Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 1 Bab 15

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 15[edit]

“...Apa yang kau maksud dengan hal ini?”

Aku bertanya kepada Godfree secara perlahan.

“Hmm, aku sudah tahu apa yang telah terjadi diantara kalian berdua. Tetapi karena sekarang mulai saat ini kalian adalah teman seperjuangan dari guild yang sama, aku berpikir saat ini adalah kesempatan yang baik untuk memperbaiki perseteruan diantara kalian berdua.”

Sementara aku menatap Godfree yang tertawa terbahak-bahak, Kuradeel berjalan secara perlahan kearahku.

“…”

Aku menjadi curiga dan bersiap untuk bereaksi terhadap situasi apapun. Walaupun kami berada dalam safe area, tidak ada yang tahu apa yang akan dia lakukan.

Tetapi berlawanan dengan semua perkiraanku, Kuradeel tiba-tiba menundukkan kepalanya. Dia kemudian menggumamkan sesuatu secara lirih dibalik rambut panjangnya.

“Maaf... atas apa yang telah kuperbuat kepadamu...”

Kali ini aku benar-benar terkejut. Mulutku ternganga karena heran dan aku tidak dapat berkata apa-apa.

“Aku tidak akan berlaku kasar lagi... Aku berharap kau dapat memaafkanku...”

Aku tidak dapat melihat raut wajahnya dibalik rambut panjang & berminyaknya.

“Ah... tidak apa-apa...”

Saat aku memaksakan diriku untuk mengangguk, aku bertanya-tanya mengenai apa yang telah terjadi. Apakah dia telah melakukan operasi penggantian kepribadian atau sesuatu yang lain?

“Ya, ya. Sekarang masalah sudah terselesaikan!!”

Godfree kembali tertawa terbahak-bahak. Aku merasa sangat curiga; Kuradeel pasti telah merencanakan sesuatu, tetapi aku tidak dapat menebaknya dengan melihat kepalanya yang tertunduk. Berkebalikan dengan emosi yang dilebih-lebihkan, SAO masih kesulitan untuk menampilkan ekspresi wajah yang semu. Aku hanya dapat menerima permintaan maafnya sekarang, tetapi aku mengingatkan diriku sendiri untuk tidak lengah.

Anggota terakhir akhirnya tiba setelah beberapa waktu, dan kami mulai berangkat menuju labirin. Saat aku hendak melangkah, Godfree menghentikanku dengan nada kasar:

“Tunggu... latihan hari ini akan dilakukan dalam keadaan yang paling realistis. Aku ingin melihat sebagaimana bagus kalian menghadapi keadaan genting, jadi aku akan mengambil semua kristal kalian...”

“...bahkan teleport crystal kami?”

Godfree hanya mengangguk. Aku ragu-ragu mengenai hal ini. Kristal, terutama teleport crystal, adalah jaring pengaman terakhir pada death game ini. Aku tidak pernah bertualang tanpa kristal-kristal ini. Aku hendak menolak, tetapi masalah ini mungkin saja membuat Asuna berada dalam situasi yang bermasalah, jadi aku memutuskan untuk menahan ucapanku.

Melihat Kuradeel dan yang lainnya menyerahkan kristal mereka dengan patuh, aku tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti. Godfree bahkan memeriksa inventory-ku secara seksama setelah itu.

“Hmm, baguslah. Sekarang mari kita berangkat”

Dibawah perintah Godfree, kami berjalan keluar dari Grandum dan berjalan menuju area labirin yang dapat kami lihat di arah barat dari kejauhan.


Area latihan pada lantai lima puluh lima adalah daerah tandus nyaris tanpa tumbuhan. Aku hendak menyelesaikan latihan secepat mungkin, sehingga aku menyarankan untuk berlari sepanjang jalan ke arah labirin, tetapi saranku ditolak mentah-mentah dengan sebuah lambaian tangan dari Godfree.Hal ini mungkin karena dia memfokuskan untuk menaikkan strength stat-nya dan mengabaikan dexterity.Aku hanya dapat menyerah dan meneruskan perjalanan melalui gurun tanpa akhir ini.

Kami beberapa kali bertemu dengan monster-monster. Tetapi mengenai hal ini, aku tidak mempunyai cukup kesabaran untuk menunggu perintah Godfree, jadi aku dengan mudahnya menebas mereka saat itu juga.

Pada akhirnya, setelah melewati beberapa gunung yang tinggi dan berbatu, batu-batu kapur berwarna abu-abu dari labirin akhirnya terlihat...

“Baiklah, kita sekarang beristirahat disini!”

Setelah Godfree mengumumkan hal ini dengan nada kasar, kelompok ini berhenti.

“...”

Aku ingin langsung menerobos masuk kedalam labirin; tetapi karena aku mengetahui bahwa hal ini akan ditolak walaupun aku mengusulkannya, aku hanya menghela napas dan duduk pada sebuah batu. Saat ini sudah mendekati tengah hari.

“Aku akan membagikan makanannya..”

Godfree kemudian mengambil empat kantung kulit dan melemparkannya kepada masing masing anggota. Aku menangkap milikku dengan satu tangan dan membukanya tanpa mengharapkan apa-apa. Didalam kantong itu terdapat sebotol air dan roti keras yang dijual di toko milik NPC.

Aku membuka botolnya dan meminum seteguk penuh sementara mengutuk keberuntunganku; aku bisa saja memakan sandwich buatan Asuna saat ini bila semuanya telah berjalan lancar.

Lalu, aku tiba-tiba menyadari bahwa Kuradeel duduk di batu yang jauh. Dia bahkan tidak membuka kantungnya, dan kedua mata dibalik rambut panjangnya menatap dengan niat buruk kearah kami.

Apakah yang mungkin sedang dia tatap...?

Hawa dingin tiba-tiba menyerang sekujur tubuhku. Da sedang menunggu sesuatu terjadi. Sesuatu itu... kemungkinan besar-

Aku langsung membuang botol yang kubawa dan mencoba untuk memuntahkan cairan itu dari mulutku.

Tetapi sudah terlambat. Tenagaku tiba-tiba menghilang dan aku terjatuh. Terlihat HP bar di ujung penglihatanku; HP bar ini dikelilingi oleh garis hijau yang biasanya tidak ada disana.

Tidak mungkin aku salah; apa yang baru aku minum adalah racun untuk melumpuhkan.

Saat aku melihat sekeliling, aku mengetahui bahwa Godfree dan yang lainnya juga telah menggeliat ditanah. Aku langsung mencari kedalam kantung menggunakan tangan kiriku, tetapi hal ini hanya memperkuat rasa panik-ku. Aku telah menyerahkan semua antidote crystal-ku kepada Godfree. Aku masih memiliki sebuah potion,tetapi potion ini tidak berpengaruh terhadap kelumpuhan.

“Ku...kukuku...”

Tawa yang melengking mencapai telingaku. Sementara dia duduk di batu, Kuradeel memegang perutnya dengan kedua tangan dan tertawa terbahak-bahak. Kelopak matanya yang tebal menunjukkan ekstasi kegilaan yang aku ingat dengan sangat baik.

“Waha! Haha! Hyahahahaha!!”

Dia tertawa terbahak-bahak sambil menengadah ke langit, kelihatannya tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Godfree menatapnya dengan ekspresi wajah kebingungan.

“Apa... apa yang terjadi...? Bukankah airnya... disiapkan... olehmu, Kuradeel...”

“Godfree! Cepat, gunakan antidote crystal!!”

Setelah mendengarkan teriakanku, Godfree akhirnya mulai mencari didalam kantung di sisi tubuhnya.

“Hya-!!”

Dengan teriakan yang aneh, Kuradeel melompat dari batu tempat duduknya dan menendang tangan kiri Godfree dengan sepatunya. Sebuah kristal hijau bergulir dari tangan Godfree. Kuradeel mengambilnya, dan memasukkan tangannya kedalam kantung Godfree, mengambil kristal yang tersisa dalam kantong, dan memasukkannya kedalam kantungnya sendiri.

Semuanya telah berakhir.

“Kuradeel… apa, apa yang kau lakukan? Apakah ini adalah semacam... latihan?”

“Bo-doh!!”

Kuradeel mengatakan hal ini sembari dia menendang Godfree, yang masih belum dapat mengerti apa yang sedang terjadi dan menggumamkan hal bodoh ini, pada mulutnya.

“Argh!”

HP Godfree menurun sedikit, dan pada saat yang bersamaan cursor Kuradeel berubah dari kuning menjadi warna oranye yang menunjukkan status kriminal. Tetapi hal ini tidak mengubah apapun. Tidak mungkin seseorang akan melewati lantai yang telah diselesaikan.

“Godfree-san, aku selalu menganggap kamu sebagai seorang idiot, tetapi aku tidak pernah membayangkan bahwa kamu akan separah ini. Apakah otakmu juga terbuat dari otot?

Tawa tajam Kuradeel membahana keseluruh gurun.

“Masih banyak hal yang ingin aku katakan kepadamu... tetapi aku tidak ingin menghabiskan waktuku dengan makanan pembuka...”

Kuradeel menghunuskan two-handed sword miliknya sembari berkata. Dia mengangkatnya tinggi ke udara dan meregangkan tubuh kurusnya. Cahaya mentari terpantul dari bilah pedangnya yang tebal saat dia mengayun-ayunkan pedang itu.

“T-tunggu, Kuradeel! Kau... apa... apa yang kau katakan ... bukankah... bukankah ini adalah latihan?”

“Tutup mulutmu dan matilah.”

Kuradeel meludah dan mengayunkan pedangnya tanpa ampun. Terdengar suara yang keras dan menjengkelkan , dan HP Godfree menurun secara drastis.

Godfree akhirnya menyadari seberapa serius keadaannya dan mulai berteriak. Tetapi sekarang sudah terlambat.

Dua, tiga kali pedangnya terayun kebawah tanpa ampun dengan berkilatan cahaya, dan HP Godfree berkurang banyak dalam setiap ayunan pedang itu. Kemudian, saat HP Godfree mencapai area merah, Kuradeel berhenti.

Saat aku baru saja berpikir bahwa dia tidak akan membunuh tidak peduli seberapa gilanya dia, Kuradeel membalik pegangan pedangnya dan secara perlahan menusukkannya ke tubuh Godfree. Saat HP Godfree berkurang sedikit demi sedikit, Kuradeel mulai mendorong pedang itu dengan seluruh tubuhnya.

“Aaaaaaaahhh!!”

“Hyahahahaha!!”

Sementrara teriakan Godfree menjadi semakin keras, Kuradeel mulai berteriak juga. Pedang itu mulai tertanam dalam tubuh Godfree secara perlahan-lahan dan HP-nya berkurang secara stabil-

Sementara anggota lain dan diriku melihat dalam diam, pedang Kuradeel menembus tubuh Godfree sepenuhnya, dan HP bar-nya menjadi nol pada saat yang bersamaan. Godfree kemungkinan besar tetap tidak mengerti apa yang terjadi walaupun pada saat itu tubuhnya terpecah menjadi pecahan yang tak terhitung.

Kuradeel secara perlahan menarik pedangnya dari tanah, lalu memalingkan mukanya seperti boneka mekanis [1] dan melihat anggota lainnya.

“Ah!! Ahhh!!”

Dengan teriakan-teriakan pendek ini, anggota tersebut mengayun-ayunkan lengannya dalam usahanya untuk melarikan diri. Kuradeel mulai berjalan kearahnya dengan langkah yang aneh.

“…Aku tidak ada dendam terhadapmu... tetapi menurut rencanaku, hanya aku saja yang kembali dengan selamat…”

Dia kemudian mengangkat pedangnya sembari bergumam kepada dirinya sendiri.

“Aaaahh!”

“Kau ingin dengar~? Sebenarnya, kelompok kami--”

Dia mengayunkan pedangnya; telinganya tidak mendengar teriakan-teriakan anggota lainnya itu.

“Telah disergap di gurun oleh sekelompok besar dari PKers-.”

Dia mengayunkan pedangnya lagi.

“Kami bertarung dengan sengit, tetapi tiga anggota yang lain telah meninggal-.”

Dan pedangnya terayun lagi.

“Aku hanyalah satu-satunya yang tersisa, tetapi aku berhasil mengusir para kriminal itu dan berhasil bertahan hidup sebelum kembali ke HQ-.”

Setelah serangan ke-empat, HP dari anggota itu habis. Sebuah suara yang membuat tubuhku menggigil berbunyi. Tetapi Kuradeel bersikap seakan dia telah mendengarkan suara dari seorang dewi. Dia berdiri disana, di tengah ledakan serpihan-serpihan, dan mendengarkannya dengan ekspresi bahagia tergambar di wajahnya.

Kali ini bukan hari pertamanya...

Aku sangat yakin akan hal ini. Cursor miliknya mungkin telah berubah menjadi warna oranye dari kriminal baru beberapa waktu yang lalu, tetapi masih ada banyak cara tercela untuk membunuh orang tanpa merubah warna cursor-nya. Akan tetapi, mengerti mengenai hal ini sekarang tidak akan memecahkan masalah apapun.

Akhirnya, Kuradeel berbalik untuk melihatku, dengan kegembiraan yang tak tertahankan tergambar jelas di wajahnya. Dia berjalan perlahan kearahku, pedangnya membuat suara yang memuakkan saat dia menggoreskannya di tanah sepanjang perjalanannya.

“Hey.”

Dia merundukkan badan di sebelahku, yang masih tergeletak di tanah, dan berbisik kepadaku.

“Karena idiot sepertimu, aku harus membunuh dua orang yang benar-benar tidak bersalah.”

“Walaupun begitu kau terlihat sangat senang akan hal itu.”

Aku merespon sementara aku dengan putus asa berusaha mencari jalan keluar dari situasi ini. Dari tubuhku, yang dapat bergerak hanyalah bibir dan tangan kiriku. Karena kelumpuhan mencegah seseorang untuk membuka menu window, berarti hal ini juga melarang player untuk mengirim pesan jenis apapun. Walaupun aku tahu bahwa hal ini tidak akan banyak membantu, aku berusaha untuk menggerakkan tangan kiriku, yang berada pada blind-spot dari Kuradeel, sementara aku terus berbicara.

“Mengapa seseorang sepertimu bergabung dengan KOB? Sebuah criminal guild akan lebih cocok untukmu.”

“Keh, mengapa kamu bertanya mengenai sesuatu yang sudah pasti? Aku bergabung karena gadis itu.”

Dia mengatakannya dengan suaranya yang parau dan menjilat bibirnya. Saat aku menyadari bahwa dia sedang berbicara tentang Asuna darahku mulai mendidih.

“Kau bajingan tengik ...!”

“Woah, mengapa kamu menatapku seperti itu? Bukankah semuanya ini hanyalah sebuah permainan...? Jangan khawatir, aku akan menjaga wakil ketua-mu yang berharga itu. Lagipula,aku mempunyai banyak item yang berguna.”

Kuradeel mengambil botol air minum yang telah diracuninya dan mengguncangkannya untuk membuat suara percikan. Kemudian dia memberikan kedipan mata yang aneh dan meneruskan pembicaraanya.

“Dan kamu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat menarik, bahwa aku lebih cocok menjadi anggota criminal guild.”

“…yah, itu adalah sebuah kebenaran.”

“Aku sedang memujimu. Kamu sangat jeli.”

Kekekeke.

Kuradeel sepertinya sedang memikirkan sesuatu saat dia tertawa. Kemudian dia tiba-tiba melepaskan sarung tangan kirinya.Dia menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan lengan bawahnya sehingga aku dapat melihat apa yang ada dibaliknya.

“...!!”

Saat aku melihat apa yang ada disana—nafasku tiba-tiba terhenti. Apa yang ada disana adalah sebuah tato. Tato itu berwujud karikatur seperti manga tentang sebuah peti mati hitam kelam. Sebuah mulut dan sepasang mata membentuk seringai lebar pada permukaan tutup peti; tulang-belulang dari sebuah tangan tengkorak menggapai keluar dari dalam peti.

“Itu... adalah lambang dari... «Laughing Coffin»?”

Aku menanyakan hal itu dengan suara serak. Kuradeel tersenyum dan mengangguk setuju.

«Laughing Coffin» sebelumnya adalah grup PK terbesar dan terburuk di Aincrad. Mereka dipimpin oleh seseorang yang kejam dan licik, dan terus bereksperimen tanpa akhir dengan metode-metode baru untuk membunuh orang; pada akhirnya, jumlah pemain yang telah dibunuhnya berjumlah hingga tiga digit satuan.

Para pemain pertama mencoba memecahkan masalah ini dengan negosiasi, tetapi setiap pembawa pesan yang dikirim segera dibunuh. Kami bahkan tidak dapat mengerti kenapa mereka melakukan PK, karena hal ini hanya menurunkan kemungkinan unuk menyelesaikan permainan ini, dan karena hal ini kami tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka. Beberapa waktu yang lalu, para pemain yang bertujuan untuk menyelesaikan permainan ini telah membentuk grup penaklukan yang menyaingi grup-grup pembunuh boss, dan pada akhirnya menghancurkan guild mereka setelah beberapa pertarungan yang panjang dan berdarah.

Asuna dan aku juga pernah menjadi bagian dari grup tersebut. Tetapi informasi mengenai grup ini telah bocor entah dimana, dan para Pker telah bersiap-siap dan menantikan kami. Dalam usaha kerasku untuk melindungi teman seperjuanganku, pada akhirnya aku mengambil nyawa dari dua anggota Laughing Coffin secara tidak sengaja.

“Apakah ini...untuk balas dendam? Kamu adalah orang yang selamat dari Laughing Coffin?”

Aku menanyakan hal ini dengan suara parau. Kuradeel secara virtual meludahkan jawabannya:

“Heh, tidak mungkin. Mengapa aku akan melakukan hal sebodoh itu? Aku baru-baru saja bergabung dengan Laughing Coffin, dan hanya dalam semangat. Aku belajar teknik meumpuhkan ini dari mereka... ah, cerita yang membosankan.”

Dia berdiri dengan gerakan yang hampir mirip dengan mesin dan mengangkat pedangnya lagi.

“Baikah, kita sudah cukup lama berbicara. Efek racunnya akan segera habis sebentar lagi, jadi aku perlu menyelesaikannya sekarang. Aku telah memimpikan saat ini... semejak duel saat itu...”

Api berkobar di kedua matanya, yang terbuka lebar sekali hingga bernentuk lingkaran. Dia tersenyum sambil menjulurkan lidahnya, dan dia bahkan berjinjit saat dia bersiap untuk mengayunkan pedangnya.

Sesaat sebelum dia bergerak,aku melemparkan mata pisau di tangan kiriku hanya menggunakan pergelangan tanganku. Walaupun sebenarnya aku mengarahkannya ke arah wajah dimana cederanya akan lebih parah, accuracy penalty dari kelumpuhan meyebabkan mata pisau baja itu meleset dan menusuk lengan kiri Kuradeel. HP Kuradeel hanya berkurang sedikit, sementara aku jatuh kedalam situasi yang tanpa harapan.

“...sakit juga ...”

Kuradeel mengerutkan alisnya dan melebarkan senyumnya, kemudian menusuk lengan kananku dengan ujung pedangnya. Dia kemudian memelintirkannya dua kali, lalu tiga kali.

“Argh...!”

Walaupun aku tidak merasakan sakit sedikitpun, perasaan yang tidak mengenakkan dari stimulasi di syaraf menyebar keseluruh tubuhku bersamaan dengan efek kuat dari kelumpuhan. Setiap kali pedang itu menusuk lenganku, HP-ku berkurang secara lambat tapi pasti.

Apakah masih disana...? Apakah efek dari racunnya masih belum hilang...?

Aku menggertakan gigiku dan menunggu saat dimana tubuhku akan terbebas. Jangka waktu dari kelumpuhan berbeda-beda berdasarkan dari kekuatan racun lainnya. Tetapi kebanyakan racun penyebab kelumpuhan kehilangan efektivitasnya dalam waktu kurang lebih lima menit atau sekitar itu.

Kuradeel menarik pedangnya lalu menusuk kaki kiriku. Perasaan tidak mengenakkan kembali menyebar ke seluruh tubuhku, dan sistem dari permainan ini mengkalkulasikan tingkat cederanya tanpa ampun.

“Jadi...? Bagaimana rasanya...? Bagaimana rasanya mengetahui bahwa kau akan mati sebentar lagi...? Maukah kau... beritahu aku...?”

Kuradeel mengatakan hal ini dengan hampir berbisik saat dia menatap wajahku dengan penuh perhatian.

“Katakan sesuatu cumi-cumi... Menangis dan berteriaklah kalau kamu tidak ingin mati...”

HP-ku menurun hingga dibawah garis tengah dan berubah menjadi warna kuning. Kelumpuhannya masih belum hilang juga. Sekujur tubuhku menjadi semakin dingin, seakan-akan kematian sedang menyelubungiku dengan udara beku, rasa dinginnya secara perlahan merangkak dari kedua kakiku.

Aku telah melihat banyak pemain yang meninggal di dalam SAO. Mereka semua memiliki ekspresi wajah yang sama saat mereka terpecah menjadi pecahan yang tak terhitung jumlahnya dan menghilang; ekspresi itu selalu merupakan ekspresi sederhana dari sebuah perenungan, sebuah ekspresi yang menanyakan, ”apakah aku benar-benar akan mati seperti ini?”

Ekspresi itu kemungkinan besar disebabkan karena, jauh didalam hati kita, tidak seorangpun dari kita ingin menerima peraturan mutlak dari permainan ini. Kita sebenarnya tidak ingin mempercayai bahwa kematian didalam permainan ini berarti kematian yang sesungguhnya.

Kita semua menaruh harap pada sebuah spekulasi, bahwa “mungkin kita hanya akan kembali ke dunia nyata saat HP kita menjadi nol dan kita menghilang.” Tentu saja, kau perlu mati sendiri untuk mengetahui apakah yang sebenarnya akan terjadi. Bila kau berpikir mengenai hal ini seperti itu, lalu kematian akan menjadi salah satu cara untuk melarikan diri dari permainan ini-.

“Hey, hey, katakan sesuatu. Aku benar-benar berusaha membunuhmu sekarang.”

Kuradeel menarik pedangnya dari kakiku dan kali ini menusuk perutku. HP-ku menurun secara drastis dan menuju ke area berbahaya warna merah.Tetapi aku merasa hal ini bukanlah hal yang menjadi perhatianku, seakan-akan ini semua terjadi di dunia lain yang jauh. Walaupun aku sedang disiksa dengan pedang ini, pikiranku sedang berjalan kearah jalan yang kelam, seakan-akan kain yang berat dan tebal perlahan-lahan menutupinya.

Lalu kemudian—rasa takut yang kuat tiba-tiba mencengkeram hatiku.

Asuna. Bila aku meghilang dan meninggalkannya sendiri di dunia ini, Asuna akan jatuh ke tangan Kuradeel dan harus merasakan rasa sakit yang sama denganku. Kemungkinan itu membuat rasa sakit yang tak tertahankan yang mengejutkanku dan membuatku kembali sadar.

“Kaaaah!!”

Aku membuka mataku, mencengkeram pedang yang tertanam kedalam perutku, dan mulai menariknya keluar dengan kekuatan yang masih ada padaku. Aku hanya memiliki sekitar sepuluh persen HP tersisa. Kuradeel lalu berteriak kaget:

“Huh... huh? Apa ini, kamu takut mati?”

“Ya... Aku... tidak boleh mati dulu…”

“Heh!! Hyahaha!! Begini lebih baik!!”

Kuradeel tertawa seperti burung yang aneh dan menekan pedangnya dengan seluruh berat tubuhnya. Aku menahannya dengan satu tangan. Sistemnya melakukan perhitungan-perhitungan yang rumit berdasarkan atas kekuatanku dan Kuradeel dan menetapkan hasilnya.

Hasil akhirnya—pedangnya kembali menusukku lagi, perlahan tetapi pasti. Aku dipenuhi dengan rasa takut dan putus asa.

Apakah ini akhirnya?

Apakah aku akan mati? Meninggalkan Asuna didalam dunia yang gila ini?

Aku berusaha melawan pedang yang perlahan-lahan mendekat dan rasa putus asa yang menggapai dari dalam diriku.

“Mati-!! Maaatiiii-!!”

Kuradeel berteriak dengan suara yang melengking.

Niat membunuh yang berbentuk pedang yang bersinar kusam mendekat sentimeter demi sentimeter. Lalu akhirnya, ujung dari pedang itu mencapai tubuhku—dan perlahan menusuk masuk...

Pada saat yang sama, sehembus angin bertiup.

Ini adalah hembusan angin merah tua dan putih murni.

“Huh...!?”

Dengan seruan terkejut ini, pembunuh itu beserta pedangnya terlempar tinggi ke udara. Aku terdiam menatap bayang-bayang dari orang yang telah datang.

“...Aku belum terlambat... Aku belum terlambat... terima kasih, Tuhan... Aku belum terlambat...”

Suaranya yang bergetar terdengar lebih indah daripada kepakan sayap seorang malaikat. Bibirnya bergetar hebat sembari dia jatuh berlutut dan melihatku.

“Masih hidup... kamu masih hidup, benarkan, Kirito-kun…?”

“...yah... Aku masih hidup...”

Suaraku terdengar begitu lemah sehingga hal itu mengejutkanku. Asuna mengangguk sekali dan mengeluarkan kristal berwarna merah muda dari kantungnya, lalu meletakkan tangan kirinya pada dadaku dan berteriak.

“Heal!”

Kristal itu pecah dan HP bar-ku terisi saat itu juga. Setelah memastikan kesembuhanku, Asuna berbisik kepadaku

“...Tunggu disini. Aku akan segera membereskan hal ini...”

Asuna lalu berdiri, menghunuskan rapiernya dengan anggun, dan mulai berjalan.

Sasarannya, Kuradeel masih berusaha untuk mengangkat tubuhnya dari tanah. Saat dia melihat orang yang berjalan kearahnya, kedua matanya terbelalak.

“A-Asuna-sama... b-bagaimana anda sampai disini...? H-hal, ini, adalah latihan, ya, tadi ada kecelakaan ditengah latihan...”

Kuradeel melompat keatas seakan-akan dia memiliki pegas ditubuhnya dan berusaha untuk mengutarakan alasan dengan suaranya yang gugup. Tetapi sebelum dia selesai, tangan kanan Asuna bercahaya dan ujung pedangnya merobek mulut Kuradeel. Dia tidak menjadi kriminal karena musuhnya telah memiliki cursor oranye.

“Ahh!!”

Kuradeel menutupi mulutnya dengan tangannya, menyondorkan badan kebelakang, dan terhenti sesaat.Kemudian, sembari dia kembali berdiri tegak, kedua matanya penuh dengan amarah yang kukenal.

“Kau perempuan jalang... kau berbuat terlalu jauh... Heh, tidak apa-apa. Aku hanya perlu mengurusmu juga...”

Tetapi dia berhenti ditengah kata-katanya; Asuna telah mulai menyerang dengan ganas segera setelah dia mempererat genggaman pada pedangnya. Rapier miliknya menggambar lintasan-lintasan cahaya yang tak terhitung banyaknya saat rapier miliknya menyayat dan menusuk Kuradeel dengan kecepatan yang luar biasa. Bahkan aku tidak dapat melihat jalur pedangnya, dan aku berada beberapa level diatasnya. Aku hanya menyaksikan bidadari ini mengayunkan pedangnya hampir seakan-akan dia sedang menari.

Tarian itu sangat indah. Asuna memukul mundur musuhnya dengan tanpa ekspresi, rambut cokelat kemerah-merahannya mengalir sementara percikan-percikan kemarahan menyelimuti sekujur tubuhnya; keindahannya tak terlukiskan.

“Ah!! Kaaaa!!”

Kuradeel sudah mulai panik, pedangnya terayun liar tanpa sekalipun menggores Asuna. Sementara HP-nya menurun dari daerah kuning ke daerah merah, Kuradeel akhirnya membuang pedangnya kesamping dan berteriak dengan kedua tangannya terangkat diudara.

“B-baiklah!! Baiklah!! Aku minta maaf!!”

Dia lalu berlutut dan memohon.

“A-aku akan meninggalkan guild! Aku tidak akan muncul dihadapan kalian berdua lagi!! Jadi-“

Asuna mendengarkan permohonannya dalam diam.

Dia lalu mengangkat pedangya perlahan dan membalik pegangan pedangnya. Tangannya yang mungil menegang karena gugup, dan kemudian terangkat beberapa sentimeter saat dia bersiap untuk menusuk Kuradeel. Pada saat itu pembunuh itu berteriak lebih keras.

“Heeeek! A-aku tidak mau mati-!!”

Pedangnya terhenti tiba-tiba seperti menghantam dinding yang tidak terlihat. Tubuh mungilnya mulai gemetar dengan hebat.

Aku dapat sepenuhnya memahami konflik didalam diri Asuna, mengenai rasa takut dan amarahnya.

Dari apa yang aku tahu, dia belum pernah membunuh siapapun didalam permainan ini. Karena bila seorang pemain terbunuh didunia ini maka dia juga akan mati didunia nyata, PK didalam network game ini sama dengan pembunuhan yang sebenarnya.

—Ya. Berhenti, Asuna. Jangan melakukannya.

Ketika aku meneriakkan hal ini kepada diriku sendiri, aku juga memikirkan hal yng sebaliknya pada saat yang sama.

—Tidak, jangan ragu-ragu. Ini adalah kesempatan yang dia tunggu.

Perkiraanku menjadi kenyataan 0.1 detik kemudian.

“Ahahahaha!”

Aku tidak yakin kapan Kuradeel mengambil pedangnya lagi, tetapi dia tiba-tiba mengayunkannya keatas dengan sebuah teriakan.

Rapier milik Asuna berdentang dan terlempar dari genggaman tangan kanannya.

“Ah...!?”

Saat Asuna berseru dan kehilangan keseimbangannya,sebuah sinar metalik berkilat diatas kepalanya.

“Wakil-ketua, kamu masih terlaaaaaaaaaaaaluu naif.”

Dengan sebuah jeritan yang dipenuhi kegilaan, Kuradeel mengayunkan pedangnya tanpa ragu-ragu, menggambarkan sebuah garis cahaya merah kelam.

“Ahhhhhhh!!”

Kali ini,akulah yang berteriak. Aku melompat dari tanah dengan kaki kananku, yang telah pulih dari kelumpuhan, dan terbang sejauh beberapa meter sebelum mendorong Asuna kesamping dengan tangan kananku sementara aku menangkis pedang Kuradeel dengan tangan kiriku.

Buk.

Dengan suara yang tidak mengenakkan ini, tangan kiriku terpotong mulai dari siku kebawah. Icon kehilangan anggota tubuh menyala dibawah HP bar-ku. Sementara garis-garis merah darah mengalir keluar dari luka potong ditangan kiriku, tangan kananku meluruskan jari-jarinya dan-.

Aku menusukkan tanganku kedalam celah diantara baju zirah Kuradeel yang tebal. Tanganku berpendar kuning saat tanganku tertanam dalam kedalam perut Kuradeel.

Aku telah dengan sukses membalas dengan teknik jarak sangat dekat «Embracer», yang segera menghabiskan sisa dua puluh persen HP Kuradeel. Tubuhnya yang kurus kering dan cekung bergetar dengan hebat disampingku, lalu kehilangan semua kekuatannya dan jatuh terkulai.

Saat great sword miliknya jatuh ke tanah dan berdentang, dia berbisik kedalam telingaku:

“Kau... pembunuh...”

Dia mengejek dengan suara "kuku"

Seluruh tubuh Kuradeel terpecah menjadi banyak pecahan kaca. Aku terdorong oleh tekanan dingin dari poligon-poligon yang menghilang dan terjatuh kebelakang.

Untuk sementara waktu, pikiranku yang kelelahan ,dan terbekukan hanya mengetahui suara dari angin yang berhembus.

Lalu aku mendengar langkah tak beraturan yang berjalan di jalan setapak. Saat aku mengalihkan pandanganku, aku dapat melihat tubuh yang terlihat rapuh berjalan kearahku dengan ekspresi hampa.

Asuna berjalan dengan gemetar kearahku dengan kepala tertunduk, dan jatuh berlutut didepanku seperti boneka yang telah terputus benangnya. Walaupun dia menjangkauku dengan tangan kananya, dia tiba-tiba menarik tangannya kembali sebelum tangannya dapat menyentuhku.

“...Maafkan aku, karena aku... semuanya ini karena aku...”

Asuna mengucapkan hal ini dengan suara gemetar dan ekspresi duka yang mendalam. Air mata mengalir dari kedua mata yang besar dan menetes ke tanah seperti batu permata yang berkilauan. Aku hampir tidak bisa mengucapkan suatu kata pendek dari kerongkonganku yang kering:

“Asuna...”

“Maafkan aku... aku... tidak akan... bertemu Kirito-kun... l... lagi.”

Aku memaksakan diriku untuk menegakkan tubuhku kembali, yang akhirnya merasa telah pulih. Tubuhku masih dipenuhi dengan rasa tidak nyaman karena cidera parah yang aku dapatkan, tetapi aku memeluk Asuna dengan tangan kananku dan tangan kiriku yang lumpuh. Lalu,aku menutupi bibir indahnya, yang berwarna ceri dengan bibirku.

“...!”

Badan Asuna menjadi kaku, dan mencoba mendorongku pergi, tetapi aku menahan tubuh mungilnya dengan rapat dengan semua kekuatan yang kupunya. Hal ini tanpa diragukan adalah sesuatu yang berlawanan dengan kode pencegahan pelanggaran sikap.. Pada saat ini, pesan sistem seharusnya sudah tampil didepan Asuna, dan bila dia menyentuh OK, aku akan segara di-teleportasi ke area penjara dari Black Iron Castle.

Tetapi aku tetap tidak melonggarkan pelukanku. Saat bibirku meninggalkan bibir Asuna, bibirku menyentuh pipinya sebelum aku memendamkan wajahku pada lekukan lehernya. Lalu aku berbisik:

“Hidupku hanya untukmu, Asuna. Jadi aku akan menggunakannya untukmu. Aku akan selalu bersamamu hingga akhir.”

Aku menarik Asuna lebih dekat dengan lengan kiriku yang masih memiliki ikon kehilangan anggota tubuh yang dikenakan selama tiga menit. Asuna menarik nafas dengan gemetar dan kemudian berbisik membalasku:

“...A-aku akan melindungimu juga. Aku akan melindungimu selamanya. Jadi...”

Dia tidak dapat meneruskan kata-katanya. Jadi aku mendengar isakan tangisnya dengan tangan kami saling berangkulan satu sama lain.

Kehangatan dari tubuh kami mulai melelehkan hatiku yang beku sedikit demi sedikit.


Catatan penerjemah[edit]