpah, tidak lebih. Pemilik tangan warna coklat itu menggunakan semacam “jurus” lemparan aneh, dan semakin menggulingkan Saten. Saten sekarang berbaring telentang di atas pasir dengan seseorang berkulit coklat yang berada di atasnya. Paha orang itu digunakan untuk mencegah Saten untuk menggerakkan tangannya, dan tangannya digunakan untuk menutup mulut Saten. “Mgh!?” “...Kau bukan seorang pegawai. Cih. Aku hanya mendapatkan turis biasa. Padahal aku ingin menghajar salah satu dari mereka, dan mencuri bajunya...” Kata-kata itu diucapkan dalam suatu bahasa asing, oleh seorang gadis yang kelihatan seumuran SMA. Rambut sebahunya bergelombang dan matanya hitam dengan tatapan mata menusuk. Seakan-akan, cahaya matahari semakin mempertegas garis kulit coklatnya. Gadis berkulit coklat itu tetap menutup mulut Saten dengan tangannya, dan berbicara dalam bahasa Jepang. “Jika kau teriak, kubunuh kau.” Respon Saten Ruiko setelah mendengarnya cukuplah sederhana. Dia menggunakan mulut kecilnya untuk menggigit tangan coklat yang membungkam mulutnya. “Gwoh!?” Gadis berkulit coklat itu berteriak dengan cara yang sama sekali tidak feminim, dan dia menarik tangannya dari mulut Saten karena kesakitan. Di saat yang sama, Saten membuka mulutnya lebar-lebar. “T-tolong! Aku sedang dirampok! Ah, bagaimana mengatakan itu dalam bahasa Inggris!? U-um...Help!! Pinch!! I’m in a pinch here!!” Hey, kubilang aku akan membunuhmu jika kau teriak, kan!? Sialan... Tutup mulutm—ow!! Jangan gigit aku! Jangan gigit aku, dasar cewek bodoh!!” Gadis berkulit coklat itu melihat sekelilingnya sambil dengan susah payah berusaha menutup mulut Saten lagi. Ketika dia berhasil, tangannya menutup mulut Saten layaknya suatu jebakan beruang. Setelah digigit dua atau tiga kali, pasti itu telah membuat dia marah, karena dia menggenggam pasir putih dan memasukkannya ke mulut Saten. “Mghgmhgh!?” “...J-jika kau tidak menutup mulutmu, akan kutunjukkan seberapa penuh mulutmu bisa menampung pasir-pasir ini.” Saten akhirnya diam. Dia batuk untuk mengeluarkan pasirnya, tapi si gadis coklat yang menungganginya tidak bergerak. “Ueh. Uhuk. K-kenapa kau melakukan itu...?” Paha si gadis coklat akhirnya sedikit melemas dan Saten melihat bingung ke atas. “Kemarin, suatu Mixcoatl jatuh di sini.” “?” “Itu adalah nama kapal yang bertempur dengan pesawat tempur canggih. Salah satunya terdampar di pantai kemarin, kan? Aku ke sini untuk menyelamatkan rekanku yang ada di dalamnya, tapi aku harus meminjamkan kapal-pengintai-berawak-satu milikku ke pilot yang terluka, jadi sekarang aku tidak bisa pergi dari sini,” kata si gadis coklat dalam nada yang sedikit murung dan putus asa. Dia menoleh ke sampng dan hiasan bulu di telinganya sedikit melambai-lambai. (Aku tidak mengerti sedikit pun...) Saten benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi dia tidak punya pilihan selain terus melihat ke arah gadis yang duduk di atasnya. Liberal Arts City adalah tempat yang aneh dimana semua orang memakai baju renang di setiap tempat. Meskipun begitu, pakaian si gadis coklat ini terkesan mencolok. Tapi bukan karena pakaiannya terlalu terbuka seperti baju renang Shirai Kuroko. Dia memakai semacam pakaian Indian atau suku lain. Bajunya tidak terbuat dari bahan bersinar yang umumnya dipakai pada kostum. Bajunya pudar dan bernoda seperti telah dipakai dalam jangka waktu yang panjang. Baju renang biasanya terbuat dari serat sintetis yang memberikannya “kesan ilmiah”. “Pakaian suku” milik si gadis coklat jadi terlihat mencolok di tengah-tengah baju renang yang lain. “...Sial, kurasa aku harus mengubah rencanaku. Hey, aku akan menggunakanmu,” kata si gadis coklat melihat ke bawah, ke arah Saten. “Berjalan di tempat terbuka dengan pakaian seperti ini akan mengundang para pegawai yang menggangguku. Jadi, aku perlu baju renang seperti yang kau pakai supaya aku bisa bersembunyi dalam kerumunan.” “Kenapa harus aku...?” “Aku bisa saja mencuri apa yang kau pakai sekarang. Mungkin akan lebih mudah jika aku membunuhmu,” kata si gadis coklat secara blak-blakan. Saten tidak bisa menebak seberapa serius perkataan gadis itu. “Aku tidak mau membunuh warga sipil jika tidak perlu, tapi jika kau tidak mau membantuku, jika kau bilang bahwa kau akan membelikan aku baju renang lantas kabur begitu saja, atau kau kabur ke para pegawai, maka...Yah, kita bilang saja: sebaiknya kau melakukan apa yang kuperintahkan.” “Week.” Dia mengoloknya, tapi kemudian dia merasakan sesuatu yang dingin ditekan ke tenggorokannya. Si gadis coklat telah mengulurkan lengannya. Dia memegang sesuatu, tapi Saten tidak bisa melihatnya karena benda itu ditekan ke tenggorokannya. “Kau mungkin belum pernah melihat suatu pisau obsidian, tapi ini bisa mengupas kulit, mencopot organ, mengiris otot dan lemak dari atas tulang. Pisau ini aslinya dibuat untuk digunakan pada daging manusia.” “...Benarkah?” “Jika kau tidak ingin aku menggunakannya, dengarkan apa yang aku katakan. Pisau ini tidak dibuat untuk memotong tanpa rasa sakit. Jika benda ini mengiris dagingmu, kau akan merasakan sakit yang luar biasa. Kau mengerti?” Saten mengangguk dengan cepat. Setelah melihat itu, si gadis coklat yang dari tadi menunggangi Saten, akhirnya berpindah. Saten menyapu pasir dari punggung dan bokongnya, sambil menggerutu dalam hati. “Sial... Oke, aku hanya perlu membelikanmu baju renang, kan? Jadi, ukuranmu berapa?” “84, 58, 81.” (Sial, aku kalah di semua ukuran.) “Kenapa matamu sayu begitu? Aku tidak peduli apa warnanya, tapi belikan baju renang yang memudahkanku bergerak.” “Oke, oke.” Saten menyibak semak-semak yang seperti rambut afro, dan mulai berjalan menuju jalanan berbatu. “Oh, ya. Siapa namamu?” “Xochitl.” “Hmm,” respon Saten tanpa berpikir. (Hm? Jika dia butuh baju renang untuk kamuflase, berarti dia belum ditemukan oleh pegawai Liberal Arts City...jadi dia tidak bisa berjalan di tempat terbuka, kan?) “Gwooohh!! Saatnya kabur! Aku harus berlari menuju zona aman...Gyh!?” “Aku sudah mengira kau akan melakukan itu, dasar idiot!!” Si gadis coklat mengulurkan lengannya lagi, dan menarik Saten Ruiko kembali ke dalam semak-semak afro. Xochitl berbicara dengan kepala menunduk dan senyuman gelap di wajahnya. “...Kelihatannya kau sedikit salah paham. Baju renang itu hanya kugunakan untuk memudahkanku menyatu dalam kerumunan. Jika aku mau, aku bisa bergerak diam-diam dari persembunyian satu ke persembunyian lain, kemudian mengejarmu. Aku hanya lebih suka rencana yang lebih aman dengan sedikit resiko.” “Fwa ha ha! Kau pikir aku akan diam saja setelah mendengar sesuatu yang seberbahaya it—fgh!?” Kata-kata Saten terpotong karena Xochitl telah mengeluarkan sesuatu dari kantungnya, dan memasukkannya ke hidung Saten. Sensasi yang sangat tidak mengenakkan bergerak di dalam hidungnya. “Gwooohhh!?” Saten mengangkat tangannya ke wajahnya, tapi benda misterius itu sudah tertanam sepenuhnya dalam hidungnya. Dia menggosok bagian bawah hidungnya, tapi dia tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya akan sangat sulit mengeluarkan benda itu. “Apa yang kau lakukan pada hidung seorang perawan!? Dan benda apa itu!?” “Kau ingin tahu? Itu adalah suatu benda seperti ini.” Di tangan Xochitl adalah suatu tongkat aneh berbentuk seperti setengah korek kuping. Dia lalu menekan semacam tombol di tangannya yang lain. Dengan suara kecil, duri-duri kecil keluar dari ujungnya dan seluruh tongkat itu mulai bergetar seperti sikat gigi elektrik. “Tujuan pembuatannya memang bukan ini, tapi benda-benda ini telah menjadi alat penyiksaan populer di masa sekarang. Membran lendir dalam hidung adalah organ yang sensitif. Jika dikikis mungkin akan terasa ‘sedikit’ sakit.” “...” Wajah Saten memucat. “Akan buruk jika benda ini diaktifkan ketika berada di dalam hidungmu. Jika kau tidak mau itu terjadi, maka belikan aku baju renang. Oh, dan jangan coba-coba menariknya keluar. Benda itu dikontrol dengan remot, jadi aku bisa mengaktifkannya kapan saja.”

Dan begitulah, Saten Ruiko akhirnya melakukan perintah seseorang di negara saing yang jauh. Dia pergi ke pusat perbelanjaan besar di Liberal Arts City, dan tidak punya motivasi selain membeli baju renang murah, kemudian langsung kembali agar tidak membuat gadis itu marah. “Kenapa kau lihat-lihat baju renang?” “Hm? Oh, si sutradara-yang-terlihat-mencurigakan,” tanpa berpikir panjang, Saten mengatakan itu pada Beverly Seethrough yang dadanya tetap besar seperti biasanya. Saten mungkin adalah tipe orang yang mengikuti semua hal populer terbaru. Tapi dia tidak tertarik jika hal-hal baru tersebut adalah genre-genre yang tidak membuatnya peduli. Beverly memperhatikan bikini merah milik Saten. “Sudah bosan dengan yang kau pakai?” “Ummm...bukan.” Jika dia menjelaskan apa yang tengah terjadi, sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi, jadi dia tidak punya pilihan selain menghindari pertanyaan sutradara itu. “Tali baju renang temanku putus, jadi aku dikirim dalam misi darurat. Sekarang dia sedang gemetaran di balik semak-semak.” “Oh, kasihan.” “Oh, tidak perlu merasa kasihan. Dia itu sangat arogan. Aku berpikir untuk balas dendam dengan memilih baju renang buruk yang sangat terbuka, sampai bisa membuat dia menangis.” “Hmm. Bagaimana dengan yang ini?” “Tidak, yang itu tidak cukup. Aku mau, paling tidak seburuk ini.” “Tidak, tidak, jika yang ini?” “Tidak, tidak, tidak, yang ini punya kekuatan ‘penghancur’ yang kucari, jadi...”

Organisasi tempat Xochitl bernaung didirikan dengan mengumpulkan orang-orang dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Mereka mengumpulkan teknik berbeda dari teknologi ilmiah yang sudah ada. Organisasi itu telah bertarung terus-terusan selama bertahun-tahun melawan Liberal Arts City. Gadis coklat yang berada sendirian di tengah-tengah garis pertahanan musuh, mungkin bisa diibaratkan seperti seekor hewan buas yang bersembunyi di dalam semak-semak. Tapi sebenarnya, dia merasa sedikit depresi. Bukan karena dia tidak bisa keluar dari semak-semak yang tampak seperti rambut afro itu. Dia sebenarnya telah bergerak melalui celah-cleah keamanan sejak kemarin. Tapi berpindah tempat sambil harus mengawasi sekitarnya dengan seksama telah membuat mentalnya jadi lelah. Itulah kenapa dia berpikir jika mencuri pakaian seorang pegawai atau mendapatkan baju renang, lantas membaur dalam kerumunan, adalah suatu metode yang jauh lebih mudah. (...Tapi aku masihlah berada di tengah-tengah daerah musuh. Kurasa semuanya tidak akan semudah itu.) Dia tidak tahu kapan rekan seperjuangannya akan datang untuk membantunya. Dia pasti akan kalah jumlah jika para pegawai menemukannya. Tak peduli seberapa mengerikan ancaman yang diberikannya pada Saten, sebenarnya dia tidak bisa melakukan apa-apa jika gadis yang dia suruh untuk membeli baju renang itu benar-benar kabur. Walaupun dia sanggup membalas dendam ke gadis itu dengan menggunakan remotnya, itu cuma berarti kehancuran bagi kedua belah pihak. Dan ditambah lagi, Xochitl telah sedikit terluka dalam upaya menyembunyikan dirinya. Bisa dibilang, dia belum makan apa-apa selama sehari penuh. Xochitl memeriksa senjata yang dimilikinya dalam situasi terisolasi itu. Tapi, dia hanya memiliki sedikit senjata. Dia tidak dilatih untuk pertempuran. Perannya adalah untuk menyelamatkan para pilot dari Mixcoatl yang terdampar atau tidak dapat lagi berfungsi. Dia berada di sana karena ada seorang pilot yang kabur dari Mixcoatl dan terdampar di pantai Liberal Arts City. Kemarin, orang itu telah mengirim sinyal SOS. Xochitl telah mengendarai kapal-pengintai-berawak-satu. Seharusnya, dia cukup mengkonfirmasi lokasi pilot yang terluka dan mengirimkan informasi tersebut ke tim penyelamat, tapi pilotnya terluka terlalu parah. Dia harus dibawa ke markas mereka secepatnya. Xochitl membiarkan pria yang terluka itu menggunakan kapal-pengintai-berawak-satu. Namun, itu artinya Xochitl lah yang sekarang gantian harus “diselamatkan” karena tertinggal di daerah musuh. “...” Xochitl melihat ke pisaunya yang terbuat dari obsidian dan menghela napas. Jika dia harus bertarung melawan para pegawai, dia harus mempersiapkan diri. Tapi ketika dia mulai fokus tentang persiapannya... “Hey, lama menunggu, kucing kecil? Saten-san sudah kembali dengan membawakan baju renang untukm—gfh!?” Si bodoh sudah kembali, jadi Xochitl menutup mulut dan menariknya masuk ke semak-semak. Xochitl menarik kantung plastik dari tangan Saten. Kantung itu memiliki logo Liberal Arts City di atasnya, dan itu sedikit membuat dia sebal. Saten membuat ekspresi cemberut dengan bibirnya. “Ayolah, kau tidak perlu sombong seperti itu.” “Diam.” “Oh, dan bisakah kau ambil benda itu dari hidungku?” “...Oke, baiklah.” Xochitl menggumamkan sesuatu di balik napasnya, dan Saten dengan panik meraih hidungnya. Kemungkinan besar dia merasa jika hidungnya ingusan, tapi yang keluar adalah tongkat tipis itu. “Aku akan ganti baju, jadi keluar,” kata Xochitl dengan nada sebal. “Oke, oke. Heh heh heh.” “Apa? Kenapa kau tertawa?” “Tidak ada alasan apa-apa, tidak ada. Geh heh heh.” Xochitl memandang Saten dengan aneh ketika gadis itu keluar dari semak-semak, lantas menuju jalan berbatu. Xochitl akhirnya membuka kantung plastik dengan baju renang di dalamnya, dan memasukkan tangannya ke dalamnya. Kemudian...

“Sudah selesai?” teriak Saten Ruiko dengan suara riang ke semak-semak yang mirip afro warna hijau. Tidak ada jawaban yang keluar, tapi seluruh semak-semak itu bergoyang seakan-akan menandakan betapa gemetarnya badan Xochitl. Saten tidak mempedulikannya, dan bertanya lagi. “Sudah selesai? Jika kau tidak keluar, aku akan masuk ke dalam.” “Apa...?” kata suatu suara dari dalam semak-semak. “Hanyah?” kata Saten dengan sengaja sambil memiringkan kepalanya ke samping, berpura-pura bingung. “Apa-apaan iniiiii!?” Dua tangan keluar dari afro hijau, dan Saten ditelan oleh semak-semak seakan-akan itu adalah anemon yang sangat besar dari lautan tropis. Saten merasa sebal karena banyak cabang dan daun yang menggeseknya. Xochitl berdiri dengan pose menakutkan di sisi lain semak-semak itu. Melihatnya, Saten tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. “Ah... Kau benar-benar memakai baju renang seksi itu...” “Bagaimana kau bisa mengatakan itu padahal kau sendiri yang membelinya!? Apa! Apaan! Ini!? Seberapa bodohnya kau!? Apa kau tidak merasa malu ketika membawa benda ini ke kasir!?” Yang Xochitl pakai adalah sesuatu yang umumnya disebut sebagai bikini.

RAILGUN SS1 03 018.jpg

Tapi, seluruh benang tipisnya ditutupi oleh manik-manik berbagai warna layaknya tasbih. Bagian kain sebenarnya terdiri dari lamé* yang bersinar. Bagian cup yang menutupi dadanya tidak terbuat dari kain. Bagian itu terbuat dari spiral benang dengan manik-manik merah, biru dan kuning yang hanya menutupi “apa yang harus ditutupi”. Ini membuat bagian bawah dada Xochitl hampir sepenuhnya terbuka. [Lamé adalah kain yang ditenun dengan benang emas atau perak. Kamus Oxford.] Saten meletakkan tangan ke mulutnya, dan senyuman melebar di wajahnya. “Heh heh. Itu namanya bikini perhiasan. Kau masih perlu banyak belajar Xochitl-kun. Bukankah kau terlihat seperti penari samba!?” “I-ini... Ini bukan waktunya untuk bermain-main!!” “Oh, hati-hati. Jika kau terlalu banyak bergerak, sesuatu akan keluar. Tidak seperti bikini zip-up-ku, pakaian itu tidak dibuat untuk melekat kuat ke kulitmu, jadi kau mungkin akan mempertontonkan ‘benda’ tertentu. ...Dan jangan coba-coba berenang. Gaya tahan air akan melepaskan bikini itu.” “Tidakkah aneh bagimu ketika kau melihat suatu bikini yang tidak bisa dipakai berenang?” Karena marah dan malu, wajah Xochitl menjadi merah padam, dan napasnya tak menentu. Sepertinya, dia ingin menyerang Saten saat itu juga, tapi dia tidak bisa karena dia takut bikini perhiasan itu akan tersangkut sesuatu. Xochitl akhirnya sadar jika dia berada dalam posisi yang tidak diuntungkan, jadi dia menyerah untuk menghajar Saten. “...Hey, ikutlah denganku.” “Eh? Tapi aku sudah membelikanmu baju renang.” “Jika kau tidak mau, aku siap ‘bertelanjang ria’ untuk menghajarmu. ...Apakah kau mau kita berdua mengadakan pesta bugil?” Saten Ruiko tidak bisa meremehkan apa yang dikatakan oleh Xochitl. Dia tidak tahu apakah Xochitl cuma sekedar menggertak ataukah serius. Saten juga tidak ingin tongkat aneh itu ditanamkan di hidungnya lagi.

Begitulah, Saten Ruiko akhirnya berkeliling Liberal Arts City dengan gadis coklat misterius bernama Xochitl. Xochitl tidak ingin pergi belanja, naik roller coaster, atau sejenisnya. Dia tidak berkeliling untuk tempat tujuan seperti itu. Ketika dia berjalan di samping pantai dan suatu pusat perbelanjaan, Xochitl menggeretakkan giginya. “(...Sialan. Aku mau menghancurkan paling tidak suatu fasilitas, tapi aku tidak punya kesempatan jika aku berpenampilan semencolok ini!!)” Mungkin karena baju renangnya yang terbuka, pandangan semua orang menuju padanya, kemana pun dia pergi. Manik-manik warna-warni berkilau di bawah sinar matahari dan makhluk hidup cenderung suka mengarahkan pandangan mereka ke benda yang bersinar. Jadi, pandangan semua laki-laki secara alami tertarik ke bikini yang menutupi dada dan pinggulnya. Butiran keringat muncul di kulitnya karena panas dan rasa malu. Keringatnya juga berkilau, tapi itu terkesan jauh lebih “sehat” dan “membangkitkan nafsu” dibanding manik-manik itu. “(...Y-yah, aku punya lebih dari satu tujuan. Jika aku tidak bisa menghancurkan apapun semauku, aku hanya perlu memindahkan fokusku ke hal lain. Mungkin aku bisa mencoba untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang musuh. Jika aku tidak mendapatkan sesuatu, kejadian ini akan sia-sia saja. Sampai-sampai, membuatku merasa ingin bunuh diri.)” “Kau menggumamkan apa?” “Tidak ada. Aku cuma berpikir jika aku perlu ‘mengganti wajahku’ jika benar-benar diperlukan.” “?” Saten memasang ekspresi kebingungan tapi tidak menanyakan hal lain, sembari dia terus mengikutinya. Saten ikut dibawa tanpa mengetahui kemana tujuan mereka. Pikiran Saten yang masih amatiran membuatnya berasumsi bahwa Xochitl berkeliling bersamanya, karena dia akan sedikit terkesan tidak mencolok jika berjalan-jalan dengan cewek lain. Tapi... (Oh, tidak. Aku memilih baju renang yang sangat terbuka untuknya, dan aku berani bertaruh jikau para pegawai telah ‘menandaiku’ setelah kejadian kemarin.) Keringat yang tidak menyenangkan mengucur dari pelipis Saten, tapi kelihatannya Xochitl tidak menyadarinya. Setelah berjalan melewati daerah terdiri dari beberapa pulau buatan yang terbuat dari kanal, Xochitl tiba-tiba meletakkan tangan ke pinggang kecilnya dan menghela napas. Setelah berjalan berkeliling melewati semua tempat, mereka tiba di dekat pusat perbelanjaan tempat Saten membeli bikini perhiasan itu. “... Yah, kurasa sedikit-banyak begitu.” “Apanya?” “Sisa-sisa fasilitas bawah tanah tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Ukuran umum suatu fasilitas bisa disimpulkan dari jumlah dan lokasi pipa. ...Dan begitu banyak rekanku yang terluka karena area-area bawah tanah gila itu.” “...Fasilitas bawah tanah?” “Pada dasarnya, mereka perlu mempersiapkan fasilitas untuk mengisi kesenjangan antara pertempuran sungguhan dan pertunjukan, dan mereka punya berbagai jenis amunisi yang tersimpan di sana.” Xochitl kelihatan sebal. “Tapi sepertinya, fasilitas utama untuk analisa dan riset tidak ada di sini. Kurasa tempat peluncuran roket yang ada di tengah kota itu kemungkinan besar adalah tempatnya. ...Hmph. Pulau buatan ini dibuat dengan menumpukkan pasir, dan benda buatan manusia di atas bebatuan yang menonjol dari dasar laut. Dengan ketinggian hanya 20 meter dari permukaan laut. Jika begitu, mereka tidak punya kedalaman yang cukup untuk suatu tempat perlindungan. ...Ya. Jika mereka menggali tanah terlalu dalam, mereka akan membuat lubang di bebatuan yang menyokong pulau ini. Itu akan melemahkan kedudukan pulau ini, dan mungkin membuat seluruh kota ini jadi miring.” “???” “Tempat perlindungan bawah tanah memang kuat, tapi itu hanya terjadi jika posisinya cukup dalam. Jika tidak, ada resiko besar kelongsoran karena guncangan dari suatu serangan, walaupun perlindungannya tidak terkena secara langsung. Dan alat penghancur-bunker milik negara ini kabarnya bisa meledakkan markas yang berada 20 atau 30 meter di bawah permukaan tanah. Jika begitu, memang lebih aman jika tidak membuat fasilitas yang paling penting di bawah tanah.” “Xochitl, apa yang sedang kau bicarakan...?” “Jangan bertanya. Lebih baik jika kau tidak tahu.” Saat itu, Saten Ruiko melihat beberapa jejak asap berwarna putih melintasi langit biru di atasnya. Skuadron Laveze dari film Alien Wars sedang melakukan pertunjukan akrobatik. Saten mengeluarkan suara yang kedengaran konyol, sembari dia melihat beberapa pesawat jet terbang lurus dari daratan menuju ke lautan. “Wow. Mereka juga melakukan pertunjukan pertempuran itu di hari ini!” Keduanya sedang berdiri di daerah tengah pulau, sedikit jauh dari pantai. Walaupun begitu, yang ada di bawah kaki mereka hanyalah pasir putih. Jalan yang tersusun dari batu bata, jalan raya, bangunan-bangunan seperti pusat perbelanjaan dan hotel... semuanya dibangun di atas pasir. Lautan biru bisa terlihat di kejauhan antara dua gedung. Akhirnya, Xochitl menggumamkan sesuatu. “Jadi mereka akhirnya tiba.” “?” Saten kelihatan bingung, kemudian suara ledakan yang sangat besar menghantam telinganya. Suara itu lebih keras dari apa yang dipikirkan seseorang pada suatu pertunjukan. Kedengarannya lebih seperti suatu kecelakaan yang terjadi pada pertunjukan akrobat di udara. Saten menutup telinganya yang kesakitan dengan tangannya, dan melihat asap hitam membubung di kejauhan. Asap itu seperti mengotori langit biru yang bersih. Bersamaan dengan suara ledakan yang lain, sesuatu melambai-lambai di udara. Ketika melihat ke atas, benda itu kelihatan seperti pecahan dari sesuatu, tapi sebenarnya itu adalah pesawat tempur besar sepanjang lebih dari 20 meter, dan pesawat itu terjatuh ke pantai. Suara uap keluar dari pesawat yang merupakan salah satu pesawat digunakan oleh Skuadron Laveze. Pilotnya pasti telah keluar dengan kursi lontar karena penutup kaca di atas kokpitnya sudah lepas. “Ap—Eh.. I-ini..? Saten tidak punya waktu untuk terkejut atau berpikir jika ini hanyalah suatu pertunjukan biasa. Berlusin-lusin garis putih memotong langit yang biru. Garis-garis itu mirip jejak asap yang sebelumnya, tetapi lebih tipis, lebih tajam, dan lebih cepat. Titik putihnya mengingatkan pada bentuk tombak. Tombak-tombak itu menusuk berbagai bagian dari Liberal Arts City, tanpa ampun meledak, menghancurkan dinding bangunan, menerbangkan pasir, dan menebarkan kerusakan serta kebingungan. Salah satu dari titik-titik putih itu mendarat di dekat Saten, dan dia terjatuh ke atas pasir yang panas walaupun tidak terkena secara langsung. Xochitl tetap berdiri dengan tenang. Ekspresi gadis itu tidak berubah sedikit pun ketika dia melihat ke langit dengan perlahan. Dia pun menggumamkan beberapa kata. “Kau menghabiskan waktu cukup lama.” Seperti respon terhadap pernyataan itu, pantai tepat di samping Xochitl meledak seakan-akan diangkat dari bawah. Bukan seperti sesuatu yang keluar dari tanah, tapi lebih mirip seperti ada sesuatu yang menerobos dari fasilitas bawah tanah. Yang muncul adalah salah satu dari benda-benda yang bertarung melawan Skuadron Laveze kemarin. Kapal itu kelihatan seperti terbuat dari dua unit kano sepanjang 5 meter yang saling tumpuk layaknya roti burger. Suatu sayap pendek dan sayap panjang berada di kedua sisi bagian depan kapal. Itu membuatnya tampak mirip seperti ikan terbang Xochitl menoleh ke arah ikan terbang itu, dan berbicara dalam nada yang jauh lebih ramah dibanding ketika berbicara dengan Saten. Dia berbicara dalam suatu bahasa yang tidak dimengerti Saten. “Jadi surveiku mengenai daerah musuh hanyalah sia-sia, hm? Prediksiku adalah, riset dan analisa asli tidak dilakukan pada fasilitas yang berada di kawasan ‘atraksi’, melainkan pada fasilitas peluncuran roket di tengah kota.” “Kau benar, tapi kedua fasilitas itu ‘berbagi’ area bawah tanah yang besar, jadi mereka bisa bergerak antara keduanya tanpa perlu keluar.” “Jadi kau berhasil masuk. Bagaimana hasilnya?” “Aku menghancurkan sesedikit mungkin, dan aku sudah mengambil ‘kau-tahu-apa’. Tapi bagian dalamnya dibangun lebih kuat dari perkiraanku. Secara pribadi, aku tidak suka.” “Jangan tamak. Kau seharusnya tidak pergi sejauh ini dengan menggunakan Mixcoatl yang merupakan tipe pertempuran laut.” “Kau pikir aku melakukan semua itu untuk siapa? Aku menggunakan jenis ini karena kau mungkin mengalami patah tulang. Membuatmu hanyalah menjadi beban untukku.” Dengan suara seperti kaleng soda yang terbuka, bagian atas seperti kano bergeser ke belakang, dan kapal itu pun terbuka. Di dalam badan utama bersudut lancip itu terdapat seorang gadis berkulit coklat, sama seperti Xochitl. Dia kelihatannya hanya sedikit lebih tua dari Xochitl. Selisih umur antara keduanya tidaklah banyak. Seorang dewasa akan memanggil mereka berdua sebagai anak-anak, tapi siswi SMP seperti Saten bisa mengenali selisih umur seperti itu. Mungkin ada “makna resmi”, atau mungkin itu adalah sejenis pakaian untuk pilot, tapi gadis itu memakai pakaian suku yang sama seperti dipakai Xochitl, ketika Saten pertama bertemu dengannya. Gadis di dalam kano tersebut melihat ke arah Xochitl, kemudian menunjuk ke belakangnya. “Ayo cepat naik. Keempat sayapnya hampir hancur karena aku memaksanya berjalan di daratan. Batasnya mungkin cuma sampai ke laut.” Xochitl berjalan ke kano seperti yang diperintahkan. “Ah...” kata Saten tanpa sengaja ketika melihat “teman” berkulit coklatnya itu hendak pergi. Bahkan, Saten saat itu bisa tahu bahwa dia tidak sedang melihat semacam pertunjukan. Dia tidak cuma melihat ledakan; dia terhempas karena hembusan dari ledakan itu. Dan sekarang Xochitl berjalan menuju orang yang sepertinya menjadi penyebab ledakan tersebut. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Xochitl tidak berbalik ke arah Saten. Xochitl meletakkan tubuh kecilnya ke bagian belakang kano, lantas bagian atasnya bergeser ke tempat semula untuk menutup kapal itu. Ikan terbang yang terbuat dari kayu, kain, dan obsidian itu bergetar seperti sedang gemetar. Benda itu menggunakan keempat sayapnya yang hancur di bawah dengan hati-hati untuk berjalan menjauhi Saten.

Mixcoatl itu berhasil mencapai lautan dari pantai, kemudian menggunakan sayapnya untuk melayang beberapa sentimeter di atas permukaan air. Lantas, “kendaraan” itu bisa mencapai kecepatan normalnya. Gadis di depan Xochitl yang sedang mengendalikan Mixcoatl itu bernama Tochtli. Dia berbicara tanpa berbalik. “Yah, sepertinya kau tidak terluka.” “Aku hanya tidak bisa menghubungimu. Yah, aku berterimakasih karena kau sudah repot-repot menjemputku.” “Aku terkesan kau berhasil bertahan dan menunggu di luar sana.” “Pusat daerah musuh yang telah kita hadapi selama bertahun-tahun itu membosankan seperti yang sudah kuduga.” Xochitl menghela napas. “...Aku yakin, Tecpatl tidak akan menutup mulutnya tentang ini, ketika aku kembali nanti.” “Yah, para petinggi takut kehilangan sedikit pun pasukan tempur mereka, jadi sepertinya kau tidak akan dihukum dengan berat.” Tochtli tidak menoleh ke arah Xochitl, tapi dari cara pundaknya bergoyang, sepertinya dia sedang tertawa. “Jadi kau bilang kau berhasil memperolehnya?” “Yeah.” Tochtli mengangguk tanpa menoleh ke belakang dan menunjuk ke sampingnya. Tepat di sebelahnya adalah suatu benda seukuran suatu bola softball. Sepertinya, benda itu diletakkan begitu saja di sana. Benda itu dibalut kain lembut seperti yang digunakan untuk mengelap kaca, jadi penampilan luarnya tidak bisa dilihat. “Begitu ya. Jadi akhirnya benda itu kembali ke tangan kita,” gumam Xochitl. “Walaupun kita sudah mendapatkannya, itu tidak berarti bahwa kita bisa mengaktifkannya dengan segera. Sepertinya, perangkaian dan pengaturannya akan memakan waktu. Walaupun begitu, kita sudah membuat sedikit kemajuan.” “...Xiuhcoatl, hm?” gumam Xochitl. Suasana kapal itu menjadi hening untuk sementara waktu. Akhirnya, Tochtli berbicara sambil mengemudikan Mixcoatl. “Dia adalah gadis yang baik.” “Apa?” “Gadis yang tadi itu cukup baik untuk membantumu walaupun kau terlihat sangat mencurigakan,” kata Tochtli dengan serius. “Apa kau melihat wajahnya saat terakhir? Wajahnya penuh dengan pertanyaan, dan dia ingin bertanya padamu tentang banyak hal,. Tapi, dia jelas-jelas merasa bingung karena dia tidak yakin bagaimana cara menanyakan pertanyaannya tanpa melukai perasaanmu. Akhirnya, dia kehabisan waktu dan tidak mengatakan apa pun. Namun, dia pasti seorang gadis yang baik. Kota ini sendiri mungkin gila, tapi kelihatannya memang ada orang-orang baik yang datang dari luar. Aku mengakui adanya hal-hal seperti itu.” “...” Xochitl tidak memberikan respon. Tochtli tidak mengatakan hal lain, dan hanya mengemudikan Mixcoatl keluar dari daerah kekuasaan Liberal Arts City. Akhirnya Tochtli mengingat sesuatu. “Ngomong-ngomong, Xochitl.” “Apa?” “Ada apa dengan baju renang menggelikan itu? Walaupun kau sedang mencoba untuk membaur dengan kerumunan manusia di daerah musuh, bukankah baju itu sedikit terlalu terbuka? Yah, kurasa itu akan jadi oleh-oleh yang bagus untuk para lelaki di markas.” “...Aku teringat sesuatu yang aku katakan di Liberal Arts City tempo hari: Aku bisa saja mencuri apa yang kau kenakan sekarang.” “...!?” Suara dua gadis yang saling berteriak satu sama lain, dan suara kehancuran yang enak didengar bergema dalam ikan terbang bernama Mixcoatl itu. “Kau pikir aku akan membiarkanmu!?” “Dasar idiot!” “Diam!” “Jika kau tidak suka, pikirkan cara yang lebih baik!”

Chapter 4[edit]


Pada malam kedua, Misaka Mikoto dan yang lainnya menunggu sampai absen yang dilakukan oleh para guru selesai. Sebelum akhirnya, pergi ke restoran yang berada sedikit jauh dari hotel tempat mereka menginap. Restoran-restoran di hotel pada umumnya berkelas tinggi. Namun, restoran yang mereka tuju mempunyai suasana sedikit kacau, dan ukurannya tidak besar, tapi Mikoto dan yang lainnya memilih tempat itu dengan alasan sederhana. Bufet kue* adalah medan perang untuk para gadis, dan siswi-siswi SMP itu adalah prajurit yang akan berperang hari ini. [Bufet adalah ruangan atau stan pada hotel, penginapan, motel, dll yang menjual makanan ringan atau snacks. Kamus Oxford.] “Mfgmgfmgt!! Aku akhirnya berhasil menguasai festival shortcake* sepenuhnya!! Oke! Saatnya menuju surga kue coklat!!” [Shortcake dalam bahasa Inggris British adalah sebutan untuk roti tawar, sedangkan dalam bahasa Inggris Amerika Utara adalah sebutan untuk hidangan penutup berupa kue tart atau pie yang diberi taburan krim dan buah. Kamus Oxford. Silahkan pilih makna yang mana, namun Ciu kira, yang kedua lebih tepat.] “Dahh! Uiharu-san, tenanglah. Dan mereka membawa shortcake yang baru ke sana.” “Mghh!?” Uiharu Kazari sedang menyerang semua kue dengan hiasan indah yang kelihatan mahal. Mikoto menelan semua hidangan penutup dengan buah, yang berukuran kecil-kecil. Adalah suatu rahasia bahwa kue manis dengan topping buah yang berukuran kecil itu sebenarnya berharga jauh lebih tinggi dibanding kue-kue berukuran besar. Ada satu orang di sana yang tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pertempuran para gadis itu. Dia adalah Shirai Kuroko yang berambut kuncir dua, dan memakai baju renang seksi. “...Ghh...A-aku akan pergi ke sana, dan makan sandwich sehat atau semacamnya...” “Hm? Kuroko, apa kau masih khawatir tentang dietmu atau apalah itu?” “Masih? Apa maksudmu dengan ‘masih’, Onee-sama!? Kedengarannya kau seperti ingin berkata bahwa, tak peduli seberapa banyak usaha yang kulakukan, semua sudah terlambat!!” “Bukan, bukan begitu maksudku.” Mikoto menusukkan sendoknya ke agar-agar transparan dengan potongan dragon fruit yang diiris setipis kelopak bunga, di dalamnya. “Kita akan makan di luar sepanjang minggu. Kita sedang berada di Liberal Arts City. Makanan kita tidak diatur seperti di asrama, jadi seberapa banyak kau berusaha diet, akhirnya kau tetap saja akan makan banyak.” “Fgyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh!?” Shirai si baju renang seksi mengeluarkan suatu teriakan, dan seluruh pengunjung di area bufet menoleh ke arahnya. Sepertinya teriakan seorang gadis itu “dikenali” oleh orang di seluruh dunia. Tetapi Shirai tidak memedulikan pandangan orang-orang di sekitarnya, dan mulai menggumamkan sesuatu sambil memegang kepalanya. Pikirannya berputar-putar, dan dia sepertinya tidak punya cara untuk melarikan diri. Tapi, akhirnya dia mendongakkan kepalanya seakan-akan telah menyadari sesuatu. “B-benar! Jika aku olahraga seperti orang gila, aku bisa menghilangkan semua lemak yang aku dapatkan. Semuanya akan impas bahkan jika aku makan suatu potong kue!! Itu dia!!” Shirai Kuroko berteriak dengan gembira, dan dia berlari keluar area bufet. Uiharu berkata sambil melihat perginya punggung yang hampir seluruhnya “berwarna kulit” itu. “Ah... Sekali dia meninggalkan area bufet, dia harus bayar lagi untuk masuk.” “Dan jika dia berolahraga seperti orang gila, kemudian menahan diri untuk tidak makan kuenya, bukankah dia akan mencapai tujuan dietnya lebih cepat...?” gumam Mikoto jengkel. Tapi, tentu saja Shirai tidak mendengarnya karena dia sudah berlari secepat-cepatnya di sepanjang pantai pada malam hari. Uiharu menggunakan garpunya untuk memotong kue coklat yang kelihatan cukup cantik, tapi sebenarnya tidak terlalu mahal. Kemudian, dia memakan potongan kuenya. Lantas, dia pun akhirnya mulai bicara. “Aku penasaran apa yang terjadi dengan Saten-san...” “Kataanya dia sungguh capek karena terlalu banyak bermain hari ini. Kemudian, dia kembali begitu saja ke kamar hotelnya untuk tidur, kan?” “Yeah, tapi tidak biasanya gadis gembira itu menyerah dengan mudah...” Dia pasti khawatir tentang Saten karena ekspresi Uiharu sedikit memuram. Mikoto sedikit mengkhawatirkan Saten, karena ada kemungkinan bahwa para pegawai telah melakukan sesuatu terhadap Saten. Tapi untuk sementara, sepertinya para pegawai juga sedang menunggu dan memperhatikan situasi. Mungkin karena mereka memang tidak ada niatan untuk membunuh Mikoto atau Saten. Mereka telah mempunyai klaim tentang area yang terdapat beberapa ikan terbang hancur. Atau, mereka berasumsi bahwa rahasia itu tidak akan menyebabkan banyak keributan, karena area itu tidak dipergunakan sebagai bagian dari pertunjukan untuk menarik perhatian turis. “...Tapi, apakah yang aku lihat hari ini?” kata-kata itu menimbulkan banyak pertanyaan dan ketidakpuasan. “Jika pun mereka cuma mencoba untuk mengejutkan para pengunjung, pertunjukan itu agaknya terlalu tiba-tiba, dan terjadi di seluruh kota. Aku tahu bahwa atraksi macam itu tidak akan ‘seru’ jika diumumkan terlebih dahulu. Tapi sepertinya, mereka memasang peledak di dinding bangunan untuk pertunjukan itu. Aku rasa, mereka seharusnya lebih banyak lagi melakukan pengecekan untuk keamanan para pengunjung. Bagaimana jika ada seseorang yang terluka?” “...” Mikoto sedikit kebingungan untuk merespon pertanyaan Uiharu. Uiharu berbicara tentang ledakan-ledakan yang terjadi di seluruh Liberal Arts City pada hari ini. Satu grup kapal yang mirip ikan terbang datang, dan menembakkan lusinan misil ke bangunan-bangunan. Dia pikir, itu adalah salah satu bentuk atraksi di Liberal Arts City. Mikoto juga merasa jika ada ledakan-ledakan selain itu. Dari perkataan turis-turis lain, dia tahu bahwa atraksi-atraksi yang ada di kota diubah dan diganti secara berkala. Tapi “pertunjukan” ikan terbang itu terus muncul sekali setiap selang beberapa waktu. Orang-orang yang memiliki intuisi tajam mulai mendeteksi sesuatu yang berbahaya. Tapi ketika ada seseorang yang dengan serius berusaha untuk memperingatkan mereka akan adanya bahaya, 90% dari penduduk kota yang sudah terlalu terbiasa hidup dalam damai hanya akan menertawakannya, dan mengatakan pada mereka agar tidak mencampur-adukkan antara realita dan fiksi. Pada akhirnya, semua itu hanya dianggap sebagai suatu pertunjukan. Harusnya, kehancuran dalam skala sebesar itu tidak akan bisa disembunyikan. Tapi di kota film ini, skala besar itu lah yang menjadi alasan orang-orang pergi ke tempat ini. Jadi, orang-orang tidak melihatnya sebagai sesuatu yang janggal. Tentu saja, Misaka Mikoto telah menyadari apa yang sedang terjadi. Yang membuatnya bingung adalah, apakah dia harus mensetujui atau menyangkal hal yang telah Uiharu katakan. Liberal Arts City menyembunyikan sesuatu. Tempat ini bukan cuma taman hiburan biasa yang menarik pengunjung untuk mendapat keuntungan. Ada sesuatu pada kota ini yang bisa “mengundang” penyerang dari luar. Tapi Mikoto tidak bisa jujur. Jika dia mensetujui keragu-raguan Uiharu, itu hanya akan membawa temannya ke situasi yang bahkan jauh lebih berbahaya. Dari pembicaraan dengan si pegawai di hangar yang penuh dengan ikan terbang malam kemarin, dia bisa membayangkan seberapa besar resikonya. (Kalau begitu...bagaimana sebaiknya aku menanggapi pertanyaan Uiharu ini?) Ketika Mikoto mulai memikirkan pilihannya... “Onee-samaaan!!” kata Shirai Kuroko sambil membanting pintu, lantas masuk kembali ke area bufet. “Uuh!? T-tunggu sebentar! Kau tidak mungkin bisa menghilangkan lemak yang kau dapatkan dari sepotong kue dalam waktu sesingkat itu! Kau cuma menyera—!?” “Pelukan gratis!!” “Gwah!? Jangan tiba-tiba memelukku seperti itu, dasar idiot!! H-hah? Rasanya aneh... Seorang gadis dengan baju renang menempel padaku, tapi yang bisa kurasakan hanya ‘kulit’...” “Pelukan itu adalah cara gratis untuk menenangkan hati seseorang. Sekarang, Onee-sama, peluk aku!!” “Dasar idiot!! Pelukan gratis bukanlah hal yang harusnya dilakukan oleh sekumpulan nafsu sepertimu!!” Mikoto memegang bahu “berwarna kulit” dan pipi yang menyerangnya, lantas mendorongnya agar menjauh. Gangguan dari si idiot itu merusak segala sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Mikoto. “Ha. Ah ha ha...” Uiharu Kazari diam-diam mundur dua langkah ke belakang dari dua orang itu, dan menjaga jaraknya agar tidak terlibat dalam percekcokan konyol itu. Dia pun meletakkan Mont Blanc raksasa di piringnya. Uiharu tiba-tiba berpikir, sembari dia menonton dua gadis esper SMP Tokiwadai itu saling “melempar” argumen. Ekspresinya memuram ketika dia berpikir. (Sebenarnya...aku benar-benar penasaran tentang apa yang terjadi pada Saten-san...)

Lampu berwarna oranye pucat di samping ranjangnya menyinari pipi Saten Ruiko. Dia berbaring di atas tempat tidurnya sambil masih memakai baju renang. Dia tidak sedang melakukan apa pun; dia hanya berbaring di sana sambil berpikir. Dia sedang berpikir tentang apa yang terjadi sebelumnya, di hari ini. Dia sedang berpikir tentang bangunan yang meledak dan kapal yang mirip ikan terbang yang muncul dari bawah tanah. Dia sedang berpikir tentang seorang gadis bernama Xochitl. (...) Saten berbalik, dan menggerakkan bokongnya yang tertutup kain ke sisinya. Rambut hitamnya memantulkan sinar yang pucat, dan rambutnya tersebar di atas ranjang seakan mengikuti gerakannya. Dia tidak berpikir apa yang dilihatnya hari itu adalah sejenis pertunjukan. Dia mungkin sedang berada di taman hiburan yang mempertunjukkan tontonan dalam skala besar, dan mereka mungkin juga mengadakan pertunjukan yang melibatkan pengunjung secara langsung. Tapi yang dia lihat sangatlah berbeda. Setelah melihat pertunjukan seperti itu dengan mata-kepalanya sendiri, dia cukup yakin bahwa setidaknya salah satu staf harusnya memberi ucapan terima kasih...dan yang lebih penting, Saten bisa mendeteksi suatu bahaya walaupun hatinya dipenuhi oleh kedamaian dan kenyamanan. Ada perasaan tidak nyaman di pelipisnya. Jantungnya terasa tertekan, seakan-akan ada seseorang yang sedang meremasnya. Itu bukanlah rasa bahaya yang bisa dinikmati, dan tidak ada “zona aman” seperti pada rumah hantu atau roller coaster. Ancaman kematian yang nyata telah mendekat di depan kedua matanya. Dan jika memang begitu keadaanya... (Ada apa dengan pertunjukan yang melibatkan skuadron Laveze dan ikan terbang yang kulihat kemarin bersama Uiharu serta teman-teman lainnya?) Dia tidak ingin memikirkannya, tapi dia curiga bahwa itu bukan merupakan pertunjukan yang terencana. Apakah itu sebenarnya merupakan suatu pertempuran asli? Dia ingin menertawainya karena itu adalah fakta yang terlalu gila. Tapi dia mempunyai firasat bahwa ikan terbang yang dia lihat kemarin dan hari ini adalah jenis yang sama. Saten memutar otaknya sedikit dan berusaha untuk mengerti. Ada ikan terbang yang datang ke Liberal Arts City, dan ada Skuadron Laveze yang bertempur untuk menghentikan mereka. Dan ada juga ledakan-ledakan pada beberapa bangunan di depan matanya. Jika hanya melihat itu, sepertinya ikan terbang adalah pion kejahatan. Sedangkan, pesawat tempur Skuadron Laveze adalah pahlawan pembela kebenaran yang melindungi semua orang dari genggaman orang jahat. Pihak ikan terbang itu jahat. Jika demikian, bagaimana dengan Xochitl yang naik ke dalam salah satu ikan terbang tersebut, lantas pergi?

RAILGUN SS1 04 009.jpg

“...” Saten menutup matanya seakan-akan memutuskan jalur pikirannya. Dia bertemu dengan gadis itu dengan cara yang sangat buruk, dan dia yakin bahwa gadis itu bahkan pernah mengancam untuk menghabisi nyawanya jika dia tidak melakukan seperti yang diperintahkan. Tapi entah kenapa, Saten tidak merasakan bahaya nyata di balik kata-kata itu. Ledakan-ledakan yang disebabkan oleh ikan terbang itu memang menakutkan, tapi perkataan Xochitl kedengaran seperti orang yang sedang panik. Saten pun merasa bahwa gadis berkulit coklat itu juga menjadi korban dalam serangkaian serangan siang tadi. Seakan-akan gadis berkulit coklat itu tidak mengutarakan maksud yang sebenarnya. Malahan, dia seakan sedang meminta tolong pada Saten, tetapi tidak melalui perkataan yang jelas. Saten benar-benar tidak bisa memikirkan bahwa gadis coklat itu adalah seorang penjahat. Saten Ruiko tidak punya kemampuan atau pengalaman dalam “mengintip” pikiran orang lain. Dia hanya tidak mau berpikir bahwa gadis bernama Xochitl itu adalah orang jahat. “Xochitl...” gumam Saten. Kemudian dia membuka matanya. Dia telah menyadari sesuatu. (...Hah? Bukankah Misaka-san bertarung untuk mengusir ikan terbang di “pertunjukan” kemarin?) Kemudian ada kejadian di malam sebelumnya. Mikoto berkeliling di Liberal Arts City, kemudian dia dan Saten memasuki area yang terisi penuh dengan ikan terbang yang sudah hancur. Saten tidak bertanya apa pun pada waktu itu. Tapi jika dipikir-pikir lagi, sepertinya Mikoto sedang mencari sesuatu. Tentu saja, orang luar seperti Mikoto bukan seorang bawahan dari Liberal Arts City. Dia tidak punya kewajiban untuk membantu mereka dalam pertunjukan biasa, dan mereka tidak akan memberinya kunci ke daerah yang terlarang untuk dimasuki. Yang berarti... (Misaka-san mengetahui sesuatu.) Ketika pemikiran itu muncul, Saten Ruiko bangkit dari tempat tidurnya. Saat itu sudah cukup larut, tapi dia tidak peduli. (Aku harus menanyakan Misaka-san tentang Liberal Arts City dan ikan terbang itu. Dan dia mungkin tahu sesuatu tentang Xochitl!!) Dia segera mengambil ponselnya, tapi sepertinya ponsel Mikoto dimatikan karena panggilannya tidak tersambung. Mungkin juga, Mikoto sedang mandi atau bahkan sudah tidur. Saten merasa sedikit canggung, tapi dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar Mikoto guna menemuinya secara langsung. Dia mengalungkan kartu IC yang berfungsi sebagai dompet di lehernya, dan membuka pintu yang menghubungkan kamarnya ke lorong. Punggung Saten Ruiko “ditelan” oleh malam di Liberal Arts City. Dia benar-benar telah lupa bahwa dia keluar dari kamarnya seperti malam sebelumnya, dan itu telah mengantarnya ke ambang kematian.

“Kita benar-benar sudah makan banyak,” kata Mikoto sambil menyeruput es teh dengan campuran sedikit susu. Ada beberapa kafe dan restoran di hotel tempat mereka menginap, dan Mikoto sedang berada pada suatu kafe kecil. Pintu masuknya sulit ditemukan pada salah satu ujung lantai tiga. Mungkin untuk menarik orang-orang yang “keluyuran” di malam hari, dan menampung mereka yang tidak menemukan tempat hiburan karena sudah banyak kafe tutup, tempat itu buka sampai jam 6 pagi. Biasanya, itu adalah jam kerja yang jarang diterapkan oleh kebanyakan kafe hotel. Mungkin karena lokasi atau waktunya, dan mungkin saja karena suasana di tempat itu, tidak terdapat banyak pengunjung di kafe tersebut. Tapi itu bukanlah hal yang buruk. Mikoto justru melihatnya sebagai nilai plus. Entah kenapa, Mikoto suka tempat-tempat dimana dia bisa menghabiskan waktu dengan begitu cepat jika tidak memperhatikan perputaran jarum jam. Uiharu melihat sekeliling sambil memegang cangkir berisi minuman coklat dingin. “Fweh... Misaka-san, Shirai-san, kalian baru pertama kali datang ke Liberal Arts City, kan? Bagaimana kalian bisa menemukan tempat seperti ini dengan cepat?” “Yah, ada beberapa ‘nilai umum’ pada kafe berguna seperti ini. Kau tidak perlu mencoba semua jenis makanan di seluruh dunia untuk mengetahui apakah kau menyukai suatu masakan tertentu, kan? Jika kau sudah cukup berpengalaman, kau bisa mendapatkan gambaran tentang peringkat suatu tempat, tanpa perlu melangkahkan kakimu ke dalamnya,” jelas Shirai. “Dan jika tempat itu tidak seperti perkiraanmu, kau mendapatkan lebih banyak pengalaman. Dan itu justru merupakan suatu kesan yang menyenangkan bagimu.” Shirai dan Mikoto memberikan penjelasan mereka seakan-akan hal itu harusnya diketahui oleh semua orang, tapi Uiharu hanya bisa mengeluarkan suara kagum yang terdengar bodoh. Dia melihat dengan pandangan kosong pada kepiawaian yang dimiliki oleh para gadis kelas tinggi itu. Kedua gadis Tokiwadai itu bahkan menyebut kafe ini sebagai “kafe berguna”, bukannya “kafe yang enak”. “Kita sudah menghabiskan kemarin dan hari ini dengan bermain di pantai, jadi bagaimana kalau besok kita pergi ke daerah ‘mekanis’ yang terdapat roller coaster di tengah pulau?” “Roller coaster-nya kelihatan menarik, tapi aku tidak suka antriannya. Jika seseorang menyuruhku menunggu dua jam di bawah terik matahari, kurasa aku tidak akan tahan.” “...Sebenarnya, Kuroko, bukankah baju renangmu akan diterbangkan angin jika kau naik roller coaster?” Mikoto membayangkan adegan mengerikan itu sambil gemetaran. Uiharu menghela napas. “Saten-san bilang bahwa dia ingin tidur lebih cepat karena terlalu capek, tapi biasanya dia selalu senang. Apa mungkin badannya tidak bisa mengikuti perbedaan waktu? Kuharap besok pagi dia kembali ceria seperti biasanya.” “Ah, kira-kira apakah dia sudah makan malam? Mungkin dia hanya memanggil room service untuk mengantarkan hidangan.” “Yah, aku tidak tahu apakah ada sesuatu yang terjadi, tapi selama dia tidak terluka atau sakit, apa kita harus begitu mengkhawatirkannya? Jika karena perbedaan waktu, maka dia hanya perlu cukup istirahat,” kata Shirai. “Hmm... Apa dia baik-baik saja...” kata Uiharu dengan ekspresi kebingungan. Gadis-gadis itu melanjutkan pembicaraan mereka sambil menikmati suasana kafe yang tersembunyi itu.

“Hah? Mungkin dia masih belum kembali... Misaka-san. Hey, Misaka-san!” Saten Ruiko mengetuk pintu suatu kamar hotel. Tidak seperti apartemen atau kamar asrama, tidak ada interkom. Suara ketukan pintu terus menerus mungkin tidak akan bisa terdengar oleh si penghuni kamar yang sedang mandi atau tidur. Di sisi lain, dia tidak bisa begitu saja meneriakkan nama Mikoto pada waktu selarut itu. Cahaya yang seragam menyinari lorong itu, dan kesunyian membuat tempat itu terkesan sedikit menyeramkan. (Apa yang harus kulakukan...?) Dia berpikir untuk kembali ke kamarnya, lantas menelepon kamar Mikoto dengan telepon di kamarnya sendiri. Tapi Saten punya firasat jika Mikoto sedang tidak ada di kamarnya. Kemudian... “Hm? Apa yang sedang kau lakukan di sini?” “!?” Saten terkejut karena seseorang berbicara padanya dari belakangnya. Ketika dia berbalik, dia melihat sutradara jenius berambut pirang berdada besar, Beverly Seethrough. Dia melihat Saten dengan ekspresi bingungç “Jangan bilang kalau kau...” “A-apa?” “Apa kau meninggalkan kuncimu di kamar dan tidak bisa masuk? Jika begitu, kau sebaiknya menyerah dan pergi ke meja depan.” “Aku tidak melakukan sesuatu yang memalukan seperti itu,” kata Saten dengan ekspresi sangat lelah. “Aku ke sini ingin mencari kenalanku, tapi dia sepertinya sedang tidur atau berada di luar.” “Mencari seseorang, hm?” Beverly melihat ponselnya untuk memeriksa jam. “...Apa kau terkena jetlag*? Kurasa itu sedikit mengecewakan.” [Baca NT Vol 8.] “Sebenarnya, apa yang sedang kau lakukan, Beverly-san?” “Hm? Kerjaanku untuk hari ini sudah selesai, jadi aku hendak menuju kasino untuk bersenang-senang, dan mungkin mendapatkan sedikit uang. Karena peraturan negara bagian, orang yang belum dewasa juga bisa bermain di kasino di sini.” “...Yeah, memangnya dimana kasinonya? Kemarin aku menemukan kasino yang hanya berisi sampah.” “?” Beverly melihat dalam pandangan bingung karena Saten berkata demikian padanya. “Yah, sebaiknya kau tidur lebih cepat supaya besok kau tidak mengalami hari yang buruk. Jetlag bisa sangat menyerangmu esok hari.” “Begitu ya,” respon Saten, lantas Beverly pun berjalan pergi. Jika Saten mengikutinya, dia bisa menemukan dimana kasino itu berada, tapi dia tidak melakukannya. Dia punya sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan. (Aku ingin mencari tahu tentang Xochitl secepatnya...) Saten menggigit kuku jempol karena kebiasaan buruknya, dan kakinya yang memakai sendal membuat suara langkah ketika dia berjalan. Dia berjalan bolak-balik di depan kamar Mikoto sebelum akhirnya berhenti. (Aku tidak tahu organisasi apa yang dia ikuti, atau dari mana dia datang.) Dengan kata lain, dia bahkan tidak tahu cara untuk mencari informasi tentang Xochitl secara langsung. (Tapi dia pasti terhubung dengan salah satu peristiwa yang terjadi di Liberal Arts City ini. Jika Skuadron Laveze dan ikan terbang itu saling berperang, pasti ada sesuatu yang mereka perebutkan. Artinya, aku mungkin bisa mengetahui kenapa para ikan terbang menyerang, dan apa yang Xochitl lakukan di sini. Itu semua bisa aku dapatkan jika aku mencari tahu tentang apa yang sedang terjadi pada kota ini.) Saten kemudian pergi dari kamar Mikoto. Dia akan menginvestigasi apa yang sedang terjadi di Liberal Arts City, dan dia punya tebakan bagus tentang tempat yang paling mencurigakan.

Tiga gadis itu ingin bersantai di kafe selama mungkin, tapi akan sangat sia-sia jika mereka menghabiskan hari berikutnya hanya dengan tidur di kamar, bukannya menikmati taman hiburan berisi roller coaster itu. Karena itu, Mikoto, Uiharu, dan Shirai memutuskan untuk mengakhiri malam ini. Untuk menuju ke ruangan elevator, mereka pergi dari kafe di lantai tiga menuju lobi atrium. “Taman hiburan ini benar-benar cantik, bersinar di malam hari seperti itu. Lihat, mereka menggunakan proyektor untuk memutar film langsung di atas permukaan laut. Di pamfletnya, tertulis tentang berenang dalam lautan cahaya yang indah, kan?” “Entahlah. Lautan gelap kelihatan menakutkan untukku.” “Sepertinya kau akan dipinjami suatu ‘gelang identitas’* jika kau ingin berenang di malam hari. Karena sulit untuk mengetahui jika ada orang yang tenggelam, gelang itu bisa memancarkan sinyal untuk menunjukkan lokasimu dengan suatu tombol. Dan juga, gelang itu memiliki kapsul oksigen yang tahan sekitar 5 menit.” [Ya, dia sedang membicarakan suatu gelang yang biasanya tertempel pada mayat tanpa identitas.] Mikoto merasa bahwa mereka cukup meminjamkanmu suatu baju pelampung. Tapi, dia pikir rompi kaku itu akan menyusahkan seseorang untuk bergerak. Modelnya pun tidak populer karena tidak fashionable. “Yah, mari kita tunggu suatu malam ketika mereka mengadakan parade, kemudian menyelinap kabur dari hotel. Tapi kita harus memastikan para guru pengawas tidak menemukan kita.” “...Kita pasti bakal diceramahi jika mereka menemukan kita di waktu selarut ini, walaupun kita masih berada di lingkungan hotel. ...Oh, Uiharu, ada apa?” “T-tidak ada apa-apa...” Uiharu sedang melihat bagian bawah atrium. Namun, pandangannya dengan cepat beralih kembali ke arah Shirai ketika dia berbicara padanya. Dia merasakan sedikit kebingungan di hatinya. (Hmm, apakah itu cuma imajinasiku...?) Di bagian bawah atrium, pada lobi lantai satu, dia merasa telah melihat Saten Ruiko yang sedang berjalan keluar.

Dia tentu saja hendak pergi menuju tempat itu. Saten Ruiko berjalan langsung ke sana. Dia sedang menuju “titik tengara” di tengah Liberal Arts City yang jauh dari hotel. Lokasi itu adalah satu set perlengkapan film raksasa yang digunakan sebaga tempat peluncuran roket dalam film Fiksi Ilmiah. Tempat syutingnya dilakukan di kota itu. Malam sebelumnya, dia telah salah berpikir bahwa itu adalah pintu masuk menuju suatu kasino. Saten pun masuk bersama Mikoto, tapi... “Hm? Hah? ...Pintunya tidak mau terbuka?” Saten memegang gagangnya, tapi gagang pintu itu hanya mengeluarkan suara “ceklek” tanpa sedikit pun bergeming. Ada alat seperti kalkulator di samping pintu itu, tapi dia rasa, sebelumnya pintu itu terbuka hanya dengan memutar gagangnya. (Ada apa ini...?) Orang biasa seperti Saten Ruiko tidak menyadari jika sebenarnya ada kunci yang ketat di pintu itu, namun Mikoto telah menggunakan kekuatannya untuk membukanya. Dan bahkan jika dia berhasil membuka pintunya, ada banyak sensor di baliknya yang dia sama sekali tidak tahu akan keberadaannya. Yang Saten tahu hanyalah jika pintu itu tidak mau terbuka. Yang berarti dia harus mencari jalan masuk lain. (Tapi, tidak mungkin ada cara yang gampang—Tunggu dulu.) Saten tidak yakin apa yang harus dia lakukan, tapi kemudian dia menyadari sesuatu. Ada jalan masuk yang lain. Dia tidak benar-benar tahu apakah itu terhubung dengan tempat yang sama, tapi dia tahu satu tempat lain yang menuju ke suatu area terlarang Liberal Arts City.

Maka, Saten datang ke tempat dimana Xochitl meninggalkannya kemarin. Suatu jalan berbatu dekat pusat perbelanjaan yang sedikit jauh dari pantai. Itu adalah tempat dimana kapal yang mirip ikan terbang muncul dari bawah pasir. Jika ikan terbang itu datang dari area terlarang, maka seharusnya ada lubang besar yang terbuka di sana. “Itu dia...” gumam Saten. Seperti pada adegan pembunuhan, daerah itu ditandai dengan pita yang bertuliskan “dilarang masuk” dalam bahasa Inggris. “Pintu masuk”nya ditutupi dengan lembarab plastik seperti lubang jebakan yang besar. “...” Saten melihat sekeliling, tapi dia tidak melihat seseorang yang mirip pegawai. Dia menunduk melewati pita “dilarang masuk” dan mengangkat satu sisi lembaran plastik itu. Di bawahnya ada sejumlah lembaran logam besar yang biasanya digunakan pada pembuatan jalan. Saten memegang salah satu ujungnya, tapi sepertinya dia tidak mampu mengangkatnya. Lembaran itu lebih besar dari tatami, jadi untuk mengangkatnya diperlukan alat konstruksi. (Hmm. Sekarang apa yang harus kulakukan...?) Saten menyerah untuk mencoba memindahkan lembaran logam itu, dan melihat sekeliling untuk mencari apakah ada sesuatu yang bisa dia gunakan. Tiba-tiba, sesuatu menyentuh punggungnya. Ketika dia berbalik, dia melihat lembaran logam cadangan menyender di dinding gedung. Lembaran itu kehilangan keseimbangan ketika dia menyentuhnya, jadi bagian bawah potongan logam yang berat itu terpeleset di atas pasir, menyebabkannya terjatuh. “Wa wa wa!?” Saten menghindar ke samping. Lembaran logam terpeleset itu mengenai salah satu lembaran lain yang menutupi lubang, dan menyebabkannya ikut tergeser. (Oh, ada celah...) Pergeseran lembaran logam itu telah membuka celah yang cukup untuk dilewati satu orang. Saten berbaring telungkup dan merayap masuk ke celah itu.

Misaka Mikoto kembali ke kamarnya. Dia selalu waspada sejak kemarin dan memperhatikan sekelilingnya dengan seksama sepanjang hari. Tapi, tidak ada tanda-tanda bahwa para pegawai mencoba untuk melakukan sesuatu. Sepertinya, kecil kemungkinannya jika mereka menyadap kamarnya. Kelihatannya, Liberal Arts City benar-benar tidak berniat menggunakan cara kasar selama Mikoto dan Saten tidak melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Semuanya tegantung pada tindakan mereka. Jika mereka berdua dianggap sebagai musuh oleh kota ini, mereka akan menyebabkan lebih banyak kerusakan. Kota ini akan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk melenyapkan mereka. Mungkin dalam bentuk serangan kejutan secara langsung. Mereka bisa mengirimkan antek-anteknya dengan berpura-pura menjadi penyerang di jalanan, atau mereka bisa menggunakan sarana laut, lantas mengumumkannya sebagai suatu kecelakaan. (Tapi...) Pertarungan antara pesawat tempur Skuadron Laveze dan ikan terbang misterius di hari itu, terjadi tepat di depan hidung pengunjung. Saat itu, para ikan terbang sepertinya sedikit unggul karena mereka berhasil menembakkan misil ke beberapa bangunan Liberal Ars City. Sepertinya, tidak ada orang yang terluka, tapi itu tidak menjamin tidak ada korban untuk serangan selanjutnya. Dia tidak bisa membiarkan itu berlanjut, tapi... (Bahkan jika aku memutuskan untuk menginvestigasi ini, bagaimana aku bisa mendekati rahasia kota ini? Aku tidak bisa mengakses informasi rahasia melalui jaringan, karena info rahasia tersebut tidak terhubung. Tapi, jika aku pergi ke suatu fasilitas secara langsung, aku mungkin berpapasan dengan seorang pegawai lagi.) Bahkan bagi Mikoto, memusuhi organisasi seukuran kota raksasa adalah sesuatu yang ingin dia hindari. Dan jika dia benar-benar menyusup ke area rahasia negara asing, dia harus mengalahkan semua pasukan resmi yang berusaha untuk menghentikannya. Dia akan diperlakukan sebagai teroris. Hanya karena ikan terbang menyerangnya dan para pegawai menyembunyikan sesuatu, tidak berarti Liberal Arts City ada di pihak yang salah. Bahkan, mungkin saja kota itu sedang melakukan sesuatu yang baik dan para ikan terbang itu datang untuk menghancurkannya. Pada situasi terburuk, melakukan sedikit tindakan kasar bisa saja dilakukan, tapi bahkan jika Liberal Arts City tidak melakukan kesalahan apapun. Mikoto tidak tahan dengan situasi ini. Jikapun dia ingin memakai tindakan fisik, pertama-tama dia perlu mengetahui pihak mana yang baik, dan pihak mana yang yang jahat. (Tentu saja, ada kemungkinan bahwa kedua belah pihak jahat.) Mungkin ada suatu batasan di mana Mikoto tidak bisa melaluinya sendirian. Dia berpikir tentang gadis-gadis yang datang bersamanya dari Jepang. (Ada Kuroko dengan kemampuan teleportasinya dan Uiharu-san dengan kemampuan “perang di dunia cyber”.) Jika dia mendapat bantuan dari Shirai yang bisa bergerak bebas mengacuhkan halangan tiga dimensi, dia bisa menyelinap ke dalam fasilitas itu tanpa memikirkan dinding, lantai, dan langit-langit. Dengan begitu, tidak akan ada kesulitan untuk menyelinap melalui “titik buta” dalam sistem keamanan yang dipasang berdasarkan asumsi bahwa manusia harus berjalan melalui koridor. Dan jika dia mendapatkan bantuan dari Uiharu yang juga bekerja di Judgment, efesiensi dalam mencari informasi melalui jaringan kota akan meningkat. Dia juga bisa menyerahkan semua data investigasi ke Uiharu agar dia bisa memfokuskan diri pada keadaan sekitarnya. Akan sangat menenangkan jika kedua orang itu ada di sisinya, tapi... (Tapi jika aku meminta itu pada mereka, aku akan melibatkan mereka...) Itulah poin utamanya. Mikoto ingin menghindarinya sebisa mungkin. (Jadi apa yang harus kulakukan?) Mikoto lanjut berpikir dan tidak mengambil tindakan. Dia telah mencoba metodenya, yaitu bertindak sendirian pada kemarin malam. Dan metodenya telah gagal. Ace SMP Tokiwadai tidak segegabah itu. Dia tidak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Itu adalah suatu daerah pembuangan. Koridor yang dilalui Saten kelihatan lebih mirip seperti koridor pesawat luar angkasa raksasa di film-film Fiksi Ilmiah, bukannya koridor suatu pabrik. Masih banyak pasir yang menempel padanya, tapi dia tidak peduli. Dia terlalu gugup untuk memedulikannya. Beberapa jalan lain terbentang pada area yang panjang dan lebar daerah itu, tapi pada suatu jalur, terdapat dinding dan lantai yang pesok-pesok dan tergores. Kemungkinan besar, ikan terbang itu memaksakan dirinya untuk melalui jalur tersebut. Saten mengikuti jalur itu. Dia sejujurnya tidak menyangka semua berjalan semulus itu. Dia telah berpikir untuk kembali agar tidak ketahuan jika dia melihat seorang pegawai atau penjaga, tapi setelah dia masuk ke dalam, sepertinya tidak ada seorang pun di sana. Sebelum dia sadar, dia telah berada cukup jauh dari tempat masuk. Di beberapa tempat, dia perlu menunduk di bawah pita “dilarang masuk” yang dipasang, atau mendorong kain hitam yang menutupi jalan, tapi dia terus berjalan. (Dimana aku...?) Awalnya dia berjalan di daerah bawah tanah, tapi dia telah menaiki dan menuruni beberapa set anak tangga berkali-kali. Dia pun sempat melewati saluran berbentuk lingkaran dengan radius lebih dari dua meter. Dia sudah tidak lagi bisa merasakan seberapa tinggi atau seberapa dalam tempatnya saat ini. (Bagian dalamnya kelihatan sedikit berbeda di sini. Apa saluran ini terhubung dengan bangunan yang berbeda?) Yang dia bisa ketahui hanyalah, sepertinya dia sedang berjalan pada suatu bangunan besar di atas permukaan tanah. Namun, dia memasuki bangunan tersebut melalui “jalur” bawah tanah, bukannya masuk melalui pintu depan. Saten terus berjalan. Dia berniat untuk menginvestigasi misteri Liberal Arts City, tapi dia tidak sanggup memikirkan sedikit pun tentang apa yang ingin dia cari. Investigasinya sangat beresiko karena dia tidak tahu apa tujuannya atau apa yang harus ditemukannya. Tiba-tiba, jalan di depannya “meruncing”. Sepertinya, dia telah sampai ke ujung keluar berbentuk segiempat dari terowongan itu. Saten berlari ke arah itu dan jangkauan penglihatannya terbuka lebar. “!!” Dia berada di suatu tempat, di mana dia pergi bersama Mikoto kemarin malam. Daerah yang mirip hangar besar dengan banyak ikan terbang rusak berjejer padanya. Dia tidak datang melalui pintu masuk yang sama seperti sebelumnya, tapi area itu berukuran dalam satuan kilometer. Akan sangat aneh jika hanya terdapat satu pintu masuk. Tapi, ada yang berbeda dengan malam sebelumnya. Hangar yang sebelumnya terkesan bersih, kini telah porak-poranda. Beberapa ledakan pasti telah terjadi di sana. Lingkaran hitam dengan radius 10 meter hangus di berbagai tempat. Bentuknya seperti bunga kering yang tercecer di lantai. Ikan terbang yang sebelumnya memang sudah rusak, kini berubah menjadi tumpukan debu dan potongan-potongan tak berguna. Seakan-akan ada sapu raksasa yang menyapu semua sampah itu. Di sana, tidak hanya ikan terbang yang dihancurkan. Bangunannya sendiri sudah berubah bentuk. Lantai logamnya telah tercabik-cabik seperti stoking yang koyak, dan sekitar setengah dari lampu bergantung di langit-langit telah pecah. Jalan-jalan terbuat dari baja yang ada di atas juga rusak karena ledakan, dan salah satunya menggantung di dekat tempat Saten berdiri. (Xochitl...) Saten tidak tahu apa alasan yang mereka punya, tapi Xochitl dan grupnya pasti adalah pihak yang melakukan hal ini. Para ikan terbang itu telah menghancurkan kota. Memikirkan hal itu, membuat dada Saten terasa sakit, tapi dia tidak bisa berhenti di sana. Dia mendekati ikan terbang hancur dengan hati-hati, karena dia takut jalan baja yang sudah rusak jatuh menimpanya. Itu adalah kapal-kapal yang digunakan Xochitl dan grupnya. Mikoto telah mencoba untuk menginvestigasinya sebelumnya. Kemungkinan besar, kapal-kapal yang berhasil ditembak jatuh oleh Skuadron Laveze dibawa ke hangar itu. Jika ikan terbang itu adalah musuh yang nyata bagi Liberal Academy City, maka tujuan mereka adalah sederhana. Mereka ingin mencari tahu tentang musuhnya. “...” Tapi yang ada di hadapan Saten benar-benar hanya tumpukan sampah. Kelihatannya, ikan terbang yang terbuat dari kayu, kain, dan obsidian itu sudah dicabik-cabik oleh gerigi raksasa dan sisanya ditumpukkan di sana. Apa yang ingin dilakukan Xochitl dan grupnya? Xochitl telah berbicara dengan rekannya di depan mata Saten pada hari itu, tapi itu tidak memberinya petunjuk sama sekali, karena Saten tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan. (Apa tujuan mereka adalah menghancurkan ikan terbang yang ada di sini...?) Saten berpikir sejenak, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. Bukan itu. Ikan terbang itu adalah yang ditembak jatuh oleh Skuadron Laveze. Dengan kata lain, ikan-ikan terbang itu dicuri di tengah-tengah peperangan. Oleh karena itu, tidak mungkin mereka yang memulai peperangan. Ada alasan yang lebih besar. Tapi apakah dia bisa menemukan alasan yang lebih besar itu hanya dengan mencari-cari di sana? Dia mempunyai firasat jika ledakan yang dia lihat sebelumnya di hari itu, terjadi di seluruh kota. Hangar itu mungkin saja hanya merupakan tempat berhenti sementara, dan tujuan utama mereka ada di fasilitas yang berbeda. (Apa yang harus kulakukan...? Apakah aku mencari lebih jauh di sini, ataukah aku harus pergi ke tempat lain?) Tiba-tiba, Saten merasakan ada yang aneh. Sesuatu yang berhubungan dengan dinding. Ledakan-ledakan besar telah membuat dinding logam raksasa itu peot, seakan-akan hanya terbuat dari aluminum foil. Ada retak-retak tipis di berbagai tempat. Tapi, ada yang aneh padanya. Saten bergerak dari tumpukan sisa-sisa ikan terbang dan mendekati dinding tebal itu. Dia mendekatkan wajahnya dan melihat dengan seksama. Dia segera menyadari apa yang aneh. Dinding itu bukanlah suatu dinding. (Ini...adalah pintu...) Seperti dalam pabrik untuk memproduksi pesawat penumpang besar, salah satu dindingnya dibuat agar bisa menggeser terbuka dan tertutup*. Benda itu begitu besar, sampai-sampai, selama ini Saten salah mengira bahwa itu adalah pintu. Bahkan, jikapun bisa menggeser terbuka, mungkin masihlah tepat jika seseorang menyebutnya sebagai dinding. Bagaimana pun juga, tebalnya melebihi satu meter. [Ya, jika kalian pernah melihat hangar, atau tempat penyimpanan pesawat, dindingnya bisa tergeser. Karena struktur dinding pada suatu hangar hanyalah berfungsi sebagai “sekat”. Pada dsarnya, ruangan sebesar hangar tidak membutuhkan dinding.] Tentu saja, Saten tidak bisa menggerakkan pintu seukuran itu sendirian. Jika dia mencari-cari, mungkin dia bisa menemukan tombol untuk membuka dan menutupnya, tapi seseorang pasti akan tahu jika dia mengaktifkan alat sebesar itu. Tapi, ledakan di hangar itu sebegitu besar sehingga merubah bentuk pintu raksasa tersebut pada beberapa bagian. Saten berlari sepanjang pintu dan akhirnya menemukan titik tengah antara dua bagian “pintu” yang bergeser ke arah berlawanan. Seperti yang dia perkirakan, sedikit celah sudah terbuka antara dua bagian pintu yang sudah penyok tersebut. Celahnya hanya setinggi 1 m dan lebar 10 cm. Dia tidak bisa melewatinya. Saten mengintip melalui celah itu. Di sisi lain ada cahaya kemerahan. Seperti dugaannya, ada tempat yang bahkan lebih misterius di balik pintu itu. Tidak ada benda besar di sana. Setelah jarak sekitar 100 meter, terdapat dinding yang merupakan pintu geser raksasa lainnya. Kelihatannya, itu seperti jenis pintu ganda yang digunakan dalam proses sterilisasi. Tempat yang sesungguhnya pasti berada di balik dinding berikutnya. (Ayolah...Sedikit lagi dan aku bisa mengerti ini semua!!) Tanpa berpikir, dia memasukkan tangannya ke celah di pintu itu, tapi tentu saja hal itu tidak melebarkan celahnya. Lalu Saten Ruiko melihatnya. “......................................................................” Ada sesuatu pada daerah di balik celah yang terisi cahaya kemerahan. Susah dilihat karena lampu berwarna sama, tapi ada suatu label berwarna merah seukuran uang kertas. Dia melihat label di lantai dekat celah itu. Tapi ketika dia melihat sekeliling lagi, dia menyadari lusinan atau bahkan ratusan label seperti itu ditempel di atas lantai, dinding, dan mungkin langit-langit. Label-label berwarna merah itu terkesan abnormal, mengganggu, dan berlebihan. Di atasnya, tertempel peringatan pendek dalam bahasa Inggris. Bahkan Saten yang hanya memiliki level pengetahuan Bahasa Inggris setara buku diktat SMP, bisa tahu bahwa peringatan itu sangatlah “keras”. Dia tidak tahu persis semua kata yang digunakan, tapi yang dikatakannya kira-kira adalah: Peringatan Kontaminasi. Semua pekerja dilarang masuk. Napas Saten Ruiko terhenti. Dia menutup mulut menggunakan tangannya, dan mundur dengan langkah sempoyongan dari celah itu. Dia tiba-tiba mempunyai perasaan yang sangat buruk karena sampai sejauh ini, dia tidak berpapasan dengan satu orang pun pegawai atau penjaga. Dan kenapa pita-pita “dilarang masuk” dan kain-kain hitam itu dipasang di sana? (Apa...?) Saten merasa, dia telah melihat sekilas apa yang Xochitl dan orang-orang dalam ikan terbang itu ingin hancurkan. Dan juga, apa yang harusnya dilindungi oleh pintu tebal itu. (Apa-apaan ini...!?) Itu bukan lagi suatu masalah yang bisa Saten tangani sendirian. Bukan, itu bukanlah sesuatu yang harusnya dia lakukan sendirian sejak awal. Shirai Kuroko, seorang Level 4, dan Misaka Mikoto, seorang Level 5, sedang berada di hotel. Uiharu Kazari biasanya tidak terlalu bisa diandalkan, tapi dia masihlah seorang anggota Judgment, yaitu grup yang membantu menjaga kedamaian di Academy City, Jepang. Dia perlu membicarakan ini dengan mereka. Suasana mencekam ini jauh lebih mengerikan daripada ledakan-ledakan yang dia alami tadi siang. Rasa takut akan kematian “menikam” dada Saten. Tapi, badan Saten tidak bisa bergerak. Dia harus secepatnya pergi dari sana, tapi dia tidak bisa menggerakkan satu jari pun. Dia merasakan semacam tekanan di punggungnya. Sebenarnya, tidak ada yang menyentuhnya, dan tidak ada hembusan angin. Tapi, suatu eksistensi samar-samar atau firasat yang tidak terhubung dengan panca indra, akan membisikkan peringatan bahaya yang intens ke hati Saten Ruiko. “Seharusnya kau tidak melakukan hal itu,” kata seorang wanita dewasa dengan tenang. Kata-katanya se-sopan perkataan resepsionis di suatu perusahaan besar, dan Saten berpikir bahwa jantungnya akan berhenti ketika mendengarnya. Wanita itu melanjutkan berbicara dari belakangnya. “Aku rasa, aku telah memberitahumu kemarin di sini. Ini tidak akan berakhir dengan tenang...” Saten telah melihat sesuatu yang tidak dia lihat di malam sebelumnya. Saten Ruiko telah menemukan sesuatu yang tidak Misaka Mikoto temukan. Perkataan wanita itu hampir terdengar simpatik. Kurang-lebih, dia mengatakan bahwa Saten akan dieksekusi. “...” Saat itu, Saten Ruiko tidak tahu ekspresi seperti apa yang ada di wajahnya. Dia tidak bisa mengatur detak jantung ketika kepalanya dipegang oleh tangan takdir yang tak terlihat. Dengan perlahan, dengan perlahan... dia memutar kepalanya. Yang dia temukan di sana adalah...

Chapter 5[edit]


Saat itu pukul tujuh pagi. Karena mereka jarang mendapat libur sekolah (perjalanan ini secara teknis adalah sejenis kegiatan ekstrakurikuler, tapi terasa seperti “setengah-golden week” bagi para pelajar karena banyaknya waktu bebas), sebagian orang memutuskan untuk tidur lebih lama, tapi sebagian orang bangun lebih cepat karena mereka sedang liburan. Sederhananya, mereka ingin bersenang-senang secepat mungkin dan selama mungkin. Misaka Mikoto dan Shirai Kuroko sedang berada di daerah bersantai di lantai tiga hotel. Lantai tiga masih terhubung dengan atrium lobi. Di keempat sudut jalur yang mengelilingi atrium itu, terdapat area santai kecil dengan sofa, meja, dan rak majalah. Mikoto sedang duduk di atas sofa dan membalik-balikkan pamflet-pamflet Liberal Arts City, sambil masih memakai baju renang lomba yang mirip seekor paus pembunuh. “... Kau tahu, setelah tiga hari, aku benar-benar kangen tofu dan ikan bakar. Kita sarapan di mana? Aku penasaran apakah mereka punya restoran Jepang...” Sambil bergumam tentang makanan, dia melihat suatu halaman yang memperkenalkan restoran yang ada di dekat hotel. Sementara itu, Shirai Kuroko berbaring dan berguling-guling di sofa yang sama. (Dia telah memohon agar dibolehkan untuk meletakkan kepalanya di atas pangkuan Onee-sama-nya yang tercinta, tapi ditolak mentah-mentah.) “...Kau tahu, setelah tiga hari memakai baju renang seksi ini, sepertinya dia sudah kehilangan kesegarannya. Seperti kare yang akan terasa lebih enak di hari kedua. Tapi kau akan ingin muntah jika melihat kare tersebut di hari ketiga, atau keempat.” Gadis berkuncir dua itu sedang mencari sesuatu yang baru, dan dia melihat-lihat beberapa pamflet sambil berbaring untuk menghabiskan waktu. Tiba-tiba, mata Shirai Kuroko seakan mengeluarkan sinar. “I-itu dia!!” “Nn!?” Pundak Mikoto melonjak. Shirai melompat dari sofa dan menyodorkan suatu pamflet ke depan wajah Mikoto. “Ini dia! Ini dia! Ini benar-benar seperti apa yang kucari, Onee-sama!!” “Tung—ap—bodo—pantai telanjang!? Kenapa ada tempat seperti itu di ujung Liberal Arts City!? Mikoto memundurkan kepalanya ke belakang untuk menjauhi pamflet tak senonoh itu, sejauh yang dia bisa. Pantai telanjang adalah sejenis pantai dimana orang-orang berenang tanpa memakai baju renang. Sederhananya, itu adalah kerajaan orang telanjang. Entah kenapa, mata Shirai berkilau dan tanggannya dikatupkan di depan wajahnya. Seakan-akan, dia adalah seorang perawan yang pemalu. Bunga-bunga di hati Shirai yang terdiri dari bunga warna pink dan putih sedang kembang dengan sempurna, dan dia pun menjadi sedikit merepotkan. “Sebenarnya tidak ada yang salah dengan baju renangku, tapi manusia kadang-kadang ingin rangsangan dari arah lain!! Jadi daripada mengubah-ubah trik murahan seperti: membuat baju renang seseorang lebih terbuka, atau lebih datar, kita bisa pergi ke sana dengan bertelanjang ria! Ide berani ini akan membuka masa depan, Onee-sama!!” “Jangan berharap aku setuju denganmu!! Oh, i-iya! Bukankah pantai telanjang punya batasan umur?” “Kaum nudis yang ingin telanjang tidak mempunyai nafsu dalam hatinya!! Mereka melepaskan pakaian mereka dengan segenap keseriusan hati.” “Pemikirannya mungkin bisa dihormati, tapi aku sulit mempercayainya jika itu keluar dari mulutmu, jadi hentikan saja ini, dasar mesum.” Setelah mengatakan itu, Mikoto tiba-tiba menyadari sesuatu. Shirai Kuroko sudah bosan dengan baju renang seksinya. Mikoto ingin menyuruhnya supaya memakai pakaian yang lebih normal, tapi sepertinya selera Shirai hanya akan memamerkan lebih banyak permukaan kulit. Itulah kenapa dia membahas tentang pantai telanjang, tapi jika dia membiarkan Shirai pergi ke tempat itu,gadis itu pada akhirnya akan terbiasa dengan pantai telanjang. Ketika kau telanjang, tentu saja kau tidak mengenakan sehelai pun pakaian. Jika Shirai menganggap bahwa telanjang adalah hal yang biasa, maka lama-kelamaan dia akan bosan. Dan ketika dia sudah tidak menganggap bahwa telanjang adalah hal yang menarik, maka dia pasti akan mulai menutupi badannya dengan pakaian. Dengan kata lain... (Ini awal dari suatu titik balik!! Jika aku berhasil bertahan dari kegilaan si idiot ini, dia akan kembali memasang pakaian bagaikan berbaliknya angin Utara dan matahari!!) Masalah ini tidak cuma berlaku di pantai Liberal Arts City. Jika dia bisa mempengaruhi perkembangan Shirai Kuroko, ini adalah kesempatan besarnya untuk mengubah gadis itu menjadi manusia yang pantas. Setelah sampai pada kesimpulan itu, Misaka Mikoto menyeringai. Dia memberi aplaus yang kelihatan sangat terpaksa untuk memuji Shirai Kuroko. “Y-yah, jika kau berkata seperti itu, kurasa aku tidak punya pilihan lain. K-kita perlu membuang rasa malu dalam berlibur. Jika kau begitu ingin pergi ke pantai telanjang, maka aku tidak akan menghentikanmu.” “...A-apa? Onee-sama, aku seharusnya mendapatkan reaksi penolakan darimu, tapi kau terus-menerus menghiasi wajahmu dengan senyuman. Sepertinya, kau sedang merencanakan sesuatu.” “A-apa yang kau bicarakan? Kau baru saja mengatakan sesuatu yang bagus dan itu membuatku tertarik...” “Hah!? Apa ini adalah rencana untuk menyerangku dari belakang ketika pertahananku melemah di pantai telanjang!? A-aku akan mempersiapkan lebih banyak minyak anti-matahari, dan menunggumu!!” “Tidak, dasar mesum!” Mikoto tidak sengaja merusak sandiwaranya sendiri, di saat itu Uiharu Kazari masuk melalui aula elevator. Dia pasti sedang terburu-buru karena dia berlari-lari kecil. Mikoto mengalihkan pandangannya dari si eksibisionis, ke arah Uiharu. “Hey, sebaiknya kita sarapan dimana? Aku sedang ingin makan masakan Jepang.” “P-pagi. U-um...Uh, apa kalian tahu kemana Saten-san pergi?” “?” Mikoto dan Shirai kelihatan bingung, dan Uiharu pun melanjutkan omongannya. “Kupikir dia bangun telat lagi, jadi aku mencoba menelepon kamarnya, tapi dia tidak menjawab. Jika dia tidak ada di kamarnya, kupikir dia mungkin sudah datang ke sini.” “Aku belum melihatnya.” “...Apakah kau yakin dia tidak pergi sendirian ke suatu tempat?” “Tapi jika dia pergi mencari makan sendirian, bukankah seharusnya dia memberitahu kita? Dia juga bertingkah aneh kemarin... Bagaimana jika dia merasa sakit untuk beberapa saat, dan dia pingsan di kamarnya...?” Uiharu dipenuhi rasa gelisah, karena dia telah menyadari perubahan pada temannya sejak kemarin. Dia ingin mengecek ke kamar Saten, tapi dia merasa tidak nyaman ketika dia harus meminta suatu kunci cadangan pada pihak hotel. Dia bahkan tidak punya bukti bahwa temannya itu dalam keadaan darurat. Itulah kenapa Uiharu melihat ke arah Shirai Kuroko dengan mata memohon. Shirai adalah seorang Level 4 yang bisa berteleportasi. Dengan kekuatannya, bukanlah suatu masalah jika pintunya terkunci. Kekuatan Mikoto bisa membuka kunci elektroniknya, tapi jelaslah mana yang lebih bijaksana, antara Mikoto membuka pintu itu dengan paksa, dan Shirai melewatinya begitu saja. Shirai menoleh ke samping. “Merepotkan.” “Kuroko.” “Aku tahu, aku tahu,” kata Shirai mendengar komentar singkat dari Mikoto. “Aku akan melakukannya jika kau mau pergi ke pantai telanjang bersamaku, Onee-sama.” “Aku akan membawamu ke surga milikmu sendiri dengan tinjuku. ☆”

Shirai Kuroko tiba di depan kamar Saten dengan air mata penderitaan sambil menggosok bagian atas kepalanya yang baru saja dijotos Mikoto. Untuk memastikan, dia mengetuk pintunya beberapa kali. Sepertinya, dia pun tidak ingin mengganggu privasi orang lain tanpa alasan. Tapi tidak ada jawaban yang datang. Shirai menghela napas dan kemudian tubuhnya menghilang tanpa suara. Dia telah berpindah ke sisi lain pintu itu. Setelah 2 atau 3 menit, pintu kamar Saten terbuka dari dalam. Dia telah membuka kuncinya dan dia menggelengkan kepalanya ke arah Mikoto dan Uiharu. “Dia tidak ada di kamarnya. Sepertinya dia sudah pergi entah kemana.” “...? Jadi apa dia pergi sarapan sendirian?” “Tentang itu...” Shirai berhenti sejenak, seakan-akan dia bingung harus berkata apa. “AC-nya telah dimatikan untuk waktu yang cukup lama. Itu membuat kamarnya sedikit lembab. Dan tidak ada tanda-tanda kamar mandinya digunakan. Aku tidak yakin seorang cewek akan keluar setelah bangun tanpa paling tidak mencuci mukanya lebih dulu.” “Jadi...?” Uiharu terlihat bingung. Dia pasti belum dapat memahami seperti apa situasinya. Mikoto maju selangkah ke arah Shirai dan menanyakannya beberapa pertanyaan. “Bagaimana dengan furnitur dan bagian dalamnya? Apa ada tanda-tanda perkelahian?” “Onee-sama?” “Jawab saja pertanyaanku.” Mikoto teringat pegawai yang dia temui dua malam sebelumnya. Bersama Mikoto, Saten telah melihat apa yang seharusnya tidak boleh dihilat. Tapi, Shirai menggelengkan kepalanya. “Dari pengalamanku di Judgment, kurasa tidak. Dan walaupun kamar-kamar ini terpisah oleh dinding, tamu di kamar sebelah harusnya sadar jika ada keributan.” “Kurasa, tidak mungkin jika para penyerang telah menghapus semua jejak kejahatannya... Dan jikapun mereka menutup jejaknya, mereka akan membuat AC dan kamar mandi dalam keadaan yang lebih ‘natural’.” “???” Shirai dan Uiharu tidak bisa memahami apa yang Mikoto gumamkan. Mikoto melihat ke arah Shirai. “Ada sekitar 20 murid di tamasya berskala besar ini, kan? Temukan esper tipe Psikis dan bawa ke sini. Gunakan otoritasmu sebagai anggota Judgment atau apa lah, yang penting cepat.” “Eh? Tunggu sebentar, Misaka-san,” kata Uiharu yang akhirnya mau membuka mulut. “Apa maksudmu? Apakah ini adalah situasi di mana Judgment punya wewenang?” Dia terdengar khawatir, tapi itu tidak terlalu mengejutkan. Judgment membantu menjaga kedamaian di Academy City. Mereka mirip seperti polisi. Siapapun akan khawatir jika seseorang dipanggil untuk mencari seorang teman yang tidak kau ketahui keberadaannya. “Cuma untuk berjaga-jaga saja.” Karena itu, Mikoto tidak punya pilihan selain memakai kata-kata yang sedikit tidak jelas. Dia tidak memiliki bukti, tapi pada situasi itu, tidak adanya bukti adalah hal yang bagus.

Mikoto dan Uiharu menunggu di kamar Saten dan setelah sekitar 10 menit, Shirai berteleportasi balik. Dia memegang tangan seorang gadis yang tidak mereka kenal. Gadis itu kemungkinan lebih tua dari Mikoto dan yang lainnya. Dia kelihatannya adalah seorang siswi SMA, dan dia memakai bikini yang ditahan dengan bagian mirip cincin di tempat-tempat tertentu. “Kudengar teman kalian tersesat di fasilitas yang sangat besar ini,” kata si gadis Psikometri. Shirai pasti telah menjelaskannya demikian, dan itu tidak sepenuhnya salah. “Aku peringatkan dari sekarang: jika aku membaca informasi pribadi yang tidak perlu, itu bukan tanggung jawabku. Jangan lupa, kalian lah yang harus menunduk dan minta maaf padanya.” “...Sepertinya, kekuatanmu mempunyai sedikit masalah.” “Memang iya.” Gadis itu tertawa dan mengeluarkan beberapa klip rambut, entah darimana. Dia pasti punya alasan untuk itu, tapi klip rambut terpasang ke baju renangnya di berbagai tempat. “Hmm. Jadi itu caramu menjaga fokus mentalmu.” “Biasanya aku menyimpannya di celana dalam, tapi aku senang karena aku memakai baju renang di saat seperti ini. Aku harus membidik dengan hati-hati supaya aku hanya membaca informasi yang diperlukan. Bagaimana pun juga, tidak ada yang bisa didapat dari membaca informasi pada pekerja hotel yang masuk ke kamar sama.” Selagi berbicara, dia dengan perlahan berjalan mengelilingi kamar itu. Tiba-tiba, dia berhenti bergerak. Seakan-akan dia sudah mengetahui lokasi perkiraan dari suatu “ranjau darat”, dia dengan perlahan mendekati ranjang. “Apa...?” gumamnya pada akhirnya. Dia melihat ke arah Mikoto. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Itu terlalu jauh untuk suatu tamasya.” “Apa maksudmu?” jawab Mikoto. Gadis itu menunjuk ke arah ranjang. “Cewek dari kamar ini berpikir tentang menemukan rahasia yang tersembunyi di Liberal Arts City dan kemudian keluar dari kamar.”

Saten Ruiko gemetar. Tangannya diborgol di belakang punggungnya. Di dekat tempat Saten duduk pada hangar itu, seorang wanita dewasa sedang berdiri dan bersandar ke dinding. Dia adalah pegawai Liberal Arts City bernama Olive Holiday yang Saten dan Mikoto telah temui kemarin. Tapi, dia memakai pakaian yang berbeda dari sebelumnya. Seluruh tubuh termasuk kepalanya tertutup dalam pakaian pelindung warna kuning. Pakaian itu juga mungkin tahan api karena terbuat dari bahan bersinar yang mirip dengan pakaian yang pemadam kebakaran gunakan. Suaranya sedikit lembut, namun tidak teredam. Kemungkinan besar, suaranya masuk ke mikrofon pada pakaian itu, dan speaker di bagian luar mengeluarkannya. Sesuatu seperti kantung plastik terletak di dekat kaki Olive. Kantung itu mirip tas tempat memasukkan peralatan memancing. Dia telah mengeluarkan borgol dari dalamnya. Sepertinya, dia punya peralatan lain untuk menahan atau menyakiti seseorang. Dia berbicara ke suatu radio kecil. “Fajar telah tiba.” “Ya.” “Apa manajemen masih mendiskusikannya? Entah kita akan membiarkannya pergi, memberinya peringatan, atau kita gunakan cara lain, aku pikir mereka akan memutuskannya jauh lebih cepat.” “Anda tahu mereka selalu begini. Dan saya yakin Anda bisa mengerti kenapa mereka harus sangat berhati-hati dengan situasi seperti ini.” Pundak Saten bergetar. Dia tidak tahu bahasa Inggris lebih dari tingkat SMP kelas satu, jadi dia tidak bisa mengerti secara rinci apa yang mereka katakan. Tapi, bahaya yang dia hadapi masihlah sanggup dia pahami. Ketika dia datang ke tempat itu sebelumnya, dia dilepaskan jauh lebih cepat. Dia tidak ditahan dalam waktu lama seperti saat ini. Ada sesuatu yang berbeda. Dia merasa seperti sedang naik kereta dengan jalur yang sama, ke tujuan yang sama, tapi seseorang menarik lever pengganti rel dan mengirimkannya ke tempat tujuan yang tidak diketahui. “Tapi ketua, bahkan walaupun Anda memakai baju pelindung itu, sebaiknya Anda tidak berada di sana dalam waktu yang lama. Sebaiknya Anda menyerahkannya pada kami, dan kembali ke pos Anda.” “Hmph. Kontaminasi ya? Kita sebenarnya tidak tahu apapun tentang itu. Tidak ada ketidaknormalan dalam pengukuran, tapi kita tetap berpakaian seperti ini, karena kita tidak memahaminya. Kita bahkan tidak tahu apakah benar-benar ada kontaminasi, atau apakah pakaian ini bisa melindungi kita dari kontaminasi tersebut.” “...” “Mungkin ini adalah hadiah yang kita dapatkan karena meneliti sesuatu yang sama sekali tidak kita mengerti, tapi itu adalah kewajiban polisi dunia.” Olive kedengaran bosan. Tiba-tiba, dia mulai berbicara tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengan tugas yang mereka emban. “Dimana kau bekerja sebelumnya?” “...Dalam misi untuk menghancurkan jalur pipa milik Rusia. Alasannya adalah kesepakatan perminyakan yang tidak menguntungkan kita. Kesepakatan seperti itu tidak punya alasan untuk eksis,” kata bawahan Olive dalam suara kecil. Harga minyak mentah yang tinggi membuat seluruh dunia menderita, dan kebangkrutan bisnis akan membuat kelaparan yang amat sangat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Jadi, melihat pancaran cairan hitam keluar dari suatu lubang di pipa raksasa layaknya air panas, bukanlah pengalaman yang menyenangkan. “Aku berpartisipasi dalam upaya ‘menarik garis’ untuk pos-pos di Antartika. Kami bekerja untuk membuat peta baru. Karena pemanasan global, es di sana meleleh. Pos penelitian beberapa negara ditelan oleh celah yang dalam. Ini terjadi karena tanah dibawahnya melemah dan hancur.” Olive berbicara dengan hampa. “Ada peneliti-peneliti asing yang berjalan melalui Antartika. Mereka menyerah dengan harapan bahwa mereka akan diselamatkan setelah kehilangan pos. Kami menembakinya satu per satu dari jarak jauh. Bagaimanapun juga, jika kami memberi mereka perlindungan di pos kami, mereka bisa mengambil teknologi kita untuk dibawa ke negara mereka masing-masing.” “...” “Pada akhirnya, di mana pun sama saja. Dan dulu aku berpikir bahwa kau hanya bisa menemukan mayat di tempat-tempat tertentu saja.” “Itu hanya terjadi sampai kita sanggup menjalankan tugas kita sebagai polisi dunia.” “Benar. Kedamaian ternyata adalah hal yang murah. Kau bisa mencapai kedamaian hanya dengan membunuh semua orang yang tidak setuju denganmu.” Pegawai itu tersenyum sedikit untuk mengejek diri sendiri, dan semacam tindakan bisa terdengar dari sambungan komunikasi lewat radio. Kedengarannya, bawahannya sedang membalik-balik berlembar-lembar kertas. Bawahan itu mengerti dengan cukup baik bagaimana mengikuti keputusan yang telah diambil oleh Liberal Arts City. Akhirnya, bawahannya berbicara. “Jajaran manajemen telah sampai pada keputusan mereka.” “Seperti yang kukira?” “Ya.” “Aku mengerti,” kata Olive dengan pelan sebelum berbalik ke arah Saten Ruiko. Gadis yang gemetaran di dekat dinding itu mendengar dua kata dalam bahasa Inggris. “I’m sorry.”

Mikoto melangkah mendekati si gadis SMA Psikometri yang masih kebingungan. “Kau tahu kemana Saten-san pergi? Bisakah kau mengetahui jalurnya!? Bisakah kau menggunakan kekuatanmu untuk mengikuti rute yang dilalui oleh Saten-san!?” “Tidak.” Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Kekuatanku tidak cocok untuk hal-hal seperti itu. Bahkan jika aku mencoba, batasnya mungkin hanya sampai lobi di lantai pertama. Apa kau tahu seberapa banyak orang yang melewati tempat itu dalam sehari? Informasi sisa dari semua orang itu bercampur dan membuat semuanya menjadi kekacauan yang tidak berguna.” Mikoto menahan diri. Dia hampir saja memanggil gadis itu dengan sebutan “tidak berguna”. Kemudian, dia memberi isyarat pada Shirai dengan jarinya. Gadis Psikometri itu kelihatannya ingin menambahkan sesuatu, tapi Shirai dengan sopan membawanya pergi. Mikoto dan Uiharu tetap tinggal di kamar itu. Mikoto meragukan bahwa ada sesuatu di kamar itu yang bisa dengan mudah mengantarkan mereka pada tempat Saten berada. Tapi tidak mungkin juga mereka bisa menemukannya dengan berlari-lari ke segala arah secara acak di kota sebesar itu. “U-um, Misaka-san...” Uiharu mulai berbicara, tapi dia berhenti. Bagi Mikoto, kelihatannya dia ingin menanyakan sesuatu, tapi takut mendengar jawabannya. “Aku tidak bisa memberitahumu detailnya, tapi ada kemungkinan bahwa Saten-san menemukan beberapa informasi rahasia tentang Liberal Arts City. Kemungkinan besar, dia meninggalkan kamarnya tanpa paksaan. Tapi kita tak pernah tahu kemana dia pergi setelahnya. Ada kemungkinan bahwa pegawai kota ini telah terlibat.” “Jangan bilang bahwa...” “Tapi mereka tidak akan melukai kita dengan begitu mudahnya. Atau lebih tepatnya, sepertinya mereka sudah menciptakan peraturan aneh yang berfungsi seperti itu. Selama mereka mengikuti peraturan itu, Saten-san tidak berada dalam situasi yang berbahaya.” Sambil berbicara, Mikoto menyusun informasi dalam kepalanya. Para guru yang tergabung dalam Anti-Skill memimpin tamasya berskala besar ini. Mikoto bertanya-tanya, apakah dia harus meminta bantuan pada mereka, tapi dia menggelengkan kepalanya. Kekuatan para orang dewasa adalah kekuatan kelompok, tapi mereka tidak sedang berada di Academy City. Anti-Skill tidak akan berguna. Lagipula, para orang dewasa akan mengeluarkan peraturan dan regulasi. Itu akan mencegah Mikoto dan yang lainnya untuk melakukan apapun. Dalam situasi seperti ini, dimana setiap detik begitu berharga, orang dewasa hanya akan menghalangi mereka. Tapi bagaimana mereka bisa mencari tempat Saten Ruiko berada? Dengan apa yang terjadi ketika bertemu dengan Olive Holiday, yaitu si pegawai yang Mikoto dan Saten temui sebelumnya, bahkan jika Saten telah ditangkap oleh pegawai, dia tidak berada dalam bahaya dalam waktu singkat. Tapi, Mikoto tidakyakin bahwa itu yang tengah terjadi saat ini. Jika Saten ditangkap oleh pegawai yang berbeda, dia bisa diperlakukan dengan cara yang benar-benar berbeda. Mikoto berpikir sejenak, dan... (Itu dia...) Mikoto melihat sekeliling ruangan, dan menuju ke salah satu sudut. Di sana terdapat alat yang mirip ATM, dimana seseorang bisa memasukkan uang ke kartu IC. Yaitu kartu yang bertindak sebagai dompet di kota tersebut. Sebelumnya, Mikoto telah menggunakan alat itu untuk meretas ke dalam jaringan Liberal Arts City. Bila para pegawai itu terlibat dalam hilangnya Saten, mungkin ada semacam komunikasi melalui jaringan tersebut. Mikoto menggunakan alat itu dengan cara yang sama seperti sebelumnya, yaitu untuk meretas masuk ke jaringan. Sama seperti sebelumnya, keamanannya kelihatan sangat kuno dibandingkan dengan milik Academy City. Maka, dia berhasil masuk dan kemudian memeriksa beberapa informasi. Pada informasi peringatan dari sistem keamanan, dia menemukan dokumen laporan dengan gambar seseorang yang ternyata adalah Saten Ruiko. “Ketemu!!” Tapi, lokasi tempat Saten difoto dienkripsi. “Sialan, merepotkan saja... Ini adalah jenis enkripsi yang bisa memakan banyak waktu untuk dianalisa.” Teorinya sendiri sebenarnya mudah, tapi akan memakan bantak waktu untuk memecahkannya. Mereka tidak punya waktu sebanyak itu. Mikoto merasa tertentang apakah dia harus melanjutkan melalui jalur itu, atau mencoba menemukan gadis itu dengan menggunakan cara lain. “...Tolong beri tempat,” kata suara yang tiba-tiba datang dari samping. Sebelum Mikoto sempat menoleh, Uiharu Kazari sudah ada di depan Mikoto. Mikoto tidak tahu dimana dia menyembunyikannya, tapi Uiharu sedang memegang tongkat yang sedikit lebih panjang daripada bolpen. Uiharu menekan suatu tombol di atasnya, dan suatu lembar transparan keluar layaknya suatu gulungan. Itu adalah suatu komputer tahan air ultra-tipis yang terbuat dari PCB* sangat fleksibel. \ [PCB = Printed Circuit Board.] Dengan sedikit suara dengungan elektronis, suatu gambar keyboard muncul di lembaran transparan itu. Kedua alat itu tidak terhubung dengan kabel, tapi mesin yang (kelihatan) tua dan komputer ultra-tipis segera tersambung. Jemari Uiharu menari di atas tuts. Enkripsi itu dipecahkan hanya dalam 7 detik. Setelah itu, sejumlah jendela terbuka satu per satu, dan berbagai bagian dari jaringan itu dianalisa dengan menggunakan sejumlah cara yang berbeda. Itu adalah suatu metode peretasan yang tidak biasa. Seorang “raja” baru yang tak terlihat telah muncul di sini. Dia bisa bekerja lebih cepat dari pengawas atau pencipta pada sistem itu. Dia tidak hanya menyerahkan pekerjaan pada spesifikasi mesin Academy City, dan menginvestigasi apa yang dia temukan. Namun, dia juga menganalisa komposisi jaringan itu dalam waktu instan, mengambil jalan pintas yang tercepat tapi paling aman, dan melewati backdoor* untuk mencapai informasi yang dia butuhkan. Dia melakukan itu semua lebih cepat dari siapa pun, dan dengan usaha yang paling minim. [Baca NT 6.] Mikoto melihat saat-saat ketika kecepatan akses acak dari brute force* melebihi apa yang bisa dimengerti oleh otak manusia. Acara televisi terkadang menyiarkan pertunjukan tentang intuisi dan keterampilan mengetik dari seorang teknisi jenius. Orang-orang itu sanggup mendapatkan pengukuran yang lebih akurat dibandingkan alat presisi dari suatu perusahaan besar. Tapi Mikoto merasa bahwa dia benar-benar melihatnya dengan mata-kepalanya sendiri kali ini. [Brute force adalah tipe cara memecahkan enkripsi/sandi dengan mencoba segala kemungkinan.] “Ketemu,” kata Uiharu tanpa mempedulikan keterkejutan Mikoto. “Karena ada suatu komputer yang dengan sengaja diputuskan dari jaringan, aku tidak bisa mengatakan apa pun dengan pasti, tapi dari informasi yang bisa kuakses, Saten-san pasti berada di sini.”

Saten punya firasat bahwa, setelah meninggalkan hangar itu, dia telah dibawa sepanjang terowongan atau jalan panjang dengan menggunakan suatu mobil atau kereta api. Dia pun akhirnya turun dan berjalan di semacam jalur yang panjang. Penjelasan Saten Ruiko sangat samar karena dia telah dimasukkan ke dalam semacam kantung pada kendaraan tersebut, dan dia berjalan dengan kondisi mata tertutup. Indra manusia pastilah banyak mengandalkan penglihatan, karena dia merasa bahwa kepekaannya terhadap jarak dan keseimbangan terasa terdistorsi. Bahkan lebih susah baginya untuk berjalan, karena tangannya masih diborgol di belakang punggungnya. Ketika manusia berjalan, mereka mengayunkan tangannya untuk menjaga keseimbangan. Saat ini, Saten Ruiko paham benar akan fakta sederhana ini. Dia ingin kabur. Dia ingin berteriak dan berlari secepat yang dia bisa. Tapi, Saten bisa merasakan ada sesuatu yang keras ditekan di punggungnya. Benda keras itu menghalangi keinginannya untuk kabur. Benda itu tidak tajam seperti sebilah pisau. Rasanya seperti semacam tongkat, tapi dia tidak tahu apakah benda itu terbuat dari logam atau plastik. Karena dia tidak bisa tahu dengan pasti benda apakah itu, imajinasinya berlari kemana-mana. Itu membuat Saten tidak berani melakukan apa-apa. Dia tidak punya pilihan selain terus berjalan seperti yang diperintahkan oleh pegawai itu. Kapan perubahannya terjadi? Awalnya dia menyadarinya dengan indra penciumannya. Dia mulai mencium bau air garam. Kemudian, da mendengar suara ombak. Kemudian, dia merasakan “sensasi rata” dari lantai di bawah sendalnya. Perlahan-lahan, “sensasi rata” tersebut berubah menjadi “sensasi bergelombang” layaknya jalan terbuat dari batu. Akhirnya, dia merasakan suatu cahaya yang cukup terang walaupun matanya ditutup. Mereka telah meninggalkan fasilitas itu, dan sekarang berada pada suatu tempat di luar. Tiba-tiba, Saten merasakan jari pegawai itu dekat telinganya. Dia melonjak karena terkejut, tapi pegawai itu tidak mempedulikannya. Penutup matanya pun dilepas. Cahaya yang sangat terang membakar matanya seperti ketika menghadapi lampu sorot di atas panggung. Karena saat itu adalah pagi hari, cahayanya terasa seperti datang tepat dari depan, bukannya dari atas. “...Kh...” Dia mengangkat satu tangannya untuk menghalangi sinar matahari dan setelah beberapa lama, penglihatannya kembali seperti biasanya. Mereka memang sedang berada di luar fasilitas itu. Tapi... “Daerah berbatu...?” Mereka tidak sedang berada di salah satu pantai yang ditutupi pasir putih, yaitu pantai mengelilingi Liberal Arts City. Daerah itu kemungkinan adalah daerah buatan juga, tapi daerah itu terdiri dari bebatuan hitam. Sensasi keras dari bebatuan tercampur dengan air laut dan sedikit pasir, itu semua membuatnya tidak nyaman. Batunya tidak hanya ada di bawah kaki mereka. Dinding batu berdiri pada salah satu arah, dan ada juga bagian di atas yang tampak seperti langit-langit. Saten sedang berdiri di suatu area berbentuk コ. Ketika dia berbalik ke arah yang baru saja dilewatinya, dia melihat beberapa konstruksi yang terdiri dari pipa-pipa perak dan beton tertanam ke dalam batu. Konstruksi itu sangat mirip seperti tempat ternak ikan yang bisa dilihat di TV, tapi kemungkinan itu adalah palsu. Konstruksi-konstruki itu tidak lebih dari hiasan yang menyembunyikan pintu masuk ke fasilitas ini. “Sepertinya kontaminasi itu benar-benar merupakan suatu kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen. Aku bisa mengerti bahwa merasa begitu gugup, tapi aku tidak ingin itu menghalangi pekerjaan kami.” Saten menoleh ke arah suara itu dan menemukan Olive. Entah sejak kapan, namun saat ini dia telah melepaskan baju pelindung berwarna kuning. Dia sekarang hanya memakai baju renang lomba yang sporty dan suatu rompi penyelamat. “Dibuat terlihat natural, kan?” kata Olive dengan bangga. Dia memperhatikan area berbatu di sekitarnya. “Ketika pertama kali digunakan untuk syuting film Fiksi Ilmiah, ini semua tidak berada di Liberal Arts City. Kami membuatnya dengan buru-buru karena diperlukan.” “...?” Olive lanjut berbicara sambil tersenyum. Seakan-akan, dia sedang memberitahu seorang anak kecil tentang cara menikmati atraksi di taman hiburan untuk pertama kalinya. “Kejadian tenggelam yang tidak disengaja, berulang kali terjadi di sini. Kami para pegawai khawatir akan keselamatan para pengunjung, jadi kami memasang tanda dilarang masuk ke sini. Tapi pasangan-pasangan mabuk cinta terus datang ke sini untuk mencari tempat sepi. Padahal, orang-orang cukup menikmatinya dengan berenang di daerah yang sudah ditentukan. Tapi pada akhirnya, mereka datang ke tempat seperti ini, kemudian mereka mengalami kecelakaan yang sangat disayangkan.” Saten Ruiko bisa merasakan otot di wajahnya bergerak secara tidak alami. Tidak, bukan hanya wajahnya. Dia tahu bahwa dia sedang berada dalam bahaya, tapi dia tidak bisa menemukan apapun yang bisa membahayakan dirinya. Jadi, dia merasakan seperti: tubuhnya gemetar tanpa sebab, gelembung yang naik ke permukaan air, atau perubahan dalam kulit bumi yang membuat tanah menggembung. “Kau tahu kenapa kami dengan sengaja membangun tempat seberbahaya ini?” kata Olive sambil merogoh ke dalam rompi penyelamatnya, dan memakai sarung tangan plastik yang dia keluarkan. “...Ah...” “Bahkan jika ada seseorang yang tenggelam di sini, dan bahkan jika ada mayat seorang turis dari negeri yang jauh ditemukan mengambang di sini, tidak akan ada orang yang mencurigainya. Mendapati mayat dari orang asing mungkin akan menjadi sedikit masalah, jadi kami memerlukan cara kreatif untuk menangani masalah itu.” “Wahh!?” Saten Ruiko melangkah mundur setelah tahu bahwa itu bukanlah lelucon, dan itu adalah sesuatu yang telah dilakukan secara alami. Tapi, kakinya tersangkut dan dia terjatuh dalam posisi telentang. Bebatuan tajam dan keras melukai tangan yang masih terborgol di belakang punggungnya. Tapi, Saten tidak merasakan sakit sama sekali. Dia hanya merasakan ketakutan yang membalut setiap bagian tubuhnya. Senyuman perlahan muncul di wajah Olive, dan dia berbicara pada Saten. “Kau tidak boleh melakukan itu. Jika kau berdarah terlalu banyak, itu akan mengotori air laut.” “Jangan...” Saten tidak mempedulikan tangannya yang terluka, dan menyeret tubuhnya ke belakang untuk menjauhkan dirinya dari Olive. Ketika melakukan itu punggungnya tergores, seakan-akan permukaan berbatu itu adalah suatu kikir raksasa. Dengan satu langkah ke depan, Olive semakin mendekati jarak yang telah Saten buat. Pegawai yang mendekat itu menjambak rambut saten, dan dengan paksa mengangkatnya berdiri. “Agh!? S-stop. Stop!!” Saten mencoba menggerakkan tangannya, tapi usahanya hanya membuat borgolnya bergeretak. Dia mencoba menendang Olive, tapi dia tidak bisa mengumpulkan sedikit pun kekuatan ke kakinya. Dengan wajah yang kelihatan babak belur, Saten mencoba memikirkan jalan untuk selamat. “Aku adalah pelajar Academy City di Jepang! Akan jadi masalah untukmu jika seorang esper hilang di sini, kan!? Kau mengatakan sesuatu tentang ketakutan bahwa rahasia militer akan bocor ke Amerika!!” “Ya, itu benar, namun itu dalam kasus Level 5. Sepertinya, pendapat para jajaran manajemen terpecah-pecah tentang bagaimana aku harus menanganimu. Tapi akhirnya, disetujui bahwa karugian jika kami membunuhmu, masih berada pada batasan wajar. Yah, kau cuma seorang Level 0. Kau hampir tidak berharga. Mereka bilang bahwa kekacauan yang disebabkan oleh kehilangan dirimu akan berada dalam skala yang cukup kecil.” “!?” Kata-kata itu seperti suatu pisau berkarat sedang mengukir di jantungnya, tapi Saten tidak punya waktu untuk syok. “Ada tanda bahwa aku sempat diborgol! Jika aku menggerak-gerakkan tanganku, aku juga bisa membuat beberapa goresan luka!! Jika aku mati nanti, dan mayatku diperiksa oleh ahli forensik, maka mereka akan menemukan fakta bahwa aku diborgol lantas dibunuh!! Itu artinya, kalian akan berada dalam kesulitan!!” “Ketika seseorang tenggelam di daerah berbatu seperti ini, mayat mereka belum tentu ditemukan secara utuh.” Ekspresi Olive tidak berubah. Wajah tersenyumnya kelihatan seperti “jurang”. “Sebelum tubuhmu ditemukan, tubuh itu akan terhempas oleh ombak lagi, lagi, dan lagi. Lalu, tubuhmu akan tergesek-gesek oleh bebatuan.... Terkadang, tubuhmu akan dimakan oleh ikan dan kepiting. Artinya, seluruh bagian tanganmu akan koyak dan jarimu tidak lagi utuh, atau wajahmu akan hancur sampai tidak bisa dikenali. Tidak akan terlalu sulit untuk menyembunyikan satu atau dua luka akibat goresan borgol.” Saten tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ini tidak akan berakhir hanya dengan kepalanya masuk ke dalam air. Ketika dia berpikir tentang “proses kematian” yang akan dia jalani setelahnya, pandangannya menjadi gelap. Dia merasakan kedinginan yang lebih “jahat” di punggungnya, dibanding rasa dingin karena ketakutan akan kematian. Masih memegang rambut Saten, pegawai itu menarik Saten ke arahnya dari sisi kanan, seakan-akan dia menariknya untuk menciumnya.

RAILGUN SS1 05 017.jpg

“Sekarang, apakah kau siap?” “!!” Cairan transparan tumpah dari kelenjar air mata Saten. Itu adalah jerami terakhir*. Dia meraung seperti hewan buas, dan mencoba menggigit hidung Olive dengan segenap tenaga yang dia miliki. Dia sungguh-sungguh mencoba untuk memutuskan bagian tengah wajah itu dengan gigitannya, tapi Olive dengan mudah mengayunkan kepalanya ke belakang, dan meggunakan tangan yang satunya untuk memberi pukulan ke atas rahang Saten. [Jerami terakhir yang mematahkan punggung keledai. Maksudnya dia sudah menahan diri, tapi itulah yang akhirnya menyebabkan dia menangis.] Suara benda tumpul “memecahkan” kepala Saten, dan sesuatu yang berasa seperti besi menetes ke mulutnya. Saten kehilangan keseimbangan tubuh dan menggantung lemas, tapi Olive menariknya ke atas sambil menjambak rambutnya. Dia berjalan ke arah lautan, sambil menyeret Saten bersamanya. Dengan kesadaran yang buram, Saten melihat ke pegawai yang memegang rambutnya. “...Apa yang...?” “?” “Apa yang ada di sana...?” Saten menanyakan tentang daerah rahasia yang tersembunyi di balik pintu hangar raksasa. Dia berbicara tentang pintu ganda yang dibalut sinar kemerahan. Di sana terdapat banyak label peringatan yang membuat tak seorang pun berani mendekat. Pada akhirnya, Saten Ruiko tidak berhasil mencapai pusat rahasianya. “Oh, itu,” jawab Olive datar. Dia mungkin telah memutuskan bahwa tidak ada alasan untuk menyembunyikan rahasia itu karena Saten akan segera mati. Bagaimanapun juga, Saten berhasil sampai sejauh itu, jadi dia harus diberi sedikit “hadiah” atas kerja kerasnya itu. Mungkin juga, dia sedikit kagum karena Saten tidak memohon untuk tetap hidup. “Itu adalah tempat bagi mereka yang telah dinyatakan hilang. Kurasa, kau bisa menyebutnya sebagai sejenis laboratorium. Kau dianggap tewas, jadi kau tidak akan masuk ke sana.” “...” “Secara alami, Liberal Arts City punya kemampuan untuk menangani setiap insiden, kecelakaan, atau situasi aneh lainnya sebagai suatu pertunjukan belaka. Tapi bagaimanapun juga, ada satu hal yang tidak bisa kami hapus. Yaitu, orang-orang yang berada di balik insiden-insiden ini.” Air laut telah naik sampai paha Olive. Karena Saten sedang diseret, air laut telah mencapai dadanya. “Kami menyelesaikan insiden-insiden tanpa mengandalkan badan penegak hukum, tapi itu bukan karena kami melindungi para kriminal. Jika kami menyelesaikannya dengan tangan kami sendiri, itu artinya kami bisa menghukum mereka dengan cara kami sendiri.” Suatu ombak besar datang dan airnya mencapai kepala Saten. Garam menyebabkan rasa sakit yang amat sangat pada hidung dan tenggorokan Saten, tapi Olive kelihatan tidak peduli. Saten terbatuk dan kemudian mencoba menanyakan sesuatu. “Tapi apa yang kalian...?” “Kurasa, aku tidak perlu memberitahumu setiap detail tentang apa yang kami teliti, tapi kau sudah melihat suatu bagiannya di hangar itu.” Dia pasti sedang merujuk pada ikan terbang yang berjejer seperti kantung mayat. Kapal spesial itu terbuat dari kayu, kain, dan obsidian. Sepertinya benda-benda itu tidak bisa dikategorikan sebagai teknologi canggih Tapi, kapal berbentuk aneh itu punya kemampuan yang setara atau bahkan melebihi Skuadron Laveze milik Liberal Arts City. “Aneh, kan? Kelihatannya mereka memiliki mesin hidrogen, tapi apa yang sebenarnya mereka gunakan tidak diketahui. Beberapa kapal yang jatuh dibongkar, dan cara konstruksinya dianalisa. Tapi, bahkan ketika bagian yang benar-benar sama disatukan, kapal-kapal itu tidak berfungsi sama sekali.” Olive menggelengkan kepalanya. Dia kedengaran seperti sedang berbicara tentang sesuatu yang tidak melibatkannya, jadi kemungkinan itu bukanlah “bidang”nya. “Mekanisme di balik kapal-kapal itu tidaklah sempurna. Atau lebih tepatnya, kapal-kapal itu sepertinya disatukan dengan kumpulan hukum yang sama sekali berbeda dengan yang kita tahu... Kapal-kapal itu adalah alat yang benar-benar tidak umum.” Olive mungkin mengatakan “kapal-kapal itu sepertinya” karena dia sendiri tidak mengerti hukum-hukum yang berbeda itu. Pijakan Saten mulai tidak seimbang. Kakinya masih mencapai dasar, tapi sendalnya tidak bisa menemukan pijakan yang kokoh entah karena dasar laut berbatu itu sangatlah licin, atau karena arus dalam air. “Tapi, itu tidak lebih dari satu jenis peralatan. Kami menginginkan kekuatan yang mereka miliki. Kami menginginkan kekuatan dimiliki oleh orang-orang yang mengendarai kapal itu. Mereka sepertinya punya organisasi yang cukup kuat, karena kami belum berhasil menangkap satu pun dari mereka. Sejauh ini, kami hanya bisa mengumpulkan serpihan-serpihan kapal yang jatuh.” Olive tertawa kecil. “Tentu saja, semakin panjang peperangan ini berlangsung, semakin banyak kapal yang bisa kami dapatkan. Jadi, pihak manajemen bergembira tanpa merasa bersalah. ...Sebenarnya, aku lebih ingin agar mereka mengerti kesulitan orang-orang yang mempertaruhkan nyawa mereka di medan perang. Mereka mungkin adalah objek penelitian kami, tapi mereka sedikit tangguh.” Apa dia sedang berbicara tentang Xochitl dan teman-temannya? Apakah itu alasan mereka menyerang Liberal Arts City? Liberal Arts City sedang mencoba menemukan rahasia di balik suatu kekuatan. Xochitl dan teman-temannya bertempur untuk melindungi rahasia itu. Apakah itu adalah identitas sebenarnya dari konflik yang terjadi di kota ini? Tapi... Apakah kekuatan yang disinggung oleh Olive...? “Untuk menemukan teknik syuting baru, Liberal Arts City telah memanggil pelukis, pematung, pembuat pot, seniman ukiyo-e, pembuat boneka, dan seniman-seniman lain dari seluruh sudut dunia. Bersamaan dengan itu, akhirnya kami juga berhasil mengumpulkan pengetahuan kuno yang sama sekali tidak berhubungan dengan seni.” Pegawai itu membicarakan tentang identitas kekuatan misterius itu. “Kekuatan spesial dan fenomena yang lepas dari hukum Fisika biasa muncul di sini, dan pada pengetahuan kuno itu. Awalnya kami berpikir bahwa itu tidak lebih dari suatu legenda yang dilebih-lebihkan, tapi ketika kami menyelidikinya, seperti ada kumpulan hukum konsisten yang bisa dilihat pada cerita-cerita kuno tersebut. Saat itulah kami mulai dengan serius menelitinya. Bagaimanapun juga, obat herbal kuno dari Cina terkadang memiliki efek yang melebihi antibiotik modern.” Itu adalah sesuatu yang bahkan seorang esper Academy City tidak ketahui. Itu adalah sesuatu yang Saten Ruiko tidak ketahui identitasnya. “Benar,” kata Olive dengan senyuman pada Saten yang semakin terendam di bawah permukaan air. “Kami sedang mengembangkan esper dengan pendekatan berbeda dari apa yang kalian lakukan di Academy City.” Mata Saten terbuka lebar. Olive Holiday melanjutkan bicaranya. “Untuk mewujudkannya, kami perlu menginvestigasi kapal-kapal itu, yaitu senjata-senjata spesial yang seharusnya tidak digerakkan oleh hukum Fisika biasa.”

Misaka Mikoto dan Uiharu Kazari meninggalkan kamar Saten, dengan cepat keluar dari hotel, dan berlari ke rel kereta yang membelah Liberal Arts City. Menggunakan kekuatan teleportasi milik Shirai Kuroko sebenarnya adalah cara transportasi yang lebih cepat, tapi membawa gadis Psikometri itu pergi pasti memakan cukup banyak waktu, karena mereka tidak bisa menghubunginya. “Menurutku, Saten-san mungkin berada di sisi paling Timur dari Liberal Arts City. Informasi umum tentang fasilitasnya tidak ada pada jaringan, jadi kita mungkin harus mengecek komputer yang diputuskan dari jaringan tersebut. Tapi, aku sudah punya data tentang lokasinya,” kata Uiharu sambil berlari bersama Mikoto. Hotel tempat mereka menginap juga ada di sisi Timur, tapi dengan ukuran kota yang begitu besar, itu bukanlah jarak yang bisa mudah ditempuh dengan berjalan kaki. Mereka tidak tahu situasi Saten sekarang, tapi mereka sedang menuju ke suatu fasilitas Liberal Arts City. Mereka tidak punya waktu untuk berpikiran optimis. Menjarah fasilitas itu, dan secara paksa menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan Railgun milik Mikoto pasti merupakan pilihan yang terbaik. Mereka dengan cepat menemukan stasiun. Benda berlalu-lalang di udara adalah semacam kereta jenis spesial yang seperti kombinasi dari monorail dan roller coaster. Stasiunnya bukan berupa bangunan persegi yang tidak berkelas. Peronnya berjejer satu dengan lainnya, dan ditutupi oleh bangunan dari kaca. Tapi, Mikoto dan Uiharu tidak bisa memasuki stasiun itu. Dengan suara menggelegar, dinding bangunannya tiba-tiba meledak. Dinding yang terbuat dari sejumlah potongan kaca pecah berkeping-keping. Rel seperti roller coaster yang melengkung patah dan jatuh ke tanah. Potongannya menghancurkan lebih banyak rel ketika jatuh. Ketika kumpulan konstruksi itu menghantam pasir putih, badai pasir seakan meledak ke segala arah. “Kyaahh!?” teriak Uiharu ketika dia tertelan oleh badai pasir itu. Mikoto memanipulasi magnet untuk mengendalikan pasir besi yang beterbangan di udara, lantas dia mengayunkannya agar menyibak badai pasir itu. Suatu jejak asap berbentuk garis dan berwarna putih seakan memotong langit biru. Garis itu terbentuk dari suatu titik di udara sampai ke dinding bangunan yang hancur. Sesuatu melintas di pandangan Mikoto. Ketinggiannya sekitar 20 meter di udara. Suatu benda hitam melompat dari pantai ke dalam jalur air yang ada di daratan. “Ikan terbang...!?” teriak Mikoto ketika melihat kapal aneh yang bentuknya seperti dua kano ditumpuk, dilengkapi dengan dua sayap di tiap sisinya. Bahkan ketika itu, lebih banyak lagi Mixcoatl melompat dari pantai ke jalur air di darata. Lantas, mereka pergi lebih jauh ke tengah pulau, dengan kecepatan tinggi. Tidak ada teriakan dari turis-turis yang berada di sekitar Mikoto. Tapi mereka tidak sepenuhnya merasa nyaman. Seakan-akan, mereka berdiri di sana dengan pandangan kosong karena mereka tidak bisa memastikan apakah sedang melihat suatu pertunjukan ataukah serangan yang nyata. “...” Mikoto menggertakkan giginya dan melihat ke arah ufuk di lepas pantai. Dia bisa melihat sejumlah jejak asap melengkung dari Skuadron Laveze yang bertempur melawan Mixcoatl di atas laut, tapi para penyerang sepertinya sedang berada pada posisi menguntungkan saat itu. Skuadron Laveze telah membiarkan invasi itu ke Liberal Arts City, dan ledakan yang berulang-ulang dapat terdengar. (Timing yang benar-benar buruk...) “Bagaimanapun juga, kita tidak bisa menggunakan keretanya sekarang. Memang tidak semua relnya hancur, tapi mereka pasti menghentikan semua kereta untuk keamanan!!” “T-tapi bahwa begitu bagaimana dengan Saten-san...!?” “Jangan khawatir. Kereta bukanlah satu-satunya cara transportasi. Jika kita bisa mendapatkan taksi...” Perkataan Mikoto terputus ketika sejumlah ledakan dan keruntuhan akhirnya menghancurkan “ilusi” kota tersebut. Kejadian ini telah melewati apa yang seseorang bisa terima sebagai pertunjukan. Ketakutan yang nyata telah menghinggapi orang-orang, dan itu tentu saja menyebabkan kepanikan. Ketika Mikoto dan Uiharu memandang dengan terkejut, mereka mendengar suatu suara perempuan. “Hei, kenapa kalian cuma berdiri di sana!?” Mereka berbalik dan menemukan sutradara film bernama Beverly. “Di sini berbahaya, jadi ikutlah denganku! Cepat!! Ini bukan suatu pertunjukan!!” teriak Beverly sambil memegan tangan Mikoto dan Uiharu, lantas menariknya. Mikoto dan Uiharu lebih bingung dibandingkan Beverly. “Tunggu! Kami perlu pergi ke suatu tempat...!!” “Jadi kalian mau menunggu taksi? Kalian akan hancur sampai mati jika kalian tetap di sini!!” teriak Beverly sebagai jawaban. Karena misil Mixcoatl yang menghancurkan rel, sejumlah besar orang terburu-buru keluar dari stasiun. Orang-orang yang tidak tahu bahwa relnya sudah hancur ingin pergi dari tempat itu secepat mungkin, jadi mereka berlari menuju stasiun. Kedua arus manusia yang berlawanan bertabrakan, dan keduanya saling tertahan selama beberapa saat. Ini hanya menyebabkan kekacauan lebih parah. Arus manusia yang seperti sungai itu menyebar seakan tepi sungainya luber. Ketika kerumunan itu menyebar sampai tempat Mikoto dan Uiharu berada, Beverly dengan paksa menarik tangan mereka. Ketiganya bersembunyi pada tempat teduh yang berada cukup dekat. Di waktu yang sama, jalan utama dipenuhi oleh orang-orang. Beverly menghapus keringatnya dan menghela napas. “Orang-orang yang mencoba kabur ke dalam gedung, dan orang-orang yang percaya bahwa berada di dalam gedung lebih berbahaya... keduanya sedang berbentrokan. Jalan sudah tidak lagi berfungsi. Ini seperti mencoba berjalan di kereta yang penuh sesak. Kerumunan manusia telah menjadi ‘dinding’ penghalang.” “Tidak mungkin...” “Jika manusia tidak bisa lewat, bagaimana kendaraan yang besar bisa melewatinya? Aku tidak tahu apakah ini adalah serangan teroris atau apa, tapi setidaknya, transportasi kota ini sudah sepenuhnya terputus.” Harapan terakhir mereka, yaitu menggunakan taxi, tidak lagi bisa digunakan. Kumpulan kendaraan yang mencoba pergi hanya akan menyebabkan kemacetan lebih parah. Mikoto mengingat kembali tentang seberapa anehnya tempat itu. Satu set perlengkapan film milik Liberal Arts City yang telah dibangun oleh para pegawai, kini sedang runtuh disertai suara gemuruh. (Jadi mobil juga tidak bisa...) Mereka tidak bisa menunggu taksi dalam keadaan seperti ini. Mikoto dan Uiharu merasa seperti sedang berada dalam adegan suatu film bertemakan bencana. Kumpulan orang-orang yang panik menyebar ke arah mereka. Itu seperti tsunami raksasa yang terbuat dari manusia. “Sialan,” semprot Beverly. “Aku sudah berpikir bahwa kapal-kapal itu adalah benda yang aneh. Berbeda dengan atraksi atau pertunjukan lain. Biasanya, ada suatu trik yang bisa ‘menghipnotis’ keadaan mental penonton sehingga mereka bisa menontonnya dengan nyaman, namun entah kenapa kapal-kapal itu tidak memiliki trik seperti itu. Tapi, jika mereka bukan bagian dari pertunjukan, lantas apa yang sedang terjadi di kota ini!?” Dia kelihatan bingung, tapi mereka tidak punya waktu untuk mengurus kebingungannya. Mikoto menanyakan suatu pertanyaan secara blak-blakan. “Beverly-san, apa kau bisa mengendarai sepeda motor? Ada suatu tempat yang ingin kami datangi.” “Tidak, aku tidak punya SIM, dan lihat saja ke sana. Jalan-jalan itu tidak berfungsi dengan layak sedikit pun. Aku tidak bercanda ketika aku bilang bahwa kalian bisa hancur dan mati karena terhimpit kerumunan itu. Mungkin, kalian bisa selamat jika masuk ke dalam bangunan besar dan menunggu sampai gangguannya mereda.” “Sial,” sembur Mikoto. Mereka tidak bisa menggunakan kereta ataupun mobil. Bahkan berjalan akan sangat sulit. Bahaya bisa saja mendekati Saten ketika mereka terjebak di sana, tapi memaksa maju akan berakibat ditelan gelombang manusia, lantas terluka atau bahkan lebih buruk. Mikoto menggambar peta daerah itu dalam pikirannya, berpikir sebentar, dan menoleh ke Uiharu. “Uiharu-san, mari kembali ke hotel.” “Tidak!!” “Jangan salah sangka. Kita melakukan ini untuk menyelamatkan Saten-san.” Mikoto memegang pundak Uiharu dan menatap matanya secara langsung. Dia berbicara dengan lambat supaya pikiran Uiharu tidak tertelan oleh keributan di sekitarnya. “Kuroko harusnya berada di hotel. Kita perlu mencarinya dan menggunakan teleportasinya untuk menuju tempat Saten-san berada. Mengerti?” Setelah melihat Uiharu mengangguk dua kali, Mikoto menoleh ke arah Beverly. “Apa yang akan kau lakukan, Beverly-san?” “...Aku juga khawatir dengan anggota grup kalian yang lain, tapi kupikir akan lebih baik jika kalian menunggu suasana mereda sedikit, sebelum akhirnya menuju ke hotel. Keadaan terlalu parah sekarang ini. Aku benar-benar ingin menghentikan kalian untuk pergi, tapi...” suara Beverly sedikit memelan. “Apakah terjadi sesuatu pada cewek bernama Saten itu?” “...Iya.” Mendengar itu, Beverly menghela napas dengan keras. “Kalau begitu, aku tidak punya pilihan lain.” “?” Alis Mikoto mengerut dan Beverly berbicara dalam suara, yang terdengar seakan-akan dia merasa bahwa tindakan ini akan sangat merepotkan. “Aku tidak tahu situasinya, tapi sepertinya kalian punya rencana ketika kalian berhasil kembali ke hotel nanti. Apa kalian akan memanggil helikopter? Yah, aku tidak akan menanyakan detailnya. ...Yang bisa kulakukan adalah menggunakan teknik perfilmanku untuk membaca hati para pengunjung, kemudian aku akan mengantar kalian ke hotel tanpa tertelan oleh gelombang manusia itu.” “Beverly-san...” Mikoto menunduk berterima kasih. Beverly menghentikannya dengan senyuman, kemudian menggenggam tangan Mikoto dan Uiharu. Daerah terbuka di depan sudah menjadi lautan manusia. Beverly berkata sambil melihat adegan dari neraka itu. “...Ini mungkin akan benar-benar buruk.”

Saten Ruiko tidak mengerti apa yang telah Olive katakan. Apa yang dikatakannya? “Ikan terbang itu adalah hasil dari kekuatan psikis...?” gumam Saten, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. Bukan itu. Memang benar bahwa ikan terbang itu tidak dapat dikategorikan sebagai teknologi pelayaran dan teknologi penerbangan modern. Ikan terbang itu mungkin telah dikembangkan dengan menggunakan suatu hukum yang benar-benar berbeda, tapi Saten Ruiko merasa bahwa hukum itu berbeda dari kekuatan psikis ilmiah yang dia ketahui selama ini. Saten bukanlah seorang ilmuan jenius. Dia hanya bersekolah di Academy City, jadi dia tidak tahu semua hal-hal kecil tentang proses, atau formula kimia yang digunakan untuk mengembangkan kekuatan psikis. Tapi, karena Saten Ruiko telah bersekolah di Academy City, dia bisa mendeteksi “aroma” samar-samar dari teori di balik kekuatan itu. Dalam tingkat intuitif itu, dia tidak mendeteksi “aroma” yang sama pada ikan terbang atau Xochitl. Dia merasa bahwa benda-benda itu berfungsi berdasarkan teori yang “terpisah” dari teori di Academy City. “Academy City di Jepang telah memonopoli teknologi mutakhir, dan hampir sepenuhnya menjaga bidang pengembangan kemampuan psikis untuk pihak mereka sendiri. Dan juga, mereka bertindak cepat untuk mempertahankan data teknologi, beserta semua yang mereka miliki. Bahkan jika kami membelah badan seorang esper sepertimu yang telah dikembangkan di sana, dan kami berhasil mendapatkan informasi mendetail, kami bisa menarik berbagai ‘pelatuk’. ...Pihak manajemen tidak mau itu terjadi” Olive Holiday tidak menyadarinya. Dia adalah orang luar, jadi dia tidak menyadari perbedaan “aroma”nya. “Tapi kami tidak perlu menggunakan teknologi mutakhir itu. Jika kami menggunakan metode rumit lain yang tidak melibatkan informasi tentang teknik yang dimiliki oleh Academy City, kami bisa mendapatkan informasi itu dengan cara kami sendiri. Itulah kenapa kami perlu menganalisa ulang semuanya dengan cara analogikal. Jika semua yang kami lakukan adalah mengumpulkan pengetahuan tradisional kuno dan membangun bidang teknik yang baru, maka tidak ada yang akan menghentikan kami.” Teknologi yang dikenal sebagai jenis “baru”, biasanya adalah teknologi yang melibatkan Academy City dalam perihal riset atau pengembangan. Liberal Arts City...bukan, Amerika sedang berusaha “melepaskan diri” dari batasan itu. Mereka sedang mencoba untuk menciptakan standar baru yang berfungsi sebagai fondasi berbeda dengan apa yang telah Academy City ciptakan. Contohnya, listrik telah menjadi fondasi kehidupan dan teknologi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tenaga. Meningkatkan teknologi penghasil listrik bisa mempunyai dua arti: Yang pertama adalah meningkatkan efisiensi pembangkit tenaga termal, atau pembangkit tenaga nuklir untuk menghasilkan listrik. Metode ini menggunakan lebih sedikit sumber daya, atau bahkan lebih sedikit efek samping. Yang kedua adalah mencari energi bentuk baru yang belum “populer” pada saat itu. Dalam kasus kedua, mungkin saja “petunjuknya” sudah tersedia sejak zaman kuno. Sebagai contoh, penghasil listrik dengan menggunakan “energi berlebih” yang digunakan ketika manusia berjalan di atas kedua kakinya. Metode “kuno yang brilian” seperti ini sedang dipikirkan secara serius. Liberal Arts City mungkin sedang mencoba mengembangkan kemampuan psikis yang didasarkan pada fondasi berbeda, dengan cara yang mirip seperti itu. Tapi pegawai itu telah salah tentang sesuatu yang fundamental sejak awal. Saten Ruiko tahu karena dia adalah bagian dari sisi ilmu pengetahuan. Olive Holiday dan Liberal Arts City secara keseluruhan telah bertemu dengan sesuatu yang berbeda dari kekuatan psikis. “Xochitl itu...” Saten membuka mulutnya. Tapi, sebelum dia bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan, pegawai itu dengan santai menggerakkan tangan yang memegang rambutnya, lantas menenggelamkan wajah Saten ke dalam air. Tindakan tiba-tiba itu menyebabkan sejumlah besar air laut masuk ke dalam mulut Saten, dan ketika dia mulai tersedak, air laut mulai memasuki hidungnya. Karena tangannya sedang diborgol, dia tidak bisa berontak sebagaimana seharusnya. Kakinya yang ditutupi sendal terpeleset pada tanah berbatu di bawah air. Itu membuatnya susah untuk berdiri, apalagi menendang. “Mari...kita...akhiri...ini...sekarang...” Dia bisa mendengar suara terdistorsi dari atas permukaan air. Entah bagaimana caranya, Saten berhasil menggerakkan kepalanya ketika dia mencoba mengangkatnya ke atas permukaan air. Dia tetap melakukan itu walaupun rambutnya dijambak, atau walaupun kepalanya terkoyak. Sebenarnya, dia tidak punya kekuatan sebanyak itu, dan karena kekuatan Saten begitu terbatas, rasa sakit mulai mencekik lehernya. Untuk sementara, dia tidak merasakan sakit karena tidak bisa bernapas. Rasa terkejut yang disebabkan oleh sakitnya air laut, menyengat hidung dan tenggorokannya. Rasa sakit itu bisa saja membuatnya pasrah dan menyerah. Tapi di titik tertentu, rasa sakit yang sebenarnya datang. Bukannya rasa sakit yang meningkat secara perlahan, rasa sakitnya kali ini justru melesat dengan cepat layaknya kurva fungsi kuadrat. Badan Saten menggelepar. Kekuatan besar memasuki kepalanya yang sedang dipaksa masuk ke dalam air laut. Olive telah memegangnya hanya dengan satu tangan, tapi dia perlu memegang rambut Saten dengan tangannya yang lain untuk menanganinya. Tangannya yang terikat di belakang punggung bergerak meronta-ronta karena ototnya semakin mengejang. Suara berderak terdengar dari borgol yang dari tadi menyegel pergerakan tangannya. Tapi... (...) Ketika gelembung transparan keluar dari bibirnya, seluruh tenaga tiba-tiba lenyap dari lengan dan kaki Saten. Kaki tangannya berhenti berfungsi karena tubuhnya kekurangan oksigen yang dibutuhkan untuk bergerak. Bibirnya membuka. Dia tidak bisa mengeluarkan air laut yang masuk mengisi celah itu. Dia begitu menderita karena karbon dioksida yang dihasilkan oleh tubuhnya semakin menumpuk. Ketika air laut mengisi tubuhnya, dia dibalut perasaan yang berbeda dari sebelumnya. (...bukan...) Pikiran Saten kosong, kelopak matanya setengah terbuka karena dia bahkan tidak bisa menggerakkannya dengan bebas. Dia kini benar-benar yakin bahwa kesadarannya semakin memudar. (Itu bukan kekuatan psikis... Itu adalah sesuatu...yang lain...) Kaki dan tangannya mengambang di sekelilingnya. Nyawa Saten Ruiko semakin lenyap. Kemudian, sejumlah besar air laut yang membuatnya tersiksa, melayang karena suatu ledakan. Sesuatu seperti bom telah dijatuhkan pada permukaan laut di dekatnya. Butuh beberapa saat bagi Saten Ruiko untuk menyadarinya. Gelombang kejut tidak hanya merambat melalui udara. Gelombang itu juga merambat melalui air dan menampar pipi Saten dengan keras, dan itu membuat kesadarannya kembali ke raganya . Badan Saten terlepas dari tangan Olive dan terlempar ke permukaan laut. Dengan kesadarannya yang masih pudar, Saten melihat garis putih yang terlihat seperti jejak asap. Tapi, garis itu jauh lebih tipis daripada garis yang dibuat pesawat terbang, seakan-akan adalah milik suatu misil. “Gwaaaahh!?” Teriakan itu pasti datang dari Olive. Sebelum Saten bisa menolehkan kepalanya ke arah itu, lebih banyak ledakan terjadi. Mereka tanpa ampun menghancurkan batu yang menjorok di atas kepala, dan menyebabkan sejumlah besar batu jatuh menghujani dari atas. Jejak asap suatu misil menembus bagian belakang dari daerah berbatu berbentuk コ dan meledakkan pintu masuk yang disamarkan itu. Beberapa batu yang jatuh mendekat dari atas Saten, ketika dia mengambang dalam posisi telentang. Tapi entah kenapa, beberapa misil terbang dari samping dan dengan akurat menghancurkan batu-batu yang jatuh itu. “...” Setelah berbaring di sana untuk beberapa waktu, Saten akhirnya berhasil mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk berdiri di atas batu dengan sendalnya. Air laut setinggi sekitar pinggangnya. Dia merasa sedikit mual dan menggerakkan tangannya ke mulut. Air laut pasti telah melukai bagian dalam tubuhnya karena ada bercak merah yang tercampur. Olive tidak terlihat di mana pun. Saten tidak yakin bahwa dia telah kabur. Dia mungkin ada di balik bebatuan yang jatuh, atau dia mungkin sudah hancur tertimpa batu, lantas tenggelam ke dasar laut. Saten tidak mempedulikannya. Keinginan refleks untuk mencoba menyelamatkan wanita itu memang sempat datang ke pikiran Saten. Indranya sepertinya mati rasa ketika dia memaksakan tubuhnya untuk bergerak. Dia melihat sekeliling dengan gerakan tersentak-sentak yang timpang, dan dia pun melihat salah satu ikan terbang di ujung lautan. Itu adalah kapal misterius dengan badan yang terbuat dari benda mirip kano kayu yang saling tumpuk layaknya burger, dan juga empat sayap. Kapal itu berputar-putar menghancurkan semua yang ada di daerah itu, sampai akhirnya menurunkan kecepatannya, dan dengan perlahan mendekati Saten. Kano yang di atas bergeser ke belakang seperti kerang. Mengintip dari dalamnya adalah seorang gadis berkulit coklat yang memakai pakaian tradisional khusus. “Xochitl...?” gumam Saten, tapi gadis tersebut tidak menjawab. Xochitl keluar dari ikan terbang dan turun ke dalam air. Dia kemudian memegang leher Saten dengan kecepatan tinggi, berbalik 180 derajat, dan membanting punggung Saten ke sisi ikan terbang yang dia naiki tadi. Napas Saten sekali lagi terhenti dan Xochitl mengeluarkan suatu pisau dari kantungnya, lantas menekan ujungnya pada pelipis Saten. “...Aku pikir, aku sudah menyuruhmu agar tidak terlibat dalam urusan ini. Jika kau dibawa ke sini, kau pasti sudah mengetahui sesuatu yang harusnya tidak kau ketahui. Iya, kan?” Xochitl kelihatan marah. Saten tidak tahu kenapa dia marah. “Xochitl...” Itulah kenapa Saten seharusnya mengatakan apa yang dia lakukan. Dia menjawab pertanyaannya dengan jujur. “Kau berasal dari dunia yang berbeda dengan kami...iya, kan? Tapi mereka menginvasi dunia itu... Itulah kenapa kalian bertarung...iya, kan?” Saten menggerakkan bibirnya yang telah pucat karena terkena air laut. Matanya yang merah mengarah lurus ke depan. Mungkin karena sedikit sianosis*, sehingga dia kesusahannya bernapas, dan seluruh kulitnya telah berubah menjadi warna keputihan. [Sianosis adalah warna kulit menjadi sedikit biru karena kekurangan oksigen.] “Mereka mungkin telah membungkam orang-orang sepertiku selama ini... Kau bertarung untuk menghentikan itu...iya, kan, Xochitl?” “Sial,” sembur Xochitl. Dia melepaskan tangan coklatnya dari leher Saten. Karena kehilangan penyangganya, Saten kembali tenggelam ke air dan Xochitl dengan panik memegang lengannya. “Liberal Arts City sudah tamat,” kata Xochitl. “Xiuhcoatl sebentar lagi akan bergerak. Jika dia sampai di sini, 87% dari kota ini akan terbakar. Semuanya, tidak peduli apakah mereka orang jahat atau tidak, semuanya akan tenggelam ke lautan bersamaan dengan kota ini.” “Xochitl...?” “Terowongan untuk kereta mesin linear yang menghubungkan kota ini dengan dataran utama Amerika sudah hancur. Helipad di seluruh kota juga telah dilumpuhkan. Tapi, Liberal Arts City punya banyak kapal penyelamat berukuran besar. Jumlahnya cukup untuk membawa satu juta turis yang ada di sini dengan ruang kosong cadangan. Jika kau tidak ingin semua orang itu mati, sebaiknya kau mencari cara untuk menggerakkan perahu-perahu itu. “Apa maksudmu? ...Apa Xiuhcoatl itu...?” “...” Xochitl tidak menjawab pertanyaan Saten. Xochitl bisa mengetahui bahwa kekuatan telah kembali ke kaki Saten, jadi dia pun melepaskan lengan gadis itu. Dia kemudian mendorong dada Saten dengan pelan, menjauhkan gadis itu darinya. Xochitl berbicara ketika dia masuk ke dalam Mixcoatl. “Aku tidak bisa memberitahunmu semuanya, tapi aku telah memberimu petunjuk yang kau butuhkan untuk membuat pilihan benar.” Sebelum Saten bisa mengatakan apa pun, Xochitl menutup badan Mixcoatl-nya. Kapal itu bergerak kecil untuk berbalik dari Saten, kemudian melesat dengan kecepatan tinggi ke arah laut menjauhi Saten. Xochitl tidak mengatakan apa pun bahkan ketika kapal itu menghilang dari pandangan Saten.

Dengan menggunakan ujung keempat sayapnya, Mixcoatl melesat sambil melayang sedikit di atas permukaan laut. Mixcoatl yang lain mendekati dari samping, mereka bergerak hampir secara paralel dengan kapal Xochitl. Rekannya yang bernama Tochtli ada di situ. “Apa kau sudah menyampaikan pesanmu?” “Diam. Aku tidak melakukan sesuatu yang bertentangan misi kita. Tujuan kita adalah untuk menghancurkan seluruh informasi tentang teknik kita, yang sedang dianalisa secara rahasia di kota ini. Kita tidak diperintahkan untuk membunuh turis.” “Ha ha. Gadis itu melambaikan tangannya padamu.” “...” Xochitl terdiam. Tiba-tiba sejumlah pesawat tempur siluman dari Skuadron Laveze menyerang mereka dari angkasa. Mixcoatl milik Xochitl dan Tochtli bergerak ke kiri dan ke kanan, seakan mereka saling menolak satu sama lain. Mereka pun menyerang balik dengan serentak ketika Skuadron Laveze gagal mengambil keputusan yang tepat. “Yah, mari lakukan pekerjaan kita yang sebenarnya,” kata Tochli. “Tentu. Jika mereka menganalisa informasi tentang teknik kita,, maka itu cukup untuk membawa kesialan pada begitu banyak orang, kita pun harus menghentikannya.” Misil-misil ditembakkan dari atas laut dan dari langit secara bercampur, lantas meledak. Kedua Mixcoatl melewati asap hitam itu dan sekali lagi menuju ke arah Liberal Arts City.

Chapter 6[edit]


Kekacauan itu berlanjut sampai malam hari. Saten Ruiko sedang tertidur di kamarnya. Dia telah ditemukan pada daerah berbatu di tepi laut yang dihancurkan oleh misil itu. Sepertinya, dia telah menelan banyak air laut. Dia pasti merasa lega ketika melihat Mikoto dan Uiharu yang datang untuknya, karena dia pingsan segera setelah melihat mereka. Shirai Kuroko, entah bagaimana, berhasil memindahkan mereka semua kembali ke hotel. Tapi hotel itu juga tidak benar-benar berfungsi dengan benar. Hotel itu tidak tertembak oleh misil Mixcoatl, tapi semua orang panik di jalanan ingin kabur ke tempat yang memiliki atap, jadi hotel itu sekarang memiliki lebih banyak orang dibandingkan kapasitas sewajarnya. Mungkin karena semua orang buru-buru ingin masuk ke dalam pada waktu yang sama, pintu masuknya berhenti berfungsi dan pintu-pintu kaca otomatis telah dipecahkan. Semua orang telah sadar bahwa suatu tragedi sedang terjadi. Mereka mengerti bahwa itu bukanlah suatu atraksi, dan nyawa orang-orang bisa hilang dengan mudah. Karena itu, atmosfir tak terlihat yang menyelubungi semua orang telah berubah menjadi atmosfir ketidaknyamanan. Mikoto, Shirai, dan Uiharu berkumpul di kamar hotel tempat Saten tidur. Mereka tidak tahu sampai kapan hotel itu tetap beroperasi, dan ada resiko pecahnya kekacauan pada bangunan karena jumlah orang yang berkumpul di sana sangatlah banyak. Mereka telah memutuskan bahwa lebih baik tidak terpisah satu sama lain. “Ini buruk...” gumam Mikoto. Pemandangan malam yang terlihat melalui jendela kemarin telah hilang. Tanpa lampu, kegelapan yang menyelimuti lautan membuat kengeriannya semakin terasa nyata. Dan juga, cahaya oranye dari api bisa terlihat di banyak tempat dalam kegelapan itu Sepertinya, para pasukan Mixcoatl ini memfokuskan serangan mereka ke fasilitas transportasi umum dan landasan untuk pesawat tempur Liberal Arts City. Karena itu, tidak ada orang yang terkena langsung dan terbunuh oleh misil mereka, walaupun kekacauan yang dihasilkan sangatlah besar. Tapi sepertinya, kekacauan yang terhubung dengan serangan itu telah membuat beberapa orang terluka. (Ampun deh, padahal aku pikir ini cuma akan jadi tamasya yang bisa kunikmati seperti liburan. Kenapa kami harus terjebak dalam situasi yang seperti perang ini?) Mikoto menggertakkan giginya. Dia mendengar suara gadis lain di telinganya. “Aku tidak yakin kita bisa mempercayai apa yang mereka katakan, karena mereka mencoba untuk mengatakan semuanya sebagai pertunjukan. Tapi, sepertinya Liberal Arts City tidak punya waktu untuk melakukan itu terhadap keributan ini,” kata Uiharu Kazari sambil memperoleh informasi dari jaringan menggunakan charger kartu IC. “Tapi ini aneh,” kata Kuroko sembari dia mengeluarkan buah-buahan dari kulkas yang dipasang di kamar itu. “Kenapa mereka pergi setelah cuma melakukan kerusakan di tingkat tertentu, padahal mereka punya keuntungan sebesar itu? Andaikan aku jadi mereka, aku akan lanjut menghancurkan kota ini tanpa memberikan mereka kesempatan sedikit pun untuk mempersiapkan pertahanan tambahan.” “Shirai-san!” Uiharu berteriak untuk memprotes, tapi Mikoto sependapat dengan Shirai. Ini bukanlah suatu permainan atau kompetisi. Ini adalah pertarungan sampai mati yang sebenarnya, jadi tidak ada alasan untuk memikirkan keadilan. Yang berarti... “Jadi apakah kehancuran dari Liberal Arts City bukan tujuan pihak-pihak yang mengendarai Mixcoatl itu?” “Atau mungkin mereka tidak menemukan target yang sebenarnya, jadi mereka harus kembali dengan kekecewaan untuk menyuplai ulang?” Mikoto baru saja akan memberi pendapat tambahan, tapi dia berhenti. Dia berpikir idenya itu kurang memungkinkan. Dan bahkan walaupun itu bisa terjadi, dia merasa kehancuran harusnya datang di waktu yang lebih cepat. (Bagaimana jika mereka sudah mempunyai banyak pasukan yang diperlukan untuk menyelesaikan ini, dan mereka bisa melakukan itu kapan pun mereka mau...?) “Yeah, kurasa bukan itu.” “?” Mikoto berkata tanpa berpikir. Shirai dan Uiharu melihatnya dengan pandangan bingung di wajah mereka.

Dengan Mixcoatl yang sudah pergi, kekacauan pada kota mulai menenang. Tapi, adalah sifat alami manusia yang merasa penuh ketidakpuasan setelah itu terjadi. Kejadian itu bukan kesalahan para pekerja hotel, tapi banyak orang (beberapa bahkan bukan orang yang menginap di hotel itu) membanjiri meja depan atau menarik para pekerja di aula-aula. Mereka berteriak ke para pekerja seakan-akan sedang mencoba untuk mengoyaknya. Mereka mulai memberikan protes yang berlebihan. Mungkin ‘kekacauan setelah serangan’ ini adalah niat para penyerang, tapi untungnya tidak ada yang tewas. Meskipun begitu, ada beberapa orang yang terluka. Hal itu menghasilkan suasana yang sangat tegang. Tidak ada yang tahu kapan Mixcoatl akan kembali. Ditambah lagi, terowongan bawah laut dan helipad telah dihancurkan, jadi tidak ada cara untuk keluar dari kota itu. Sangat sulit untuk tetap tenang di situasi seperti itu. Dalam suasana seperti ini, sedikit teriakan saja bisa menghasilkan gangguan yang sangat besar, jadi saat itu suasananya begitu tidak nyaman. “...Sepertinya, kita membuat keputusan yang benar dengan memesan room service,” kata Mikoto. Setelah membuat senang seorang pekerja hotel yang kelihatan lelah dengan memberikan tips cukup besar, Mikoto dan teman-teman makan malam pada waktu yang telat, di kamar Saten. “Karena penyebab langsung gangguan ini, yaitu para ikan terbang, sudah pergi, kurasa semuanya akan menjadi tenang sementara waktu.” “Tentu saja, itu hanya jika ikan terbang itu tidak kembali besok.” “...Shirai-san.” Mereka memesan makan malam sederhana dengan daging sapi sebagai menu utama. Rasanya tidak begitu buruk, tapi makanan itu terkesan seperti dipadatkan karena ruang di kereta room service itu terbatas. Saten pasti telah mencium bau makanan itu, sehingga dia mulai menggeliat di tempat tidur. Matanya perlahan terbuka dan dia duduk seperti anak kecil yang baru bangun. “S-Saten-san! Kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” “Tidak, sedikit-banyak aku baik-baik saja...Hm? Yang kau makan itu kelihatan enak, Uiharu.” “B-bolehkah aku membiarkannya makan ini? Makanan ini sedikit berat...” kata Uiharu ke Mikoto untuk mencari bantuan. “Kenapa tidak mulai dengan salad ini, kemudian baru makan dagingnya. Bukankah saladnya cocok dengan perutmu?” “Uiharu, ke sini sebentar. Kita cuma memesan makanan untuk tiga orang, jadi mari mengaturnya kembali untuk empat porsi,” saran Shirai. Ketika Shirai diam-diam mencoba untuk memindahkan makanan yang hanya dari piring Mikoto ke piring miliknya, dia ter-biri-biri,. Akhirnya, makanannya didistribusikan sama rata. Setelah mereka selesai makan, Saten mulai memberitahu teman-teman apa yang telah terjadi padanya.

“Kemarin, aku bertemu dengan gadis aneh ini...” Saten menggerakkan mulutnya perlahan untuk menjelaskan semua sampai hal-hal yang detail. Dia bertemu dengan seorang gadis bernama Xochitl. Gadis itu adalah salah satu orang yang mengendarai Mixcoatl. Dia menyelinap ke bagian rahasia Liberal Arts City untuk mencaritahu apakah Xochitl adalah orang jahat ataukah bukan. Dia ditemukan oleh seorang pegawai, hampir saja dibunuh dan dibuat seakan-akan tenggelam karena kecelakaan. Akhirnya, Xochitl menyelamatkannya dengan menggunakan suatu Mixcoatl. Di tengah ceritanya, Mikoto memukul kepala Saten dengan kepalan tangannya, Shirai juga melakukan hal yang sama, dan akhirnya Uiharu juga melakukannya. Jalur yang telah dia tempuh bukanlah suatu petualangan. Itu seperti menarik pelatuk lima kali berturut-turut dalam permainan Russian roulette*, dan dengan keberuntungan-sekali-seumur-hidup, pelurunya tidak ada yang meledak. Seperti itulah pendapat ketiga orang temannya terhadap kisah yang Saten ceritakan. Dengan beberapa bulir air mata di kelopak mata, Saten tiba-tiba berbicara sambil memegang bagian atas kepalanya. “Oh, iya. Aku penasaran dengan apa yang dia maksud, ketika dia mengatakan tentang perahu penyelamat milik Liberal Arts City.” “?” “Um, si Xochitl ini menyinggung tentang kapal sebelum dia pergi. Dia bilang sesuatu yang bernama...um...Xiuh...coatl? Yah, entah apapun itu, dia bilang bahwa benda itu akan datang segera, tapi dia tidak menjelaskan apa yang dia maksud. Kedengarannya, dia seperti berbicara tentang benda yang berbeda dengan sebelumnya. Pokoknya, dia bilang bahwa kita perlu menggunakan perahu penyelamat itu untuk kabur sebelum benda tersebut datang. Aku tidak tahu bagaimana, tapi sepertinya Liberal Arts City punya beberapa perahu penyelamat raksasa, dan satu juta turis bisa muat padanya.” “Xiuhcoatl?” Mikoto terlihat bingung. Dia cukup yakin ikan terbang itu bernama Mixcoatl. Apa mereka punya kapal jenis lain? “Perahu penyelamat untuk sejuta orang? Seperti biasanya, skala di sini benar-benar raksasa...” “Mungkinkah dia merujuk pada benda ini?” kata Uiharu dari depan mesin pengecas kartu IC. Beberapa windows terbuka di layarnya. “Pada 12 tempat di pesisir Liberal Arts City, disimpan kapal berdaya apung tinggi dengan kelas 200 meter. Masing-masing bisa menampung sekitar 80.000 orang.” “Tunggu, bisakah kapal seperti itu menampung orang sebanyak itu?” “Yah, kapal-kapal ini bukan kapal pesiar yang nyaman; ini adalah perahu penyelamat. Sepertinya, satu orang hanya punya ruang sebesar satu kantung tidur. Sepertinya, masing-masing ruang itu bisa berfungsi sebagai perahu independen.” “Mungkin kalian sudah lupa, tapi kita berada di suatu tempat berjarak 50 kilometer dari daratan utama Amerika. Hanya mengambang di lautan tidak akan cukup untuk menyelamatkan kita.” Mereka akan dikelilingi oleh lautan dari segala arah, tapi mereka akan dehidrasi tanpa adanya setetes air pun untuk diminum. Itu adalah hal yang menakutkan, dan perahu penyelamat raksasa itu telah dipersiapkan untuk menghindari situasi seperti itu. “Tidak perlu pengetahuan spesial untuk menggunakan perahu ini. Perahu-perahu ini dikontrol dengan GPS. Sehingga, perahu-perahu tersebut akan secara otomatis menghindari karang dan perahu lain ketika menuju daratan utama Amerika. Meskipun begitu, itu semua hanyalah untuk menjalankan fungsinya sebagai perahu penyelamat. Perahu ini tidak bisa bergerak dengan ketepatan presisi untuk berlabuh, jadi tim penyelamat harus menyelamatkan orang-orang di atasnya.” Perahu penyelamat besar itu mempunyai nama kode Salmon Red. Sepertinya, cara perahu itu membawa jumlah besar perahu-perahu kecil beserta orang di atasnya, mirip seperti ikan salmon yang mengangkut telurnya. Mikoto merasa penamaannya itu sungguh menggelikan, tapi ini bukan waktunya untuk mengeluh tentang sesuatu seperti itu. Uiharu berbicara sambil melihat ke layar. “Lautan di sekitar Liberal Arts City masih dijaga agar tampak seperti lingkunan 50 tahun di masa depan yang dibutuhkan untuk proses syuting film, jadi sesuatu seperti jaring mengelilingi area ini. Fungsinya adalah mencegah ikan dan hewan laut lain untuk masuk dan keluar. Tapi ketika Salmon Red mulai bergerak, jaring-jaring itu harus dikoyak. Itu mungkin adalah salah satu alasan mengapa kapal-kapal tersebut hampir tidak pernah digunakan.” Mikoto mengintip dari balik pundak Uiharu ke layar mesin charger itu. “Tapi apakah perahu itu bisa mencegah serangan Mixcoatl, sehingga semua orang tidak tenggelam bersama-sama pulau ini?” “Aku tidak yakin...” Uiharu kelihatan susah. “Sulit mengatakannya hanya dengan informasi di jaringan ini, tapi dari data yang aku punya, landasan untuk pesawat tempur dan pertahanan kota ini telah dihancurkan sampai batasan di bawah 20%. Normalnya, aku rasa mengirimkan perahu penyelamat harusnya menjadi prioritas dalam situasi seperti ini, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa para pegawai sedang mencoba menyiapkan Salmon Red ini.” “Jadi mereka berniat bertarung di sini sampai akhir...” Menurut cerita Saten, semacam eksperimen dan riset sedang dijalankan di sana. Ada kemungkinan bahwa benda-benda itulah yang menghalangi mereka untuk meninggalkan tempat ini. Atau, mereka mungkin telah memutuskan bahwa meletakkan hasil riset di atas perahu tanpa pertahanan, adalah suatu resiko yang berbahaya. Itu akan menunjukkan titik lemah mereka pada Mixcoatl yang bisa bergerak secepat pesawat tempur. Tidak jelas apa yang orang-orang mengendarai Mixcoatl itu rencanakan, tapi kecil kemungkinannya bahwa kejadian ini sudah selesai. Dan ada kemungkinan bahaya dari Xiuhcoatl yang disebutkan oleh gadis bernama Xochitl. Liberal Arts City dan para Mixcoatl telah bertempur secara seimbang, tapi Mixcoatl telah menjalankan invasi yang jelas hari itu, dan mengubah situasinya secara drastis. Jika semuanya diserahkan pada Skuadron Laveze, kota ini akan hancur. Yang berarti... (Aku tahu apa yang harus kulakukan.) Kesimpulan Misaka Mikoto adalah kesimpulan yang sederhana. Dia bukanlah sekutu dari pihak manapun. Setelah mendengar cerita Saten, dia ingin mendukung pihak Xochitl, tapi itu tidak mengubah fakta bahwa Liberal Arts City dan Mixcoatl adalah grup yang tidak segan-segan melukai atau bahkan membunuh orang. Karena itu, Mikoto harus “berdiri” di antara kedua grup itu tanpa bergabung dengan suatu pihak pun. Dia akan mengakhiri masalah ini tanpa jatuhnya lebih banyak korban. Dia harus melakukannya karena turis biasa yang telah datang ke kota ini akan benar-benar terlibat. (Kemungkinan terburuknya, aku harus bertarung melawan kedua grup itu di saat yang sama) Dia juga ingin memberikan Mixcoatl hadiah berupa ledakan Railgun. Tapi walaupun dia akan mengandalkan kekerasan seperti itu, dia harus membiarkan orang-orang yang terjebak di Liberal Arts City untuk kabur. Dia harus mngosongkan area itu sehingga dia bisa bertarung dengan lepas. Mikoto menoleh ke Uiharu. “Bagaimanapun juga, tetap berada di Liberal Arts City adalah keputusan yang berbahaya. Jika para pegawai tidak mau bergerak, kita sendiri mungkin harus mengarahkan para turis ke perahu penyelamat Salmon Red.” “...Itu mungkin akan sulit. Salmon Red adalah salah satu dari rahasia kota ini. Agar kelihatan sebagai kota film yang aman dan nyaman, sebisa mungkin, mereka tidak mau perahu penyelamat daruratnya terlihat.” “Jadi, jika kita membawa orang-orang ke perahu yang tersembunyi di area rahasia, para pegawai mungkin akan mencoba menghentikan kita? Kurasa mereka bahkan akan menembak ke kerumunan manusia, ketika kita melewati garis batas area terlarang.” “...Tapi itu juga berarti bahwa kita tidak bisa menyerahkan ini pada para pegawai. Jika kita cuma menunggu mereka, kita mungkin akan ditelantarkan sampai pulau ini benar-benar hancur.” Dengan situasi seperti sekarang ini, pilihan terbaik adalah membiarkan semua orang menaiki Salmon Red. Tidak ada yang tewas di serangan sebelumnya pada hari itu, tapi tidak berarti hal itu akan terulang lagi. Jaringan pertahanan Liberal Arts City telah mengalami kerusakan, jadi serangan selanjutnya akan menjadi lebih buruk lagi. Meskipun begitu, para pegawai tidak akan mengarahkan para turis ke perahu penyelamat besar begitu saja. (Apa yang harus kita lakukan...?) Mikoto melihat tempat koin Railgun yang terikat di sendalnya. Dia berpikir tentang memaksa para pegawai supaya mereka mau menjalankan Salmon Red, tapi dia menggelengkan kepalanya. Liberal Arts City memang kelihatan lemah karena kerusakan yang dihasilkan oleh Mixcoatl, tapi itu adalah hasil dari pertempuran antar dua organisasi berskala besar. Seorang individu seperti Mikoto belum tentu bisa melawan seluruh organisasi yang bergerak secara sistematis. Itu bukan masalah ukuran kekuatan tempur kolektif yang mereka miliki. Contohnya, masing-masing dari 12 perahu penyelamat Salmon Red berada pada lokasi berbeda di sekitar Liberal Arts City. Kecil kemungkinannya bagi Mikoto untuk memperoleh kendali dari setiap pelabuhan itu. Dia akan kehabisan napas hanya karena berlari mengelilingi bagian luar kota yang mempunyai diameter sekitar 10 kilometer, dan terdiri dari sejumlah blok. Dia juga tidak tahu seberapa banyak pegawai yang berjaga di tiap pelabuhan. Bahkan jika dia berhasil memegang kendali di satu pelabuhan, ketika dia menuju pelabuhan lain untuk menguasainya, para pekerja akan menduduki kembali pelabuhan yang baru saja dikuasai oleh Mikoto. Dan itu akan membuat semua usahanya menjadi sia-sia. (Andaikan saja ada semacam “inti” yang bisa kuhancurkan, kemudian semua masalah bisa teratasi. Tapi kurasa, tidak ada hal yang semudah itu.) Skalanya berbeda dengan mengalahkan gang siswa nakal di suatu kota. Memang ada beberapa hal yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengayunkan tanganmu dan mengamuk. Kemudian... “Wa!?” teriak Uiharu. Tiba-tiba, listrik di kamar tempat Mikoto dan yang lainnya berada padam. Ruangan itu menjadi gelap sepenuhnya. Tentu saja, mesin kartu IC yang Uiharu gunakan juga mati, jadi semua cahaya di kamar itu menghilang. “!!” Mikoto segera melihat keluar jendela. Jarang ada cahaya di kegelapan selain api oranye, tapi tidak ada gedung yang terputus aliran listriknya. Dia bisa melihat beberapa lampu hidup dan beberapa mati dari jendela, seakan-akan bangunan-bangunan itu kelihatan seperti mulut dengan gigi yang tanggal. Hotel itu, atau mungkin lebih tepatnya kamar itu saja yang tiba-tiba kehilangan listriknya. Sepertinya, seseorang dengan paksa memutuskan akses mereka melalui komputer itu. (Timing ini, pasti maksdunya adalah...!!) Mikoto segera mendorong Saten ke bawah, yang sosoknya bisa terlihat di kegelapan. Dia pun menyeret Uiharu ke lantai dari posisinya di depan mesin kartu IC itu. “Kita ketahuan!! Merunduk!!” teriaknya. Sesuatu terjadi di saat yang sama, tapi itu bukan musuh yang menerobos melalui jendela dengan menggunakan tali seperti pada film-film laga. Itu datang dari dinding ke kamar sebelah. Sisi lainnya pasti telah dipasangi bom. Dengan suara ledakan besar, seluruh dinding pecah berkeping-keping layaknya terbuat dari kaca. “Kuroko!” teriak Mikoto. Sejumlah laras senapan mengarah ke kamar melalui dinding yang hancur. Mereka tidak memberikan peringatan ataupun ancaman. Pria-pria yang memegang senjata itu hanya membidik setiap sosok yang ada di ruangan, dan tanpa ragu menarik pelatuknya. Tapi, tepat sebelum mereka melakukannya, atap kamar itu jatuh seperti rana. Mikoto menggunakan pengendalian magnet untuk secara paksa menggerakkan tulang beton dan pipa-pipa logam. Mikoto merunduk untuk berlindung ketika mendengar suara tembakan, tapi sejumlah besar bahan bangunan bertindak sebagai perisai. Dia menembakkan tombak listrik dari poninya. Dengan masing-masing satu kali tembakan tombak listrik, Mikoto secara hati-hati menumbangkan setiap penyerang di sisi lain dinding yang hancur. (Sial!! Tadinya kupikir bahwa atasan mereka menyuruh mereka untuk tidak membunuhku!) Mikoto mengumpat dalam hati, tapi keadaan di Liberal Arts City telah berubah drastis. Para atasan kota itu, yang disebut sebagai jajaran manajemen, mungkin telah mengubah rencana mereka. Tapi tidak ada gunanya mengeluh tentang itu. Mikoto memanggil dua nama dengan suara kecil dalam kegelapan. “(...Uiharu-san! Saten-san!!)” Ruangan itu tidak punya listrik, tapi cahaya masuk melalui dinding dan langit-langit yang hancur. Tidak ada jawaban, tapi dia melihat dua sosok merayap di lantai yang ditutupi reruntuhan. Paling tidak, keduanya tidak apa-apa. (Dimana Kuroko...!?) Mikoto terus bersembunyi di balik reruntuhan, sambil dia mencari-cari Shirai di area itu dengan seksama. Dia mendengar suara “whoosh” kecil. Saat itu, Mikoto sedang bersembunyi di balik reruntuhan langit-langit yang dia jatuhkan. Tumpukan itu hanya setinggi pinggangnya, jadi dia sedang merunduk di atas lantai. Kemudian... Sesuatu mendekati tenggorokan Mikoto. Benda itu adalah war pick non-logam, yaitu semacam pickaxe* untuk pertempuran yang bisa dipegang dengan satu tangan. Orang yang memegangnya melingkari tumpukan puing-puing dengan kecepatan tinggi, dan itu membuat ujung war pick semakin mendekatinya. Gerakan itu sangat cepat dan mulus, sehingga Mikoto menyadari apa yang telah terjadi. [Pickaxe adalah alat yang sering disebut “beliung”. Biasanya, alat ini digunakan untuk mencongkel ataupun memecahkan batuan.] Seseorang sedang mencoba membunuhnya. Ketika dia menyadari fakta sederhana itu, Mikoto akhirnya mulai bergerak. “!!” Masih merunduk, dia dengan cepat memutar tubuhnya. War pick yang mendekat sedikit mengoyak kulit lehernya, kemudian menancap di suatu celah pada tumpukan reruntuhan di belakangnya. Tapi Mikoto jatuh dalam posisi telentang karena dia mencoba menghindar dengan cepat. Penyerang itu tidak mempedulikan war pick yang tersangkut di reruntuhan, dan dia pun meraih sesuatu di belakang punggungnya. Si penyerang mengeluarkan pisau non-logam dan mengayunkan bilahnya ke arah bagian atas hidung Mikoto. Tapi suara kresak yang hebat terdengar. Arus listrik tegangan tinggi telah ditembakkan dari poni Mikoto. Melihat penyerangnya telah tumbang, Mikoto menghela napas lega. “Oh, iya, dimana Kuroko...?” “Aku di sini,” kata gadis itu dari arah pintu kamar. Pintu yang harusnya terkunci, entah bagaiman, telah dibuka dari luar. Shirai masuk melalui pintu itu, dan menggunakan kedua tangannya untuk menyeret beberapa pria yang pingsan. “Aku melumpuhkan sisanya. Sepertinya, peretasan yang dilakukan oleh Uiharu telah membawa tamu tak diundang. Seberapa tinggi pun keahliannya, Uiharu sudah terhubung terlalu lama dengan jaringan.” “Uuh,” kata Uiharu dari dalam kamar yang gelap itu. Sepertinya karena Mikoto sebelumnya telah menumbangkan mereka ke lantai, Uiharu dan Saten tidak terlihat terluka. Shirai berteleportasi ke sekeliling untuk memastikan tidak ada pegawai lain di sekitar mereka, tapi mereka tidak tahu kapan bala bantuan akan datang. Mikoto memutuskan bahwa mereka sebaiknya pergi dari daerah itu ketika... “...Ampun deh, sepertinya yang muncul adalah orang-orang menyusahkan,” kata seseorang selain dari empat gadis Academy City pada kamar gelap itu. Suaranya datang dari arah penyerang menggunakan war pick yang telah dilumpuhkan oleh Mikoto. Mikoto menegang dan Saten pun mulai gemetar. Mereka mengenali suara wanita itu. “Dan kami adalah orang-orang yang bertarung melawan musuh jahat. Belum lagi, Liberal Arts City diisi orang-orang seperti kalian.” Dia adalah pegawai wanita yang memakai baju renang lomba dan rompi penyelamat. Dia adalah Olive Holiday. Ketika Mikoto memandang ke kegelapan, dia melihat bahwa Olive terbalut perban di berbagai bagian tubuhnya, sembari dia bersender ke ranjang yang setengah hancur. Menurut Saten, dia telah tenggelam bersama dengan reruntuhan ketika Mixcoatl menembakkan misilnya, tapi... “Musuh yang jahat...?” gumam Saten Ruiko. Gadis yang gemetar itu mengepalkan tinju kecilnya dan memelototi Olive. “Kalian mengganggu Xochitl beserta teman-temannya, dan terus melakukan hal aneh secara rahasia. Ketika kalian beranggapan bahwa tidak kunjung-kunjung menemukan jalan keluar, kalian mencoba untuk menggunakan kekerasan untuk menyelesaikannya!! Jadi bagaimana kau bisa menyebut mereka jahat!?” “Kami cuma melakukan apa yang kami perlu sebagai polisi dunia.” Ekspresi Olive tidak berubah bahkan ketika menjadi target kemarahan sejelas itu. Sesuatu berwarna merah keluar dari perban di berbagai bagian tubuhnya. “Kami perlu melakukan hal yang lebih dari melindungi dunia ini saat ini. Kami juga perlu menangani berbagai bahaya yang akan terjadi sepuluh atau bahkan seratus tahun ke depan.” “Apa hubungannya itu dengan meneliti kekuatan psikis dengan rahasia!?” teriak Saten. Dia punya firasat bahwa kekuatan yang Xochitl dan teman-temannya gunakan itu berbeda dari kekuatan psikis normal. Tapi setidaknya, Liberal Arts City telah memutuskan bahwa kedua kekuatan tersebut adalah sama, dan mereka berusaha untuk meraih sesuatu darinya. “Masalahnya adalah Academy City di Jepang.” “...Jangan bilang bahwa kalian berpikir kami berencana menggunakan kekuatan militer untuk menguasai dunia atau semacamnya,” Mikoto memperingatkan, tapi Olive menggelengkan kepalanya. “Aku yakin kalian tidak berencana untuk melakukan sesuatu yang kekanak-kanakan seperti itu. Tapi Academy City di Jepang dikatakan mempunyai teknologi 20 atau 30 tahun lebih maju dibandingkan negara-negara lain di dunia. Apakah kau mengerti artinya itu? Dalam waktu hanya 20 atau 30 tahun, seluruh dunia bisa jadi seperti itu.” “...” “Demikian juga dengan kekuatan psikis. Tujuh orang Level 5 telah muncul di Academy City, tapi jika esper-esper itu menyebar ke seluruh populasi manusia sebesar 6 milyar, seberapa banyak ‘monster’ yang akan lahir? Bukankah itu kelihatan seperti dimulainya era baru peperangan yang tidak bisa terkontrol? Semuanya tidak akan terkendali bahkan dengan memonitor peredaran senjata api dan senjata lainnya.” Kenyataannya, seorang Level 5 bukanlah sesuatu yang muncul semudah itu. Jumlah mereka tidak bisa dihitung sebagai persentase statistik seperti itu. Meskipun demikian, Olive sepertinya tidak akan menerimanya walaupun Mikoto menjelaskan itu padanya. Hanya orang-orang dari Academy City seperti Mikoto yang sudah mengalami kekuatan psikis secara nyata, yang bisa benar-benar mengerti fakta itu. Tapi adalah suatu kebenaran, bahwa kekuatan Level 3 mungkin akan menjadi umum setelah 20 atau 30 tahun. Masa depan tidak bisa diprediksi seperti itu. Orang-orang dari masa lalu tidak pernah tahu adanya supermarket, dan mereka tidak akan pernah bisa membayangkan wujud suatu ponsel. Tapi benda-benda itu sekarang digunakan oleh semua orang secara umum. Benda-benda itu telah menjadi bagian dasar dari dunia. Kalau begitu... “Kami punya tugas sebagai polisi dunia,” kata Olive bangga. “Kami tidak boleh tertinggal oleh arus waktu. Jika kami gagal membimbing semuanya dengan benar, dunia ini akan diisi oleh kekacauan yang tidak perlu. Berbagai jenis masalah yang selama ini berhasil kami kendalikan, akan meledak menjadi konflik dalam waktu bersamaan.” Bahaya baru dari era baru. Suatu konflik yang tidak pernah ada sebelum munculnya para esper. Polisi dunia merasa bahwa mereka adalah titik tumpu dalam menghadapi masalah itu di masa depan. Mereka mengambil inisiatif, lantas bertempur di negara-negara dan daerah-daerah yang tidak berhubungan langsung dengan mereka demi menjaga perdamaian. Setelah memikirkan semua itu, Mikoto tertawa. Pemikiran itu sangatlah bodoh sampai membuatnya tertawa. “Itu bukan alasan untuk ini.” Mendengar kata-kata itu, Olive melihat ke arah Mikoto. Mikoto melanjutkan perkataannya tanpa peduli. “Itu bukan alasan untuk menculik orang, menembak yang menghalangi jalan kalian, atau mencoba membungkan Saten-san.” “Itu diperlukan,” Olive tertawa untuk melecehkan kata-kata Mikoto. “Kami tidak punya pilihan lain jika kami tetap ingin lanjut memegang kendali sebagai polisi dunia.” “Persetan.” Dengan suara mengeretak, percikan berwarna putih kebiruan terbang dari poni Mikoto. “Tidak ada yang meminta kalian untuk tetap melakukan ini. Orang-orang bertarung di dunia mereka masing-masing. Kalian tidak mengerti itu, jadi kalian datang begitu saja dengan membawa ‘buldozer’ dan menghancurkan semuanya!!” Nada bicara Mikoto semakin mengeras ketika dia lanjut berbicara. Kemarahan pada hatinya sedang dilepaskan keluar.

RAILGUN SS1 06 021.jpg

“Jika kalian ingin mengembangkan kekuatan psikis, lakukan saja!! Buat institusi untuk itu, yang bahkan lebih baik dari Academy City jika kalian mau!! Namun bagaimana bisa niat baik itu berubah menjadi seperti ini? Kalian tidak perlu menyelesaikan semua masalah dengan cara yang paling cepat. Kalian sudah menjadi suatu organisasi top yang mengontrol semuanya. Kalian menggunakan masalah yang datang demi keuntungan kalian sendiri. Kalian sanggup menyembunyikan semua hal kecil yang menyusahkan kalian!” Shirai, Uiharu, dan Saten mengalihkan pandangan mereka ketika mendengar kata-kata Mikoto. Dia adalah Level 5 #3 dari Academy City. Perkataannya tidak cuma diarahkan pada pegawai bernama Olive. Itu mungkin seperti permintaan seorang anak kecil pada dunia orang dewasa. “Memang benar bahwa Academy City bukanlah organisasi yang benar-benar bersih. Dan iya, memang ada esper yang membuat masalah. Tapi esper itu sendiri bukanlah suatu bencana!! Mereka bukanlah suatu eksistensi yang perlu kalian segel!! Mereka bukanlah masalah yang perlu kalian selesaikan sampai harus membawa orang biasa dalam bahaya!!” Suara Mikoto kemudian melemah. Dia mengumpulkan sebanyak mungkin tenaga yang dia bisa ke tangannya, dan berbicara dengan perlahan. “Paling tidak, tidak bisakah kau mengerti itu...? Tidak bisakah kau berpikir sendiri, dan menyadari bahwa kau bisa melakukan sesuatu tanpa beralih pada kekerasan?” “...” Bibir Olive bergerak sedikit. Tapi kata-kata yang datang dari sana bukanlah kata-kata yang Mikoto harapkan. “Situasinya...telah berubah.” Suaranya serak. Tapi tidak ada getaran sedikit pun dalam suaranya. Kata-kata Mikoto tidak “sampai” kepadanya. “Kami sedang diserang. Ini bukan lagi situasi dimana kami bisa menanganinya dengan menggunakan unit pencegat. Ini sudah sampai titik dimana tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi siapa akan kalah selanjutnya.” Perkataannya mendukung apa yang diragukan oleh Mikoto secara samar. Liberal Arts City benar-benar sedang dalam masalah. “Pemikiran bijak seperti itu tidak bisa melakukan apa pun, selain menyebabkan pulau ini hancur.” Semua luka yang Olive terima pasti mempengaruhinya, karena tubuhnya terlihat goyah. Dia telah bersender ke tempat tidur, tapi sekarang dia dengan perlahan merosot ke lantai. Dia tersenyum selagi turun. Dia tidak pernah sekali pun setuju dengan apa yang Mikoto katakan. Mikoto melihat ke Olive seakan-akan dia sedang melihat sesuatu yang dia sangat tidak tahan. “...” Sebelumnya, Olive Holiday telah mengatakan bahwa kota itu adalah markas dari para pegawai. Mereka telah mempersiapkan seluruh bahan yang diperlukan untuk kesuksesan penyerangan. Tapi serangan itu telah gagal. Dengan kata lain, Liberal Arts City tidaklah sempurna. Mikoto telah diselamatkan oleh fakta itu, tapi itu tidak memberikannya harapan. Jika kota itu menjadi lemah, itu berarti mereka telah kehilangan kemampuan untuk mengusir ancaman dari Mixcoatl. Jumlah orang yang bisa bertempur sangatlah terbatas. Dan juga, Misaka Mikoto adalah salah satu dari tujuh Level 5 milik institusi pengembangan kekuatan psikis Jepang, Academy City. Setelah terdiam selama beberapa saat, Mikoto akhirnya menghilangkan keraguannya dan menuju pintu keluar dari kamar hotel itu. Saten melihatnya dengan pandangan kosong, kemudian dia pun dengan cepat berbicara. “K-kemana kau akan pergi?” “Ke perahu-perahu besar itu. Aku akan melakukan sesuatu tentang situasi ini.” Setelah mengatakan itu saja, Mikoto meninggalkan kamar itu. Bahkan jika kebanyakan fasilitas telah hancur, mungkin masih ada cukup banyak pegawai yang tersisa. Dia tidak bisa berkeliling mengalahkan setiap pegawai tersebut. Mereka terlalu banyak. Tapi para pegawai itu tidak akan menyia-nyiakan jumlah mereka. Bagaimana pun juga, Mixcoatl pasti akan kembali. Mereka tidak tahu apakah mereka bisa bertempur dengan layak dalam kondisi sekarang ini. Jadi, mereka akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk bertempur melawan musuh. Mereka akan kehilangan lebih banyak lagi pasukan jika memaksakan diri untuk bertempur. (...Jadi aku akan mencoba meraih itu.) Mikoto berjalan menelusuri lorong hotel, dan menarik tempat penyimpanan koin dari tali di atas sendalnya. (Pasukan utama dalam menghadapi Mixcoatl adalah Skuadron Laveze. Jika aku menghancurkan beberapa landasan atau hangar yang tersisa, itu akan menarik perhatian mereka. Setelah itu, dia akan membuat kesepakatan untuk membolehkan para turis menggunakan perahu penyelamat Salmon Red. Bahkan bahwapun dia tidak bisa mengalahkan semua pegawai, tidaklah terlalu sulit untuk menghancurkan fasilitas yang tidak bergerak.

Pada saat yang sama di bagian lain Liberal Arts City, lima orang pria dan wanita dikenal sebagai anggota manajemen duduk sambil membenamkan diri pada kursi yang nyaman. Ruang dewan tempat mereka tinggal sangatlah lapang untuk seukuran ruanganan yang hanya digunakan oleh lima orang. Para manajemen sedang berdiskusi tentang jalan apa yang harus Liberal Arts City tempuh setelah ini. Institusi raksasa itu mengontrol sumber daya untuk industri hiburan yang besar, dan mungkin memiliki efek pada pasar finansial di seluruh dunia. Tapi kelima orang tersebut tidak mencari opini dari orang lain ketika memutuskan bagaimana kota ini harus bergerak. Mereka tidak perlu. Bukan karena mereka bisa menyelesaikan semua masalah secara instan, tapi memang karena tidak ada keperluan bagi mereka untuk mendiskusikan rencana atau niat dengan organisasi terkait. Menangani masalah sepele seperti itu bukanlah pekerjaan mereka. Bahkan jika diperlukan, mereka sendiri tidak perlu melakukannya. Mereka menyewa orang-orang untuk menjalankan hal sperti itu. Orang-orang telah bertempur di luar di Liberal Arts City, Skuadron Laveze telah menderita kerusakan, mereka telah mengetahui apa yang bisa Mixcoatl lakukan, dan beberapa turis telah terluka ketika fasilitas yang hancur, tapi mereka tidak perlu memperhatikan semua itu sedikit pun. Bagaimanapun juga, seseorang akan melakukan sesuatu mengenai itu. Mereka benar-benar tidak harus “tersudut” akibat semua problematika itu. Tugas manajemen hanyalah berjalan di jalur kesuksesan, dan tugas bagi orang-orang di sekitar mereka adalah berusaha untuk menjalankannya. Itu karena dunia membutuhkan manajemen. Tapi kelima anggota manajemen berada dalam syok berat karena respon yang mereka terima melalui koneksi satelit yang nyaris terputus. Proyek itu telah dibekukan seluruhnya. Mereka disuruh menghancurkan semua data penting, dan menyuruh semua personel untuk kabur. “Apa yang sedang terjadi...?” kata seseorang. Semuanya sedang memikirkan hal yang sama. Manajemen telah berkomunikasi dengan militer di daratan utama Amerika. Liberal Arts City sedang berada dalam posisi tidak diuntungkan, jadi mereka meminta bantuan dari pasukan terbesar di dunia yang menyandang gelar: “polisi dunia”. Dan itulah respon yang mereka terima. “Riset yang kita jalankan disini sangatlah menguntungkan bagi Amerika secara keseluruhan. Aku tidak melihat alasan untuk menghancurkan datanya. Kenapa pihak militer tidak bertindak atas nama kita...?” Apakah pihak militer berpikir bahwa, mengambil tindakan akan mencederai para turis di kota? Kelima anggota manajemen merasa bahwa itu adalah alasan yang menggelikan. Jika seseorang berpikir tentang “kepedulian” pada setiap kehidupan warga sipil, maka “kepedulian” itu adalah sesuatu yang bisa diacuhkan dengan mudah. Atau apakah mereka takut bahwa mereka tanpa sengaja akan menghancurkan fasilitas riset utama di Liberal Arts City? Itu lebih realistis, tapi masihlah aneh. Jika mereka merasa bahwa riset ini penting, maka mereka tidak akan membekukan proyeknya, atau menyuruh untuk menghancurkan datanya. Mereka paling tidak akan menyuruh untuk “memindahkan” hasil riset ke daratan utama Amerika. Data riset biasanya tidak dikirim melalui jaringan karena takut akan resiko peretasan, tapi ada cara-cara lain untuk membawanya ke daratan utama. Hal ini tidak masuk akal. Itulah kenapa setiap anggota manajemen kebingungan. “Kenapa pihak militer tidak memenuhi permintaan kita?” Memang benar bahwa Mixcoatl itu adalah musuh yang kuat. Mereka pikir, mereka telah bertarung secara imbang sampai saat ini, tapi kota itu telah dengan mudah dikalahkan, dan mereka dipaksa untuk bertahan. Tidak ada yang meragukan kekuatan Mixcoatl. Tapi bukanlah pekerjaan mereka untuk mengetahui bagaimana tepatnya cara untuk menyelesaikan masalah itu. Ketakutan bukanlah hal yang diperlukan bagi jajaran manajemen. Menurut laporan membosankan yang dikirim oleh bawahan mereka, Skuadron Laveze adalah pusat dari pertahanan Liberal Arts City, tapi kerusakan sampai tingkat tertentu telah dihasilkan oleh serangan pada landasan pacu. Serangan itu juga telah melumpuhkan fasilitas servis penting untuk menggunakan Skuadron Laveze. “Memang benar frekuensi penyerangan telah meningkat secara signifikan akhir-akhir ini,” kata seseorang anggota manajemen, “tapi apakah itu benar-benar cukup untuk membuat negara sebesar Amerika mundur?” Tidak. Jika ditinjau dari nilai riset yang dijalankan di sana, mereka harusnya ingin melindungi Liberal Arts City. Bahkan jika masalah ini berubah jadi perang yang berkepanjangan. Liberal Arts City punya posisi “spesial” di Amerika. Institusi besar itu dilihat sebagai suatu keperluan “penting” untuk Amerika. Para pemimpin militer dan senator tidak akan membuang kota itu begitu saja. Yang berarti... “Mereka sedang ditekan,” kata seseorang. “Seseorang memberi mereka tekanan yang cukup keras dari sisi lain untuk mengalahkan pengaruh kita.” Ketika mereka memikirkannya, itu masuk akal, tapi mereka tidak tahu orang macam apa yang mempunyai pengaruh cukup besar untuk menghancurkan suatu permintaan dari manajemen. Tidak, sebenarnya ada beberapa orang di Amerika yang lebih berkuasa dari manajemen, tapi mereka diuntungkan secara langsung oleh Liberal Arts City. Mereka tidak akan repot-repot menghancurkan permintaannya. Lantas, apa yang telah terjadi? Ketika setiap anggota manajemen memikirkan pertanyaan yang sama, mereka mendengar sedikit suara statik. Normalnya, sambungan dari luar tidak bisa terhubung langsung melalui satelit. Seorang operator mirip sekretaris akan dikontak terlebih dahulu, lantas anggota manajemen akan memberikan izin sebelum sambungan itu dihubungkan pada mereka. Sambungan ini mengacuhkan semua “sistem pertahanan” tersebut. Suatu suara yang lancang sampai ke telinga para manajemen. “Kalian sepertinya sedang kesusahan.” Hanya dengan kalimat pendek itu, wajah setiap anggota manajemen berubah menjadi ekspresi yang benar-benar “tidak nyaman”. Mereka mengenali suara itu. Itu adalah suara seseorang yang bisa mempengaruhi dunia, bahkan lebih dari manajemen. Orang itu adalah kepala dari institusi pengembangan kekuatan psikis di Jepang, Academy City. Dia adalah Ketua Direksi Aleister. “Kalian sepertinya sedang menghadapi kesulitan karena sejumlah serangan dari musuh yang tidak diketahui. Jika kalian mau, kami bisa mengirimkan sedikit bala bantuan.” Setelah mendengar itu, pikiran mereka semua tertuju pada arah yang sama. Dengan proposal dan timing itu, Aleister pasti adalah orang yang mencegah angkatan udara Amerika untuk mengirimkan bala bantuan. Mereka tidak tahu bagaimana dia melakukannya, tapi dia pasti telah melakukannya. Tidak biasanya pesawat Jepang bisa melakukan aksi militer di teritori Amerika. Sedikit persiapan pendahuluan harus dijalankan, bahkan jika aksi itu hanyalah sebuah lelucon. “Jangan bilang,” kata satu anggota manajemen, “Kau adalah orang di balik insiden ini. Aku tidak berpikir bahwa Mixcoatl itu terbuat dari teknologi ilmiah biasa. Kami bermaksud untuk menggunakannya, karena kami pikir mereka berbeda dari benda-benda yang Academy City gunakan. Tapi jika itu adalah milik kalian...” “Tentu saja bukan milik kami,” kata Aleister dengan suara acuh. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia terkejut karena tidak dipercaya. “Tapi memang benar bahwa kalian telah melakukan kontak dengan salah satu ‘kebenaran dunia’.” “Kebenaran?” “Kalian juga bisa menyebutnya sebagai suatu perjanjian. Bagaimanapun juga, ada suatu dunia yang orang-orang seperti kalian tidak akan bisa mengerti.” Dia benar-benar memandang remeh mereka. Kebencian nyata menyelimuti kelima anggota manajemen, yang entah bagaimana telah berhasil mendapatkan hak istimewa pada negara bertitel “polisi dunia”. “Oh, iya. Aku punya pertanyaan untuk kalian,” kata Aleister sembari mengacuhkan keheningan yang tidak nyaman, seakan-akan dia mengatakan bahwa itu tidaklah berharga. “Jika Liberal Arts City sendiri telah berubah menjadi kumpulan puing-puing yang mengambang di laut, apa kalian bisa menyebutnya sebagai pertunjukan?”

Distrik 23 Academy City di Jepang adalah daerah khusus penelitian penerbangan dan industri luar angkasa. Distrik itu memiliki landas pacu besar maupun kecil yang tak terhitung jumlahnya. Di salah satu area landasan pacu, sejumlah pesawat berukuran 100 meter berbaris. HsB-02, stealth bomber* supersonik milik Academy City. [Pesawat siluman pengebom.] Pesawat berukuran raksasa itu bisa terbang di udara dengan kecepatan melebihi 7000 kpj, jadi pesawat itu bisa mencapai Amerika dari Jepang hanya dalam waktu di bawah 2 jam. Bomber raksasa itu sedang diisi dengan berbagai tipe peledak termasuk bom spesial yang bisa menghancurkan fasilitas di bawah permukaan tanah. Ada juga bom disebut “sinkronus multi-layer” yang bisa menghancurkan sampai musnah area tujuan. Perlengkapan itu adalah variasi yang dikenal sebagai Style 3. Hanya dengan itu, pesawat tersebut bisa memusnahkan pulau buatan. “...Jadi, sudah tiba waktunya untuk menggunakan benda ini,” kata teknisi muda yang sedang bekerja di salah satu bomber. Pilot yang menyeruput kopi dingin di sebelahnya menjawab dengan acuh. “Aku tidak berpikir sesuatu pada Level A Standby akan dikirim semudah ini.” “Yah, memang, tapi...” “Kau memasang benda itu di hidung pesawat, kan? Dari instruksi yang kuterima, sepertinya itu adalah suatu prototipe sensor AIM. Benda itu bisa mendeteksi lokasi seorang esper spesifik dalam area pengeboman yang luas.” “Jadi rencananya adalah mengebom dengan tepat, sambil menghindari area yang berisi murid?” “Memang bagus jika seperti itu.” si pilot pasti tidak tahan dengan rasa kopinya, karena dia membalikkan cangkir dan menuang sisa minumannya ke atas aspal. “Dengan performa sensor itu dan ketinggian kami mengebom, hanya medan difusi AIM ‘sangat kuat dan berkarakter’ yang bisa terdeteksi. Kurasa, sesuatu se-kelas Level 5.” “Tunggu, tapi itu berarti...” “Aku cukup yakin bahwa ada seorang Level 5 di antara murid-murid itu. Kelihatannya, mereka paling tidak ingin memperoleh kembali yang paling berharga, tapi mereka sepertinya tidak peduli dengan yang lainnya. Dan bahkan jika kita bisa mendeteksi semua esper dengan medan difusi AIM, bagaimana dengan para guru yang memimpin perjalanan ke sana? Hanya murid-murid esper yang mengeluarkan medan difusi AIM. ...Para petinggi jelas-jelas tidak punya niat untuk menyelamatkan yang lain.” si pilot sedikit menggoyang-goyangkan cangkir kosongnya. “Berdoalah agar alarm sialan itu tidak berbunyi.”

Chapter 7[edit]


Langit hari itu berwarna biru. Seakan mengacuhkan emosi yang bergejolak di pikiran semua orang, cuacanya benar-benar cerah. Cahaya yang naik ke atas kepala orang-orang pagi hari itu sangatlah cerah dan terang, sampai-sampai membuat seorang lupa bahwa itu adalah bulan September. Di sepanjang perbatasan antara Amerika dan Meksiko, dekat pesisir Samudra Pasifik, terdapat markas garis depan organisasi bernama Return of the Winged One* yang memiliki markas utama di Amerika Tengah. [Diterjemahkan : Kembalinya Dia yang Bersayap.] Dalam kosakata modern, itu adalah semacam kapal induk. Mereka membeli kapal tanker tua besar dan memuatnya dengan banyak Mixcoatl. Sebagai penyamaran, setumpuk bijih besi terhampar di atas lembaran logam datar yang panjangnya melebihi 200 meter, tapi semua orang pada Return of the Winged One tahu bahwa senjata terkuat mereka ada di bawah bijih besi itu. “Xiuhcoatl, hm?” Xochitl berdiri di salah satu ujung lembaran logam itu. Dengan matahari yang menyinari kulit coklatnya, dia melihat ke atas, yaitu ke arah tumpukan bijih besi yang tingginya berkali-kali lipat tingginya sendiri. Di sebelahnya berdiri seorang gadis lain. Dia adalh Tochtli, kolega Xochitl. “Sepertinya, persiapannya akhirnya selesai, jadi itu benar-benar bisa diaktifkan. Sekarang kita bisa meledakkan fasilitas riset sialan itu menjadi debu. Ampun deh, akan sangat mudah jika kita bisa melakukan ini sejak awal.” “Ya, sayang sekali Liberal Arts City mencuri benda spiritual yang dibutuhkan untuk menjadi kuncinya. Yah, setidaknya mereka kemungkinan besar tidak bisa menganalisa bagaimana benda itu bekerja.” Xochitl berbicara blak-blakan sambil memandang ke suatu tempat di langit. Tochtli tersenyum ketika melihatnya. “Apa kau khawatir?” “Tentang apa?” “Gadis itu.” “...” “Dengan benda ini, kita tidak bisa membidik dengan tepat. Liberal Arts City akan menjadi puing-puing di atas laut.” “Jadi?” sembur Xochitl seakan melepaskan keraguannya. “Aku sudah memberinya petunjuk yang dia perlukan untuk mengambil keputusan tepat.” Suara terdengar ketika lembaran logam yang berat itu mulai bergerak. Sejumlah alarm mulai berdering. “Mereka mulai bergerak karena benda spiritualnya! Mereka bergerak, jadi menyingkirlah!!” Semua anggota Return of the Winged One yang bekerja di lembaran logam itu menjauh dari tumpukan bijih besi. Ketika mereka memandangnya, tumpukan hitam itu runtuh. Dengan suara yang sangat ribut, wajah-wajah “agung” mengintip dari dalamnya. Senjata raksasa itu panjangnya melebihi 100 meter. Itu adalah kartu as milik Return of the Winged One. Itu adalah Xiuhcoatl. Seperti ular besar yang menggeliat di atas tumpukan bijih, empat kartu as itu dinaikkan secara diagonal dengan kendali jarak jauh, dan melihat ke bawah ke permukaan laut. Ketika melihatnya, Xochitl mengerutkan wajahnya.

Flave dan Over sedang bekerja di landas pacu pendek nomor tiga milik Liberal Arts City. “...Jadi berapa lagi sisa yang masih bisa digunakan?” “Nomor 3, 5, 7, dan 8. ...Sepertinya putri listrik itu benar-benar ingin membuat kesepakatan. Dia hanya menyisakan landas pacu yang benar-benar bisa digunakan.” “Hey, tapi bukankah dia meledakkan hangar-hangar dengan sesuatu seperti petir?” “Dia hanya melakukan itu ke bangunan perawatan. Bangunan yang berisi pesawat tempur bahkan tidak tergores sedikit pun. Kau bisa bilang bahwa dia benar-benar peka. ...Itu membuatku bingung apakah dia benar-benar seorang musuh.” “Oh, kau suka cewek yang kuat?” “Aku benci anak-anak.” Kedua pilot itu melanjutkan percakapan basa-basi mereka selagi pesawat tempur ditarik keluar dari hangar. Pesawat Skuadron Laveze didasarkan pada F-35, tapi perlengkapan tambahannya membuat fungsi VTOL* hampir seluruhnya tidak bisa digunakan. Mereka menggunakan landas pacu pendek sekitar 700 m untuk lepas landas. [VTOL adalah singkatan dari Vertical Take-off and Landing. Kamus Oxford. Yaitu pergerakan pesawat terbang yang sanggup lepas landas dan mendarat secara tegak lurus. Ini mirip dengan pergerakan helikopter atau beberapa jenis pesawat tertentu, contohnya : Harrier, Yak 36, Yak 141, ataupun pesawat tempur JSF.] Flave berbicara sambil melihat ke peswat tempur stealth yang berbentuk unik itu. “...Apakah kau tahu hal yang putri listrik itu inginkan?” “Dia mau agar semua turis dan pekerja yang tidak terlibat dibolehkan meninggalkan pulau ini dengan menggunakan perahu Salmon Red. Permintaan yang cukup luas. Sepertinya, dia bahkan ingin agar kita menaiki perahu itu jika memungkinkan.” “Apa dia benar-benar berpikir bahwa itu mungkin? Mixcoatl itu bisa melebihi Mach 2. Apa yang akan terjadi adalah jelas. Kita tak akan selamat sampai tujuan jika kita cuma mengambang di lautan dalam kapal-kapal yang lambat itu.” “Ya, melindungi perahu penyelamat besar itu dalam situasi ini memang sulit.” Over memainkan dog tag* di lehernya. “Tapi itu jugalah kesempatan bagus untuk mengetes kebanggaanku.” [Dog tag adalah semacam emblem logam yang biasanya tertulis identitas seorang militer. Kamus Oxford.] “Kau benar-benar suka cewek yang kuat, kan?” Tiba-tiba, suara statik keluar dari radio yang diletakkan di atas kursi lipat di dekat mereka. Suara operator sampai ke telinga mereka. “Mixcoatl terdeteksi 20 kilometer di Timur kota.” “...Saatnya bekerja.” “Dan mereka muncul di posisi yang ‘memotong’ kita dengan daratan utama Amerika.” Dengan senyuman kecil di wajah mereka, Flave dan Over meraih helm terbang. Selisih besar pada kekuatan tempur telah terjadi karena kerusakan yang mereka alami di hari sebelumnya. Dengan persenjataan yang mereka miliki, mereka jelas-jelas sedang dalam posisi tidak diuntungkan. Walaupun begitu, mereka berlari ke pesawat tempur terisi bom dan misil yang berjejer di satu bagian landasan pacu. “Polisi dunia, kah?” “Aku sudah terbiasa dengan istilah itu, tapi itu bukanlah istilah yang buruk.”

“Semuanya, tolong cepat.” Suatu pengumuman dalam bahasa Inggris terdengar di seluruh Liberal Arts City. Suara wanita keluar dari televisi besar dan kecil yang tak terhitung, tersebar di seluruh kota. “Patahan besar pada struktur fondasi Liberal Arts City telah ditemukan. Karena menerima hantaman ombak besar dengan rata-rata tinggi di atas 7 meter secara terus-terusan dalam waktu lama, pantai-pantai buatan itu kini terancam bahaya tersapu ke laut sekaligus. Karena situasi spesifik seperti ini, seluruh pulau buatan ini bisa hancur.” Tidak ada video. Mungkin karena hanya transmisi minimum yang bisa dipertahankan, tapi layarnya berwarna hitam. Hanya dengan menggunakan speaker, pengumuman bernada sopan itu berlanjut. “Beberapa jam lalu, angin puyuh tropis muncul di suatu titik pada jarak 40 kilometer arah Barat Daya Liberal Arts City. Ada bahaya bahwa angin ini berubah menjadi badai.” Mereka yang ada di kamar hotel, yang bermain di pantai, dan mereka yang sedang berbelanja di mall mendengar pengumuman itu dengan berbagai cara. Mulai dari layar eksibisi besar di dinding bangunan, sampai layar kecil pada ponsel mereka. “Ada kemungkinan bahwa badai ini akan merusak fondasi Liberal Arts City, tapi walaupun begitu, tidak ada kepastian bahwa itu akan meruntuhkan pulau ini. Namun, perahu penyelamat akan pergi dalam waktu dua jam. Semua orang yang memilih untuk pergi ke daratan utama harus dengan cepat menuju ke tempatnya. Tentang berbagai lokasi dari perahu penyelamat Salmon Red...” Setelah membaca seluruh naskah, gadis jenius berrambut pirang berdada besar, Beverly Seethrough, mematikan mikrofonnya. “Apa itu bagus?” “Iya, terima kasih. Kami tahu bahwa kami seharusnya tidak melibatkanmu dalam hal ini, tapi Saten-san dan aku tidak bisa bicara bahasa Inggris...” Uiharu membungkuk untuk berterima kasih. Mereka sedang berada di kantor manajemen para pegawai di salah satu pantai. Normalnya, fasilitas itu digunakan untuk memastikan keselamatan para perenang layaknya tugas penjaga pantai, tapi tidak ada pegawai yang berada di sana. Sepertinya, kebanyakan personel telah dikirim untuk pertempuran. Uiharu telah menggunakan komputer yang ada di sana untuk meretas ke penyiaran kabel lokal, lantas menyiarkan siaran bajakan itu ke televisi-televisi di kota. Gadis lain di sana, Saten Ruiko, melihat keluar melalui jendela kantor itu. “Tapi kuharap semua orang pergi menuju perahu penyelamat setelah mendengar itu...” “Benar. Sebanyak apapun kita menyiarkannya, semuanya akan sia-sia saja jika mereka tidak mempercayainya,” Uiharu menyetujuinya dengan suara khawatir. Tapi Beverly membusungkan dadanya dengan bangga. “Kalian tidak perlu khawatir tentang itu.” “?” “Nona one-piece bermotif bunga yang tidak fashionable, kau tidak sadar karena kau tidak tahu bahasa Inggris, tapi aku tidak membaca naskahnya kata per kata. Aku menyusunnya kembali sesuai pendapatku dan mengimprovisasi beberapa bagian.” “K-kau melakukan itu?” Uiharu terlihat kebingungan karena dia tidak begitu mengerti apa maksud Beverly. “Iya,” angguk Beverly. “Penting untuk diingat bahwa aku adalah seorang sutradara. Aku ahli dalam teknik penting untuk membuat karya yang menarik penonton, menjaga mereka, dan ‘melekat’ pada hati mereka. Dengan kata lain,” dia berhenti sejenak, “tidak ada orang di luar sana yang hatinya tidak ‘kugenggam’ karena perkataan dari mulutku.” Suara menggelegar membuat jendela bergetar. Mata Uiharu dan Saten melebar karena terkejut ketika mereka melihat semua pria, wanita, dewasa, dan anak-anak yang tadinya ada di pantai, kini berlari ke arah sama. Wajah mereka tidak menunjukkan ketenangan. Bahkan sebenarnya, mereka terlihat cukup panik sembari mereka berlari secepat yang mereka bisa. “Triknya adalah tidak memaksa mereka. Jika kau membiarkan mereka memilih keputusan akhir, maka mereka akan percaya bahwa pengumuman itu tidak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu secara paksa. Setelah kau membuat perbedaan tersirat antara grup yang akan selamat, dan grup yang tidak akan selamat, mereka secara otomatis akan memilih grup yang paling aman. Metode ini sangatlah efektif di Amerika.” Para pegawai yang sedang ada di pantai meneriakkan sesuatu. Para pegawai belum mengumumkan keberadaan perahu Salmon Red yang berlabuh di sana kepada publik. Mereka tidak mau membiarkan semua turis itu masuk, jadi mereka kemungkinan akan mencoba menghentikan para turis. Tapi usaha mereka sia-sia. Ketika orang sebanyak itu berlari ke arah yang sama, tidak ada cara untuk menghentikan mereka. Mulut Saten membuka dan menutup. “Wa wa wa wa wa!! Ini sudah tidak terkendali!!” “Okay, satu dorongan lagi. ...Kyaaahhh!! Aspalnya retak!!” “Beverly-san, itu terlalu berlebihan!! Dengan provokasi dari teriakan itu, para pegawai jadi ditelan kerumunan!!” Uiharu khawatir bahwa mereka mungkin akan menggunakan senjata anti huru hara, tapi mereka sedang berada dalam posisi tidak menguntungkan karena melawan Mixcoatl dan Mikoto yang telah mengamuk. Mikoto telah menyarankan strategi pengumuman itu, karena dia meragukan bahwa para pegawai akan menyia-nyiakan pasukan tempur yang berharga untuk sesuatu seperti itu. Mereka mungkin bisa menangani satu-dua orang “pengganggu”, tapi “pengganggu” yang berjumlah puluhan ribu adalah cerita lain. Perahu penyelamat Salmon Red berada di area rahasia, tapi area itu tidak punya kaitan dengan riset yang dijalankan Liberal Arts City. Yaitu riset mengenai pengembangan kekuatan psikis menggunakan sistem yang berbeda dengan Academy City. Jika mereka mau berkompromi tentang perahu penyelamat, mereka tidak akan perlu menghadapi kerumunan orang itu, jadi mereka kemungkinan tidak akan memberi pertahanan yang serius. Bagaimanapun juga, sepertinya keahlian Beverly sebagai sutradara telah berhasil “menggengam” hati para turis di seluruh Liberal Arts City. Kalau begitu, Uiharu dan yang lainnya tidak punya alasan untuk tetap berada di sana. “Okay, Saten-san. Kau juga, Beverly-san. Kita harus menuju perahu penyelamat terdekat.” Saten menyuarakan persetujuannya, tapi tidak ada yang mendengarnya. Suara menggelegar dari mesin pesawat tempur menenggelamkan suaranya. Gendang telinga mereka bergetar. Saten menutup telingaa dengan tangannya, dan merunduk ke tanah. Sedangkan Beverly melihat keluar melalui jendela dengan air mata di matanya. Uiharu juga melihat keluar. Pesawat tempur terus-terusan melintasi langit biru, sembari terbang dalam ketinggian rendah, setelah lepas landas dari landasan pacunya. Uiharu berbicara pada Beverly sambil membantu Saten yang masih merunduk di atas lantai. “Ayo cepat ke perahu!! Kita tidak tahu kapan pertempurannya akan merambat sampai ke kota!!” “Kau tahu, aku mengerti bahwa ini bukanlah suatu pertunjukan, tapi aku masih belum diberitahu siapa yang menyerang dan dari mana mereka berasal.” Beverly kelihatannya ingin tahu tentang informasi tersebut sebagai imbalan untuk bantuannya, tapi mereka tidak punya waktu untuk menjelaskan semuanya di sana. Bahkan, tidak ada jaminan bahwa si gadis sutradara akan memahami konsep pengembangan kekuatan psikis dengan menggunakan sistem yang berbeda dari Academy City. Bagaimanapun juga, si gadis sutradara adalah orang dari luar Academy City. Apapun itu, mereka harus berpikir tentang memastikan keselamatan mereka terlebih dulu. Jadi Uiharu menarik lengan Saten dan meninggalkan kantor manajemen bersama Beverly. Akhirnya, Saten mengatakan sesuatu. “Aku penasaran apakah Xochitl akan datang...”

Misaka Mikoto berdiri di pantai dengan kakinya yang beralaskan sendal. Sambil memandangi ledakan-ledakan dan semburan air yang terlihat pada horizon di laut, dia menggertakkan giginya. “Sudah dimulai!?” Hampir semua turis dan pekerja umum di kota sedang dalam proses menaiki perahu penyelamat Salmon Red, yang ditempatkan pada 12 titik di sekitar Liberal Arts City. Kapal-kapal itu akan bisa pergi dalam waktu singkat, tapi tidak akan ada gunanya jika rute ke daratan utama Amerika terputus. Salmon Red itu berukuran besar, tapi pada dasarnya hanyalah perahu penyelamat. Perahu-perahu itu bergerak secara otomatis dengan bantuan GPS untuk mengambil rute terpendek, dan hanya dimuat dengan suplai minimum yang dibutuhkan untuk suatu perjalanan darurat. Kapal itu sama sekali tidak dirancang untuk menghindari medan perang ketika menuju Hawaii atau Guam. “Perahu-perahunya tidak bisa bergerak sebelum itu selesai,” kata Shirai Kuroko sambil memandang ke kejauhan dengan satu tangan di atas matanya. “Yah, mari berpikir optimis. Paling tidak, akan lebih mudah untuk bertempur sekarang karena kotanya sudah tidak dipenuhi oleh banyak orang. Bahkan jika Mixcoatl menyerang kesini, tidak akan ada orang yang terluka.” “Benar...” Mikoto melihat ke belakang, ke arah Shirai. Gadis itu masih memakai baju renang seksinya seperti biasa, tapi sekarang dia memakai sesuatu seperti jaket fluoresen* di atasnya, dan bagian depan tubuhnya tertutup. Kemungkinan besar itu adalah bagian perlengkapan untuk para pegawai. Jika Mikoto melihat bahannya, sepertinya itu cukup tahan pada serangan senjata tajam. [Fluoresen adalah bahan gemerlapan dan bercahaya karena adanya zat fluor. Kamus Oxford.] “Bukankah kau akan punya perlindungan lebih jika kau memakai semua perlengkapannya?” “...Jika aku berpakaian seperti itu, aku akan tumbang karena serangan jantung.” “Begitu ya,” jawab Mikoto. “Dimana Uiharu-san dan Saten-san?” “Mereka sudah pergi menuju salah satu Salmon Red. Yang lebih penting, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah ada yang bisa kita lakukan dari sini, sebelum Mixcoatl sampai ke sini?” Sebenarnya mereka tidak bisa melakukan apapun dari tempat mereka berada. Railgun milik Mikoto hanya punya jarak tempuh sejauh 50 meter, dan serangan Shirai dengan menggunakan teleportasi hanya bisa mencapai sekitar 80 meter. Mereka tidak bisa ikut terlibat dalam pertempuran yang terjadi di dekat horizon. Kemudian... “Aku tidak punya kewajiban untuk memberitahu kalian, tapi ini adalah situasi darurat...” kata suara seorang wanita. Mikoto dan Shirai berbalik dan menemukan Olive Holiday berdiri di sana dengan baju renang lomba dan rompi penyelamat yang biasa dia gunakan. Badannya pasti telah kesakitan akibat pertemuran berulang-ulang. Ini terbukti karena adanya perban yang terbalut di berbagai tempat, dan wajahnya kelihatan sedikit pucat. Olive sedang memegang suatu radio kecil di tangannya. “Aku benci meminta bantuan kalian, tapi kami tidak punya pilihan lain.” “Cukup dengan basa-basinya,” kata Mikoto memotongnya. “Ada apa?” “Kapal musuh baru sedang mendekat pada lokasi 30 kilometer di Barat kota. Itu arah yang berlawanan. Kapal-kapal musuh mungkin punya kemampuan stealth yang tinggi, atau kemampuan untuk menyelam di bawah air. Mereka sanggup sampai ke sana tanpa bisa kami sadari.” Mata Mikoto melebar karena syok, dan dia melihat balik ke wajah Olive. “T-tunggu! Bagaimana dengan pesawat tempur kalian!?” “Kami sedang mengirim beberapa pesawat dari Skuadron Laveze untuk mencegat mereka, tapi mereka datang dari arah yang benar-benar berlawanan...” untuk sejenak, suara Olive mengecil saat itu. “Misil darat-ke-udara PAC-3 milik kami telah dihancurkan oleh Mixcoatl kemarin, dan kekuatan tempur kami sudah sampai batasnya karena menghadapi musuh di arah timur. Jika seperti ini terus, mereka akan terbang masuk dan menghancurkan beberapa Salmon Red yang masih belum bergerak di sisi barat kota.” Kapal-kapal raksasa itu sekarang sedang dinaiki oleh sejumlah besar turis dan pekerja. Kapal-kapal itu tidak bisa dikirim keluar dengan segera, tapi juga akan sulit untuk mengevakuasi semua orang yang telah naik. Ada terlalu banyak orang. Jika kapal-kapal itu diserang... Tidak perlu memikirkan apa yang akan terjadi berikutnya. Mikoto menatap partner-nya dengan serius dan memanggil namanya. “Kuroko!!” Sebagai responnya, Shirai menggenggam tangan Mikoto dan mereka menghilang menggunakan teleportasi. Teleportasinya hanya bisa mencapai jarak sekitar 80 meter dalam satu kali lompatan, tapi dia bisa langsung berteleportasi setelah tiba di setiap titik lompatan berikutnya. Artinya, dia bisa menempuh jarak yang jauh dengan cepat. Jika kau mengkonversikan perpindahan Kuroko menjadi kecepatan, mungkin kecepatan gadis itu melebihi 200 km/jam. “Mungkin alasan kenapa kau tidak cukup berolahraga adalah kau selalu mengandalkan kekuatanmu seperti ini.” “Fgn!?” Komentar yang tidak penting dari Mikoto membuat keadaan mental Shirai menjadi sedikit tidak stabil, tapi dia berhasil menjaga kontrol kekuatannya. Mereka melanjutkan dan melintasi diameter pulau sepanjang 10 kilometer dalam waktu hanya sekitar 3 menit.

Tidak seperti pesisir Timur yang mereka lihat sebelumnya, pesisir Barat memiliki benda-benda seperti tiang yang keluar dari permukaan laut. Benda-benda itu sejatinya adalah lampu raksasa yang berjejer pada interval tertentu di sepanjang area itu. Shirai berbicara sambil melihat pemandangan misterius yang terus membentang dengan interval konsisten sampai melewati horizon. “...Apakah ini adalah satu bagian lain dari pemandangan buatan? Tempat ini awalnya dibuat agar tampak seperti pemandangan yang terdapat pada film Fiksi Ilmiah.” Mungkin memang begitu dan mungkin saja tempat itu dibuat setelahnya, tapi mereka tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu. Mikoto pergi menuju platform untuk penjaga pantai yang terpasang di pantai. Dia menggunakan teropong yang ada di sana untuk melihat lebih jauh dari apa yang bisa dia lihat dengan matanya sendiri. “Apa itu...?” gumamnya terkejut. Dia tidak sedang melihat ke arah ufuk. Dia sedang melihat ke langit. Suatu benda raksasa yang sedikit kabur karena udara, terlihat pada jarak yang begitu jauh. Seharusnya, benda itu tidak dapat dilihat karena bulatnya permukaan bumi. Seberapa tinggi benda itu? Seberapa cepat itu bergerak? Benda itu sangat jauh, dia tidak bisa mengetahuinya. Sulit untuk mengetahuinya, ini seperti menilai seberapa cepat suatu pesawat penumpang yang terbang tepat di atas kepalamu. Bagaimanapun juga, Mixcoatl yang telah mereka hadapi sampai saat ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan benda itu. Itu mungkin adalah serangan mereka yang sebenarnya. Dia tidak bisa membiarkannya sampai ke Liberal Arts City. Sambil melihat ke kejauhan, Mikoto menanyakan suatu pertanyaan pada Shirai. “Kuroko, bisakah kau berteleportasi ke sepanjang pilar-pilar hiasan itu?”

Dan begitulah, Mikoto dan Shirai menuju ke lautan. Karena pijakan yang tidak seimbang, Shirai melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang Mikoto untuk memastikan bahwa dia tidak melepaskan pegangannya ketika melakukan teleportasi. Mikoto memasrahkan urusan “berpindah tempat” pada Shirai, dan dia pun melihat ke belakang. Dia bisa melihat asap hitam. Bagian dari Liberal Arts City yang hanya bisa dia lihat dari jarak, adalah struktur-struktur besar seperti bangunan raksasa dan rel roller coaster, tapi asap itu lebih kelihatan. Dia bisa melihatnya membumbung tinggi dari berbagai tempat, menodai langit biru. Pada tempat berjarak sekitar 15 kilometer dari pulau tempat jaring yang “memisahkan” makhluk hidup, barisan tiang hiasan itu tiba-tiba berhenti. Meskipun begitu, ada pelampung seperti ranjau yang mengapung setelah barisan tiang itu. Pelampung-pelampung itu pasti adalah perlengkapan untuk riset Liberal Arts City. Kedua gadis itu pergi lebih jauh sepanjang pelampung-pelampung itu. Setelah pergi sejauh 7 kilometer, mereka bisa melihat seluruh bentuk senjata raksasa itu. Kendaraan pipih dan panjang yang terbang melalui angkasa berukuran lebih dari 100 meter. Pada dasarnya itu sama seperti Mixcoatl, yaitu benda yang terbuat dari kayu, kain, dan obsidian. Badannya kelihatan seperti bola rugby yang telah dimelarkan secara paksa dari kedua sisinya. Benda itu punya sayap yang besar dan kecil di sisi dan belakangnya, tapi sayap-sayap itu seperti tidak mempedulikan hukum-hukum aerodinamika. Benda itu terlihat seperti ikan raksasa yang berenang di angkasa. Dan ada lebih dari satu. Tiga benda lagi bisa terlihat terbang di belakang benda yang Mikoto dan Shirai sedang amati. Totalnya ada empat senjata raksasa. “Apakah ini Xiuhcoatl yang disebut Saten-san?” Kalau begitu, mereka berdua benar-benar tidak bisa memperbolehkannya mencapai Liberal Arts City. Mikoto tidak tahu serangan jenis apa yang bisa benda-benda itu lakukan, tapi berdasarkan apa yang Saten dengar dari gadis bernama Xochitl, kapal-kapal itu punya kekuatan sangat besar. “Onee-sama!!” Teriakan Shirai membuat Mikoto sadar. Itu bukan waktunya untuk merenung. Kapal Xiuhcoatl itu melaju lebih cepat dari yang terlihat di kejauhan. Sebelum Mikoto menyadarinya, kapal itu telah melewati kepalanya. Bahkan yang kedua dan ketiga sudah melewatinya sejauh 50 meter. Mikoto akhirnya bereaksi pada kapal yang terakhir. Sambil melihat ke atas pada bentuk raksasa yang melintasi udara dengan kecepatan sekitar 100 km/jam, Mikoto menarik tempat penyimpanan koin yang terikat ke sendalnya. Dia berbicara pada Shirai yang menjadi alat transportasinya. “Kembali! Aku harus menembak jatuh mereka! Dengan kecepatanmu, kau seharusnya bisa menyusul!!” “Yah, kuanggap itu berarti kau mempercayaiku,” balas Shirai sambil menutup satu matanya. Tiba-tiba keduanya menghilang. Mikoto dan Shirai bergerak dengan kecepatan sangat tinggi sepanjang pelampung-pelampung yang mengapung di lautan. Mereka menyusul Xiuhcoatl terakhir dalam waktu singkat, dan Mikoto mengeluarkan suatu koin dari tempat penyimpan koin dengan menggunakan jempolnya. Sementara itu, Shirai masih saja melingkari pinggangnya. (Ketinggiannya sekitar 50 meter... Itu cukup berada di dalam jangkauanku!!) Mikoto menggertakkan giginya, menggerakkan jempolnya, dan menembakkan Railgun. Ketika koin itu terbang di udara dengan tiga kali kecepatan suara, gaya gesek membuatnya menyala oranye, menghasilkan garis oranye di udara. Dengan sedikit jeda, suatu suara ledakan terdengar. Karena dia menembakkannya dari sudut, bukannya tepat dari bawahnya, koinnya meleleh dan menghilang tepat sebelum menghantam kapal Xiuhcoatl itu. Walaupun begitu, sisanya yang meleleh cukup untuk mencapai kapal tersebut. Salah satu dari sayap-sayap yang terbuat dari kain dan obsidian terkoyak di bagian sisi dengan paksa. Mikoto mendecakkan lidahnya. “Kuroko, kita masih berada terlalu jauh di sini! Coba untuk pergi tepat di bawahnya!!” Tiba-tiba, cahaya yang besar dipancarkan dari sisi Xiuhcoatl yang putus sayapnya. Sumber dari cahaya lembayung itu adalah api. Tapi itu bukanlah api biasa. Itu kelihatan lebih seperti sejumlah besar cairan kental yang terbakar, dan tersebarkan. Seperti air yang keluar dari selang pemadam kebakaran, api itu tidak ditembakkan dengan lintasan yang akurat. Seakan-akan, suatu palu raksasa sedang jatuh ke arah mereka. Massa tak berbentuk, berwarna lembayung, dan berukuran sekitar 20 meter itu jatuh menuju ke arah Mikoto dan Shirai. “!?” Yang bereaksi terlebih dahulu adalah Shirai. Dengan tangan yang masih melingkari pinggang Mikoto, dia berpindah di sepanjang pelampung-pelampung itu. Palu api raksasa itu menghantam lautan, tapi tidak menghilang bahkan setelah menguapkan sejumlah besar air. Lautan api itu menyebar seperti hendak menutupi seluruh permukaan laut. “Apa itu!? Apa mereka menyebarkan minyak atau semacamnya!?” Tapi mereka tidak punya waktu untuk terkejut. Xiuhcoatl yang hancur sayapnya mungkin telah berusaha untuk memusnahkan Mikoto dan Shirai, karena massa lembayung yang sama dikeluarkan dari delapan titik pada sisi kapal itu. Langit biru tertutup oleh berlapis-lapis api, dan menyebar di atas permukaan lautan ketika api-api itu mendarat. Mikoto dan Shirai kehabisan tempat untuk kabur. Mereka akan terjebak dalam waktu singkat. “Ke atas!!” teriak Mikoto dengan kesal. Shirai segera mengerti apa yang dia maksud. Teleportasi Shirai tidak terbatas hanya pada perpindahan secara horizontal. Seakan-akan menembus kumpulan api yang jatuh, Shirai berpindah ke langit sambil masih memegang Mikoto. Mereka mendarat di salah satu sayap lain yang mencuat dari sisi Xiuhcoatl. Bukaan tempat keluarnya api berbelok ke arah mereka. Mikoto menganggapnya seperti “seorang manusia” yang berbalik karena terkejut, tapi dia tidak menahan diri. Sekeping koin arcade sudah ada di atas jempol kanannya. Suara ledakan menggelegar. Xiuhcoatl itu terbelah jadi dua, Mikoto dan Shirai pergi menuju ke target mereka selanjutnya.

Uiharu Kazari sedang berada di area Timur Liberal Arts City. Dia belum menaiki salah satu perahu penyelamat Salmon Red. Dia sedang menggunakan komputer maintenance untuk meretas masuk ke jaringan yang mulai hancur. Dia sedang menggunakan kamera keamanan untuk melihat apakah ada orang yang belum berhasil meninggalkan tempat itu. Dia mungkin melakukannya karena perasaan keadilan, atau kepekaan sebagai seorang anggota Judgement. Bagaimanapun juga, dia sudah terbiasa dengan tugas penyelamatan seperti ini. Mungkin juga, dia rela melakukan itu karena dia tidak setuju kalau dia naik perahu penyelamat besar, lantas menyerahkan semuanya pada Mikoto dan Shirai. Apapun alasannya, Uiharu lanjut bekerja sembari ledakan-ledakan di kejauhan menyebabkan jarinya bergetar. “Uiharu! Kita harus naik segera!!” “Sebentar lagi...Saten-san, kau naik duluan saja sebelum aku!” “Uiharu!! Dah! Ayo!!” Saten Ruiko sedang menunggu Uiharu sambil menghentak-hentakkan kakinya karena frustasi. Uiharu berpikir bahwa gadis itu benar-benar teman yang baik. (Semuanya bagus di sini...dan di sini...dan di sini... Jika pada hotel-hotel...tiap-tiap kamar tidak memiliki kamera, jadi aku tidak bisa memeriksanya...tapi seharusnya mereka tidak apa-apa. Para pekerja melaporkan bahwa mereka sudah mengecek seluruhnya. Tinggal...) Setelah 5 menit, dia telah memeriksa semua daerah penting. Kelihatannya tidak ada orang yang belum menyelamatkan diri. Dia merasa “terluka” karena harus meninggalkan para pegawai bersenjata yang dilihatnya di beberapa tempat, tapi sepertinya, tidak ada lagi yang perlu ditunggu oleh Uiharu. “Uiharu! Ayo, cepat!!” “O-oke.” Didorong oleh kata-kata Saten, Uiharu mulai meninggalkan komputer itu. Tapi kemudian dia membeku. Dia kembali ke komputer itu. Dia mendengar Saten menarik-narik rambutnya sendiri, tapi tidak ada waktu untuk mengkhawatirkan itu. Jarinya menari di atas keyboard, tapi dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dia inginkan. Menurut cerita Saten, apa yang dia pikirkan harusnya berada di daerah “paling aman”. Itu berarti, informasi tersebut mungkin tidak disimpan di tempat yang bisa diakses melalui jaringan. Uiharu menjauh dari komputer itu dan memegang pundak Saten. “Saten-san!!” “A-apa?” “Kau bilang, pegawai itu memberitahumu bahwa orang-orang yang hilang berada di balik pintu ganda raksasa itu, kan!?” “Tunggu...” Saten sepertinya telah menyadari apa yang Uiharu khawatirkan. “Apa kau bilang bahwa orang-orang itu masih ada di sana? Tapi bukankah para pegawai telah menuntun mereka ke salah satu Salmon Red...?” “Tidak ada jaminan bahwa mereka akan melakukan itu.” “T-tapi tidak bisakah kau memeriksanya di komputer!?” “Informasinya sepertinya diperlakukan sebagai info rahasia, jadi aku tidak bisa mengaksesnya melalui jaringan. Dan aku ragu bahwa mereka akan memberi jawaban langsung, bahkan jika kita mengontak mereka.” Uiharu memandang Saten tepat di mata, sambil tetap memegang bahunya. “Saten-san. Kau tidak perlu menerangkannya terlalu detil, tapi beritahu aku dimana kau masuk ke fasilitas itu, dan kemana kau pergi setelah masuk ke dalamnya. Dan juga, tolong gambarkan aku peta yang menunjukkan bagian dalamnya.” Saten berpikir bahwa dia tidak sanggup melakukan instruksi temannya itu. Jika dia mengikuti instruksi dari Uiharu, Uiharu akan pergi kembali ke Liberal Arts City. Situasinya cukup berbahaya seperti sekarang, jadi tidak ada garansi bahwa dia akan kembali dengan selamat. Tapi... “Saten-san!!” Dia mendengar Uiharu memanggil namanya dengan keras. Dia melihat ke mata temannya, merasa ragu, menatap kembali ke matanya, dan kemudian menetapkan pikirannya. “...Aku akan pergi denganmu.” “Eh?” “Ayo!! Ayo pergi memeriksanya dan kembali ke sini!! Xochitl dan yang lainnya belum sampai ke kota ini, jadi mari kita selesaikan ini selagi kita punya kesempatan!!” “Saten-san...” Uiharu terdiam, tapi kemudian mengangguk. Dia dan Saten berlari dari pelabuhan perahu penyelamat. Mereka meninggalkan daerah aman sementara itu dan memulai pertempuran mereka sendiri.

Mikoto dan Shirai bergerak sepanjang permukaan laut dengan kecepatan tinggi menggunakan pijakan di atas pelampung. Tujuan mereka adalah Xiuhcoatl yang ada di atas kepala mereka. Mereka telah melumpuhkan satu, masih ada 3 unit lagi. Kapal-kapal raksasa itu berukuran lebih dari 100 meter, dan kelihatan sangat menyesakkan dada ketika dilihat dari dekat. Di saat yang sama, badan berbentuk bundarnya memberi rasa jijik, seakan-akan itu adalah perut seekor serangga raksasa. Meskipun begitu, Xiuhcoatl bukanlah musuh yang tidak bisa dikalahkan oleh Mikoto. Shirai memindahkan mereka berdua tepat di bawah salah satunya, dan Mikoto menembakkan sekeping koin arcade lurus ke atas dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara. Untuk mencoba menghancurkan kedua gadis itu, Xiuhcoatl menyebarkan sejumlah besar api ke sekelilingnya, tapi Railgun menghancurkan cairan terbakar yang mirip minyak itu, dan menembusnya sampai ke bagian bawah Xiuhcoatl. Mikoto menembakkan tembakan kedua dan ketiga yang menghancurkan badan Xiuhcoatl nomor 2. Bagian luarnya yang terbuat dari kayu hancur berkeping-keping, dan Xiuhcoatl itu terbelah di udara. Mereka mendengar suara berdesing. Satu sisi dari bagian luar Xiuhcoatl yang hancur, berputar-putar sambil masih mengeluarkan kumpulan api. Puing itu menyebarkan apinya ke segala arah dan menyelimuti Xiuhcoatl ketiga yang terbang di dekatnya dalam kobaran api. “Ini adalah kesempatan kita!!” Mata Mikoto bersinar terang ketika dia melihat ke Xiuhcoatl ketiga yang gerakannya menjadi lumpuh. Untuk menghabisinya, dia memerintahkan Shirai untuk membawa mereka ke atas. Mereka akan mendarat tepat di atas kapal itu, dan memberikannya hadiah bagus berupa tembakan Railgun jarak dekat. Tapi pendaratan Shirai gagal. Tidak ada apapun di bawah kakinya. Pada dasarnya, Mikoto dan Shirai telah dilemparkan pada ketinggian 50 meter di atas permukaan tanah. Itu terjadi bukan karena Shirai Kuroko salah dalam perhitungan teleportasi. Dengan suara yang keras, bentuk Xiuhcoatl telah berubah secara drastis. Kapal itu membuka dari dalam seperti suatu payung. Kapal itu telah mengacuhkan hukum aerodinamika sebelumnya, tapi tahanan udara dari pembukaan benda seperti parasol cukup untuk membuat kecepatannya melambat dengan tiba-tiba. Mikoto dan Shirai membenarkan posisi mereka, dan mendarat di atas benda seperti bunga raksasa itu. “Apa...?” Suatu lingkaran dengan diameter sekitar 200 meter. Di tengahnya, berdiri sesuatu benda mirip pilar yang pipih dan panjang. Itu kelihatan hampir seperti suatu payung yang terbuka-terbalik, dengan gagang yang menghadap ke udara. Tapi... (Bukan, ini adalah...!!) Mikoto melihat ke atas, ke langit biru, sambil membayangkan apa yang ada di sisi lain. “Suatu antena parabola!?”

Di suatu lokasi setinggi 35.000 kilometer, suatu benda raksasa melayang di daerah hitam pekat tanpa oksigen atau gravitasi. Jika ditinjau dari teknik biasa dalam membuat roket atau pesawat luar angkasa, sulit dipercaya bahwa benda seperti itu terbuat dari kayu, kain, dan obsidian, tapi memang itulah kenyataannya. Dalam istilah modern, benda itu bisa disebut sebagai suatu satelit...bukan, stasiun luar angkasa. Bagian-bagian obsidian berbentuk bundar yang disusun di atasnya, bersinar dalam interval yang tidak beraturan. Benda-benda itu mungkin digunakan untuk keperluan transmisi. Hieroglif kuno dipahat pada sisi badan utamanya. Yang tertulis di sana adalah “Xiuhcoatl”, artinya: Sang Ular Matahari. Itu adalah kapal Xiuhcoatl kelima dan itu adalah kapal utamanya. Simbol peradaban itu telah dengan paksa diluncurkan tanpa mempedulikan hukum-hukum Fisika oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian sangat tinggi di bidang astronomi. Itu terjadi pada suatu masa dimana legenda-legenda tertentu masih menguasai dunia mereka. Dalam legenda-legenda itu, dipercaya bahwa matahari bisa dihancurkan. Bukanlah pemikiran modern, bahwa bintang akan mendekati kematiannya dengan perlahan, dalam kurun waktu ratusan ribu tahun. Mereka percaya bahwa matahari bisa hancur saat itu juga, jadi orang-orang itu memutuskan bahwa mereka sendiri perlu melakukan sesuatu untuk melindungi sumber cahaya tersebut. Itulah kenapa mereka telah menggunakan berbagai metode dalam percobaan untuk mempengaruhi matahari. Mereka telah melakukan banyak hal. Mereka telah menjalankan bermacam-macam upacara demi memberikan kekuatan pada matahari. Salah satu dari proyek itu adalah meluncurkan Xiuhcoatl ke angkasa. Xiuhcoatl adalah nama seorang dewa yang mereka percaya bertugas membawa matahari dari tanah ke langit. Tugas dari satelit yang mereka beri nama serupa adalah untuk meluncurkan sejumlah besar batu api ke matahari yang melemah, untuk mengembalikan kekuatannya. Dalam istilah modern, konsepnya mirip seperti memasukkan bahan bakar lain ke dalam suatu reaktor nuklir. Pada akhirnya, proyek itu gagal. Tapi Xiuhcoatl masih mempunyai kegunaan walaupun kehilangan peran aslinya. Dengan kata lain, benda itu bisa melakukan pengeboman skala besar dari orbit bumi. Xiuhcoatl juga adalah nama sebuah senjata yang telah mengalahkan 400 dewa.

Ada yang berkelap-kelip di langit biru. Bukan hanya di satu titik. Sinar matahari yang terang bersinar seakan hari itu adalah tengah musim panas, tapi langit berkelap-kelip seperti langit penuh bintang. Sebelum Mikoto bisa mengetahui apa itu, hujan kehancuran menghantam permukaan. “!?” Semuanya tertelan oleh suara itu. Suara gemuruh tanpa balas melumpuhkan indra pendengaran Mikoto. Benda-benda yang menghujaninya adalah lebih dari 1000 sinar putih yang terang. Dengan antena parabola yang terbuka di tengahnya, area dalam diameter 10 kilometer diledakkan sampai hancur. Mikoto dan Shirai beruntung karena itu bukanlah suatu bom raksasa. Serangan yang tersebar acak lebih mirip dengan tembakan shotgun, jadi Shirai bisa dengan hati-hati berteleportasi, dan berhasil menghindarinya dengan nyaris. Sejumlah besar air laut menguap. Antena parabola itu hancur berkeping-keping karena serangan “teman” sendiri. Lautan api yang telah menyebar sepanjang permukaan laut dihembuskan sampai padam. Shirai berlanjut melakukan teleportasi sambil tetap memegang Mikoto, dan entah bagaimana, dia berhasil selamat dari gelombang pertama. Tapi gelombang kedua dan ketiga sudah mulai menghujani dari atas. Tersisa satu kapal Xiuhcoatl yang menjalankan tugas sebagai antena parabola. Kapal itu terbang keluar daerah pengeboman dan menuju ke Liberal Arts City. “Kuroko, kau tidak apa-apa!?” “Serahkan...padaku!!” Menggunakan puing-puing dari antena parabola yang jatuh perlahan sebagai pijakan, Shirai berteleportasi dengan tidak beraturan. Hujan cahaya itu tidak akan bertahan selamanya. Dari apa yang bisa mereka lihat di langit, mereka menyimpulkan bahwa gelombang selanjutnya atau gelombang setelah itu akan menjadi yang terakhir. (Bisakah kita berhasil...!?) Mikoto memelototi Xiuhcoatl terakhir yang menuju ke horizon. Ada kesempatan 50/50 apakah mereka bisa menyusulnya ataukah tidak. Tidak adil untuk Shirai, tapi Mikoto tidak punya pilihan selain membiarkan gadis itu terus menghindari hujan cahaya itu. Tiba-tiba, Mikoto mendengar suara sesuatu yang memotong udara. Mikoto menoleh dan melihat sesuatu telah mencapai jarak yang jauh dari permukaan laut, dan kini benda itu mendekati mereka dengan kecepatan tinggi sembari menyelinap melalui celah cahaya yang menghujani bumi. Benda itu akhirnya berhenti di sebelah Mikoto dan Shirai. Itu adalah kapal spesial dengan badan utama sepanjang 5 meter terbuat dari tumpukan dua unit kano, dan memiliki dua sayap di setiap sisinya. Itu adalah suatu Mixcoatl. “Xochitl!?” Tentu saja, tidak ada jawaban dari kapal itu. Sesuatu seperti misil ditembakkan dari suatu lubang di sisi badannya. Dengan suara gas yang keluar, suatu jejak asap panjang dan tipis mengekor di belakangnya. “!!” Shirai dengan panik berteleportasi untuk menghindari misil itu. Tapi dia khawatir dengan hujan cahaya itu, jadi dia mencoba menggunakan gerakan pendek dan akurat, bukannya memberi jarak yang jauh dari misil itu. Hasilnya, dia berhasil menghindari misil itu, tapi gelombang kejut dari ledakan misil itu mengenainya. “Gaaaaahhhhhhh!?” Mikoto dan Shirai tidak melakukan apapun, tapi tubuh mereka terseret 3 meter secara horizontal. Semua oksigen dalam paru-paru mereka terperas keluar. Kerusakan yang dihasilkan jauh melebihi tubrukan badan. Dan... “Kuro—Kuroko!!” teriak Mikoto. Sepertinya Shirai pingsan karena benturan itu. Tentu saja, itu artinya mereka tidak bisa lagi menggunakan kemampuan teleportasinya. Mikoto dan Shirai sekali lagi ditarik oleh gaya gravitasi bumi, dan mulai jatuh ke lautan dari ketinggian beberapa lusin meter. Mikoto tidak punya waktu untuk berpikir. Walaupun mereka berada sangat tinggi, dia hanya punya beberapa detik sebelum mereka jatuh ke air. Mikoto memegang tubuh Shirai yang tak sadarkan diri, dan merasakan benturan kuat di punggungnya. Benturan itu bukan karena permukaan laut. Itu dari Xiuhcoatl yang telah hancur. Mereka telah mendarat di atas sayap raksasa terbuat dari kayu, kain, dan obsidian. Serpihan yang berasal dari sayap hancur itu, kini hanyut dan tenggelam ke dasar laut. Serpihan itu melindungi mereka seperti mendarat di atas suatu trampolin. Mikoto melingkari pinggang Shirai dengan satu tangan, dan dia mengambil tempat koin dengan tangannya yang lain. Dia tidak mempedulikan pijakannya yang tidak stabil, dan dia pun memandang ke angkasa. Tapi sepertinya Mixcoatl itu tidak tertarik pada mereka. Setelah berhasil melakukan tindakan minimum yang diperlukan untuk menghentikan mereka, dia turun dan mendarat di atas permukaan laut. Kemudian kapal itu melaju di atas laut, ke arah perginya Xiuhcoatl terakhir. “Sialan, tunggu!! Ah!!” Pijakan Mikoto goyah dan dia secara refleks mencoba untuk menjaga keseimbangannya. Dia berada sekitar 20 kilometer dari Liberal Arts City, jadi pulau buatan itu berada cukup jauh. Jika dia jatuh ke dalam laut sambil tetap memegang tubuh Shirai yang tidak sadarkan diri, mereka pasti akan tenggelam. Ditambah lagi, sejumlah besar air laut telah diuapkan oleh hujan cahaya itu. Tapi sepertinya, hanya daerah permukaannya yang terpengaruh. Air laut yang dingin di bawah pasti sudah bercampur karena airnya tidak mendidih. Walaupun begitu, dia bisa merasakan uap panas hanya dengan menjulurkan tangannya. Temperatur air itu paling tidak adalah 70ºC. Sepertinya akan memakan banyak waktu sebelum air dingin yang berada pada lapisan laut dalam bisa menurunkan temperatur itu. Melihat horizon di segala arah tidak memberinya perasaan bebas atau kemegahan alam. Yang ada hanyalah perasaan seperti terjebak di tengah padang pasir. Dia terjebak di satu titik dari area yang luas, jadi dia hanya merasakan ketakutan dan ketidaksabaran. “Kuroko...” Mikoto melihat Shirai yang kaki tangannya terentang dan tidak bergerak. Dia sepertinya bernapas dengan baik, dan dia tidak kelihatan berdarah. Nyawanya sepertinya tidak berada dalam bahaya, tapi dia tidak terlihat akan siuman dalam waktu singkat. “Kuroko...!!” Kaki Mikoto gemetar. Puing Xiuhcoatl tempat dia berdiri, mulai memiring dan tenggelam dengan perlahan. Seperti papan besar yang dengan perlahan tenggelam ke dalam air. Tapi, jika puing itu sepenuhnya tenggelam, Mikoto dan Shirai akan terbuang ke dalam air yang suhunya melebihi 70 derajat. (Apa yang harus kulakukan...?) Mikoto merasa bingung apakah dia harus mulai menggoyangkan pundak Shirai, dan berharap dia akan tersadar seketika. Dia melihat sekitarnya. Tentu saja, tidak ada apapun di sana yang bisa bertindak sebagai jembatan atau perahu. Mikoto bisa menggunakan listrik untuk menghasilkan berbagai jenis fenomena, tapi dia tidak bisa menyokong berat mereka berdua, dan terbang ke langit. Jika tetap begitu, mereka akan tenggelam. Mereka akan tenggelam tanpa berhasil menghentikan Xiuhcoatl terakhir yang mencapai Liberal Arts City. (Apa yang harus kulakukan...!?) Ketika Mikoto melihat ke langit biru karena kesal, dia tiba-tiba menyadari sesuatu. Pecahan Xiuhcoatl yang dia tembak jatuh telah pecah ketika menghantam permukaan laut, tapi ada sesuatu seperti tangki silinder padanya. Tangki aneh itu terbuat dari kain yang ditempelkan pada kerangka kayu. (Jika dipikir-pikir...bukankah Mixcoatl punya sejumlah besar hidrogen padanya?) Itu digunakan sebagai pendorong misil, dan mungkin untuk mengontrol seluruh kapalnya sendiri. Hidrogen. Suatu mesin roket yang menggunakan hidrogen. “...” Mikoto melihat sekeliling. Air laut yang tersebar di sekelilingnya...bukan, molekul air yang tersebar di sekelilingnya terdiri dari oksigen dan hidrogen. Jika dia menggunakan elektrolisis*, dia bisa memperoleh oksigen dan hidrogen dari air. [Hidrolisis adalah proses kimia yang bisa memecahkan suatu senyawa dengan mengalirkan arus listrik pada suatu fluida. Kamus Oxford.] Dia tidak ragu-ragu. Percikan listrik berwarna putih kebiruan terbang dari poninya, dan suatu tombak listrik ditembakkan ke permukaan laut. Tapi... (Tidak bisa. Aku bisa memisahkannya, tapi aku tidak bisa mengubahnya menjadi bahan bakar...!!) Bahkan jika dia bisa memperoleh oksigen dan hidrogen, yang didapatnya itu terlalu sedikit. Untuk bisa bergerak, dia perlu memperoleh jauh lebih banyak hidrogen sekaligus. Puing kapal itu bergerak menyentak di bawah kakinya. Dia hanya punya beberapa menit sebelum puing itu sepenuhnya tenggelam. (...Tidak.) Kepala Mikoto tiba-tiba mendongak. Ada yang aneh. Seperti yang disebutkan sebelumnya, dia adalah seorang esper yang bisa memanipulasi listrik. Sebagai efek sampingnya, dia juga bisa mengontrol hal-hal seperti gaya magnet dan gaya Lorentz*, tapi dia tidak bisa mempengaruhi fenomena lain yang tidak didasari oleh kelistrikan. [Gaya Lorentz adalah gaya yang dihasilkan oleh medan magnet pada arus listrik yang bergerak. Gaya Lorentz ditemukan oleh Hendrik Antoon Lorentz, seorang fisikawan Belanda, pada tahun 1930. Kamus Oxford.] Tapi entah kenapa, jarak yang bisa Mikoto kendalikan melebar sedikit. Seakan-akan, dia telah meregangkan tentakel yang tak terlihat ke udara di sekitarnya. Itu adalah perasan yang sangat aneh, seolah-olah dia bisa mengendalikan semua hal ke segala arah, bahkan sampai melampaui horizon. (Ini...?) Mikoto melihat sekeliling. Lebih tepatnya, dia melihat udara di sekitarnya. (Uap air...? Aku mengerti. Karena besarnya jumlah air laut yang menguap di saat yang sama, molekul air melayang di udara setelah diubah menjadi partikel!!) Dan ada gaya kecil yang menjembatani ruang antara partikel-partikel kecil itu. Listrik statis. (Ikatan antara partikel kecil itu terjadi dengan menggunakan listrik... Hukumnya sedikit berbeda, tapi jika aku menggunakan persamaan untuk mengumpulkan pasir besi menjadi pedang dengan gaya magnet...) Hal itu tidak akan bekerja hanya dengan molekul air. Mikoto tidak bisa mengendalikan air ataupun kabut. Tapi, “proporsi” dari molekul air yang melayang-layang di udara mungkin cukuplah optimal, atau angin laut yang bercampur dengan uap air mungkin telah mengubah daya hantar listrik. Mikoto sendiri tidak tahu detilnya, tapi dia mungkin bisa memanipulasi sejumlah besar molekul air yang melayang-layang pada udara di sekitarnya. (Jika uap airnya mendingin, molekul air akan bersatu dan mengubahnya menjadi sekedar tetesan air. Dan tidak ada yang bisa menjamin sampai kapan daya konduksinya tetap berada di keadaan sempurna seperti ini. Ini adalah satu-satunya kesempatanku. Tapi jika aku bisa memperoleh tenaga dorong roket bahkan untuk waktu singkat...!!) Itu adalah suatu perasaan aneh seperti mengulurkan sesuatu dengan tipis. Mikoto tidak melawannya. “...!!” Dia mengubah arah kekuatannya. Dia dengan efektif “menggenggam” sejumlah besar molekul air yang melayang di udara. Dengan menggunakan persamaan untuk membuat pedang pasir besinya sebagai dasar, dan mengganti beberapa nilai dan simbol, dia membuat persamaan baru untuk menggunakan listrik statis guna mengontrol molekuk air di udara. Uap air pada area 10 kilometer yang telah dihujani cahaya terkompres ke arah Mikoto. Bahan bakarnya bukan cuma itu. Pengumpulan molekul air di udara tidak lebih dari suatu katalis yang menghubungkan listrik dan air laut. Setelah membuat semacam bantalan di antaranya, dia mengirimkan perintah langsung ke air laut yang tersebar di sekelilingnya melalui sejumlah besar molekul air tersebut. Itu seperti membuat reaksi berantai dari suatu fenomena. Dia punya semua yang dia perlukan. Mikoto melihat ke langit. Dia kemudian memfokuskan kekuatannya ke dahinya, dan mengirimkan instruksi terakhirnya. Suara menggelegar terdengar. Sayap yang terbuat dari cahaya seperti mesin pendorong yang berwarna putih kebiruan, keluar dari punggung Mikoto. Secara teknis, itu tidaklah akurat.

RAILGUN SS1 07 026.jpg

Benda yang naik di dekat punggung Mikoto adalah sayap-sayap terlihat seperti pedang-pedang, dan terbuat dari air. Dan juga, letusan warna putih kebiruan yang terlihat seperti pedang laser dipancarkan dari sisi sayap-sayap itu. Di saat yang sama, sayap air itu memberikan Mikoto gaya angkat, sayap-sayap itu juga menerima panas yang dikeluarkan dari “mesin pendorong”. Sayap itu seperti biasa menguap dalam beberapa detik karenanya, tapi air laut tersebar di seluruh daerah itu. Jika dia secara konstan terus “mengisinya” kembali dengan memanfaatkan partikel-partikel air yang tersebar di udara, maka tidak akan ada masalah. Sambil diangkat dengan dua sayapnya, Mikoto perlahan meninggalkan tanah sambil mengangkat Shirai dengan kedua tangannya. Puing Xiuhcoatl tenggelam ke dalam laut, seakan-akan telah menunggu saat itu. Dia tidak bisa lagi kembali dan mendarat. “...Whoops.” Mikoto berhasil melayang di udara, tapi keseimbangannya pasti goyah karena dia mulai melayang ke arah kanan. Dia segera memodifikasi persamaan yang dia gunakan, menambahkan empat sayap yang lebih kecil, mengatur keseimbangannya di udara, dan daya dorong dari “pembakarnya”, akhirnya dia pun berhasil berhenti di udara. “Oke, itu cukup untuk latihan pemanasan...” Mikoto memandang ke depan dengan intens, dan mesin pendorongnya “membakar” di saat yang sama. Suatu garis sinar berwarna putih kebiruan keluar di belakangnya. “Tunggu aku! Akan kutunjukkan bahwa ini belum benar-benar dimulai!!” Dia kelihatan seperti menyeret ekor cahaya, sembari dia langsung menuju Liberal Arts City. Sekarang, setelah dia mengendalikan air laut melalui molekul air yang melayang di udara, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Untuk mengisi ulang “bahan bakar” pada sayap air dan “bahan pembakarnya”, sesuatu seperti lengan manusia raksasa naik dari permukaan laut yang jauh. Dengan “lengan” itu tetap terhubung ke punggungnya, Level 5 #3 Academy City terbang melintasi angkasa. Misaka Mikoto terbang di angkasa dengan kecepatan yang cukup tinggi, hingga dia sulit bernapas. Dia punya satu tujuan. Dia harus menembak jatuh Xiuhcoatl yang menuju Liberal Arts City, dan melindungi para turis beserta pekerja di sana.

Chapter 8[edit]


Xiuhcoatl keempat, sekaligus yang terakhir, memasuki Liberal Arts City. Jangkauan serangan dari orbit bumi mempunyai diameter sekitar 10 kilometer, jadi antena itu harus dipasang tepat di tengah kota untuk menghancurkan seluruh pulau buatan itu. Dari dalam Mixcoatl yang meluncur pada permukaan laut, Xochitl memandang Xiuhcoatl yang terbang. Dia sebentar lagi akan pergi secara perlahan dari Liberal Arts City. Dia tidak berniat untuk “termakan” ledakannya. (Kurasa tujuan kita sudah terhitung selesai,) Fasilitas itu menyebabkan banyak tragedi karena mereka telah menginvestigasi dan melakukan riset pada teknik-teknik milik Return of the Winged One. Xochitl tidak punya perasaan apapun bahwa kota itu menemui “takdirnya”. Dia tidak sedang berpikir tentang kesuksesan organisasinya sendiri. Dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada para turis. Dia berpikir sejenak, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. (Aku tidak memberitahu gadis itu tentang semuanya, tapi aku sudah memberinya petunjuk yang penting.) Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Dia menghela napas sekali dan kemudian membalikkan Mixcoatl-nya agar dia bisa keluar dari “jangkauan” serangan senjata terkuat mereka. Tiba-tiba, Xochitl mendengar suara menggelegar. Dia menoleh dan melihat seorang gadis dengan enam sayap yang bersinar menerjang dari arah laut, menuju Liberal Arts City. Seakan-akan, dia sedang mengejar Xiuhcoatl itu. Gadis itu mendarat pada atap salah satu gedung di dekatnya, dan sepertinya dia sedang membaringkan seorang gadis yang sejak tadi dia gendong. Setelahnya, dia membuka enam sayapnya sekali lagi, dan terbang menuju Xiuhcoatl. “Dia...!?” Itu adalah gadis yang Xochitl pikir telah berhasil dia hentikan di laut tadi. Xochitl tidak tahu hukum apa yang ada di balik kekuatannya, tapi gadis itu adalah seorang monster yang telah menembak jatuh tiga Xiuhcoatl tanpa senjata. Xochitl menggertakkan giginya dengan ragu-ragu, kemudian kembali menuju Liberal Arts City. Ada resiko terkena pengeboman dari pihaknya, tapi dia tidak bisa membiarkan Xiuhcoatl terakhir ditembak jatuh setelah sampai sejauh ini. Gadis dengan enam sayap itu sepertinya telah menyadari keberadaan Xochitl yang mendekatinya dengan kecepatan tinggi di sepanjang jalur air yang melintasi kota. Sambil mengejar Xiuhcoatl, gadis itu melirik Xochitl. Dia tersenyum ketika melihat musuh barunya. Gadis itu sepertinya telah mengatakan sesuatu, tapi Xochitl tidak dapat mendengarnya. Tapi dia bisa melihat apa yang ada di tangan gadis itu. Sesuatu diletakkan di atas jempol kanan gadis itu. Suatu koin arcade.

Tidak ada lagi penjaga. Dengan kekacauan yang terus berlanjut di Liberal Arts City, hampir tidak ada keamanan yang tersisa di pintu masuk ke area terlarang. Uiharu Kazari dan Saten Ruiko membiarkan pintu tak terkunci itu terbuka ketika mereka kembali ke kota lautan yang cerah itu. Sekumpulan orang terlihat mengikuti mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah dipenjara dalam area terlarang Liberal Arts City. Suatu grup terdiri dari 20 atau 30 orang termasuk laki-laki, perempuan, dewasa, dan anak-anak. Mereka ingin pergi dengan cepat, tapi badan mereka yang lelah tidak memungkinkan mereka berlari dengan kecepatan penuh. Menurut Saten, mereka adalah “kriminal” yang telah menyebabkan masalah di kota itu, tapi... Uiharu melihat ke langit biru. “Sepertinya kita aman sekarang... Kita hanya perlu pergi ke salah satu pelabuhan untuk mencapai kapal penyelamat. Mungkin akan ada pegawai di sana, tapi itu adalah satu-satunya cara untuk kabur!!” Pertempuran antara sejumlah pesawat tempur dan ikan terbang terus berlanjut di horizon yang terlihat dari pantai. Tidak jelas kapankah pertarungan itu akan sampai ke pulau, dan mungkin saja suatu peluru atau misil nyasar tiba-tiba terbang ke arah mereka. Bagaimanapun juga, mereka harus cepat. Orang-orang itu telah berada dalam area dengan tanda bahaya kontaminasi yang tertempel di seluruh tempat, tapi mereka kelihatannya tidak memiliki suatu masalah apapun. Sepertinya, Liberal Arts City hanya merencanakan untuk kemungkinan terburuk, karena mereka tidak mengerti apa yang sedang mereka teliti. Saten berkata, Olive telah menyebutkan bahwa kontaminasi itu adalah keputusan yang salah dari manajemen. (Pelabuhannya belum dihancurkan, kan? Tidak, kita harus cepat-cepat ke perahu itu!! Dengan kapal sebesar itu, harusnya dia dapat menampung 20 atau 30 orang tambahan dengan mudah!!) Saten memimpin grup itu dengan memberikan isyarat, tapi dia tiba-tiba membeku. Uiharu menoleh dan menyadari bahwa pertempuran juga sedang terjadi pada kota. Pemandangannya kacau. Bangunan telah rubuh dan miring, ada juga rel rollercoaster yang hancur menghalangi jalan. Suatu Ferris wheel rubuh dan menghancurkan beberapa bangunan seakan didorong oleh raksasa. Beberapa orang sedang bertarung di tengah-tengah situasi itu. Salah satunya kelihatan seperti Misaka Mikoto. Uiharu tidak tahu bagaimana caranya, tapi dia sedang terbang dengan menggunakan enam sayap yang bersinar. Yang lainnya adalah salah satu dari para ikan terbang. Salah satu di antara mereka berdua sepertinya sedang mencoba untuk menghancurkan pesawat sepanjang 100 meter, dan yang lainnya mencoba melindunginya. “Xochitl...?” gumam Saten ketika melihat ikan terbang itu. “Eh?” “Jangan, jangan bertarung dengan orang itu, Xochitl!!” Hal selanjutnya yang Uiharu tahu, Saten sudah mulai berlari. Gadis itu cuma memakai baju renang, tapi dia berlari ke arah medan perang yang dipenuhi oleh misil-misil kecil, dan ledakan Railgun juga berterbangan. Dia menerjang ke tempat pertempuran intens, di mana tembakan-tembakan liar menghancurkan gedung-gedung kosong atau meledakkan jalan. “Saten-san!!” Uiharu berteriak, tapi Saten hanya berbalik sekali. Uiharu pikir, dia melihat Saten mengatakan “aku harus pergi” dari gerak mulutnya, tapi dia tidak bisa mendengar perkataan gadis itu. Lantas, Saten sekali lagi mulai berlari ke garis depan pertempuran antara Mikoto dan ikan terbang itu.

Pertarungan antara Mikoto dan Xochitl berlanjut. Tapi Mikoto mempunyai keuntungan tinggi dalam situasi itu. Bagaimanapun juga, Mixcoatl dirancang untuk digunakan di laut. Mereka bisa terbang dengan meningkatkan gaya apung untuk sementara, namun kapal tersebut tidak dirancang untuk memiliki kemampuan seperti itu. Mixcoatl tidak cocok untuk melindungi suatu kapal dari ancaman seorang musuh yang bisa terbang dengan bebas di angkasa. (Tidak...) Xochitl menyangkal pemikirannya sendiri ketika Mixcoatl-nya melompat dari satu jalur air ke jalur air lainnya secara paralel. (Ini bukan hanya situasi spesifik saja. Dia memang terlalu kuat!!) Bahkan jika dia sanggup terbang di langit dengan menggunakan semacam kemampuan spesial, musuh itu cuma manusia biasa. Walaupun begitu, dia mampu mengungguli Xochitl yang sedang mengendarai suatu senjata. Dia menembakkan sesuatu seperti petir dari poninya, mengayunkan pedang raksasa yang terbuat dari pasir besi dari pantai, dan bahkan menembakkan koin kecil dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara. Dia punya berbagai jenis serangan yang berbeda, dan masing-masingnya cukup kuat. Dan juga, dia tidak hanya fokus ke satu serangan. Menyerang si gadis dari depan secara langsung tidaklah cukup. Ada cukup banyak kesempatan bagi Xochitl untuk melingkari ke posisi belakangnya, tapi setiap kali dia melakukan itu, pedang pasir besi membengkok seperti cambuk dan mencegah Xochitl mengenainya. Dia mampu menangkis bahkan setiap serangan sekalipun. Sambil bergerak dari satu jalur air ke jalur air lainnya, dia menggunakan kemampuan apung pada kapasitas penuh untuk melompat beberapa puluh meter ke udara. Di saat yang sama, dia menembakkan sejumlah misil. Mikoto tidak menghindar. Dia menerjang lurus ke arah Xochitl dengan sudut yang lebih tajam, dan jalur yang lebih langsung dari misil-misil itu. Sayap yang keluar dari punggungnya meledakkan misil yang baru saja melewatinya, tanpa mengenai dirinya. Percikan warna putih kebiruan terbang dari poni gadis yang mendekatinya. Itu adalah pertanda dari serangan seperti petir yang akan tiba. Xochitl segera menembakkan misil yang lain, tapi lawannya jelas lebih cepat. Tapi dia mendengar suatu suara. Kapal itu belum sampai ke pusat Liberal Arts City, tapi Xiuhcoatl terakhir sedang membuka payungnya dengan lebar. Itu adalah antena parabola raksasa yang dibuat dengan ilmu astronomi Aztec terbaik. Sepertinya, orang-orang yang mengoperasikannya dari jarak jauh telah memutuskan bahwa akan lebih baik menembakkan satu serangan walaupun tidak bisa menghancurkan seluruh kota, daripada tertembak jatuh. Mereka berniat untuk meledakkan setengah dari Liberal Arts City bersama dengan Xochitl yang sedang mencoba melindungi Xiuhcoatl itu. (Itu bukan urusanku...!!) Xochitl merapatkan rahangnya dan mencoba untuk fokus ke musuh di depan matanya. Tapi musuhnya tidak. Walaupun sudah diberi kesempatan untuk menembak jatuh Xochitl dari arah depan, fokus gadis itu hanya terpusatkan pada Xiuhcoatl. Segera setelahnya, Mixcoatl milik Xochitl menerjang ke arah Mikoto. Gadis itu menggunakan sayapnya untuk mencoba menghindar ke samping, tapi ujung dari salah satu sayap Mixcoatl menyambarnya dan membuat kapal itu berputar-putar. Sesuatu pasti juga telah terjadi pada gadis itu, karena sekitar setengah dari enam sayapnya menghilang, dan dia mulai jatuh ketika kecepatannya berkurang. (Jadi ini...) Xochitl berpikir sambil melirik antena parabola yang sudah sepenuhnya terbuka. Bahkan jika dia mencoba kabur dengan kecepatan penuh, itu sudah terlambat. (Jadi ini adalah akhirnya.) Xochitl bahkan menyerah untuk mengendalikan kapalnya, dan dia pun menutup kedua matanya. Dia membayangkan serangan yang akan menghujani dari orbit bumi, tapi... “Oh, tidak akan!!”

RAILGUN SS1 08 009.jpg

Xochitl mendengar suara gadis itu. Dia berpikir bahwa gadis itu sudah jatuh dari angkasa, tapi ketika dia membuka matanya karena terkejut, dia melihatnya mengulurkan tangan kanan ke arah Xiuhcoatl sembari masih tidak bisa mengontrol posisinya dengan baik. Kurang-lebih, si gadis berada dalam posisi jatuh, tapi bidikannya sempurna. Sekeping koin biasa terletak di atas jempolnya. Dalam jentikan koin itu terdapat keyakinan dari seseorang yang tidak menyerah sampai saat terakhir. Xochitl memegang kendali kapalnya lagi untuk mencoba mencegah gadis itu, tapi dia tidak berhasil. Jurang antara dia yang sudah menyerah, dan dia yang belum menyerah, terbuka lebar. Gadis itu pun menembakkan serangan terakhir dari tangannya. Suara ledakan membelah udara. Koin itu ditembakkan dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara, dan menjadi suatu garis oranye seketika. Serangan itu mengenai langsung ujung luar dari antena parabola yang terbuka itu. Kekuatan destruktif yang terkonsentrasi di titik menyebar ke seluruh kapal sekaligus. Seperti lipatan yang memanjang pada sepotong kertas, suatu retakan besar menyebar sepanjang antena parabola berbentuk lingkaran, lantas memecahkan sepertiganya. Hantaman dari serangan langsung mengubah arah antena itu secara drastis. Walaupun begitu, kapal itu tidak pecah berkeping-keping. Bentuk utama dari Xiuhcoatl masih melayang di udara. (Apa yang akan terjadi...?) Xochitl dengan cepat mengubah arahnya. Dia berusaha untuk terus mengawasi Mikoto, sembari setengah terfokus pada Xiuhcoatl. (Apa yang akan terjadi...!?) Apakah dia ingin serangan itu berhasil, dan menghancurkan Liberal Arts City bersama dirinya sendiri? Atau dia ingin serangan itu gagal dan menyelamatkan nyawa mereka berdua? Xochitl tidak yakin hasil mana yang dia inginkan. Dia hanya bisa memperhatikan takdir mana yang akan terjadi. Dan beberapa detik terlewati tanpa ada apapun yang terjadi. Waktu yang berlalu detik demi detik membuat badan Xochitl tegang. Tapi tidak ada yang terjadi. Antena parabola raksasa Xiuhcoatl mulai jatuh, sembari tersapu oleh kerusakan yang sudah dialaminya. Antena itu mungkin bertindak sebagai semacam parasut karena kecepatannya, secara mengejutkan, sangat lambat saat jatuh menuju tanah. Mungkin itulah kenapa Xochitl bisa menyadarinya. Xochitl melihat Saten Ruiko yang berdiri sambil terdiam. Gadis yang pernah beberapa kali dijumpainya itu berada pada tempat yang akan dihantam serpihan parabola hancur. “...!!” Perasaan aneh keluar dari dalam hati Xochitl. Itu adalah suatu sensasi aneh, yang sepertinya adalah perpaduan antara ketegangan dan kemarahan. Xochitl tidak tahu kenapa gadis itu datang ke sana, tapi dia sedang berdiri di sana sambil mengenakan baju renang, layaknya seorang idiot. Dia melihat ke atas, tapi bukan ke arah serpihan raksasa yang sedang jatuh menuju kepalanya. Dia melihat ke atas, tepatnya ke arah Mixcoatl milik Xochitl. Xochitl menggigit lidahnya sendiri. (Dasar gadis sialan...!!) Dia menggenggam kemudinya, seakan mencoba menghancurkannya, dan dia pun segera meluncur turun. Dia memeriksa seberapa banyak misil yang masih tersisa. Tidak ada cara yang bisa dia lakukan untuk memindahkan Saten dari tempatnya. Jika dia ingin menyelamatkan gadis itu, dia tidak punya pilihan selain menghancurkan pecahan yang sedang jatuh itu. Bahkan walaupun Xiuhcoatl itu telah setengah-hancur, itu masihlah merupakan “simbol” kekuatan mereka. Dan juga, dia tidak sungguh tidak tahu apakah kapal itu telah kehilangan semua fungsinya ataukah tidak... “Sekarang...” Xochitl menggerakkan bibirnya. Tangannya yang gemetaran menyentuh satu tombol di atas kemudinya. “Sekarang, itu cuma sampah...!!” Sambil berteriak, dia menembakkan sejumlah misil. Misil-misil itu terbang dengan jalur melengkung di udara dan menghantam pecahan Xiuhcoatl yang besar. Sejumlah ledakan terjadi berturut-turut. Konstruksi kayu raksasa itu retak, meledak, rusak, dan hancur berkeping-keping. Tapi itu saja tidak cukup. Hanya menghancurkan satu bagian dari puing itu, berarti masih menyisakan benda besar sepanjang belasan meter yang akan jatuh menimpa kepala Saten. Kemudian, gadis yang sejak tadi menjadi musuhnya, yaitu gadis yang telah kehilangan hampir seluruh sayapnya, menembakkan suatu koin dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara. Dengan suara yang menggelegar, sisi dari puing itu hancur. Kapal itu terbelah menjadi dua, tapi tidak hancur seluruhnya. Namun, jalur jatuh dari benda raksasa itu telah berbelok sedikit. Sekarang benda itu berada di jalur jatuh yang sulit untuk diketahui apakah akan mengenai Saten ataukah tidak. Jika benda itu mengenainya, semua akan selesai. Bahkan jika benda itu tidak mengenai Saten, pecahan kayu akan tersebar seketika benda itu menghantam tanah. Dan serpihan-serpihan mematikan itu mungkin akan menghujamnya. “!!” Xochitl tidak ragu-ragu. Dia menurunkan ketinggian Mixcoatl agar semakin rendah. Dia menukik seakan sedang menyerang lurus ke tanah, dan tiba-tiba menaikkan bagian hidung Mixcoatl tepat di depan Saten Ruiko. Dia hampir saja gagal menjaga perut kapal itu untuk mengapung di atas tanah. Kemudian, puing Xiuhcoatl itu jatuh tanpa ampun. Sejumlah besar pasir dipaksa terbang ke udara. Pecahan kayu setajam taring hewan buas terlempar ke segala arah. Tapi Saten Ruiko tidak tergores sedikit pun. Mixcoatl itu berdiri di antara dia dan puing Xiuhcoatl seperti perisai. Hujan pecahan kayu itu seakan-akan adalah hujan tombak. Kayu yang digunakan adalah jenis biasa digunakan pada tiang rumah, dan potongan tak terhitung jumlahnya menancap ke sisi Mixcoatl. Melihat itu, Saten berteriak. “X-Xo-Xochitl!! Waaa, Xochitl!?” Mixcoatl itu tidak bergerak sedikit pun di hadapan gadis yang panik itu. Saten tidak bisa melangkah dan hanya terjatuh ke tanah. Tepat ketika air mata akan mengucur dari matanya, badan kapal yang seperti dua kano bergoyang sedikit. Kapalnya membuka seakan-akan setengah bagian atasnya bergeser ke belakang. “Sial...” sembur gadis yang kelihatannya tidak terluka dari dalam kapal tersebut. Walaupun begitu, ada kerutan pada wajah Xochitl. “Aku benar-benar idiot.” “Xochitl?” Saten mendekatinya dengan kaki gemetar, dan Xochitl mengeluarkan pisaunya. Mata pisau anehnya terbuat dari mineral yang dikenal sebagai obsidian. Sambil menjulurkannya ke arah Saten untuk mencegahnya mendekat, Xochitl berteriak dengan kekuatan sepenuh hati. “Mungkin memang sudah sangat rusak, tapi fungsi minimalnya mungkin masih bisa dikembalikan!! Paling tidak, cukup pantas untuk mencoba agar Xiuhcoatl bisa bekerja lagi!! Kenapa kulakukan ini untuk menyelamatkan orang seperti dia!?” Awalnya, seakan-akan dia meneriaki dirinya sendiri. Tapi kemudian Saten menyadari sesuatu. Dia berbicara dalam bahasa Jepang. Ketika Xochitl berbicara dengan rekannya, dia berbicara dalam bahasa asing, tapi kali ini dia menggunakan bahasa Jepang, yaitu suatu bahasa yang tidak biasa dipakai olehnya. Yang berarti... “Oh, ayolah. Kau tahu kenapa.” Xochitl dengan panik berbalik ke arah suara itu. Misaka Mikoto, entah kapan, sudah mendarat dan sekarang sedang melihat Xochitl tepat di mata. Dia bukannya tidak terluka setelah beberapa sayapnya menghilang, yaitu sayap yang membuatnya “mengapung” di udara. Xochitl merasa ragu ketika melihat mata gadis dengan luka-luka di sekujur tubuhnya itu. “Aku...” “Kau telah menyadari bahwa cara kalian melakukan ini tidak benar, kan?” kata Mikoto memotong Xochitl. “Itu lah kenapa kau memberitahu Saten-san tentang perahu penyelamat itu. Tidak, bukan hanya saat itu saja. Itu lah kenapa kau menyelamatkannya dari pegawai yang mencoba membunuhnya. Kau mempertaruhkan nyawamu untuknya, walaupun hal itu tidak ada hubungannya dengan misi dari organisasi kalian.” “...” “Kami tahu bahwa orang-orang di Liberal Arts City itu busuk. Rekan seperjuanganmu pasti telah diperlakukan dengan buruk. Tapi kami tidak berpikir bahwa organisasi kalian juga sepenuhnya benar, karena telah mencoba untuk memusnahkan semua orang di sini. Jika kau bersikeras ingin lanjut bertarung dan membunuh semua orang biasa yang terjebak di sini dengan egois, maka aku harus melawanmu.” Dengan suara desis, sayap-sayap yang tersisa di punggung Mikoto menghilang. Dia bukannya tidak terluka. Walaupun begitu, Mikoto menolak untuk mundur. “Kupikir aku bisa menyampaikan pesanku padamu, karena kau telah menyelamatkan Saten-san. Kupikir kau akan setuju bahwa ada cara selain dengan kekerasan untuk memecahkan ini . ...Apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan melanjutkan pertarungan menggelikan ini di depan gadis yang kau selamatkan?” “Xochitl...” Saten perlahan memanggil nama gadis berkulit coklat itu. Xochitl tidak merespon. Dia terus menundukkan kepalanya sambil memegang kemudi Mixcoatl dan gemetar. Pemandangan itu secara langsung memperlihatkan keadaan hati Xochitl. Dia harus bertarung, tapi dia tidak mau. Akhirnya, dia meneriakkan suatu sumpah serapah dalam bahasa aneh, dan memukul-mukul kemudi dengan tangannya seperti sedang menghancurkan inti jiwanya sendiri.

Xochitl hanya duduk lemas di Mixcoatl yang terbuka sisi atasnya. Dia mengerutkan alisnya ketika melihat sinar matahari yang turun dari atas. Saten Ruiko dan Misaka Mikoto sedang berbicara tentang sesuatu di dekatnya, tapi Xochitl tidak mendengarkannya. Dia hanya berpikir tentang apa yang telah terjadi di sana. Liberal Arts City sepertinya sudah tamat. Serangan selama beberapa hari berturut-turut telah menghancurkan cukup banyak bangunan. Tanahnya sudah terkoyak-koyak oleh banyak ledakan, dan beberapa derah dibanjiri air laut pada jalur air yang rusak. Fondasi dari pulau buatan itu belum hancur, tapi mereka tidak akan bisa melanjutkan tugasnya seperti sebelumnya setelah gangguan sebesar itu. Mungkin beberapa area terlarang masih berfungsi, tapi Xochitl sendirian bisa dengan mudah menyelinap masuk dan menghancurkannya diantara kekacauan sekarang ini. Jika dia melakukannya, hasil dari riset mereka akan musnah seluruhnya. Bukankah itu bagus? Dengan begitu, tidak perlu memusnahkan pulau buatan itu, dan membuat orang-orang biasa terlibat dalam kekacauan. “...” Xochitl menghela napasnya. Dia lalu mendengar suara statik. Dia menerima pesan dari seorang lelaki Return of the Winged One melalui benda spiritual untuk komunikasi yang terpasang dalam Xiuhcoatl-nya. Suara pria yang terdengar adalah milik seorang atasannya. “Kau bisa mendengarku, Xochitl? Prioritas misi sudah berubah.” “...?” “Mereka telah menyembunyikan beberapa perahu penyelamat di sekitar kota. Perahu itu cukup besar. Mereka mungkin berencana untuk menggunakan itu untuk memindahkan sampel yang telah mereka kembangkan.” Hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh Xochitl. Dia tahu apa yang rekan-rekannya sedang rencanakan. “Di mana kau? Kami akan membuka lubang kecil dari titik 3.5 ke titik 3.7. Jika kami bisa menembusnya, kita bisa menghancurkan garis Timur pertahanan Liberal Arts City seperti reaksi berantai. Setelah kami mengecoh pesawat tempur mereka, kami akan langsung menuju pelabuhan untuk menyerang perahu penyelamat itu. Jika kau bisa bergerak, bergabunglah.” “Tunggu...” Xochitl tanpa sadar mendekati benda spiritual komunikasi itu. Saten dan Mikoto melihat ke arahnya, tapi sepertinya mereka tidak mengerti situasinya. Kemungkinan karena bahasa asing yang dia gunakan. “Orang-orang di atas perahu itu adalah turis dan para pekerja yang tidak ada hubungannya dengan sisi rahasia kota ini. Perahu penyelamat itu tidak punya perlengkapan yang dibutuhkan untuk menyimpan sampelnya!!” “Bagaimana kau bisa yakin tentang itu? Kau sudah memeriksanya?” “Yah...” “Apa yang kau tahu mungkin cuma dari cetak biru saja. Bagaimana kita bisa mempercayai sesuatu seperti itu? Bagaimana kau bisa mengatakan dengan pasti bahwa orang-orang yang membangun fasilitas segila ini tidak menyembunyikan apa pun di atas perahu penyelamat itu? Sejak awal, kau pikir untuk apa kita menghancurkan terowongan kereta motor linear bawah laut dan helipad? ...Kita akan menghancurkan apa saja yang harus dihancurkan di saat yang tepat.” “Tapi semua orang biasa di kota berkumpul di atasnya! Apa kau tidak mengerti? Kapal-kapal itu penuh dengan orang yang tidak tahu apa pun tentang kita, dan tidak tahu bagaimana cara kerja suatu Mixcoatl bahkan jika kau menunjukkannya pada mereka! Kau tidak bisa...!!” “Aku tidak peduli,” kata pria itu memotongnya. “Kita tidak bertarung untuk sesuatu yang sesepele itu.” Transmisi itu segera terputus untuk menandakan ketidakpuasan padanya. Pria itu berkata bahwa tidak perlu mengeluh jika Xochtitl tidak ingin membantu. Dia berkata agar membiarkan mereka melakukan apa pun sesuka hati mereka. Rasa bangga itu sudah jelas dari nada bicaranya. Itu adalah cara bicara biasa bagi seseorang yang menolak untuk mendengarkan. Xochtitl ingin menghentikannya, tapi pria itu memegang posisi yang lebih tinggi darinya di Return of the Winged One. Misi itu adalah suatu misi resmi. Jika dia menghentikannya dengan paksa, dia lah yang akan dihukum. “Sialan!!” umpat Xochitl. Saten melihatnya dengan khawatir dan bertanya apa yang telah terjadi. Xochitl tidak ingin menjawab. Tapi tidak mengatakan apa pun, tidak akan menyelesaikan situasi itu. Xochitl berbicara dalam bahasa Jepang. “Orang-orang dari organisasiku akan menembus pertahanan kota dalam waktu singkat. Mereka telah memutuskan bahwa data riset kota ini disimpan di atas perahu penyelamat yang akan pergi, jadi mereka berniat untuk menenggelamkannya.” “Tungg—“ “Jangan bercanda!!” Mikoto dan Saten sangat terkejut. Ketika Xochitl menjelaskan detilnya, ternyata perahu penyelamat Salmon Red yang akan menjadi target pertama karena lokasinya. Dan lokasi para pasukan Mixcoatl tersebut adalah perahu yang dinaiki Uiharu. Mikoto memegang pundak Xochitl dan meneriakkan suatu pertanyaan padanya. “Mereka itu bagian dari organisasimu, kan!? Tidak bisakah kau menghentikan mereka!?” “Kami mungkin adalah bagian dari organisasi yang sama, tapi mereka lebih tinggi tingkatnya dariku! Jika aku bisa mengatakan sesuatu yang bisa menghentikan mereka, aku pasti telah melakukannya!!” Xochitl pasti sangat kesal karena dia melepaskan tangan Mikoto dan balas meneriakinya. “Mereka tidak peduli apakah data riset itu benar-benar di sana atau tidak. Selama mereka berhasil membunuh orang-orang itu, mereka akan puas. Tidak ada cara untuk membujuk mereka!!” Saten dengan panik berpikir dengan otak amatirnya. “A-a-apa yang harus kita lakukan!? ...Aku tahu! Ayo beritahu para pegawai apa yang sedang terjadi dan caritahu apakah mereka bisa mengirimkan beberapa pesawat tempur untuk—“ “Jika mereka punya pasukan cadangan, mereka pasti telah mengirimkannya! Liberal Arts City sedang melakukan semua yang mereka bisa untuk mempertahankan garis pertahanan di Timur. Dan walaupun mereka sedang berusaha yang terbaik untuk bertahan, orang-orang dari organisasiku berkata bahwa mereka akan membuka suatu lubang!!” “M-Misaka-san...!?” Saten menoleh ke Mikoto dengan mata yang kelihatan seperti bergantung padanya, tapi Mikoto menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa. Untuk membuat sayap-sayap itu, aku menggunakan molekul air yang melayang di udara, tapi itu sudah mencapai batasnya. Hal yang penting adalah molekul-molekul itu tersebar dengan proporsi tertentu, tapi molekul-molekul itu telah bersatu karena waktu, kini molekul-molekul itu tidak lebih dari sekedar tetesan air biasa. Simpelnya, aku tidak bisa terbang. Dan karena Kuroko sedang pingsan, kita juga tidak bisa menggunakan teleportasinya.” “Tidak...” “Tapi itu bukan berarti aku tidak bisa menggunakan kekuatanku sedikit pun. Paling tidak aku bisa menunggu mereka di pantai, tapi...” “Mixcoatl di laut bisa mencapai kecepatan maksimum sampai Mach 2. Pasukan Mixcoatl itu akan menyerbu dan jika kau menyisakan satu saja, dia akan langsung menuju perahu penyelamat itu.” Xochitl menggertakkan giginya ketika berbicara. “Tentu saja, aku masih menginginkan bantuan darimu. Kau punya cukup kekuatan untuk menembak jatuh satu unit Xiuhcoatl, jadi aku tahu bahwa kau akan berguna, tapi kau saja tidaklah cukup. Walaupun kau menunggu di pantai untuk mengalahkan mereka, masihlah diperlukan satu orang lagi untuk mengurangi jumlah pasukan Mixcoatl di lautan.” “Tapi...” Saten mulai berkata. “Kita tidak punya seorang pun untuk melakukan itu. Kita tidak punya pesawat tempur dan Shirai-san tidak bisa membantu kita. Uiharu dan aku tidak punya kekuatan yang hebat seperti itu juga. Siapa yang akan melawan mereka di lau—?” Suara Saten mengecil. Dia melihat bahwa Xochitl sedang naik kembali ke Mixcoatl-nya yang setengah hancur. “Siapa lagi yang mampu....” “Tunggu!!” teriak Saten pada Xochitl. “Kau dan mereka sama-sama memakai jenis ikan terbang yang sama, kan? Kau tidak sedang mengendarai satu jenis ikan terbang yang sangat hebat, kan!? Kalau begitu, kau akan kalah jumlah!!” Bahkan, Mixcoatl milik Xochitl juga telah tertusuk beberapa potongan kayu tebal ketika melindungi Saten. Saten membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi jika Xochitl melawan sejumlah Mixcoatl bersenjata lengkap dalam keadaan seperti itu, tapi dia dengan panik mengenyahkan semua prasangka buruk itu dari kepalanya. Mikoto melihat ke arah Xochitl dan menanyakan sesuatu. “Tidak bisakah aku ikut naik dalam Mixcoatl-mu?” “Tidak,” adalah jawaban cepat dari Xochitl. “Aku bukan seorang partner yang dekat denganmu. Beberapa strategi kerjasama memerlukan kordinasi yang tinggi. Itu tidak akan berhasil antara dua orang yang baru saja membentuk tim. Kita hanya akan ‘menjatuhkan’ satu sama lain dan menghancurkan semuanya. Aku lebih baik bertempur sendirian.” Kemungkinan besar, itu bukan lah apa yang sesungguhnya dia pikirkan. Sebenarnya, Xochitl tidak ingin melibatkan Mikoto lebih jauh dalam pertempurannya. Dia tidak mengatakan itu. Tapi, hanya dengan lihat ekspresinya saja, semua orang pasti tahu bahwa itulah maksud sesungguhnya dari gadis berkulit coklat itu. Mikoto menghela napasnya. Bertengkar karena itu tidak akan membantu sedikit pun. Bagaimanapun juga, Xochitl adalah satu-satunya yang mengoperasikan Mixcoatl. Dia ragu Xochitl akan setuju walaupun dia mencoba memaksanya. “Jika keadaan memburuk di sana, mundur sampai 50 meter dari pantai. Aku bisa membantumu dengan Railgun-ku.” “Misaka-san!! Xochitl juga!?” Saten mulai marah dengan panik pada Mikoto. Dia pasti berpikir bahwa Xochitl akan benar-benar pergi. Xochitl terdiam sejenak dan berbicara pada Mikoto sambil memandang kemudi Mixcoatl. “Bisakah aku memintamu melakukan sesuatu?” “Apa?” “Tolong buat idiot itu pingsan dengan kekuatan listrikmu.” “Xoch—!?” Saten mulai mengatakan sesuatu, tapi Mikoto dengan lembut meletakkan tangannya di bahu gadis itu. Itu adalah suatu gerakan biasa seperti menepuk pundak seseorang untuk membuatnya menoleh. Tapi segera setelahnya, suara percikan terdengar. Mikoto telah mengirimkan arus listrk tegangan tinggi yang diatur dengan hati-hati agar tidak meninggalkan efek jangka panjang pada tubuh manusia. Setelah menerima arus listrik itu, Saten tumbang ke tanah. Mikoto dan Xochitl melihat wajah Saten dengan sedih. Mungkin hanya kebetulan, tapi lengan Saten terjulur ke depannya seakan-akan dia ingin memegang sesuatu. Xochitl memalingkan pandangannya dari Saten seakan sedang berbalik arah, dan kemudian berbicara. “Ayo.” “...Apa kau benar-benar yakin dengan ini?” “Apakah kau perlu dipingsankan juga?” “...Aku tidak cuma berbicara tentang perbedaan kekuatan tempur. Kau akan melawan rekanmu sendiri.” “Jangan buat aku mengatakan hal yang sama dua kali.” Mendengar komentar singkat tapi penuh keyakinan dari Xochitk, Mikoto hanya bisa menghela napas. Dia telah berpikir untuk membuat Xochitl tidak sadarkan diri, tapi dia tidak bisa melakukannya. Xochitl mengoperasikan tutup sisi atas Mixcoatl, menutup kapal yang penuh kerusakan, lantas menuju jalur air di dekatnya. “Aku pergi duluan. Aku tidak bisa memberi jaminan bahwa aku akan mencegat semuanya. Aku tidak punya alasan yang jelas untuk mempercayaimu, tapi aku mengakui bahwa kau memiliki kekuatan yang cukup untuk menembak jatuh senjata terkuat milik kami. Mikoto bahkan tidak sempat mengeluh. Dengan suara menggelegar, Mixcoatl itu melesat sepanjang jalur air dengan kecepatan tinggi. Kapal Xochitl menghilang dari pandangan dalam sekejap ketika dia menuju laut pada jalur air itu. “...” Mikoto hanya berbalik sekali ke arah tubuh pingsan Saten. Tapi Mikoto tidak bisa tetap berada di sana selamanya. Untuk mempersiapkan garis pertahanannya sendiri, dan untuk membangun “atap” demi melindungi Xochitl sampai akhir, Mikoto berlari ke arah pantai.

Xochitl menuju ke arah Timur pantai dengan kecepatan tinggi dalam Mixcoatl rusaknya. Dia tahu bahwa dia akan berhadapan dengan sesama rekannya dari Return of the Winged One, tapi hatinya tidak merasa ragu. Dia bukan memutuskan bahwa Return of the Winged One adalah musuhnya. Niatnya untuk tetap bersama Return of the Winged One sampai mati tidaklah berubah. Tapi hal itu lah yang menjadi alasannya untuk melawan mereka di sana. Karena dia berniat untuk tetap bersama dengan mereka sampai ajal, maka dia berhak untuk bertindak secara egois di sana. Jika dia berakhir dengan dihukum sesuai peraturan organisasi, dia merasa tidak masalah. Jika Return of the Winged One akan mengacuhkan peraturan yang mereka telah buat, dan “termakan” emosi sehingga mengamuk secara tidak rasional, maka dia harus mengecewakan teman-temannya sendiri dengan memberikan perlawanan. (Kurasa aku sudah jadi sedikit sombong jika aku pikir bahwa aku sendirian bisa membawa organisasi ini ke jalur yang benar...) Ketika Xochitl tersenyum kecil, dia menyadari suatu Mixcoatl mendekatinya. Ketegangan memasuki tubuhnya, tapi kemudian dia menyadari bahwa itu bukanlah seorang musuh. Itu adalah rekannya, Tochtli. “Aku menyelinap ke depan, melalui lubang di garis pertahanan musuh seperti diperintahkan oleh atasan kita yang tak tertahankan. Tapi aku juga tidak menyukainya, sama denganmu.” Mixcoatl Tochtli melewati milik Xochitl, sebelum akhirnya melakukan putaran untuk menyamakan arah dengannya. Dia lalu berbaris paralel dengan Xochitl. “Bukankah kau mengarah ke arah yang salah?” “Tidak, ini adalah jalan yang kuambil.” Suara tawa kecil bisa terdengar melalui benda spiritual komunikasi milik Tochtli. Untuk mengatakan itu, dia pasti juga telah menetapkan pikirannya. “Karena aku punya kesialan menjadi temanmu, maka aku akan bersamamu dalam ini.” “Ampun deh, sepertinya kau bisa menemukan orang idiot di mana saja.” Dua suara membelah lautan. Mixcoatl yang berisi para brengsek bisa terlihat di horizon. Xochitl melepaskan “pengaman” misilnya. Itu membuat para pasukan Mixcoatl lainnya terlihat tekejut karena tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Xochitl dan Tochtli. “...Aku mengerti. Kalau begitu aku tidak punya alasan untuk menahan diri!!” “Tentu saja tidak. Aku juga serius!!” Pertarungan terakhir dimulai. Sejumlah Mixcoatl berpapasan dan ledakan terus-terusan terdengar.

Ketika Saten sadar dari pingsannya, dia hanya bisa melihat ke laut, tapi Misaka Mikoto bahkan tidak perlu melawan satu pun Mixcoatl ketika dia berdiri sambil menunggu di pantai. Xochitl telah mengatakan bahwa dia tidak bisa memberi jaminan bahwa dia bisa mencegat semuanya, tapi pada akhirnya, dia tidak membiarkan satu pun lewat. Setelah pertempuran itu, Xochitl pergi melewati horizon bersama teman-teman yang telah bertarung bersamanya. Administrasi Liberal Arts City telah hancur. Sepertinya, pengumuman resmi mengatakan bahwa kota itu telah diserang oleh pasukan gerilya khusus yang bertempur dengan menggunakan pesawat tempur murahan dari zaman dulu. Publik umum diberitahu bahwa markas pasukan gerilya itu telah diserbu oleh pasukan khusus, tapi Saten merasa bahwa itu adalah kebohongan. Dia bahkan merasa bahwa adanya markas gerilya itu adalah suatu kebohongan. Tentu saja, cerita itu tidak cocok dengan semua informasi dari saksi mata, tapi itu sepertinya dijelaskan sebagai tipe histeria massal mirip seperti penglihatan UFO. Ketika mereka pergi dengan salah satu perahu penyelamat Salmon Red, sutradara bernama Beverly kelihatannya sedang berpikir tentang berbagai hal. Tapi akhirnya, dia berkata bahwa dia telah memutuskan untuk membuat suatu film romantis. Sepertinya, dia akan meninggalkan Hollywood dan bekerja di Eropa. Tamasya berskala besar itu terpaksa dihentikan lebih cepat dari jadwal, jadi Saten dan yang lainnya kini sedang berada di atas pesawat untuk kembali pulang. Samudra Pasifik yang biru bisa terlihat melalui jendela. Saten bisa memandang suatu titik di lautan yang kelihatan hampir seperti noda. Apakah itu adalah pulau buatan Liberal Arts City yang sedang dihancurkan dengan bantuan Academy City? Menurut Mikoto, Academy City telah mendanai penghancuran Liberal Arts City agar mereka bisa memastikan bahwa hasil riset kota itu benar-benar dimusnahkan. Tapi Saten tidak terlalu peduli tentang itu. Normalnya, dia harusnya sangat senang karena hal yang memaksa Xochitl dan rekannya terlibat dalam suatu pertarungan tidak berguna, sekarang telah dihancurkan. Tapi Saten tidak tertarik dengan pertempuran itu sendiri. Dia tidak bisa bergembira ketika dia tidak tahu ke mana Xochitl pergi. Apa yang akan Xochitl lakukan setelah dia menentang organisasinya sendiri? “Xochitl...” Saten bergumam sambil memandang keluar jendela. Kenapa dia meminta Mikoto untuk membuatnya pingsan seperti itu? Apakah dia telah memutuskan bahwa tidak ada harganya mendengar kata-kata seorang amatir yang tidak berguna dalam pertempuran? Apakah Xochitl benar-benar merasa bahwa perkataan Saten hanya mengganggu? Ketika dia menanyakan Mikoto tentang itu, mungkin itu hanyalah suatu luapan kemarahan. Bagaimana pun juga, gadis yang duduk di sebelahnya adalah orang yang membuatnya pingsan. “Bukan.” Tapi Mikoto hanya menggelengkan kepalanya setelah mendengar apa yang Saten tanyakan. “Gadis itu mendengar apa yang kau katakan, Saten-san.” “Tapi dia bahkan tidak membiarkanku menyelesaikan omonganku. Dia memintamu untuk secara paksa menghentikan kalimatku, Misaka-san.” “Tidak sesederhana itu. Xochitl tidak bisa membiarkan dirinya sendiri mendengarkan lebih banyak perkataanmu. Kata-katamu membuat suatu pertentangan pada kondisi mentalnya, apakah dia harus pergi untuk bertarung ataukah tidak. Dia sebenarnya sangat senang karena perkataanmu.” “...” Setelah mendengar itu, Saten terdiam sejenak. Xochitl sebenarnya tidak berbicara seperti itu pada Mikoto, dan mungkin saja itu hanyalah kebohongan untuk membuat Saten merasa lebih baik. Tapi Saten merasa bahwa itu adalah kebenarannya. Kemungkinan besar, Mikoto merasakan sejenis ikatan dengan Xochitl yang berbeda dengan apa yang Saten rasakan. Itulah kenapa Mikoto tahu hal-hal yang Saten tidak ketahui, dan tidak tahu hal-hal yang hanya Saten ketahui. “Ngomong-ngomong, apa yang akan kau katakan jika aku tidak membuatmu pingsan?” Saten menjawab pertanyaan Mikoto dengan jujur. Segera setelahnya, entah kenapa Mikoto mulai tertawa terbahak-bahak. “Tunggu, kenapa kau tertawa?” “Oh, maaf, maaf, maaf! Tapi Saten-san...kurasa Xochitl benar. Jika dia mendengarmu mengatakan itu, bahkan aku pun tidak akan protes kalau dia berhenti di sana.” Saten menggembungkan pipinya dan berpaling dari Mikoto yang terus tertawa. Dia melihat keluar jendela, dan mengatakan sekali lagi apa yang ingin dia katakan saat itu, tapi kali ini hanya dalam pikirannya.

Di tempat yang tidak diketahui di saat yang tidak diketahui, dua gadis berjalan pada jalan panjang yang disinari cukup cahaya. Tangan mereka diikat di depan oleh borgol yang kelihatan seperti papan kayu dengan lubang di atasnya. Kedua gadis itu saling membicarakan sesuatu dengan suara pelan, sembari berjalan bersampingan. Sepertinya, mereka saling bertukar lelucon. Pundak salah satu gadis bergoyang karena tertawa, tapi gadis satunya tidak bereaksi. Akhirnya, mereka berhenti. Mereka tidak keluar ke suatu area besar, dan bukan berhenti di depan suatu pintu besar. Bagi orang yang melihatnya, sepertinya mereka cuma berhenti pada satu titik di tengah jalan yang sangat panjang. Tapi, titik itu mempunyai arti penting untuk gadis-gadis...bukan, untuk organisasi para gadis itu. Suatu suara bergema entah dari mana. Suatu suara aneh seperti gaungan, dan tidak ada sumbernya. “Boleh kita mulai?” Walaupun ditanya, tidak ada waktu yang diberikan pada gadis-gadis itu untuk menjawab. Dinding di kanan dan kiri jalan itu bergerak keluar. Area yang tadinya kelihatan seperti jalan biasa, kini berubah menjadi ruang besar. Dindingnya tidak bergerak dengan laju yang seragam. Jaraknya bergerak ke belakang, seakan-akan pergerakannya diatur dalam tingkatan-tingkatan tertentu. Dan area itu pun membuka seperti tangga raksasa. Tangga batu tak berujung membuka di kedua sisi. Mirip seperti suatu aula mengajar pada universitas. Akhirnya, sekumpulan bayangan muncul di atas “tangga”. Pria-wanita, tua-muda, semuanya memakai baju suku yang berbeda. Masing-masing dari mereka terus berjalan ke tempat yang telah ditentukan, dan duduk dengan perlahan. Kedua gadis itu berdiri tegak sekali lagi. Salah satu dari mereka menggumamkan sesuatu, dan yang satunya menghela napas karena jengkel. “Kalian berdua kelihatan tenang.” Kedua gadis itu tidak merespon suara tersebut. Kedua teman lama itu hanya bertukar kata-kata seperti berikut: “Sekarang, aku penasaran hukuman seperti apa yang akan kita dapatkan, Xochitl.” “Tochtli, aku tahu bahwa semua ini gila, tapi paling tidak cobalah untuk terlihat seperti menanggapinya dengan serius.”


Return to Main Page