Sword Art Online Bahasa Indonesia:ME 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Salvia[edit]

Januari 2025[1]

"Aku sudah tidak kuat lagi..."

Melirik sisi samping wajah Kazuto yang membocorkan keluhan dengan suara menyedihkan, Suguha mencoba menahan tawa dan mengeraskan suaranya,

"Belum! Tinggal 20 lagi!"

Dua orang terus mengayunkan shinai[2] mereka dalam cuaca pagi yang dinginnya menusuk. Untuk Kazuto, mengayun 300 kali setiap pagi masih terlalu berat. Meski mengatakan 'Capek...' atau `Aku mau mati` setiap beberapa menit, dia masih melanjutkannya sampai akhir. Suguha selalu mengagumi tekadnya itu.

"298, ......299, ......Oke, selesai~"

"Tanganku......Tanganku mati rasa......"

Pagi ini juga Kazuto entah bagaimana selesai mengayun, setelah memberikan shinainya pada Suguha, dia berjalan ke beranda dan berbaring di atasnya. Tersenyum melihatnya, Suguha menyeka kedua shinai itu dengan sebuah lap sambil bersandar di samping batang cemara hitam. Dia mengeluarkan sapu tangan dari saku kaosnya dan menyeka keringatnya, nafasnya mereda.

Beberapa hari lalu, pekarangan itu masih tertutup salju, tapi sekarang salju tersebut sudah hilang karena cuaca baik yang berkelanjutan akhir-akhir ini. Suguha menyadari tanah di pot kotak[3], yang ditempatkan berdampingan dengan jalan berkerikil yang memutar dari pekarangan ke pintu sudah kering. Kemudian dia berkata tanpa ampun pada tubuh yang hampir mati di beranda,

"Onii-chan, isi penyiramnya[4] dan bawa ke sini~"

Beberapa detik kemudian, Kazuto tanpa nyawa membalas 'K~~' lalu bangun, dia mengambil sebuah penyiram tua dari bawah beranda, mengumpulkan air dari keran di pojok pekarangan lalu menyerahkannya pada Suguha. Dia menerimanya dan memiringkannya ke pot kotak itu, tetesan-tetesan halus air jatuh menghujani garis melengkung, diiringi dengan suara pelan.

"......Ini bunga apa?"

Tanya Kazuto, yang sedang jongkok dan meliriki bunga kecil berwarna oranye pucat di depannya.

"Itu Adonis, tipe chichibu merah."

"Hmm...... Jadi dia berbunga musim ini."

Mendengar jawaban Suguha, Kazuto mencabut satu kelopak bunga adonis selagi terus melamun.

"Di rumah kita, bunga ini berbunga paling duluan. ......Tapi Onii-chan, kenapa kamu tertarik dengan bunga?"

"Tidak... Hanya saja 'sisi itu' juga punya bunga yang sama. ......Pot kotak yang ini bagaimana? Sepertinya kosong."

"Oh, disitu aku akan menabur bibit Salvia saat musim semi datang, kemudian mereka akan mekar saat musim panas."

"Salvia...... itu bunga macam apa ya?"

Selesai menyiram, Suguha menghabiskan air yang tersisa di penyiram di dasar cemara hitam, lalu menjawab dengan suara terkejut,

"Yang berbunga setiap tahun itu kan? Warnanya merah dan waktu berbunga, mereka terlihat seperti banyak ikan mas. Onii-chan, waktu kita kecil, kamu selalu melepas bunganya demi merasakan nektarnya dan menyebabkan ibu marah setiap kalinya."

Begitu mendengarnya, wajah Kazuto mulai menunjukkan tanda keheranan.

"N..Nektar!? Apa aku benar-benar melakukan hal yang seperti petualang[5] begitu......?"

"Ah— kamu sudah lupa. Waktu itu aku sedih bagianku juga hilang."

"......Bagianku?"

"Ah......"

Sadar dia tidak sengaja menyebut hal yang tidak perlu, Suguha mengangkat bahu dan menjulurkan lidahnya.

"Tunggu...... sekarang aku ingat......"

Seringai mengambang ke wajah Kazuto.

"Ibu bukan marah kepadaku tapi kamu, Sugu. Kalo tidak salah ibu bilang 'Bukannya kita setuju tidak lebih dari 3 per hari?'"

"Haha, aku ketahuan, kamu sangat ingat ya. Bahkan sampai hari ini manisnya nektar Salvia masih misteri bagiku."

"Hmm, aku tidak bisa ingat rasanya......"

Kazuto melirik tanpa arah ke ruang di depannya selagi mencari-cari dasar ingatannya—

"Ah?......"

Dia diam tapi matanya tiba-tiba terbuka lebar.

"......? Ada apa, Onii-chan."

"Tidak......benar......iya juga ya......"

Suguha dengan khawatir memandang wajah Kazuto, yang menggumamkan kata-kata yang tidak bisa dia mengerti. Tiba-tiba, dia menutup jarak diantara mereka sambil menatap matanya. Jantung Suguha berdebar, mencoba menyembunyikan pipinya yang panas, dia buru-buru melompat selangkah ke belakang.

"A..Apa? Jangan mengagetkan begitu."

"......Sugu, apa kamu ada waktu sekarang?"

"Eh? ......Hari ini tidak ada pelajaran, sepertinya ada, tapi kenapa......?"

"Kalau begitu, ayo keluar sebentar."

Kazuto menggenggam lengan Suguha, yang masih belum bisa memahami situasinya, dan berjalan cepat menuju atap bangunan utama.

"Tu..Tunggu, kita pergi kemana?"

"Jangan tanya, duduk saja di kursi belakang."

Dia mengeluarkan sepeda gunungnya dan melepas kunci angka yang tergantung di situ.

"Eh?, pakaianku masih begini, agak sedikit......"

Suguha mengomel sambil mengamati kaos hijau sekolahnya, tapi Kazuto hanya tersenyum dan berkata,

"Itu cocok buat di perbaikan jalan."

"Mereka memakai kaos yang lebih keren untuk itu!......Yasudah kalau begitu..."

Usai mengemukakan pendapatnya, dia duduk di kursi belakang sepeda gunung itu dengan kedua lengannya melingkar di punggung Kazuto dan memegangnya dengan erat. Suguha mulai khawatir Kazuto bisa mendengar bunyi jantungnya yang sekarang berdetak seperti lonceng alarm.

"Pegangan yang kuat!"

Ketika Kazuto menginjak pedal sepedanya dengan paksa, suara angin mengistirahatkan pikiran Suguha dan roda belakang sepeda menyentak kerikil, mengeluarkan suara kecil. MTB[6] itu mulai mendapat momentum, dan segera sesudah melewati pintu depan, mulai berlari.

Sekarang sudah jam delapan lewat, ini hari kerja, ada banyak barisan orang yang sedang berjalan di jalan di luar stasiun. Tetapi sepeda yang mereka berdua naiki menuju ke arah yang berlawanan dengan arus. Suguha merasa orang-orang yang mereka lewati tersenyum pada kakak-beradik itu, dia mengubur wajahnya di balik punggung Kazuto dan berkata pelan,

"I..Ini me-memalukan, Onii-chan! Sejauh apa kita akan pergi?"

"Tidak terlalu jauh...... mungkin......"

"Mungkin?!?"

Sepeda itu berjalan mantap sampai pinggiran wilayah pemukiman, walau kursi belakangnya terbuat dari logam, namun nyaman diduduki karena di roda MTB itu terpasang suspensi yang tebal.

Sudah sepuluh menit sejak mereka menaiki sepeda saat mereka mencapai bagian belakang sebuah kuil kecil, Kazuto mengerem. Mereka berada di pojok wilayah pemukiman lama, saat itu jalanan sudah sepi tanpa lalu lintas pejalan kaki.

"......Disini?"

"......"

Pertanyaannya tidak mendapat jawaban, Kazuto turun dari sepeda, Suguha juga melompat turun dari kursi belakang. Dia meletakkan kedua tangannya di pinggang dan berkata,

"......Sekarang, jelaskan, ada apa di kuil ini?"

"......"

Pastinya kuil terpencil ini adalah tujuan Kazuto. Baru saja dia memikirkannya, Kazuto menyebrangi jalan ke sisi berlawanan kuil tersebut. Disana terdapat gerbang menuju sebuah rumah mewah yang terpencil.

"......? Ini rumah kenalanmu?"

Suguha berdiri di sampingnya, eksterior rumah itu dibangun dari susunan batu bata, pagar kayu runcing yang dicat putih melingkupi taman besar yang tertutup warna jerami kering. Ada seorang anak kecil yang sedang menunggu orang tuanya di atas sepeda roda tiga berwarna merah. Suguha memandang wajah Kazuto, ingin menanyakan pertanyaannya lagi, tapi akhirnya, Kazuto menggelengkan kepalanya pelan-pelan.

"Tidak...... aku tidak tahu rumah ini. Tapi disini dulu...... Ada tanah kosong yang lapang dan penuh dengan rumput."

Fuh, dia bernafas nyaring dan tersenyum tipis.

"......Yah......Memang sudah dari tujuh, atau delapan tahun lalu......"

"Tanah kosong......? Apa ada sesuatu disitu......?"

"Tidak, tidak ada apa-apa...... Nah, ayo pulang."

"Aku tidak mengerti, kita pergi jauh-jauh ke sini hanya untuk melihat tanah kosong—"

Setelah menyimpulkan sendiri, dia berbalik, Kazuto mengangkat bahu dan mulai berjalan menuju sepedanya. Suguha memandang punggungnya dan ketika dia akan mengikutinya—

"Ah......"

Pemandangan biru terang memenuhi penglihatannya.

Salah satu pojok halaman rumput itu tertutup oleh batu bata, sebuah petak bunga kecil. Di tengahnya adalah tanaman tahan dingin dengan daun hijau tua, dan tersembunyi di dalamnya— terdapat rumput pendek dengan sejumlah besar bunga biru yang sedang berbunga.

"......Itu Salvia."

"......Eh?"

Suara Suguha mencapai Kazuto, yang sedang mengamati petak bunga di sampingnya.

"Salvia...... Dimana?"

"Disitu, bunga yang biru."

"Tapi...... tadi Sugu bilang warnanya merah?"

"Ada ratusan spesies dalam genus Salvia, yang ini spesies Salvia Biru. Tapi, aneh ya......"

Waktu Suguha mencondongkan kepalanya, pintu belakang rumah besar tadi terbuka. Seorang wanita muda bercelemek keluar, rambut panjangnya diikat kuncir, di tangannya terdapat penyiram dari timah yang berkilauan.

Wanita itu mengembangkan matanya sedikit begitu dia melihat kedua kakak-beradik itu, kemudian dia segera tersenyum seraya menghampiri mereka lalu menyapa,

"Selamat pagi."

"Ah.. Se..Selamat pagi."

Kakak-beradik itu buru-buru membalas salamnya.

"Kalian berdua dari sekitar sini?"

"I..Iya"

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Er..Erm... yaa......."

Terhalang di depan Kazuto yang bergumul dengan kata-katanya, Suguha lekas berkata,

"Menurutku Salvia-Salvia ini sangat cantik!"

"Begitukah? Nah, terima kasih."

Wanita itu tersenyum riang, Suguha meneruskan ucapannya dengan lega,

"Tapi......biasanya Salvia tidak berbunga lewat Desember, kan? Apa ini jenis khusus?"

"Ah...... Saya juga berpikir itu aneh. Meski mereka tumbuhan tahunan, November setiap tahun bunga-bunganya sudah mulai berguguran, tapi tahun ini bahkan setelah lewat tahun baru, bunga-bunga ini masih disitu...... Sayangnya, saya tidak tahu apakah bunga-bunga ini Salvia Biru normal atau bukan......"

"Tidak tahu......?"

"Salvia-Salvia ini sudah ada disini bahkan sebelum rumah saya dibangun, pada saat pembangunan kami harus memindahkannya sedikit. Tapi setiap tahun setelah itu mereka masih berbunga dengan sehat disini."

"Be..Benarkah?"

Teriak Kazuto tiba-tiba, menyebabkan Suguha dan si wanita kaget.

"A..Ada apa, Onii-chan."

"Ah, yaaa...."

Kazuto ragu-ragu sebentar, lalu berkata dengan gugup,

"......Saya yang menebarkan Salvia-Salvia ini, ......tujuh tahun lalu......"

"E..Eh!?"

"Oh, benarkah!"

Suguha keheranan begitu mendengar jawaban tak terduga itu sementara si wanita yang merangkul penyiram di dadanya memperlihatkan senyum yang besar di wajahnya.

"Begitu ya, kalau begitu bunga-bunga ini pasti telah menunggumu. Ah......tunggu sebentar."

Sang wanita membungkuk untuk menaruh penyiramnya di bawah, kemudian berjalan dengan cepat ke rumahnya. Sebentar kemudian sosoknya kembali muncul dengan sekop kecil di tangan kanannya, dia menurunkan pot plastik putih di tangan kirinya ke tanah.

Sambil diamati Suguha dan Kazuto, wanita itu menancapkan sekopnya ke salah satu pojok kerumunan Salvia Biru dan dengan hati-hati menarik keluar tiga tunggul, lalu menaruhnya ke dalam pot bunga. Dia mengambil tas vinil dari kantong celemeknya dan memasukkan pot bunga itu ke dalamnya. Dengan wajah tersenyum dan kedua tangannya memegang tas itu, dia menawarkannya pada Kazuto.

"Ayo kita bagi, silahkan ambil ini."

"Ah......tidak, itu merepotkan......"

"Tidak apa-apa, bunganya juga pasti akan gembira."

"......Terima kasih banyak. Saya terima tawaran baiknya......"

Kazuto merendahakan kepalanya selagi menerima tas itu. Isinya bergoyang sedikit dan hidung Suguha tergelitik oleh aroma yang samar-samar.

"Nah, silakan datang kapan saja. Di musim semi akan jauh lebih banyak yang berbunga."

"Oke, sekarang kita harus pergi."

Kazuto menundukkan kepalanya lagi pada si wanita yang sudah mulai menghamburkan air dengan penyiram, lalu mulai berjalan.

"Nah, Sugu, ayo pulang."

"O..Oke.......kami pamit dulu."

Masih tidak mengerti situasinya, Suguha membungkuk dan mengikuti Kazuto.

Kazuto tidak menaiki sepedanya, dia malah menariknya dengan satu tangan dan mulai berjalan. Di sampingnya, penuh dengan rasa penasaran, Suguha lekas bertanya,

"Tunggu, Onii-chan, ada apa? Benarkah itu kamu yang menanamnya!?"

"Ah?, bagaimana menjelaskannya ya....."

Kazuto menghentikan sepedanya di depan tangga batu setelah berjalan setengah lingkaran mengitari kuil. Mukanya sedikit merah, 'Ah~', 'Uu~', dia melegakan kerongkongannya dengan 'Ahem ahem', lalu dia tiba-tiba menawarkan tas di tangan kanannya pada Suguha.

"Sugu, hadiah ulang tahunmu."

"Hah!? ......Padahal aku belum ulang tahun?"

"Dari tujuh tahun lalu."

Masih tidak mengerti, Suguha memiringkan kepalanya selagi pandangannya dipenuhi tanda tanya.

"......Tujuh tahun lalu...... Waktu Sugu ulang tahun. Kamu mau mengumpulkan banyak Salvia untuk diambil nektarnya, jadi aku membeli sejumlah bibit dari uang jajanku dan menanamnya di tanah kosong tadi. Tapi kemudian aku tidak bisa menemukan jalan ke kuil itu, aku menghabiskan beberapa waktu untuk mencarinya sebelum akhirnya menyerah. Waktu itu aku sangat sedih..... Kemudian, kali ini aku menemukannya dalam sekali jalan. Ingatan anak kecil benar-benar tidak bisa diandalkan."

"Onii-chan......"

Mata Suguha terbuka lebar, dia menghindarkan pandangannya dari wajah Kazuto karena malu. Dadanya terasa sempit oleh berbagai emosi yang meluap di hatinya.

Mengulurkan tangan kanannya, Suguha dengan lembut menarik sebuah bunga Salvia yang menyembul dari tas yang sedikit terbuka. Dia menerima tetesan yang jatuh dari dasarnya dengan ujung lidahnya. Memang samar, tapi rasa manis yang hidup lekas menyebar di mulutnya— Saat itu, Suguha merasa aliran dari bertahun-tahun waktu yang dia habiskan bersama Kazuto berhembus melaluinya. Sebelum dia sadar, dua lintas air mata telah mengalir melewati pipinya dan jatuh ke kakinya.

"O..Oi, jangan tiba-tiba nangis......"

Suguha melompat ke dada Kazuto, yang tergagap karena panik mendadak. Kedua tangannya melilit punggung Kazuto, Suguha memeluknya dengan sepenuh kekuatannya. Kemudian, dia merasakan Kazuto mengelus kepalanya dengan lembut. Kedua pipinya masih ditekankan pada dada Kazuto, ia berbisik pelan selagi rasa manis masih tertinggal di mulutnya,

"Aku mencintaimu.....Onii-chan."

(SELESAI)

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Kejadian di cerita ini berlatar sebelum dimulainya cerita di jilid 3.
  2. Senjata yang digunakan untuk latihan dan kompetisi kendo yang merepresentasikan pedang Jepang.
  3. Pot kotak maksudnya ituini
  4. Penyiram itu ini
  5. Petualang, sebenarnya terjemahan bahasa Inggrisnya itu 'survivor', tapi karena tidak ada kata yang tepat...
  6. MTB = Mountain Bike = Sepeda Gunung