Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 9 Prolog I

From Baka-Tsuki
Revision as of 07:49, 20 October 2012 by Kirigaya Kazuto (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Prolog 1

Bulan Juli Kalender Dunia Manusia Tahun 372

Bagian 1

Mengambil kapak.

Mengayun keatas.

Menebas kebawah.

Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita tidak fokus meskipun sebentar, kulit kayu keras itu akan memberikan umpan balik tanpa henti. Cara mengambil nafas, pemilihan waktu yang tepat, kecepatan, pemindahan berat tubuh, semua itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal, mengalirkan kekuatan dari mata kapak ke pohon, membuat suara yang enak didengar jernih, dan terpantul dengan keras.

Sementara dia mungkin paham teori tersebut dengan baik, mengerjakannya tidaklah semudah teorinya. Eugeo diberi tugas ini ketika dia beranjak 10 tahun pada musim semi, dan ini sudah musim panas kedua sejak saat itu, dan dia hanya bisa berhasil kurang lebih sepuluh kali setiap hari. Dia sudah diberi tahu oleh pendahulunya, kakek Garitta yang selalu mengenai sasaran, dan bahkan dia sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengayunkan kapak tersebut, tapi setelah lima puluh kali, tangan Eugeo mati rasa, pundaknya terasa sakit, dan dia tidak kuat lagi mengangkat kedua tangannya.

"Empat puluh.... tiga! Empat puluh.... empat!"

Dia menghitung dengan suaranya yang paling keras untuk memacu dirinya sementara memukulkan kapak itu ke kulit kayu dari pohon besar, dan keringat yang keluar membuat pandangnnya kabur, tangannya menjadi licin, dan akurasinya berkurang sedikit demi sedikit. Putus asa, dia memegang kapak itu erat-erat dan mengayunkannya dengan tenaga dari seluruh tubuhnya.

"Empat puluh.... sembilan! Li... ma... puluh!"

Ayunan terakhirnya sangat berbeda dari ayunan lainnya lainnya, mengenai kulit kayu dari jauh dan membuat bunyi yang memekakkan telinga. Karena tebasan tadi membuat secercah bunga api dan hampir mengenai matanya, Eugeo meletakkan kapak itu, mundur beberapa langkah, lalu duduk di atas lapisan lumut tebal.

Sementara dia terus bernafas dengan berat, dia mendengar suara bercampur dengan tertawaan dari sebelah kanannya.

"Bunyinya keluar tiga kali dari lima puluh percobaan. Jadi seluruhnya, erm.. empat puluh satu. Kelihatannya air Siral yang harus membelinya kamu, Eugeo."

Anak muda yang sedang berbaring tidak jauh darinya berumur hampir sama dengannya. Eugeo tidak segea menjawab, tapi malah meraba kantung air didekatnya dan mengambilnya. Dia meminum air yang sudah sedikit panas dengan cepat, dan setelah mulai tenang, dia menutupnya, lalu mulai bicara.

"Hmm, kamu baru bisa empat puluh tiga, bukan? Aku akan menyusulmu nanti. Ini, sekarang giliranmu..., Kirito."

"Ya, ya."

Kirito adalah teman kecil Eugeo dan salah satu sahabatnya, juga rekannya dalam «Tugas Suci» ini. Kirito menyeka keringat di rambutnya, meregangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Daripada segera mengambil kapak itu, Kirito meletakkan tangannya di pinggang sementara dia menengok ke atas. Tertarik dengan apa yang dilakukannya, Eugeo juga melihat ke atas.

Langit musim panas di bulan Juli masih sangat biru, dan yang berada di tengah-tengahnya adalah dewa matahari Solus, yang memancarkan cahaya yang menyilaukan dari langit. Tapi, cahaya tadi terhalang dahan pohon besar yang menjulur ke segala arah, membuat sebagian besar cahaya tadi tidak bisa sampai ke tempat dimana Eugeo dan Kirito berada.

Diwaktu yang sama dedaunan dari pohon besar ini menyerap sebagian besar cahaya matahari yang dewa Solus pancarkan, akarnya juga menyerap berkah dari dewa bumi Terraria terus-menerus, membuatnya bisa menyembuhkan bekas dari kerja keras Eugeo dan Kirito yang menebangnya terus menerus. Tidak peduli seberapa banyak mereka menebangnya setiap hari. Setelah malam harri, saat mereka datang keesokan paginya, pohon ini sudah menyembukan setengah bagian bekas tebasan kemarin.

Eugeo mendesah pelan saat dia melihat kembali bagian atas pohon itu.

Pohon besar itu ———— «Gigas Cedar», Nama suci yang diberikan oleh penduduk desa adalah monster dengan diameter empat mel, dan tinggi tujuh puluh mel. Menara lonceng di Gereja, yang merupakan bangunan tertinggi di desa, tingginya hanya seperempat tinggi pohon tersebut. Untuk Eugeo dan Kirito yang tingginya baru satu setengah mel tahun ini, raksasa kuno ini adalah lawan yang tepat.

Bukannya mustahil merobohkannya dengan kekuatan manusia? ———— Eugeo hanya bisa berpikir seperti itu setelah melihat bekas potongan di batang kayu. Bekas potongannya sudah mencapai satu mel, tapi pokok kayu yang tiga kali lebh tebal masih baik-baik saja.

Di musim semi tahun lalu, saat dia dan Kirito dibawa ke kediaman kepala desa, saat mereka sudah cukup umur untuk melaksanakan tugas «Memotong Pohon Raksasa», dia mendengar sebuah cerita yang membuatnya bingung.

Gigas Cedar sudah tumbuh sebelum desa Rulid, desa dimana mereka tinggal ditemukan, sebuah tugas untuk menebang pohon tersebut diturunkan dari generasi ke generasi sejak ditemukannya desa. Dihitung dari generasi pertama ke generasi pendahulunya, kakek Garitta yang merupakan generasi keenam, Eugeo dan Kirito adalah generasi ketujuh, dan lebih dari tiga ratus tahun sudah terlewati.

————————Tiga ratus tahun!

Ini adalah masa yang tidak bisa dibayangkan oleh Eugeo yang baru berumur sepuluh tahun. Tentu saja, hal ini tdak berubah meskipun dia berumur sebelas tahun sekarang. Apa yang mungkin bisa dia mengerti adalah, dari masa orang tuanya, masa sebelum itu, dan bahkan jauh sebelumnya, jumlah ayunan kapak dari semua orang yang melakukan tugas ini bisa dibilang tidak terhingga, dan hasilnya cuma luka bekas tebang yang kurang dari satu mel dalamnya.

Kenapa mereka harus menebang pohon besar itu? Alasannya diberikan oleh kepala desa dengan nada tinggi.

Pohon Gigas Cedar, dengan batang yang besar dan dya hidup yang sangat banyak, mengambil anugrah dari dewa Matahari dan Bumi disekitarnya dalam jarak yang sangat jauh. Bibit yang ditanam dibawah bayangan pohon besar ini tidak akan bisa tumbuh, semua usaha untuk menanam tanaman disekitarnya sia-sia.

Desa Rulid merupakan bagian dari «Kerajaan Utara Norlangath», satu dari empat kerajaan yang dibagi dan memerintah «Dunia Manusia», dan untu tambahan, juga terletak di daerah terpencil di utara. Dengan kata lain, tempat ini juga bisa dibilang sebagai ujung dunia. Utara, timur, dan barat, kesemuanya dibatasi oleh barisan pegunungan, jadi untuk mengembangkan ladang dan padang rumput, tidak ada cara lain kecuali membuka hutan di selatan. Tapi, hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya Gigas Cedar yang tumbuh di gerbang hutan.

Dikatakan bahwa kulit kayunya sama kuatnya dengan besi, dan bahkan api tidak bisa membuat secercah luka bakar, menggalinya juga tidak mungkin karena panjang akarnya sama dengan tinggi pohon. Akhirnya pendiri desa memutuskan untuk menebang pohon tersebut menggunakan «Kapak Tulang Naga» yang bisa memotong besi sekalipun, dan tugas untuk melakukannya diwariskan ke generasi selanjutnya sejak saat itu ————

Kepala desa selesai menceritakan kisah tentang tugas suci ini dengan suara yang parau, membuat Eugeo merasa ngeri, dan bertanya, mengapa tidak meninggalkan pohon Gigas Cedar sendirian dan membuka hutan lebih ke selatan.

Kepala desa menjawab dengan suara yang menakutkan bahwa menebang Gigas Cedar adalah sebuah sumpah, dan sekarang menjadi kebiasaan desa untuk memberikan tugas ini kepada dua orang. Selanjutnya Kirito, yang mencondongkan kepalanya sambil bertanya kenapa pendahulu mereka memilih untuk membangun desa di tempat ini. Kepala desa kehilangan kata-katanya sebelum memukul Kirito dan bahkan Eugeo dengan marah.

Sudah satu tahun dan tiga bulan sejak mereka berdua terus menerus bergantian menebang Gigas Cedar dengan Kapak Tulang Naga. Tapi, lebih karena lengan mereka yang belum tumbuh sempurna, ayunan kapak mereka belum bisa membuat bekas yang dalam ke batang kayu. Bekas tebangan di batang kayu ini adalah hasil kerja keras selama tiga ratus tahun, jadi lumrah jika kerja keras dua remaja tidak membuat begitu banyak perbedaan, dan mereka tidak merasakan kepuasan apapun dari apa yang mereka hasilkan.

Tidak ———— perasaan mereka, bukan hanya tidak bisa dilihat, depresi mereka yang terbentuk dengan jelas juga terlihat bisa diuji kebenarannya juga.

Kirito, berdiri disamping Eugeo sambil memandang Gigas Cedar tanpa bisa berkata-kata,terlihat memikirkan masalah yang sama, lalu dengan cepat melangkah menuju pohon dan mengulurkan tengan kirinya.

"Oi, Kirito, jangan lakukan itu. Kepala desa bilang untuk tidak terlalu sering melihat «Nyawa» pohon itu, kan?"

Eugeo memanggil dengan cepat, tapi Kirito hanya meliriknya dengan senyuman kecil di ujung mulutnya.

"Terakhir kali kita melihatnya dua bulan yang lalu, ini bukan lagi terlalu sering, cuma kadang-kadang."

"Selalu seperti itu, huh, sepertinya tidak bisa ditolong... Oi, tunggu aku, aku juga ingin melihatnya."

Eugeo yang sudah mulai tenang berdiri dengan gerakan yang sama seperti Kirito langsung berdiri di sampingnya.

"Sudah siap? Akan kubuka sekarang."

Kirito mengatakannya dengan nada rendah, tangan kirinya terjulur kedepan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya keluar, sedangkan jarinya yang lain tertutup. Sebuah gambar yang seperti ular yang sedang merayap tergambar di udara sebelumnya. Itu adalah simbol pengabdian paling dasar untuk dewa penciptaan.

Setelah membelah gambar tadi dengan ujung jarinya, Kirito menyentuh kulit kayu dari Gigas Cedar. Daripada menimbulkan bunyi ketukan seperti biasanya, yang keluara malah bunyi yang dihasilkan peralatan perak yang memantul dengan halus. Setelah itu secercah cahaya keluar dari batang pohon dan membentuk jendela kecil.

Semua di alam semesta ini, tidak terkecuali yang bisa bergerak atau tidak, mempunyai wujud yang dikuasai oleh dewa peciptaan Stacia dalam bentuk «Nyawa». Serangga dan bunga hanya punya sedikit «Nyawa», kucing dan kuda lebih banyak, dan manusia memiliki «Nyawa» yang jauh lebih banyak. Pohon dan bebatuan yang tertutup lumut punya «Nyawa» lebih banyak dari manusia. Semuanya pusa satu persamaan, ketika pertama terbentuk jumlah «Nyawa» mereka bertambah, dan setelah mencapai puncaknya, mulai menurun. Ketika habis, hewan atau manusia akan berhenti bernafas, tanaman mulai layu, dan bebatuan akan hancur.

Tempat dimana Nyawa diperlihatkan dengan kalimat suci dari sisa nyawa bisa dilihat adalah «Jendela Stacia». Jendela ini bisa dikeluarkan jika seseorang dengan kemampuan suci yang cukup membelah simbolnya, lalu menyentuh benda yang diinginkan. Jika hampir semua orang bisa memembuka jendela ini pada rumput dan kerikil, untuk hewan lumayan sulit, dan untuk mengeluarkannya pada manusia mustahil jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kemampuan suci terlebih dahulu. ———— Di lain pihak ini menjadi agak mengerikan ketika melihat jendela miliknya sendiri.

Pada umumnya, lebih mudah mengeluarkan jendela dari pohon daripada jendela milik manusia, tapi tingkat kesulitan dari pohon setan Gigas Cedar cukup tinggi seperti yang diperkirakan, Eugeo dan Kirito baru bisa memanggilnya sejak satu setengah tahun yang lalu.

Ada sebuah cerita bahwa suatu masa, di «Gereja Dalil Pusat Dunia» di Ibukota Centoria, Sesepuh dari kemampuan suci berhasil membuka jendela dari dewa bumi Terraria setelah ritual terus menerus selama tujuh hari tujuh malam. Tapi, setelah sesepuh tadi melihat Nyawa bumi, dia menjadi depresi, kehilangan akal sehatnya, dan akhirnya menghilang.

Setelah mendengar cerita tersebut, Seugeo menjadi agak takut bukan hanya saat membuka jendela miliknya sendiri, tapi juga jendela milik sesuatu yang besar seperti Gigas Cedar, tapi Kirito terlihat tidak memikirkannya. Pada saat itu juga, Kirito menempatkan wajahnya yang dipenuhi ketertarikan di dekat jendela yang bersinar itu. Sementara Eugeo berpikir bahwa terkadang dia tidak bisa mengerti sahabatnya ini, Eugeo juga ikut tertarik, dan melihat ke permukaan itu.

Jendela persegi berwarna ungu pucat ini memiliki tulisan yang merupakan kombinasi dari garis lurus dan garis lengkung. Itu adalah huruf suci kuno, jika hanya membaca beberapa kata, Eugeo masih mampu melakukannya, hanya menulis huruf tersebut yang dilarang.

"Baiklah......"

Eugeo menggunakan jarinya untuk mengeceknya satu persatu sambil mengucapkan kata-kata yang tertulis,

"235.542."

"Ah———— .... berapa jumlahnya sebulan kemarin?"

"Kurasa.... 235.590."

".........."

Mendengarjawaban dari Eugeo, Kirito menarik tangannya dengan cara yang aneh, jatuh dengan bertumpu pada lutut, lalu menggaruj-garuk rambut hitamnya dengan jari-jarinya.

"Hanya lima puluh! Kita bekerja keras selama dua bulan dan hanya bisa menghabiskan lima puluh dari 235 ribu! Jika seperti ini terus kita tidak akan bisa menebangnya hingga jatuh selama hidup kita!"

"Tidak, itu bahkan tidak mungkin sejak awal."

Eugeo tidak bisa melakukan apapun kecuali menjawabnya dengan senyuman kecut.

"Enam generasi dari tugas ini sebelumnya sudah bekerja keras selama tiga ratus tahun, dan hasilnya tidak sampai seperempatnya...... untuk membuatnya lebih mudah, hmmm, mungkin baru bisa selesai saat generasi kedelapan belas, atau sembilan ratus tahun lagi."

"K~a~u~~"

Kirito yang yang masih masih membungkuk sambil memegang kepalanya dengan tangannya menatap Eugeo, lalu tiba-tiba memegang kedua kaki Eugeo. Eugeo kehilangan keseimbangan karena serangan tiba-tiba tadi, dan jatuh di lumut tebal di belakangnya.

"Ada apa dengan kelakuanmu yang seperti seorang pelajar! Paling tidak bertingkahlah lebih terbebani dengan tugas ini!"

Meski dia mengatakannya seperti sedang marah, sekilas senyuman kecil tergambar di wajah Kirito ketika dia melompat ke Eugeo dan menjambak rambutnya.

"Uwa——, kau!"

Tangan Eugeo memegang pergelangan tangan Kirito dan menariknya dengan keras. Dia lalu memanfaatkan waktu saat Kirito berusaha melawan, berputar ke samping, sehingga dia berada di atas sekarang.

"Sekarang waktuku membalas!"

Sementara berteriak dan tertawa, Eugeo menjambak rambut Kirito dengan tangannya yang kotor, tapi berbeda dengan rambut Eugeo yang berwarna coklat coklat muda terang, rambut hitam lurus milik Kirito mengelaknya dengan mudah. Eugeo langsung menggelitik perut Kirito.

"Ugya, kau.... h-hahah...."

Saat Kirito kehabisan nafas karena perlawanannya dan gelitikan Eugeo, tiba-tiba terdengar suara yang keras dari belakang mereka.

"Kalian berdua————! Bermain-main lagi!!"

Dalam sekejap, perkelahian antara Kirito dan Eugeo berhenti.

"Uu....."

"Ini buruk...."

Mereka berdua mengangkat bahu mereka lalu menoleh ke belakang.

Di atas batu yang agak jauh dari mereka berdua, dengan kedua tangannya diletakkan di pinggang, sesosok perempuan berdiri. Eugeo berdiri, lalu berkata sambil tersenyum.

"H....Hei, Alice, hari ini kamudatang lumayan cepat."

"Sama sekali tidak, ini tepat biasanya aku datang."

Sosok tadi membuat wajah yang tidak bersahabat, dengan rambut panjang yang dikat di kedua sisi kepalanya memantulkan sinar keemasan dibawah cahaya matahari yang menembus dedaunan. Gadis itu melompat dari batu dengan tangkas, memakai rok biru terang dengan celemek putih, dan keranjang anyaman di tangan kanannya.

Nama gadis ini adalah Alice Schuberg. Anak dari kepala desa, dan umurnya sama dengan Eugeo dan Kirito, sebelas tahun.

Semua anak yang tinggal di Rulid ———— tidak, di daerah utara, sudah menjadi tradisi bahwa mereka akan diberi «Tugas Suci» dan menjadi seorang pemula saat mereka berumur sebelas tahun, tapi, Alice satu-satunya pengecualian, dia belajar di gereja daripada bekerja. Dia diberi pelajaran khusus dari Suster Azariya untuk mengembangkan bakatnya dalam kemampuan suci lebih dalam sebagai anak terbaik di desa.

Tapi, desa Rulid tidak cukup kaya untuk membiarkan anak kepala desa yang berumur sebelas tahun hanya belajar seharian, tidak peduli seberapa berbakatnya dia. Semua orang harus bekerja, mereka semua harus terus mengusir serangan panas, hujan yang terus-menerus, penyakit; semua yang bisa menghilangkan Nyawa dari tanaman dan bahan pangan ———— dengan kata lain, «Dewa kegelapan Vector si penipu», dan hanya saat musim dingin tiba semua penduduk desa bisa bernafas lega.

Keluarga Eugeo mempunyai ladang gandum di lahan subur sebelah selatan desa, ayahnya Orick dan keluarganya adalah petani, setelah mengetahui Eugeo, salah satu dari tiga anaknya, tepilih untuk menjalankan tugas menebang ini mulutnya langsung penuh dengan syukur, tapi sebagian pikirannya masih merasa tidak puas. Tentu saja mereka mendapat gaji dari kas desa untuk tugas ini, tapi kenyataan bahwa berkurangnya satu orang untuk membantu menggarap ladang tidak berubah.

Sword Art Online Vol 09 - 021.jpg

Kenyataannya, anak tertua dari masing-masing keluarga akan diberikan tugas suci yang sama seperti ayah mereka, misalnya keluarga petani, anak perempuan mereka, anak laki-laki mereka, dan anak ketiga mereka juga mengikuti standar ini. Anak dari pemilik toko peralatan akan melanjutkan bekerja di toko, anak dari penjaga desa akan menjadi penjaga juga, dan anak dari kepala desa ikut menjadi kepala desa selanjutnya. Desa Rulid sudah merawat tradisi ini tanpa cacat sama sekali selama ratusan tahun, para orang tua mengatakan bahwa itu adalah perlindungan surgawi dari Stacia, tapi Eugeo hanya bisa mengingat ketidaksesuaian dalam cerita mereka.

Kenapa, jika para orang dewasa ingin memperluas desa, kenapa tidak ada perubahan sedikitpun sekarang? Eugeo masih belum mengerti. Jika mereka ingin mengembangkan ladang, mereka tingal pindah sedikit ke selatan dan meninggalkan pohon besar ini sendirian. Tapi, kepala desa yang merupakan orang terbijak tidak punya keinginan sedikitpun untuk merubah tradisi lama tersebut.

Lagipula, tidak peduli seberapa banyak waktu terlampaui, desa Rulid masih tetap miskin, bahkan jika Alice, anak kepala desa, hanya boleh belajar di siang hari, meski masih wajib baginya untuk memanen hasil panen dan membersihkan rumah di sore hari. Tugas pertamanya setelah belajar adalah untuk membawa bekal makan siang ke Eugeo dan Kirito.

Dengan keranjang rotan di tangan kanannya, Alice melompat dengan tangkas dari batu besar. saat dia hampir memarahi mereka berdua untuk kedua kalinya, Eugeo langsung berdiri dan menggelengkan kepalanya.

"Kami tidak sedang bermalas-malasan, sungguh! Kami sudah menyelesaikan tugas pagi kami."

Berbarengan dengan dalih Eugeo yang cepat, Kirito, dibelakangnya, mengangguk sembari berkata "Ya, ya."

Bola mata Alice melihat kedua anak itu lagi dengan sorotan yang tajam, lalu kemarahannya mulai berkurang.

"Jika kamu punya tenaga untuk berkelahi seteelah selesai bekerja, apa aku harus berkata pada kakek Garitta untuk menambah pekerjaan kalian?"

"A-Apa aja selain itu!"

"Bercanda, bercanda. ————Ayo, cepat makan siang. Siang hari ini cukup panas, jika kita tidak segera memakannya, semuanya akan terbuang."

Alice kemudian meletakkan kerajang rotan itu di tanah, mengambil taplak besar dari dalam, lalu membukanya. Dia mencari tempat yang landai, lalu menggelarnya, membuat Kirito langsung melepas sepatunya dan duduk dengan cepat. Eugeo duduk setelahnya, lalu, di depan dua pekerja yang lapar, makanan disiapkan satu per satu.

Menu hari ini adalah Daging Asin dan Pai isi Kacang Panggang, Roti Hitam Lapis Keju dan irisan Daging Asap, beberapa manisan buah, dan susu segar hasil perah pagi tadi. Meskipun semua makanan selain susu masih bisa dimakan nanti, tapi cahaya matahari di bulan ketujuh masih bisa menghabiskan «Nyawa» dari makanan ini tanpa ampun.

Alice memberi tanda 'tunggu dulu' kepada Kirito dan Eugeo, yang sudah hampir mengambil makanan, seperti dia mengisyaratkannya kepada seekor anjing, lalu dengan cepat memotong simbol di udara dan mengkonfirmasi «Jendela» dari setiap makanan mulai dari toples yang berisi susu.

"Uwa, susunya cuma punya waktu sepuluh menit lagi, dan painya punya waktu kurang dari lima belas menit. Bahkan setelah aku berlari kemari... jadi, kita harus memakannya dengan cepat. Tapi ingat untuk mengunyahnya dengan lembut."

Ketika nyawa dari suatu makanan habis, makanan itu akan berubah menjadi «Makanan Busuk», yang satu gigitannya sudah cukup untuk menimbulkan gejala penyakit mengerikan seperti sakit perut untuk yang tidak mempunyai perut yang kuat. Eugeo dan Kirito yang sudah lapar langsung memakan sepotong besar pai tanpa mengatakan apapun.

Mereka bertiga terus makan tanpa berkata apa-apa.Masuk akal untuk dua pemuda yang kelaparan, tapi Alice berhasil memasukkan semua makanan ke perutnya yang kecil. Semua makanannya habis satu per satu. Yang pertama adalah tiga potong pai, diikuti sembilan potong roti hitam, lalu sebotol susu juga habis, dan, mereka bertiga menghela nafas lega.

"————————Bagaimana rasanya?"

Eugeo yang menjawab pertanyaa Alice dengan nada bicaranya yang serius, sesaat setelah Alice memandang ke arah mereka berdua.

"Pai hari ini lumayan enak. Kemampuan memasakmu sudah meningkat, Alice."

"B-Benarkah? Aku masih merasa ada yang kurang."

Tersipu, Alice mengatakannya sambil menegok ke arah lain, Eugeo berkedip ke Kirito sebelum tersenyum. Kotak makan siang mereka dibuat oleh Alice sejak sebulan yang lalu, tapi meskipun demikian, rasa makanan yang dibuatnya dengan bantuan ibunya, Bibi Sadina, dan tanpa bantuan siapapun, berbeda jauh. Mereka sadar bahwa suatu keahlian tidak bisa didapat tanpa latihan yang panjang, dan ini berlaku untuk apapun ———— tapi, Eugeo dan Kirito juga paham bahwa lebih baik untuk tidak mengatakannya.

"Lagipula————————"

Kirto mengatakannya sambil mengambil marigo kuning dari dalam toples manisan buah.

"Dengan semua usaha untuk membuatnya, aku ingin memakannya lebih lama. Aku heran mengapa kenapa hawa panas bisa membuat makanan rusak....."

"Kenapa? Hmmmm......"

Kali ini, tanpa menyembunyikan senyum kecutnya, Eugeo mengangkat bahunya secara berlebihan.

"Kamu bilang ini aneh? Musim panas membuat nyawa habis leih cepat karena seperti itulah ini bekerja. Entah itu daging, ikan, sayuran dan buah-buahan, semua tu akan membusuk jika kamu meninggalkannya, kan?"

"Aku tahu, aku tanya kenapa, benar? Jika di musim dingin, bahkan jika kamu meninggalkan daging asin mentah diluar berhari-hari, daging itu tidak akan membusuk, kan?"

"Itu.... itu karena musim dingin terlalu dingin."

Kirito melengkungkan mulutnya seakan tidak percaya pada jawaban Eugeo. Bola matanya yang hitam, yang terbilang langka di daerah utara, memancarkan sinar ketidakpatuhan.

"Itu benar, seperti yang Eugeo katakan, hawa dingin membuat makanan lebih tahan lama. Bukan hanya di musim dingin. Jika ada hawa dingin, bahkan di musim panas seperti ini, kita mash bisa menyimpan makanan lebih lama."

Kali ini Eugeo yang terpojok, dia langsung menendang pelan kaki Kirito dengan ibu jari kakinya.

"Jangan mengatakannya seakan-akan itu hal yang mudah. Dingin? Musim panas itu sangat panas, dan itulah kenapa disebut musim panas. Apa kamu pkir menggunakan kemampuan mengendalikan cuaca yang terlarang unuk memanggil salju? Besoknya Tentara Integritas akan terbang kemari untuk membawamu."

"Y-Yah..... Apa tidak ada yang bisa kita lakukan? Aku merasa bahwa ada suatu cara, cara yang mudah....."

Sementara Kirito bergumam dengan wajah kebingungan, Alice yang dari tadi diam mendengarkan sambil menggulung ujung rambut berdiri dan berkata,

"Menarik."

"A-Apa maksudmu, Alice? "

"Bukan, bukan soal menggunakan kemampuan terlarang. Tidak perlu selebar dan seluas desa, tapi cukup kecil untuk diletakkan di dalam kotak makan ini sudah cukup, kan?"

Mendengar apa yang dikatakan Alice seperti tidak terjadi apapun, Eugeo refleks menoleh ke Kirito, yang mengiyakan perkataan Alice. Sekilas tampak senyum di wajah Alice sebelum dia melajutkan perkataannya,

"Ada beberapa benda yang dingin bahkan selain di musim dingin. Seperti air dari dalam sumur yang dalam, atau daun Silve. Jika kita meletakkannya di dalam keranjang, bukankah isi keranjangnya akan menjadi dingin?"

"Ah.... Itu benar."

Eugeo melipat kedua tangannya dan membayangkannya.

Di tengah halaman dari gereja, ada sebuah sumur yang sangat dalam yang dibuat sejak desa Rulid pertama kali dibentuk, air yang ditimba dari dalam sangat dingin sampai mampu membuat tangan mati rasa bahkan di musim panas. Juga, di hutan utara, ada beberapa pohon Silve yang tumbuh, daunnya sangat dingin dan sika diremas, akan mengeluarkan aroma tajam, tapi sangat bemanfaat untuk menyembuhkan luka ringan. Mungkin jika menyimpan setoples air dari sumur gereja, atau mengikat pai dengan beberapa lembar daun Silva bisa menjaga kotak makan dingin saat membawanya ke tempat lain.

Tapi, Kirito, yang juga terdiam sejenak untuk berpikir, menggeleng pelan sambil berkata,

"Cuma seperti itu, kupikir tidak akan berhasil. Air sumur akan menghangat beberapa menit setelah diambil, daun Silve mungkin bisa bertahan lebih lama, tapi aku tidak berpikir itu bisa bertahan dari rumah Alice ke Gigas Cedar."

"Jadi, apa kamu punya cara lain?"

Alice, yang idenya dijatuhkan, bertanya sambil mencibir. Kirito menggeruk rambut hitamnya sambil terdam beberapa saat, lalu bicara dengan nada rendah,

"Es. Dengan es yang sangat banyak, akan menjadi jauh dari cukup untuk menjaga kotak makan ini dingin."

"Kau....."

Alice menggelengkan kepalanya dengan penuh takjub.

"Sekarang musim panas. Dimana tepatnya kamu bisa mendapatkan es? Bahkan Toko besar di ibukota tidak mempunyainya!"

Dia mengatakannya seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.

Eugeo, di lain pihak, bisa merasakan sesuatu yang buruk, segera setelah dia melihat Kirito dengan ekspresi seperti itu sebelumnya. Sahabatnya, saat matanya terlihat lebih bersinar, saat berbicara dengan intonasi yang lain, Eugeo belajar bahwa Kirito sedang memikirkan sesuatu yang tidak baik. Dalam hati, dia mengingat ketika Kirito mengambil madu lebah raja di pegunungan timur, atau ketika dia memecahkan toples susu yang sudah kadaluarsa di ruang bawah tanah gereja, semuanya teringat dan berlalu sekilas.

"J-Jadi, tidak apa-apa, kan? Tidak ada yang salah tentang makan terburu-buru. Juga, jika kita tidak segera memulai pekerjaan sore secepatnya kita akan pulang terlambat."

Eugeo berkata sambil memindahkan piring-piring kosong ke keranjang rotan, berusaha untuk menghentikan pembicaraan ini. Tapi, saat dia melihat mata Kirito yang berbinar-binar, seperti dia mendapat suatu ide, dia sadar bahwa ketakutannya menjadi nyata.

"....... Apapun itu, apa rencana yang kamu punya saat ini?"

Pertanyaannya bercampur dengan kepasrahan, Kirito tersenyum sebelum menjawab,

"Hei....... Duluuuuu, Kakek Eugeo menceritakan kita sebuah kisah, ingat?"

"Hmm......?"

"Cerita yang mana......?"

Selain Eugeo, Alice juga berusaha mengingatnya.

Sebelum Stacia memanggil kakek Eugeo ke sisinya dua tahun lalu, ada banyak cerita yang diceritakan olehnya, sambil duduk di kursi goyang di taman, dia selalu menceritakan berbagai cerite kepada ketiga anak kecil yang duduk dipangkuannya. Cerita yang aneh, cerita yang menarik, cerita yang menakutkan, ada banyak cerita seperti itu, jadi Eugeo tidak tahu cerita mana yang Kirito maksud. Lalu temannya yang berambut hitam berdehem sambil mengacungkan jari telunjuknya sebelum bicara,

"Es di musim panas, tidak ada yang lain kan? 『Bercouli dan si Putih dari Utara』......"

"Oi, hentikan ini, kau bercanda, kan?"

Eugeo menyela tanpa mendengar akhir perkataan Kirito sambil mengayunkan tangan dan kepalanya dengan kasar.

Bercouli, bahkan diantara leluhur yang membentuk desa Rulid, adalah pengguna pedang terkuat, yang bertugas sebagai kepala penjaga desa generasi pertama. Tapi karena itu adalah cerita lama yang berumur ratusan tahun, hanya ada beberapa cerita tentang keberaniannya yang tersisa, yang Kirito sebutkan, dan bahkan diantara beberapa cerita tersebut, yang satu ini adalah yang paling aneh.

Pada suatu hari saat musim panas, Bercouli melihat sebuah batu besar mengapung di sungai di sebelah timur desa. Saat mengambil batu tersebut, yang ternyata adalah bongkahan es, Bercouli, dangan keheranan, berjalan menyusuri hulu sungai. Tidak lama kemudian, dia sampai ke ujung dunia, «Barisan Pegunungan di Ujung», dan saat dia berjalan mengikuti sungai yang menyempit, dia melihat sebuah mulut gua yang besar.

Bercouli masuk ke dalam gua melawan angin dingin yang bertiup, setelahdia melalui berbagai bahaya, dia sampai ke ruangan yang paling besar. Apa yang dia lihat disana adalah seekor naga putih raksasa, yang diceritakan sebagai penjaga ujung Dunia Manusia. Sosok sang naga, yang melingkarkan tubuhnya diatas berbagai harta karun, membuat Bercouli sadar bahwa sang naga sedang tertidur, tapi dengan keberaniannya, dia terus melangkah sambil berjinjit. Diantara berbagai harta, dia menemukan sebuah pedang panjang yang sangat indah, dan dia sangat ingin mendapatkannya apapun yang terjadi. Dia mencabut pedang tersebut dengan pelan tanpa membangunkan sang naga, dan lari menjauh secepat yang dia bisa ———— itu adalah inti ceritanya. Judul cerita itu adalah 『Bercouli dan Naga Putih Utara』.

bahkan untuk Kirito yang bandel, dia tidak akan berpikir untuk melanggar peraturan desa untuk pergi melewati batas utara dan mencari naga, kan? Sambil setengah berdoa, Eugeo bertanya dengan agak ketakutan,

"Maksudmu, kita akan mengawasi sungai Ruhr dan menunggu sebongkah es mengapung turun...... benar?"

Tapi, Kirito menghela nafasnya sebelum berkata,

"Menunggu seperti itu, musim panas akan berakhir sebelum kita mendapatkan apapun. Aku tidak mau mengikuti Bercouli dan mencari naga. Dalam cerita, dikatakan bahwa kerucut esnya ada di jalan masuk gua, kan? Cukup dua atau tiga buah sudah cukup untuk mentes teori kita."

"Kau, sudah kuduga......"

Eugeo terdiam beberapa saat, lalu berbalik, berharap supaya Alice membantunya menyanggah ide Kirito. Lalu dia sadar bahwa mata birunya juga berbinar-binar, dan menyerah.

Eugeo dan Kirito adalah duo berandal nomor satu di desa, mereka membuat orang-orang tua mengeluh dan memarahi mereka berdua setiap hari. Tapi, hanya beberapa yang tahu bahwa banyak kenakalan mereka dibantu dan dihasut dari belakang oleh Alice, murid nomor satu di desa.

Alice meletakkan jari telunjuknya ke bibir, sambil terdiam beberapa saat, tiba-tiba berkedip dan berkata,

"———————— Itu bukan ide yang buruk"

"K-Kau juga, Alice....."

"Memang, hanya anak kecil yang dilarang pergi ke batas utara. Coba ingat baik-baik. Tertulis di peraturan, [Tanpa pengawasan orang dewasa, anak kecil tidak boleh bermain ke batas utara]."

Eugeo dan Kirito memandang satu sama lain tanpa sadar.

Peraturan desa atau «Standar Penduduk Rulid» sebagai nama formalnya adalah tulisan lama yang separuh ditulis di atas kertas dan separuh ditulis diatas kulit, yang tebalnya dua cen disimpan di dalam rumah kepala desa. Ini adalah benda pertama yang dihafalkan oleh semua amak kecil yang belajar ke gereja. Dan setelah itu, setelah mendengar orang tua mereka dan para sesepuh terus berkata 'Dalam peraturan', 'Berdasarkan peraturan', peraturan ini tertanam dalam kepala mereka sampai berumur sebelas tahun �———— adalah apa yang mereka pikirkan, tapi, sepertinya Alice berhasil mengingat semua teks, kata demi kata.

.......Tidak mungkin, jangan bilang bahkan hukum dasar kerajaan yang tebalnya dua kali lipat juga..... tidak, bahkan mengingat dengan teliti peraturan desa sudah......

Saat pikiran Eugeo penuh dengan pertanyaan, Alice berdehem sekali, lalu melanjutkan ucapannya dengan nada bicara seorang guru,

"Bukankah ini benar? Kita tidak pergi kesana untuk bermain, itu dilarang oleh peraturan. Tapi mencari balok es bukanlah permainan. Memperpanjang Nyawa dari kotak bekal bukan hanya untuk kita, ini juga membantu orang yang bekerja di ladang dan padang rumput, benar? Jadi ini juga bisa dianggap sebagai bagian dari pekerjaan."

Setelah ceramah Alice selesai, Eugeo bertatap muka dengan Kirito lagi. Meskipun mata hitam pasangannya memiliki sedikit keraguan, tapi itu tiba-tiba meleleh seperti balok es mengapung di sungai saat musim panas————

"Ya, itu benar, sangat benar."

Sambil melipat tangannya, Kirito mengangguk dengan wajah serius.

"Karena ini pekerjaan, bahkan jika kita melewati batas sampai ke ≪Pegunungan di Ujung≫, tidak akan melanggar peraturan desa. Pak Balbossa juga mengatakannya, kan? 'Pekerjaan bukan hanya apa yang diperintahkan, jika kamu sedang bebas maka carilah pekerjaan!', seperti itu. Jika mereka marah, kita cukup mengacu pada perkataannya, lalu semuanya akan baik-baik saja."

Keluarga Balbossa adalah keluarga kaya yang mempunyai ladang gandum terbesar di desa. Kepala keluarganya saat ini, Nigel Balbossa masih memiliki tubuh yang sehat meskipun berumur lima puluh tahun; bahkan meskipun keluarganya bisa memanen gandum lebih banyak dari keluarga lainnya, dia masih belum puas, kapanpun dia beremu dengan Eugeo di jalan, dia selalu manyambutnya dengan ejekan 'Masih belum bisa menumbangkan pohon Cedar yang menyebalkan itu?'. Terdengar rumor bahwa dia meminta kepala desa untuk diutamakan dalam pembukaan ladang setelah Gigas Cedar tumbang. Euge hanya bisa merespon, 'Sebelum itu terjadi, Nyawamu sudah habis jauh sebelumnya,' tentu saja dia hanya bicara dalam hati.

Meskipun ide Kirito untuk menggunakan perkataan pak Balbossa sebagai pembelaan untuk melewati batas utara sangat menarik, tapi hanya sebagai pengekang dalam pembicaraan ini dalam waktu lama membuat Eugeo hanya bisa berkata 'Tapi'.

".......Tapi, pergi ke Pegunungan di Ujung bukan hanya melanggar peraturan desa tapi juga 'itu', kan? Meskipun kita pergi melewati batas utara dan sampai ke dasar pegunungan, kita tetap tidak bisa masuk ke dalam gua......"

Setelah mendengar perkataan tadi, Alice dan Kirito memasang muka serius.

≪Itu≫ yang Eugeo sebutkan adalah hukum abslut yang berlaku untuk semua orang di Dunia Manusia, otoritasnya jauh diatas ≪Hukum Dasar Kerajaan Utara Norlangath≫, meninggalkan jauh ≪Standar Penduduk Rulid≫ ———— Namanya adalah ≪Daftar Larangan≫.

Dibuat oleh ≪Gereja Axiom≫, menara raksasa yang terlihat menjulang sampai ke surga, terletak di ibukota Centoria. Buku tebal yang dilapisi dengan kulit putih bersih digunakan tidak hanya di kerajaan utara dimana Eugeo tinggal, tapi juga di setiap kota dan desa di kerajaan timur, selata, dan barat.

Daftar Larangan, tidak seperti perturan desa dan hukum kerajaan, sama seperti namanya, adalah <Daftar sesuatu yang tdak boleh dilakukan>. Dimulai dengan larangan-larangan dasar seperti <Menentang Gereja> atau <Membunuh>, <Merampok> sampai daftar sampngan sepertibatas binatang buas dan ikan yang bisa ditangkap dalam setahun, atau makanan yang tidak bisa diberikan kepada ternak, jumlahnya melewati seribu daftar. Untuk anak-anak yang bersekolah, selain belajar menulis dan berhitung, pelajaran terpenting adalah untuk menghafalkan semua Daftar Larangan. ———— Lebih tepatnya, tidak mengajarkan Daftar ini di sekolah termasuk melanggar Daftar.

Meskipun Dafar Larangan dan Gereja Axiom memiliki kekuasaan yang sangat besar, tapi ada daerah dimana mereka tidak berkuasa sama sekali. Dibalik <Barisan Pegunungan di Ujung> yang mengelilingi dunia ini adalah Daratan kegelapan ———— atau <Daerah Gelap> dalam huruf suci. karena itu, pergi ke Barisan Pegunungan di Ujung sudah dilarang oleh daftar sejak awal. Untuk Eugeo, tidak ada gunanya hanya pergi ke dasar pegunungan tanpa masuk ke dalam gua.

Alice pasti mencari jalan untuk menentang Daftar Larangan seperti biasanya, tapi ini sudah menjadi larangan didalamnya. Eugeo memandangi sahabatnya yang lain sambil berpikir seperti itu.

Bulu matanya yang panjang bercahaya terkena sinar matahari siang yang melewati dedaunan seperti benng emas yang sangat baik, Alice terdiam sejenak ———— Tak lama, dia menengokkan wajahnya, lalu bicara dengan mata bersinar seperti biasanya,

"Eugeo. Maksudmu dilarang disini juga salah."

"Eh....... kau bohong."

"Aku tidak bohong. Apa yang tertulis di Daftar adalah: Bab pertama, bagian ketiga, paragraf sebelas, 『Tidak ada yang boleh pergi melewati Pegunungan di Ujung yang membatasi Dunia Manusia』 .....Melewati pegunungan, normalnya dengan cara <mendaki melewatinya>. Melewati gua tidak termasuk didalamnya. Juga, tujuan kita bukan untuk melewati pegunungan, tapi untuk mendapatkan es, benar? tidak ada 『Dilarang mencari es di Barisan Pegunungan di Ujung』 tertulis di Daftar Larangan."

Kata-kata yang keluar dari mulut Alice dengan nada yang lembut dan jelas seperti itu, Eugeo tidak mengatakan apapun. Malah, dia merasa bahwa perkataan Alice ada benarnya.

——————Tapi, sampai sekarang kita tidak pernah pergi ke Batas utara, kita hanya pergi menyusuri sungai Ruhr sampai kolam kembar. Aku tidak tahu apa yang ada dibaliknya, apalagi musim ini ada banyak kumbang di tepi air juga......

Sementara Eugeo masih memikirkan cara untuk keluar, Kirito menampar punggungnya ———— dengan lemah dan tidak cukup untuk mengurangi Nyawanya ———— sebelum berkata,

"Lihat Eugeo, jika Alice, yang belajar paling giat di Desa, atau seperti itu, lalu tidak ada yang pelu diragukan! Baiklah, sudah ditentukan, pada hari libur nanti, kita akan mencari naga pu...... erm, maksudku, mencari gua es!"

"dan lebih baik jika bekalnya dibuat dengan bahan yang bertahan lebih lama."

Melihat wajah cemerlang dari kedua sahabatnya, Eugeo mendesah dalam hati sebelum menjawab "Ya...," dengan pelan.