Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 18 Bab 21

From Baka-Tsuki
Revision as of 19:18, 13 April 2018 by Synthesis13 (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 21 - Kebangkitan (7 Juli 2026/Bulan ke-11 Kalender Dunia Manusia 380)

Bagian 1

“Hanya… KAU…! Yang tidak… akan kumaafkan…”

Crack!!

Dengan suara berat, pedang kedua telah menusuk tubuh Klein.

Air mata terus mengalir dari mata Asuna.

Bahkan ketika masih tertancap ke tanah, Klein mencoba bergerak menggunakan tangan kanannya untuk mendekati si pria bertudung hitam — PoH, mantan ketua guild pembunuh «Laughing Coffin», yang sedang duduk diatas sana dengan pandangan jijik.

“Ahh, Aku tak tahan melihatnya. Orang sepertimu seharusnya enyah saja. Inilah yang terjadi jika kalian menentang kami dan sok menjadi penolong.”

PoH menggelengkan kepalanya sambil merentangkan tangan, kemudian dalam bahasa yang tidak dimengerti Asuna. Ia memberikan perintah pada seorang knight crimson yang berdiri dibelakang Klein. Dia mengangguk dan mengangkat pedang lainnya..

Tepat ketika pedang ketiga akan memusnahkan HP terakhir milik Klein—

“Hajimaaaaaaaaaa!!2”

Salah satu knight crimson yang ada di dekat di dekat sandera berteriak dan menahan tusukan tersebut menggunakan pedang miliknya.

***

—Ini pasti bercanda kan… Kenapa ini sungguh menyakitkan?

Jo Wol-saeng/Moonphase masih terbujur kaku di tanah, menahan rasa sakit di punggungnya karena tebasan si pria bertudung hitam.

AmuSphere yang ia kenakan seharusnya hanya menghasilkan rasa sakit yang sangat lemah. Sebagai contoh, jika kepalanya tergigit oleh rahang naga raksasa dalam permainan yang sering ia mainkan, «Silla Online», ia hanya akan merasa sedikit kejutan nyeri.

Namun, Wol-saeng kini telah merasakan rasa panas yang sangat ketika ia menerima sebuah tebasan.

Tidak, jika ia menerima luka semacam ini di Dunia Nyata, ia akan merasakan lebih sakit. Si pria bertudung hitam telah mengayunkan senjata miliknya dengan begitu cepat bahkan Wol-saeng yang menganggap dirinya seorang veteran tak memiliki waktu untuk bereaksi. Ia mungkin akan tewas jika menerima serangan seperti itu di dunia nyata, dan jikapun tidak rasa sakit ini pasti akan membuatnya pingsan. Itulah mengapa rasa sakit virtual ini bisa ia tahan.

Tetapi meskipun menyadari akan hal ini, rasa sakit ini benar – benar mengerikan. Wol-saeng hampir ingin meninggalkan tempat ini dan log out secepat mungkin.

Tetapi sambil menggenggam tanah hitam dan menahan rasa sakit, ia tak bisa menerima situasi yang terjadi di depan matanya sekarang.

Hacker Jepang telah «menyerang» server beta test gabungan yang dikembangkan Amerika, Cina, dan Korea. Mereka menyerang pengembang di dalam game. Kami harap kalian bisa membantu melawan kemurkaan para pemain Jepang.

Berita seperti itu yang dibaca para pemain Korea termasuk Wol-saeng dan para pemain Cina sebelum dive kedalam dunia VRMMO ini. Mereka lalu melihat cuplikan kelompok pemain Jepang mengalahkan grup pemain lain, pihak Amerika lebih tepatnya.

Tetapi — benarkan cuplikan tersebut benar – benar nyata?

Ketika Wol-saeng melihatnya, para pemain Jepang-lah yang terlihat kesulitan sementara pemain Amerika seolah menikmati permainan ini. Pemandangan ini tidak berubah, bahkan ketika kondisi pertempuran berubah karena datangnya «bantuan» sebanyak sepuluh ribu pemain Korea dan Cina. Saat ini, meskipun equipment para pemain jepang hancur dan HP mereka menipis, meraka benar – benar bersungguh – sungguh mempertaruhkan nyawa... Benar, mereka berusaha melindungi sesuatu, bukan menghancurkannya.

Sebelum Wol-saeng tertebas, seorang pemain dari grup Jepang yang fasih berbahasa Korea berkata seperti ini:

—Kalian semua tertipu. Server ini milik perusahaan jepang, kami bukanlah hacker, kami sang pemilik. Kalian semua tertipu dengan informasi palsu yang menyuruh kalian dive kesini.

Suara dan ekspresi dari pemain yang bernama Siune menggerakkan hati Wol-saeng. Jadi sambil berusaha menahan rasa penasaran ia mencoba mendekatinya dan bertanya “Apakah kamu bisa membuktikan apa yang kamu katakan?”, dan ketika teman Siune menjawab dalam bahasa jepang, Wol-saeng terkena serangan pria bertudung hitam dan tak bisa menghindar.

Arus peperangan yang terjadi kemudian sangat cepat dan berat sepihak. Pemain – pemain jepang dikalahkan pasukan crimson. Sebagian besar mereka dengan cepat kehabisan HP lalu ter-log out dari permainan. Sementara sisanya yang berjumlah kurang dari 200 telah dilucuti senjatanya dan dikumpulkan di satu tempat.

Pada saat itu, si pria bertudung hitam muncul lagi di garis depan dan hendak menyatakan kemenangan ini, tetapi ia melakukan suatu hal aneh.

Seorang pemain yang mengenakan pakaian hitam duduk di sebuah kursi roda dan menggenggam dua buah pedang dipisahkan dari pasukan persediaan jepang, lalu ia memaki pria tersebut dengan bahasa jepang.

Ini semakin aneh, pikir Wol-saeng.

Apa gunanya sebuah kursi roda di sebuah dunia virtual — dalam sebuah VRMMO?

Dalam permainan yang sering ia mainkan, «Silla Online», jika kaki seseorang terluka atau mengalami efek status tak abnormal, gerakan kaki pasti terhambat. Tetapi kamu akan bisa pulih menggunakan magic, medicine, atau menunggu hingga efek tersebut hilang sendiri. Jika kemampuan berjalanmu terganggu sampai kamu butuh kursi roda, itu pastilah bukan hukuman dalam game semata.

Terlebih lagi, si pria muda itu tampaknya mengalami kekurangan kesadaran, ia tidak bereaksi terhadap perkataan si pria bertudung hitam dan ketika ia digoyang – goyangkan ia tidak melawan. Seseorang pasti berpikir jika dia bukan seorang NPC, ia pastilah karakter kosong yang tidak diisi pemain online.

Akhirnya, karena tidak bisa menahan lagi. Si pria bertudung melancarkan tendangan ke kursi roda dan menyungkurkannya. Seketika, Wol-saeng lupa akan sakit yang ia derita dan menahan nafas. Pemain – pemain korea yang ada di sekitarnya bertanya – tanya keheranan dalam situasi ini.

Akhirnya, pemuda yang tersungkur itu menampakkan sebuah reaksi. Ia mengulurkan lengan kirinya menuju pedang putih yang beberapa saat lalu masih digenggamnya. Wol-saeng akhirnya melihat jika ia tidak memiliki lengan kanan.

Tetapi lengan kirinya masih tidak bisa menyentuh pedang tersebut. Karena si pria bertudung telah mengambilnya dahulu dan mengayun – ayunkannya. Si pemuda menggeliat di tahan mencoba untuk mendapatkkannya kembali. Si pria bertudung meraih lengan kiri milikya dan menginjaknya. Suara keras terdengan ketika pipinya dicengkram dua hingga tiga kali.

Tiba – tiba, teriakan lain terdengar.

Salah satu pemain jepang yang tertangkap mencoba menghalau pria bertudung, ia mengenakan armor khas samurai dan bandana di kepalanya.

Tetapi tiba – tiba sebuah pedang milik pemain korea ditancapkan ke tubuhnya dari belakang. Dengan jelas ia pasti merasakan rasa sakit yang lebih dari Wol-saeng, namun ia mencoba untuk tetap melangkah maju dan ia kahirnya menerima tusukan pedang kedua.

Si pria bertudung mencemooh samurai tersebut yang sedang tertancap di tanah. Ia lalu memberikan perintah untuk membunuhnya.

“Dia gila. Bunuh dia.”

Salah satu prajurit crimson mengangguk dan mengangkat pedang ketiga.

Ia tak bisa hanya berdiam diri melihat hal ini. Ia masih belum bisa membuktikan perkataan Siune, tetapi ia tak tahan atas tindakan si pria bertudung kepada pemuda di kursi roda. Disisi lain, si pria tindakan pria samurai seolah membuktikan ia hanya sedang ingin melindungi temannya.

Wol-saeng tidak memiliki kesan yang bagus terhadap negara jepang. Kesampingkan masalah sejarah dan wilayah, negara tersebut seolah – olah adalah negara superior di seluruh Asia Tenggara. Bukti nyatanya adalah ketika Jepang meluncurkan The Seed Nexus ke negara – negara barat, tetapi tidak mengikutsertakan koneksi menuju Korea dan Cina.

—Akan tetapi.

Negara jepang tidak mencerminkan setiap rakyat yang hidup dan tinggal didalamnya. Walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi ada beberapa server internasional yang muncul sebelum zaman permainan VRMMO, ia sendiri memiliki kenangan tak menyenangkan terhadap pemain jepang disana, tetapi tentu saja ia punya pengalaman mengasikkan ketika bermain bersama.

Wol-saeng sekarang membenci si pria bertudung. Ia ingin meyakini Siune dan sang samurai. Ini tak ada hubungannya dengan masalah Jepang ataupun Korea. Ia ingin melakukan hal yang benar sesuai suara hatinya.

Ketika ia akan bertindak, ia menggeramgan giginya dan berdiri. Ia menghunus longsword miliknya dan mengambil nafas dalam – dalam.

“……… Hajimaaaaaaaaaa!”

Berteriak sekeras yang ia bisa, Wol-saeng berlari kedepan.

Sistem memberikan status rata – rata kedapa avatar Ksatria Krimson; gerakan Wol-saeng lebih terasa berat ketimbang karakter yang ia pakai biasanya di Silla Online, «Moonphase». Tetapi karena kekuatan yang entah berasal darimana, Wol-saeng melaju bagaikan angin dan berhasil menahan tebasan yang akan menusuk tubuh si samurai.

“Kau… Apa yang kau lakukan?!”

Ksatria crimson yang ada didepannya bertanya dengan nada terkejut sekaligus marah dalam bahasa Korea. Jika ia adalah pemain cina, ia mungkin akan kesulitan, jadi Wol-saeng menggunakan kesempatan kecil ini untuk membujuk para pemain.

“Aku ingin bertanya pada kalian, bukankah semua ini aneh?! Pertarungan sudah selesai! Mengapa kita membunuhi mereka satu persatu?!”

Mendenganya berkata seperti itu, rekan – rekan seperjuangannya terdiam dan menatap samurai yang ambruk ditanah dan pemuda berkursi roda dibalik Wol-saeng. Mata dibalik helm tersebut berkedip, tampak ragu. Dirinya sendiri juga terlalu bingung melihat kondisi ini. Ujung pedang yang menyentuh Wol-saeng agak melemah.

Tetapi sebelum Wol-saeng bisa berbicara lagi, sebuah suara tajam menerobos kerumunan manusia yang sedang berkumpul.

“Baesinja!3”

“Bunuh dia juga!”

Ketika ia berpikir bisa meredakan masalah ini, ksatria crimmson didepannya menekan ujung pedangnya sekali lagi.

Tetapi apa yang Wol-saeng dengar selanjutnya melebihi dugaannya.

“Tunggu! Dengarkan kata - katanya!”

“Si pria bertudung bertindak berlebihan!”

Seketika, para pemain korea juga mulai berargumen. Komentar – komentar mereka semakin keras, membuah kubu ini terpecah belah menjadi para radikal — yang ingin membunuh semua pemain Jepang — dan si penengan — yang ingin menunggu situasi menjadi lebih jelas sebelum bertindak. Argumen hebat terjadi diantara keduanya, dan hal ini juga merembet ke pemain CIna: dia bisa mendengar teriakan – teriakan kuat dan lemah di medan ini.

Bagaimana pemimpin mereka akan menyelesaikan masalah ini?

Ketika Wol-saeng memikirkan ini, ia menoleh—

Berdiri di samping pemuda berlengan satu yang terbaring di tanah, si pria bertudung memutar – mutarkan pisau miliknya, senyuman menakutkan terlihat dari balik tudungnya.

Butuh beberapa detik bagi Wol-saeng untuk menyadari jika ia tidak melihat sebuah kemarahan, melainkan tawa yang tertahan. Rasa dingin mengerikan seolah terasa ke tubuh Wol-saeng.

Pria ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan permainan gabungan antara Cina, Korea, dan Amerika atau apalah sebutannya. Bahkan permainan seperti itu sungguh sangat meragukan jika ada. Ia masih belum yakin hingga detailnya, tetapi sepertinya pertempuran ini bertujuan untuk mengadu domba pemain dari setiap negara denggan darah dan penderitaan … Tidak, lebih tepatnya saling bantai adalah kata yang tepat. Itulah tujuannya.

“…… Agma4……”

Wol-saeng mendengar suara serak terucap dari mulutnya sendiri.

***

Vassago Casals lahir di San Francisco, di distrik kumuh Tenderloin. Ibunya adalah orang Spanyol sedangkan ayahnya adalah keturunan Jepang.

Akta Kelahiran Negara Amerika menolak nama yang berbahaya bagi seorang anak. Jadi ibunya memberikan nama Vassago, ketimbang Devil, atau Satan. Instansi tersebut tidak menyadari jika Vassago adalah nama iblis kecil berjulukkan «Prince of Hell», dan ia menerima usulan nama tersebut.

Hanya ada satu alasan mengapa ibunya memberikan nama sebuah iblis kepada anaknya sendiri. Ia tak ingin Vassago dilahirkan — bahasa kasarnya, si ibu membencinya hingga ke jiwa raga.

Vassago tidak mengetahui detail bagaimana kedua orang tuanya bertemu, ia juga tidak ingin tahu. Sederhananya, mungkin dikarenakan sebuah «monetary transaction». Ketika sedang mengandung terjadi hal yang tidak terduga. Ibunya ingin ia diaborsi, tetapi terpaksa dilahirkan atas perintah ayah Vassago. Jika seperti itu, apakah itu berarti ayahnya menginginkannya? Tidak seperti itu. Ayahnya hanya beberapa kali mengecek kondisi kesehatan sang anak tanpa memberikan mainan ataupun hadiah. Satu – satunya hal yang ayahnya tinggalkan bagi Vassago adalah pengetahuan mengenai Jepang.

Sebelum mencapai usia limabelas tahun akhirnya Vassago mengetahui mengapa ayahnya menolak sang ibu untuk mengaborsinya, dan bahkan memberikan sedikit sentuhan sebuah kuluarga padanya.

Seorang anak dengan kondisi ginjal yang sama persis telah terlahir dari sisi keluarga sang ayah, dan Vassago telah diperintahkan untuk menjadi donor baginya. Ia tak bisa menolak, tetapi ia mengajukan satu syarat: ia ingin tinggal di rumah ayahnya di Jepang. Setalah melakukan kewajiban donornya, Vassago kehilangan semua peninggalan ayahnya disini, ia tak tahu berapa lama lagi ia bisa bertahan di daerah kumuh ini. Masa depan yang menantinya adalah menjadi pengedar obat – obatan terlarang, jadi ia memutuskan untuk meninggalkan negara ini dan memulai hidup baru.

Sang ayah menerima kondisi ini dan memberikan pasport dan tiket pesawat untuk menggantikan ginjal kiri Vassago. Tanpa berpamitan kepada sang ibu, Vassago mengunjungi jepang. Tetapi apa yang menunggunya disana adalah takdir yang lebih kejam.

Hukum Jepang membutuhkan prosedur yang sangat rumit untuk pengadopsian luar negeri, bahkan jika Vassago diterima, pihak berwajib tidak memberikan ijin menetap bagi anak yang berusia diatas enam tahun. Jadi sejak awal, satu – satunya hal yang yang ia jalani adalah sebagai kriminal di dunia bawah.

Vassago diadopsi oleh sindikat kriminal Korea yang sedang mencari seorang remaja yang mampu berbahasa Inggris, Spanyol, dan Kepang, lalu melatihnya menjadi sebagai seorang pembunuh.

Setelah menyelesaikan sembilan «pekerjaan» di lima tahun terakhir sebelum menginjak usia dua puluh tahun, Vassago menerima pekerjaannya yang ke sepuluh, pekerjaan ini benar – benar berbeda dari pekerjaan yang telah ia terima.

Pekerjaan ini adalah membunuh target di dunia virtual, satu – satunya hal yang tak mungkin bisa dilakukan di dunia nyata.

Pada awalnya ia tidak memahami pekerjaan ini, tetapi setelah mendengar berita mengenai «SAO incident» yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Target Vassago menjadi salah satu korban insiden tersebut, ia berada di rumah yang sangat dijaga ketat dan tak akan pernah meninggalkan persembunyian tersebut. Meninggalkannya dalam permainan kematian tidak membuatnya yakin, karena ia tak yakin kapan si target akan mati, dan bahkan ada kemungkinan jika ia berhasil lolos tanpa kehilangan nyawanya. Tetapi jika Vassago masuk kedelam game tersebut dan mengurangi Hp si target, NerveGear di dunai nyata akan membunuhnya.

Tetapi ada tiga masalah besar dengan metode ini.

Pertama, sebagai seorang pembunuh.Vassago juga tak akan bisa logout dari permainan tersebut sebelum permainannya diselesaikan. Kedua, jika ia mati didalam permainan, ia juga akan kehilangan nyawanya di dunia nyata. Dan ketiga, Vassago tak bisa menyerang langsung targetnya karena jika terbukti melakukan kekerasan antara sesama pemain, hal itu akan menjadikannya sebagai sebuah bukti.

Berhadapan dengan misi sangat sulit seperti itu, sindikat ini menawarkan sejumlah uang berjumlah banyak sebagai hadiah. Vassago tidak terlalu yakin apakah kelompok ini bisa membayar uang sebanyak itu jika ia berhasil menyelesaikan misinya, namun ia juga tak bisa menolak tawaran tersebut.

Hampir semua NerveGear telah disita oleh kepolisian, tetapi sindikat ini berhasil mendapatkan satu buah. Yang mereka butuhkan sekarang ini adalah sebuah salinan software permainan SAO dan keinginan untuk memasuki permainan kematian atas kehendak sendiri; baik polisi dan perusahaan pengembang permainan tak memiliki hak untuk menghentikannya. Akhirnya, ia sedikit mengalami kesulitan menentukan karakter namanya, tetapi akhirnya ia memilih sebuah nama yang sering digunakan ibunya untuk memanggilnya: «PoH».

Pengalaman pertama Vassago dalam dunia virtual mengubahnya, atau lebih tepatnya membebaskan kepribadiannya. Para pemain jepang yang berada disekitarnya mengingatkannya atas sang ayah yang telah lama ia lupakan selama bertahun – tahun, ia menyadari membenci mereka semua — semua warga Asia Tenggara.

Ia harus membunuh targetnya. Tetapi ia juga ingin membunuh pemain lain sebanyak mungkin.

Menguatkan keinginannya, Vassago mendirikan guild pembunuh terbesar dalam SAO, «Laughing Coffin», dan berhasil merenggut banyak nyawa pemain lain selain target pertamanya. Akhirnya, setelah terbentuk organisasi yang terlalu besar, ia merencanakan sebuah pertarungan antara guildnya dan para Pemain Lantai Atas, ia ingin mereka saling bunuh. Tepat ketika ia ingin membunuh mangsa terbesar dan paling ia incar, si «Flash» dan si «Black Swordsman», permainan tersebut berakhir.

Hal pertama yang Vassago rasakan ketika kembali dari permainan kematian bukanlah kesenangan, tetapi sebuah kekecewaan. Meskipun ia tahu ia tak bisa lagi kembali ke dunia tersebut, ia lalu memutuskan untuk kembali ke Amerika untuk mengejar pengalaman yang sama. Boss Sindikat menolak menyerahkan hadiah uang, jadi Vassago membunuhnya dan pergi mengambil uang tersebut. Setelah kembali ke Amerika ia masuk ke dalam Departemen Operasi Cyber dari sebuah kontraktor militer swasta yang ada di Markas Pusat San Diego.

Dalam latihan pertarungan virtual ia menahan diri ketika melawan perwakilan National Guard dan Navy, dan setelah menunjukkan kemampuan yang telah ia latih dalam SAO, Vassago langsung keluar dan dipromosikan menjadi seorang pelatih. Tetapi bahkan dengan kehidupannya yang berkecukupan, ia tidak merasakan kepuasan dalam hatinya.

Lagi. Ia ingin kembali lagi ke dunia itu. Kembali ke dunia virtual dimana data digital dan manusia menunjukkan sifat aslinya, dunia nyata terlalu penuh kebohongan.

Setelah menahan keinginan ini terlalu lama, ini pastilah sebuah keajaiban, sebuah takdir karena ia telah bertemu dengan si «Flash» dan si «Black Swordsman» sekali lagi dalam dunia virtual bernama Underworld.

Kondisi mental si Black Swordsman sepertinya rusak karena alasan tertentu, tetapi jika Vassago membunuh semua pemain yang ada di sekitarnya, ia pasti akan terbangun. Itu karena si Black Swordsman menunjukkan reaksi kuat terhadap Vassago — PoH ketimbang orang lain yang ada disekitar. Ia bahkan merasakan jika ia membunuh pemuda ini dengan tangannya sendiri, ia pasti akan melakukan tindakan bunuh diri.

Pertama, ia menghasut banyak pemain Cina dan Korea yang telah tertipu dengan informasi palsu untuk memasuki Underworld, dan terjadilah pertempuran berdarah. Vessago belum pernah merasakan kesenangan seperti ini sebelumnya. Banyak orang yang tersisa mulai beradu mulut dengan tindakannya. Ketika kondisi sudah cukup tegang, yang mereka butuhkan hanya satu hasutan panas.

Pemuda yang telah ia serang sebelumnya berada pada jarak yang cukup dekat, ia tampaknya sedang berusaha membujuk rekan – rekannya untuk berpikir sebelum bertindak. Vassago hanya harus memenggal kepala pemuda tersebut lalu berteriak untuk membunuh semua pemain pengecut, dan dengan begitu kericuhan besar pasti akan terjadi dengan mudah.

“Tunggu saja… Aku akan segera membangunkanmu…”

Vassago membisikkan hal tersebut kepada Kiritoyang terjatuh ke tanah. Ia lalu menyadari jika dari dekat wajahnya agak mirip dengan saudara laki – lakinya dari ibu tirinya yang pernah ia temui sejenak ketika operasi ginjal. Hal menyakitkan menyengat dadanya.

Ia pertama akan membunuh si «Black Swordsman» dan si «Flash» di dunia ini dan memaksa mereka logout, lalu ia akan mencari mereka berdua yang bersembunyi di Ocean Turtle, dan membunuhnya lagi dengan sangat menyakitkan.

Pikiran itu cukup menghilangkan rasa sakit di perut bagian kiri bawah miliknya karena ginjal miliknya telah hilang ketika ia berusia limabelas tahun

Dibalik tudungnya, Vassago menyeringai dan membisikkan lagi kata – kata kepada Kirito:

“Jika kau tetap tertidur seperti ini, semuanya akan mati. Ayo, segeralah bangun.”

Vassago mulai berjalan lagi, tangan kanannya memainkan senjata kesukaannya «Mate Chopper».

***

Crunch.

Jiwanya berusaha mengumpulkan tenaga, Asuna bisa mendengar suara langkah kaki di dekat.

Crunch, crunch. Sebuah suara dingin namun berirama, seperti orang sedang kesenangan.

Itu adalah suara langkah kaki miliknya, suara langkah kaki yang telah ia dengar berkali kali di kastil melayang sana.

Mendongak, ia melihat sosok pria bertudung mendekatinya dari samping Kirito yang tersungkur dua puluh meter darinya.

Tidak, dia tidak berjalan menuju arahnya. Ia berjalan menuju samping kanannya, mmenuju arah Klein yang telah tertusuk dua buah pedang. Mungkin dia akan mengakhiri nyawa Klein yang masih berpegang teguh pada semangat juangnya saja.

Tetapi secepatnya, dugaan Asuna salah.

Didekat Klein yang terbaring di tanah, dua ksatria crimson sedang beradu pendapat dalam bahasa Korea. Asuna juga menyadari jika ribuan pasukan tersebut yang sedang mengelilingi pemain Jepang juga menjadi ricuh.

Ini mungkin adalah seuah kebimbangan antara pemain yang menyadari kebohongan PoH dan pemain yang masih percaya dengannya. Jika seperti ini, jika seperti ini, sedikit saja kekacauan akan menyebabkan pasukan ini saling bertempur antara sesamanya. Dan PoH akan berusaha mencegah terjadinya hal tersebut ...

——— Tidak.

Tidak. Tidak.

Dia akan membuat pasukan ini saling bunuh

Seperti ketika ia membocorkan lokasi markas «Laughing Coffin», jadi Pemain Lantai Atas menyerang mereka.

Asuna tak memahami keuntungan rencana PoH ini. Tetapi ia yakin, sesuatu yang sangat kejam akan segera terjadi.

PoH melangkah semakin maju dan berbicara dalam bahasa Korea.

Seolah menghapus keraguan mereka sesaat, kedua pemain yang saling beradu argumen saling berjabat tangan.

Dengan cepat, PoH menggencangkan genggamannya pada senjata miliknya.

Ia bermaksud untuk mengeksekusi «penghiat» ini, lalu mengangkat kepalanya tinggi – tinggi untuk menunjukkan kepada pemain Cina dan orea yang masih percaya padanya untuk menyerang para pengecut dalam pasukan.

Asuna tak boleh membiarkan hal ini terjadi. Meskipun tujuan utamanya adalah melindungi penduduk Underworld, ia juga tak bisa melihat pasukan crimson saling bunuh satu sama lain. Bahkan jika jumlah mereka sisa setengah, jumlahnya masih sepuluh ribuan. Terlebih lagi, hati mereka pasti akan menjadi semakin panas dan marah daripada sebelumnya, lalu kemarahan tersebut pasti akan diarahkan kepada pemain Jepang dan penduduk Underworld.

Diatas itu, separuh pemain Cina dan Korea yang menyadari niat PoH akan terbunuh … mereka mulai mempercayai jika pemain Jepanglah yang benar. Ia tak bisa melihat mereka terbunuh.

Ia harus bertindak. ia harus berdiri dan mengayunkan pedangnya untuk menghentikan eksekusi PoH.

Tetapi baik kedua lengan dan kakinya tidak memiliki tenaga tersisa.setiap kali ia menghembuskan nafas, luka – luka yang ada ditubuhnya seolah melemahkannya, membuatnya nyaris pingsan.

……… Tidak……… Aku tak bisa berdiri.

Asuna terbata – bata, masih berlutut di tanah.

Ia berusaha mengangkat tubuhnya. Rambutnya tergerai menutupi penglihatannya.

Lalu.


Tak apa. Kamu bisa melakuaknnya, Asuna. Berdiri.


Suara lemah namun merdu memasuku telinganya.

Lengan lembut namun kuat memeluk pundak Asuna.

Cahaya hangat memenuhi tubuhnya — menuju jiwanya. Udara menyegarkan menghilangkan rasa sakit dalam tubuhnya.


Ayo Asuna. Berdiri Untuk melindungi hal terpenting bagimu.


Tangan kanan Asuna bergetar, berusaha mencari miliknya yang terjatuh di tanah.

Gagang «Radiant Light», rapier milik Stacia, sang Dewi Pencipta.

Mengangkat wajahnya, ia melihat senjata PoH semakin diangkat tinggi – tinggi. Ksatria crimson yang menyadari tindakannya seolah membeku ditempat. Semua mata tertuju pada senjata milik PoH yang akan ditebaskan tanpa ampun.

Menahan nafasnya, menggertakkan giginya, Asuna berusaha mengumpulkan kekuatan miliknya yang masih tersisa... ia lalu menjejak tanah dan melaju.

“Ooh… AAAAAHHHHHHHHHHH!”

Asuna lalu menarik rapier di tangan kanannya sambil berteriak. Ujung rapier miliknya memancarkan kilatan putih. Sebuah Sword Skill dasar yang telah ia gunakan ribuan kali, bahkan puluhan ribu kali di masa lalu: «Linear».

PoH menyadari serangan kejutan Asuna dengan kecepatan mmengagumkan.

“Ohh…”

Asuna mencondongkan tubuhnya kedepan. Ia mengincar wajah PoH dibalik tudung.

Ia merasa ada perlawanan. Gumpalan rambut hitam terbang ke langit dan goresan darah muncul dari kulit PoH.

—Ia berhasil menghindar!

Baik itu dalam Underworld maupun di Aincrad, seletah mengaktifkan Sword Skill akan terjadi sebuah celah jeda. Seketika Asina berhenti sejenak dan senjata PoH akan diayunkan padanya.

Tetapi pada saat yang sama Asuna berkonsentrasi pada kaki milik PoH.

Cahaya berwarna – warni muncul dari tanah lalu menghilang. Asuna menggunakan kemampuan Dewi Pencipta Stacia untuk mengangkat tanah dibawah kaki PoH beberapa sentimeter ke udara.

Meskipun hanya mengubah sedikit tekstur tanah tetapi kepalanya diserang oleh rasa sakit seperti tersambar petir. Setelah melakukannya, senjata PoH kehilangan keseimbangan dan hanya menebas pakaian Asuna.

“Gur… rgh!”

Keluar dari jeda Sword Skill, Asuna menarik rapier milinya sekali lagi.

“Rrgh!”

PoH mengayunkan senjatanya, tudungnya berputar.

Kedua tebasan sangat cepat saling bertabrakan, mengeluarkan percikan api putih dan merah.

Asuna mengumpulkan semua kekuatannya untuk menahan serangan PoH.

“Apa yang ingin… kau lakukan?”

Ujung bibir PoH terdiam sesaat, lalu ia membalas dengan suara serak:

“Apakah aku harus memberitahumu? Aku ingin «dia» … sejak pertama kali aku berusaha membunuhnya di lantai kelima Aincrad, dialah yang aku inginkan.”

“… Mengapa kau begitu membenci Kirito-kun? Apa yang telah ia lakukan padamu?”

“Benci…?”

PoH mengulangi, seolah kecewa. Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik:

“Aku kira dari semua orang, kaulah yang memahami jika aku sangat mengincarnya. Dialah satu – satunya orang di dunia ini yang aku percayai. Tidak peduli berapa kali rasa sakit yang aku berikan, dia tidak mundur. Tidak peduli berapa kali aku memprovokasinya dia tidak bergeming. Dia memberiku harapan dan kesenangan setiap hari. Jadi… aku tak bisa membiarkannya dia seperti ini selama aku tak ada. Aku akan membuatnya terbangun. Oleh karena itu, aku tak peduli berapa banyak ribuan... bahkan puluhan ribu orang yang harus aku bunuh.”

Kata – kata PoH membuat Asuna membisu sesaat.

“Harapan…? Kesenangan…? Apa yang kau lakukan, tahukah kau betapa banyak yang Kirito ………!”

Ia ingin membalas perkataan PoH, tetapi ujung senjata mereka yang sedang bertemu semakin mendekat ke arah Asuna.

Tidak — Keinginan Asuna untuk bertarung belum padam. Pedang Mate Chopper yang dipegang tangan kanan PoH bergetar seolah hidup.

PoH tampaknya menyadari keterkujutan Asuna: ia tersenyum.

“Aku akhirnya sadar bagaimana dunia ini bekerja. Disini, darah yang tertumpah dan nyawa yang melayang akan langsung diubah menjadi energi. Seperti ketika «Putri Cahaya» menembakkan pilar cahaya dan memanggang pasukan Tanah Kegelapan.”

Sebelum Asuna dive ke dunia ini, ia juga mendengarkkan penjelasan sistem yang menjadi dasar Underworld. Sistem tersebut dinamakan «Spatial Resources», tetapi energi sistem tersebut memerlukan incantation maupun equipment tertentu agar bisa diserap. Bahkan ketika Mate Chopper membesar karena Spatial Resources, PoH tidak menyalakan perintah tertentu dan juga Mate Chopper seharusnya adalah sisa – sisa data akun SAO, jadi senjata tersebut seharusnya tidak memiliki kemampuan menyerap Energi dalam Underworld.

Tetapi ketika memikirkan hal tersebut, PoH melanjutkan:


“Dalam Aincrad, «Mate Chopper» akan semakin lemah ketika kau membunuh banyak monster menggunakannya, tetapi semakin kuat jika keu membunuh pemain … manusia, senjata ini akan menjadi semakin kuat. Yeah, tampaknya kutukan ini akan hilang jika kau mengayunkannya pada banyak monster, dan akan berubah menjadi sebuah katana dengan nama yang sama. Yang lebih penting adalah kemampuan aslinya untuk menghisap nyawa manusia dan meningkatkan kekuatannnya juga bekerja di Underworld. Nyawa para pemain Amerika yang kau bunuh dan pemain Jepang yang dibunuh Cina dan Korea masih bertebaran di medan peperangan ini. Jika pemain Cina dan Korea juga mulai saling bunuh, energi yang tercipta akan semakin banyak.”

Ketika PoH menjelaskan, Mate Chopper mulai bergetar dan menghasilkan suara gigi, gigi tanpa henti. Equipment GM milik Asuna «Radiant Light» seolah tak bisa menahannya lagi. Semua suara disekitar semakin memudar digantikan suara nafas Asuna dan detak jantungnya sendiri.

Seolah senjata milik PoH semakin membesar, mendorong Asuna. PoH berbisik:

“Setelah aku menghisap semua njawa mereka, aku akan membunuh semua Artificial Fluctlights yang ada di dunia ini. Tidak hanya pria yang terbaring disana … monster di Tanah Kegelapan dan manusua di Kerajaan Manusia juga akan kubunuh. Aku tak tahu ada berapa puluh ribu nyawa di dunia ini, dia akan bangun. Jika dia si «Black Swordsman» aku yakin.”

Udara dingin menerpa tudung hitamnya, menunjukkan mata yang ada dibaliknya. Mata itu bersinar merah.

Dia iblis. Bukan manusia. Dia benar – benar iblis.

Inilah sosok asli pria bernama PoH. Tidak peduli apakah dia memiliki gelar «Cheerful Inciter» di Aincrad, ataupun gelar lainnya «Stern Commander» di medan peperangan ini, semuanya palsu. PoH yang asli adalah seorang pria yang memiliki hasrat untuk menyiksa dan membunuh …

Lutut Asuna goyah. Rapier miliknya terdorong lagi dan ujung senjata PoH akan menekan tenggorokannya.

“Tenang. Aku tak akan membunuhmu. Aku hanya akan memastikan kau tidak menggangguku. Karena aku ingin kau melihat... melihatnya terbangun, melihatnya terbunuh di tanganku.”

Mate Chopper kini telah membesar dua kali lipat ukuran semula. Radiant Light mengeluarkan suara goresan dan retakan kecil muncul di tubuhnya.

Kini dengan satu kaki berdiri, pandangan Asuna tertutupi oleh pedang hitam. Dalam kegelapan ia hanya bisa melihat gagang pedang dan mata yang menyala merah.

Sebelum ia akan jatuh, sebuah tangan kecil … Mendorong punggung Asuna sekali lagi

Tak apa. Aku selalu ada di sinimu


Cahaya biru mengisi dada Asuna dan menghilangkan cahaya hitam dihadapannya.

Tergambar jelas dalam Mate Chopper, Asuna melihat sayap putih terbentang dibalik punggungnya sendiri.

Semua suara muncul kembali, dan dia mendengar teriakan dari sahabatnya dalam kebisingan medan perang

“Asuna! Bertahanlah, Asuna!”

“Asuna-san! Asuna-saaaaaaan!”

“Berdiri, Asuna!”

“Asunaaaaaaa!”

Lisbeth. Silica. Agil. Klein.

Bukan hanya sahabatnya. Suara dari sisa – sisa pemain ALO, termasuk Sakuya dan Alicia, Siune dan Sleeping Knights, Renri dan sisa Pasukan Pertahanan Kerajaan Manusia, Tiese, Ronye, Sortiliena dan banyak Penjaga serta regu Ascetics memasuki telinga Asuna.

— Terima kasih, semuanya

— Terima kasih, Yuuki.

— Aku masih bisa bertarung. Kalian memberiku kekuatan.

“…… Aku tak boleh kalah…… Aku tak akan kalah dari… orang sepertimu yang hanya tahu kebencian!!”

Sambil Asuna berteriak, cahaya putih memancar dari Asuna dan mendorng PoH kebelakang.

Asuna beridri. Menggenggam rapier di tangan kanannya dengan seluruh tenaga. Cahaya keunguan menyelimuti seluruh rapier.

“Nurgh…!!”

Asuna mengaktifkan Original Sword Skill yang telah ia terima dari «Absolute Sword» Yuuki.

Dimulai dari bagian kanan atas ia menusukkan lima tusukan sangat cepat, menyisakan bekas bekas cahaya secara diagonal menuju bagian bawah.

Lima tusukan dari bagian kiri atas kini ia lancarkan sekali lagi dan menyisakan lima bekas cahaya.

“Guaagh…”

Bahkan ketika PoH memuntahkan darah, senjata miliknya masih berahaya krimson. Jika Asuna terkena serangan balik, HP miliknya pasti akan habis.

Tetapi serangan Asuna masih belum berhenti.

“WOOAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!”

Mengkonsentrasikan sisa – sisa tenaganya ke ujung rapier, Asuna melancarkan serangan ke bagian tengah jejak cahaya — inilah serangan terkuat miliknya.

Kombo sebelas serangan OSS, «Mother’s Rosary».

Cahaya ungu terpatri ke dada PoH seberti meteor.

PoH terlempar ke udara dan terjatuh ke tanah cukup jauh.

Sekarang, setelah menghabiskan semua tenaga yang ia miliki, Asuna terjatuh sekali lagi sambil memegang dadanya.

—Terima kasih, Yuuki.

Sword Art Online Vol 18 - 042.jpg

Asuna tak bisa mendengar jawabannya. Mungkin suara dan tangan tadi hanyalah ilusi yang dihasilkan oleh kenangan Asuna. Meskipun begitu, di dunia ini dimana segala hal diciptakan berdasarkan ingatan, kejadian tadi pasti bukanlah hal palsu.

Ya — Asuna seharusnya tidak bisa menggunakan OSS Mother’s Rosary di Underworld. bahkan Higa dan Kikuoka yang telah menerapkan Sword Skill lama dari SAO beserta The Seed. Sedangkan Asuna memperoleh OSS Mother’s Rosary menggunakan akun Undine di ALO. Ia tidak mengkonvert akun Undine dan malah menggunakan akun Stacia, Asuna seharusnya tidak memiliki data OSS tersebut.

Tetapi OSS milik Yuuki masih bisa aktif dengan sempurna. Jika ini adalah kekuatan imajinasi, maka Yuuki yang menyemangati Asuna sesaat benar – benar nyata. Karena kengangan tak pernah hilang.

Avatar milik PoH masih tergeletak di tanah. Tetapi meskipun telah menerima serangan sebelas kali menggunakan senjata GM, ia pasti tidak akan selamat. Tidak seperti pemain lain, dia dive menggunakan STL, yang berarti jika dia mati, tubuhnya tidak akan pecah menjadi partikel cahaya dan hanya tergeletak ditempat seperti penduduk Kerajaan Manusia ataupun Tanah Kegelapan.

Meletakkan rapier miliknya dan berusaha berdiri, Asuna kini berbalik melihat Klein. Perutnya masih tertusuk pedang, tetapi ketiga pemain yang ada di sisinya telah meninggalkannya dan melihat Asuna tanpa berkata – kata bersama dengan ksatria keempat yang berusaha menghentikan pembunuhan Klein.

Meskipun Asuna ingin berada di sisi Kirito sesegera mungkkin, ia harus menarik pedang yang menyiksa Klein lalu menyembuhkan lukanya, tepat ketika ia hendak melakukannya—

Asuna merasakan tanah sedikit bergetar.

Asuna menahan nafas dan melihat kebelakang.

PoH masih terbaring di tanah. Tetapi sebuah cahaya merah kehitaman muncul dari Mate Chopper yang ia genggam. Melihat lebih dekat, Asuna menyadari jika udara disekitar medan peperangan sedikit berputar dengan senjata tersebut berada di pusatnya.

“Tidak… Senjata itu menghisap Sacred Power!!”

Pemimpin Penjaga Sortiliena berteriak dari bagian depan Pasukan Kerajaan Manusia.

Asuna menggertakkan giginya dan berlari untuk menghancurkan pedang tersebut.

Tetapi sedikit terlambat, tubuh PoH terangkat dari tanah seolah ditarik oleh Mate Chopper, yang kini melayang di udara.

Sobekan besar membuka kulitnya yang tertutup pakaian kulit. Disana ada lubang menganga yang diakibatkan oleh serangan OSS Asuna.

Melihat PoH masih bisa berdiri meskipun dadanya berlubang, penduduk Underworld berteriak ketakutan. Teriakan kejam terdengar dari pemain Cina dan Korea yang hanya mengira jika ini adalah dunia VRMMO biasa.

Tampaknya senjata Mate Chopper telah menghisap banyak Spatial Resources dan mengubahnya menjadi HP bagi PoH. Bahkan mengetahui hal ini, Asuna merasa ketakutan.

PoH dive menggunakan sebuah STL.

Jika seperti itu maka ia akan mengalami rasa sakit yang sama di dunia nyata sana. Asuna telah merasakan rasa sakit ketika tombak menembusnya; tak bisa dibayangkan rasa sakit yang muncul jika dadamu berlubang dan masih hidup.

Tatapi bibir PoH yang bersimbah darah mulai membuka — lalu ia berteriak hingga sampai terdengar diseluruh medan peperangan:

“Kawan! Inilah sifat asli pemain Jepang! Bunuh semua penghianat dan juga pemain Jepang!!”

PoH berteriak dalam bahasa Korea tetapi Asuna sedikit paham ada yang ia katakan.

Aura merah kehitaman terpancar dari PoH yang mengangkat tinggi Mate Chopper.

Ohhhh….

OHHHHHHHHHHHHH!!

Separuh pemain Cina dan Korea mengangkat senjata mereka dengan penuh kebencian.

Mereka mulai menyerang pemain yang berusaha membujuknya … dan sebagian dari mereka mulai menyerang pemain Jepang dan pasukan Underworld troops. Asuna tak bisa menghentikan mereka.

Tiba – tiba, seseorang seolah memaksanya duduk dan Asuna terjatuh ke tanah. Rapiernya yang rusak parah terjatuh dan berguling di tanah kering.

Jauh didepan sana, Kirito berusaha menjulurkan tangan kirinya menuju arah Asuna.

“…… Kirito-kun.”

Asuna membalas, mencoba mengangkat tangan kanannaya pada Kirito dan menunggu detik – detik pembantaian.

Bagian 2

Aku mengantuk didalam kelas, tetapi rasanya aku bermimpi sangat lama.

Sebuah mimpi yang menyenangkan, menyakitkan, dan menyedihkan. Aku mencoba untuk mengingat lebih detail tentang mimpi tersebut ketika aku berjalan melalui koridor kosong, aku benar – benar tak bisa mengingat mimpi tersebut.

Aku menyerah dan bergantii sepatu di pintu masuk.

Setelah melewati pintu gerbang sekolah, sebuah hembusan angin musim gugur menerpa rambutku yang agak panjang.

Aku mengayunkan tasku ke bagian kiri bahu dan memasukkan kedua tanganku ke saku lalu berjalan sambil menundukkan kepala.

Tepat didepanku, teman sekelasku sedang asyik mengobrol satu sama lain. Agar tidak mendengar percakapan mereka, aku memasukkan earphone pemutar musikku ke dalam telinga hingga sampai rumah.

Dalam perjalanan pulang, aku berhenti pada sebuah toko dan mengecek majalah mingguan permainan, aku memilih dan membeli sebuah majalah yang dikhususkan untuk «Sword Art Online», yang mana akan segera rilis satu bulan dari sekarang. Aku juga berusaha menukarkan beberapa kupon poin kedalam e-wallet milikku juga.

Aku tak akan melakukan hal macam ini jika aku memiliki sebuah katru kredit, dan meskipun aku memintanya kepada ibuku, aku langsung diceramahi untuk memikirkan bagaimana masuk kuliah. Jika dipikirkan, aku seharusnya bersyukur jika dia peduli pada seorang anak yang bukan darah dagingnya, jadi aku menghargai pendapat ibu.

Ini saatnya kita meninggalkan uang kertas dan menggantinya menggunakan uang elektronik … aku berpikir seperti itu sambil berjalan keluar toko.

Lalu aku menyadari sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang yang sebelumnya tidak ada disana saat aku memasuki toko, mereka berkumpul di pojok tempat parkir. Mereka mungkin telah tiba sementara aku masuk fokus melihat – lihat majalah. Tempat disekitar mereka penuh dengan sampah roti dan makanan ringan.

Menilai dari seragam mereka, mereka berasal dari sekolah yang sama denganku, tentu saja aku tidak mempedulikan mereka dan akan pergi ketika—

Salah satu dari mereka memandangku.

Dia adalah laki – laki bertubuh kecil. Dia berada di kelas yang beda denganku tapi kita saling kenal. — tidak, aku harus berkata jika untuk beberapa waktu, kita pernah menjadi teman.

Dia juga pernah ikut serta dalam Closed Beta Sword Art Online yang dilaksanakan musim panas lalu.

Bagi seribu orang di seluruh jepang untuk terpilih, pastilah sebuah keajaiban jika dua orang dari sekolah yang sama, bahkan tiingkat kelas yang sama bisa terpilih. Meskipun begitu aku pergi dan mengontakknya atas keinginanku sendiri setelah mendengar dia terpilih.

Kami saling mengobrol setelahnya sebelum liburan musim panas dan berhenti ketika musim panas tiba — lebih tepatnya ketika Closed Beta SAO ditutup. Ketika tes beta kita menjadi sebuah tim setiap tiga hari sekali disana, dan saling mengenal cukup baik. Namun, ketika aku menemuinya lagi setelah satu bulan di awal semester dua, kepribadianku berpikir seperti ini “Siapa orang ini di dunia nyata?” kini aku menemuinya di dunia nyata — seseorang yang pernah kukenal di dunia virtual— muncul lagi.

Aku merasa dalam tubuhnya, ada seseorang yang berbeda, seseorang yang tidak aku kenal. Seketika pikiran seperti itu melintas dikepalaku aku tak bisa bersosialisasi dengannya lagi. Karena aku juga merasakan hal yang sama terhadap orangtua dan adik perempuanku.

Tampaknya dia tetap menginginkan menjadi temanku setelah peluncuran SAO di bulan Oktober, baik itu di dunia nyata, tatapi ia menjaga jarak setelah mengetahui tingkah lakuku. Setelah itu kita tidak pernah saling berbicara lagi.

Jadi mengapa dia duduk di tempat parkir dengan siswa – siswa yang tampaknya tidak bisa diajak berteman?

Dari matanya dan dari kata – kata yang diucapkan siswa disampingnya, akhirnya jelas terungkap.

“Apa yang kau lihat? Apa maumu?

Ketika siswa lainnya mengepalkan tinju sambil menakut – nakuti.

Dengan kata lain, dia telah diincar oleh «siswa nakal» dan sedang diperas oleh mereka. Dan kini dia seolah ingin meminta tolong padaku.

Perkataan yang sebenarnya ingin aku katakan adalah “Ayo kita pulang”. Tetapi mulutku bergerak dengan sendirinya.

Dan kata – kata yang terucap adalah...

“……… Tidak ada.”

Sebuah suara serak tak acuh. Lalu aku berjalan meninggalkan mantan temanku dan terus berjalan. Dia tidak berkata – kata, meskipun aku bisa melihat dia seolah akan menangis.

Setelah meninggalkan toko tersebut, aku berjalan di jalanan berwarna merah karena pantulan sinar matahari. Aku tidak memikirkan apapun. Aku menatap aspal, berjalan, dan berjalan.

Matahari tenggelam dibelakangku dan jalanan menjadi gelap. Apa yang seharusnya jalan yang kukenal kini tampak asing bagiku. Hanya suara langkah kaku yang terdengar, tidak ada orang maupun mobil ketika aku melihat.

Pat, pat, pat… crunch, crunch, crunch.

“Huh……?”

Aku berhenti. Aspal di kakiku kini menjadi rumput. Apakah ada jalanan seperti ini menuju rumahku? Aku berpikir sambil mendongak atas.

Tetapi aku tidak melihat jalanan kereta Kota Kawagoe City di Perfektur Saitama. Malahan aku menatap pada sebuah jalan kecil menuju sebuah hutan.

Aku melihat sekeliling sebelum melihat tubuhku sendiri.

Seragam hitam sekolah yang aku kenakan menghilang, diganti dengan tunic berwarna biru dan sebuah armor kulit. Tanganku tertutupi sarung tangan, kakiku memakai sepatu dengan alas logam. Di punggungku yang menggantung tas kini digantikan oleh sebiah pedang berat.

“Dimana… aku………?”

Aku berguman, tetapi tidak ada jawaban. Aku mulai berjalan melewati jalanan berkayu.

Butuh waktu sekitar satu menit sebelum ingatanku menjadi jelas. Hutan – hutan dan rerumputan ini. Aku sedang berada di bagian paling tenggara dari Lantai 1 Aincrad, «Town of Beginnings». Jika dugaanku benar, maka Desa Horunka seharusnya ada di depan sana.

Aku harus memasuki desa dan menginap di penginapan. Apa yang aku inginkan sekarang hanyalah beristirahat. Hanya ingin tidur tanpa memikirkan apapun.

Aku semakin berjalan melalui pepohonan yang kini terlihat berwarna kebiruan akibat cahaya bulan.

Tiba – tiba aku mendengar sebuah teriakan dari depan.

Aku berhenti, lalu mulai berjalan kedepan. Pepohonan kini berganti dengan jalanan curam. Aku mendengar suara teriakan lagi. Dan juga auman seekor monster.

Aku melangkah mendekati, lalu mengintip dari batang kayu.

Disana kondisi tanahnya mirip lantai dansa, sebuah bayangan bergerak – gerak, diterangi cahaya putih kebiruan.

Lima hingga enam tentakel monster tipe tanaman bergeliat tanpa henti. Yang diincarnya adalah seorang pemuda yang berpakaian mirip denganku. Dia asal – asalan mengayunkan pedangnya, tetapi tentakel tersebut beregenerasi terus menerus.

Melihat wajahnya, aku akhirnya sadar.

Dia dan aku telah membentuk sebuah party, saling bekerja sama untuk mendapatkan equipment dari monster tipe tanaman. Nama pemain itu adalah … Coper. Tetapi mengapa ia dikelilingi monster tersebut?

Walaupun tidak tahu mengapa, karena dia adalah pertnerku aku harus menolongnya.

Meskipun aku tahu hal tersebut, kakiku tidak mau bergerak. Seolah tertancap ke tanah. Aku tak bisa melangkahkan kakiku.

Sebuah tentakel meluncur dari belakang, melilit kakinya.; Coper terbanting ke tanah. Monster tersebut mendekatinya, lalu membuka mulutnya yang berisi gigi – gigi.

Wajahnya ketakutan, Coper mengajungkan tangan kirinya padaku.

Tetapi sosoknya kini dikerubungi monster, lalu terdengar bunyi keras dan pecahan cahaya kebiruan muncul.

“Ahh…………”

Mengeluarkan suara serak, aku menunduk, seperti saat aku meninggalkan temanku di depan toko.

Aku menatap rerumputan dikakiku, aku gemetaran, lalu mengubah arah jalanku dan mulai memasuki hutan lagi.

Crunch, crunch, crunch… clack, clack, clack.

Aku berhenti. Rerumputan dibawah kakiku kini tergantikan oleh batu – batu licin.

Aku melihat keatas dan sadar ini bukan lagi Lantai 1 Aincrad; kini sekrang aku berada di jalanan gelap. Ini pastinya dalam labirin … tetapi aku tak bisa menebak lantai mana ini.

Tanpa aku sadari, equipment dan pedang di punggunngku telah bergantii ketika aku berjalan dalam koridor. Aku terus berjalan dan berjalan, seolah mengejar bayanganku yang tercipta akibat lampu minyak dalam labirin. Labirin terbesar Aincrad lebarnya 300 meter, jadi sebuah koridor sepanjang ini tidak mungkin ada, tetapi aku tidak berhenti juga tidak menoleh ke belakang. Aku terus menggerakkan kakiku.

Kini aku mendengar sebuah suara lemah dari depan sana.

Itu bukan teriakan, melainkan suara semangat. Beberapa suara semangat terdengar dari depan.

Entah mengapa, suara tersebut terasa kujenal. Aku mencepatkan langkah kakiku menuju sumber suara.

Akhirnya aku melihat pintu masuk segiempat di dinding pada sisi kiriku, pintu tersebut berwarna kuning menyala. Aku mempercepat langkahku dan masuk kedalam.

Melihat dari pintu masuk, aku melihat sebuah ruangan yang cukup luas. Empat pemain membelakangiku.

Aku tak perlu melihat wajah mereka untuk akhirnya sadar siapa mereka.

Si pemegang tombak dengan rambut acak – acakan adalah Sasamaru.

Si tinggi pemegang perisai dan palu adalah Tetsuo.

Si pengguna pisau adalah Ducker.

Dan akhirnya, si gadis pendek yang memakai tombak adalah ……… Sachi.

Mereka semua adalah anggota guild yang sama denganku. Si pemimpin guild Keita masih bernegosiasi mengenai harga rumah guild, mereka berempat masuk ke labirin ini untuk mencari tambahan uang guna membeli perabotan.

Syukurlah... semuanya aman.

Aku tak tahu mengapa pikiran seperti itu terlintas dalam kepalaku ketika aku ingin berbicara dengan mereka, tetapi mulutku kini tak bisa dibuka. Kakiku tak bisa digerakkan seolah terlem ke tanah.

Aku membisu ditempat, mereka berempat menemukan peti harta besar disamping dinding. Ketika aku menyadarinya, hawa dingin mengisi pundakku.

Ducker, si pencuri berusaha menghilangkan jebakan pada peti tersebut.

—Tidak. Janga. Tidak.

Aku berteriak dalam hati, aku tak bisa mengeluarkan suara. Tak peduli berapa inginnya aku memasuki ruangan itu, kakiku tidak bisa bergerak.

Ducker perlahan membuka peti tersebut.

Seketika, alarm berbunyi dan dua pintu di dinding kanan dan kiri terbuka. Banyak monster memasuki ruangan ini.

“Ah…… AH………!”

Mulutku mengeluarkan suara serak.

Itulah yang bisa kulakukan. Aku bahkan tak bisa menggerakkan jariku. Aku hanya bisa menyaksikan teman – temanku di kelilingi monster.

Orang yang pertama tewas adalah Sasamaru. Lalu Ducker, kemudian Tetsuo meledak menjadi pecahan cahaya. Kini hanya Sachi yang berbalik dan menatapku.

Bibirnya tersenyum tipis dan bergerak sedikit.

Selanjutnya, senjata para monster dan cakar mereka menghujani tubuh mungilnya tanpa ampun, ia terselimuti cahaya kebiruan.

“………………!!”

Aku menjerit dalam diam, Sachi berubah menjadi serpihan kaca dan berhamburan di depan mataku.

Puluhan monster juga menghilang, seolah menguap dan ruangan ini menjadi gelap.

Akhirnya aku bisa bergerak, aku berlutut.

Cukup. Aku tak ingin berjalan lagi. Aku tak ingin melihatnya lagi.

Masih berlutut di lantai sedingin es, aku menutup mata dan telingaku seerat mungkin. Tetapi kenangan sedingin es mengguyurku tanpa henti.

Dua tahun yang kuhabiskan dalam kastil melayang.

Terbang ke langit di kerajaan peri.

Peluru merah yang saling bertubrukan di gurun pasir.

Aku tak ingin mengingatnya lagi. Aku tak ingin tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

Aku terus memohon, tetapi banjir ingatan terus menghantam kepalaku tanpa henti.

Tiba – tiba seolah ditarik ke dunia nyata.

Aku terbangun di kelilingi hutan lebat.

Berjalan kedepan untuk menacari sumber suara kapak yang diayunkan, lalu tiba di akar pohon raksasa, aku bertemu dengannya.

Aku bertarung melawan para goblin. Pohon raksasa tumbang.

Perjalanan menuju pusat dunia. Dua tahun yang kuhabiskan di Akademi.

Sesulit apapun kesulitan yang kualami, dia selalu menemaniku sambil tersenyum.

Dengannya, aku bisa melalukan apapun.

Saling bahu membahu mendaki menara putih, mengalahkan mjusuh – musuh kuat.

Sampai ke atas menara pada akhirnya.

Bertarung melawan penguasa dunia ini.

Dan diakhir pertarungan berdarah tersebut...

Dia.. Nyawa

Nyawanya———

“AH… AHHHHHHHHHHHHH—!!”

Aku memegangi kedua kepalaku, dan berteriak sekeras mungkin.

Karena aku. Tak berguna, bodoh, lemah, dia terbunuh. Seharusnya dia tidak terbunuh.

Aku yang seharusnya mati. Nyawaku di dunia ini hanya sementara. Tak akan terjadi apa – apa jika aku yang mati.

“AHHHH… AHHHHHHHH…!!”

Menangis semakin menjadi. Aku ingin mengambil pedang yang tergantung di punggungku. Aku akan menggunakannya untuk menusuk jantung dan menggorok leherku.

Tetapi tidak ada apa – apa disana. Aku mencaari di sekeliling, kukira aku jatuhkan, tetapi hanya yang kulihat hanyalah cairan hitam pekat.

Aku menyobek pakaian hitamku.

Aku mencakar dan melubangi bagian dadaku menggukanan jemari tangan kananku.

Kulitku terkelupas dan dagingku terkoyak. Tetapi aku tidak merasakan rasa sakit apapun. Aku terus menusuk dadaku sendiri.

Untuk mengambil jantungku dan menghancurkannya.

Inilah yang bisa kulakukan unntuknya... dan bagi semua orang yang pernah kukhianati dan kutinggalkan sampai hari ini … inilah saat…———

“Kirito-kun…”

Tiba – tiba seseorang memanggil namaku.

Tanganku berhenti, dan aku menoleh.

Dibalik kegelapan sana, seorang gadis berambut kastanye sedang berdiri.

Wajahnya sedang menangis.


“Kirito…”

Suara kedua terdengar, seseorang muncul. Seorang gadis yang memakai kacamata juga sedang menangis.

“Onii-chan…”

Orang ketiga muncul.

Seorang gadis berambut hitam pendek disana, air mata menetes di pipinya.

Keinginan dan emosi dari ketiga gadis itu berubah menjadi cahaya dan memasuki tubuhku.

Sebuah cahaya hangat menyembuhkan lukaku, menghilangkan dukaku.

—Tetapi.

Tetapi… Ahh, tetapi.

Bagaimana mungkin aku bisa dimaafkan seperti ini?

“Maaf.”

Aku mendengar kata – kata tersebut meluncur dari mulutku.

“Maaf, Asuna. Sorry, Sinon. Maafkan aku. Aku... tak bisa lagi. Aku tak bisa bertarung lagi. Maaf………”

Lalu, aku bersiap untuk menghancurkan jantuung dalam dadaku.

***

“Mengapa... apa yang terjadi, Kirito-kun?!”

Higa Takeru berteriak kesal sambil berusaha mempertahankan kesadarannya yang semakin menipis karena kehilangan banyak darah di bahu kanannya.

Dia telah menerima banyak Mnemonic Data dari STL Yuuki Asuna, Asada Shino, dan Kirigaya Suguha untuk memperbaiki kerusakan Fluctlight miliknya. Bahkan Higa yang telah melakukan banyak eksperimen dalam karirnya terkejut atas betapa banyaknya Data yang mengalir.

Tetapi diagram 3 Dimensi yang menunjukkan gerakan Fluctlight milik Kazuto di layar handphonenya telah berhenti bergerak.

“Apa... tidak cukup …….?” Higa mengeluh.

Jika seperti ini, «Tubuh Utama» Kirigaya Kazuto yang hampir sembuh — gambaran dirinya, tidak akan bisa kembali ke dunia nyata, ia akan terus menerus tersiksa kenangan menyakitkan. Apa yang menunggunya adalah mimpi buruk yang tak akan berakhir. Jika seperti ini, lebih baik tewas saja daripada tersiksa terus menerus.

Dia butuh setidaknya satu orang lagi.

Jika ada satu orang yang memiliki ikatan mendalam dengan Kazuto.

Tetapi menurut Letnan Kolonel Kikuoka Seijirou, ketiga gadis ini adalah orang yang benar – benar mengenal dan menyayangi Kirigaya Kazuto di dunia ini. Terlebih lagi, tidak ada lagi mesin STL di cabang RATH Roppongi ataupun Ocean Turtle.

“Sialannnn …”

Higa menggertakkan giginya, dan akan membenturkan tangannya menuju dinding.

Tetapi ia menyadari hal itu.

“……… Apa… ini……? Koneksi… ini……?”

Higa berguman, ia mendekatkan matanya ke layar telepon miliknya.

Dia tidak menyadarinya, tetapi kali ini ia sadar jika jendela yang menunjukkan kondisi Fluctlight Kirigaya Kazuto, ada koneksi lain yang terhubung dengannya. Koneksi keempat — sebuah garis abu – abu lemah berada di bawah diagram.

Garis itu seolah terhisap, Higa menyentuh layar dengan jempolnya dan menggeser keatas.

Sumber garis ini adalah...

“Ini… Berasal dari Main Visualizer!? Mengapa………?”

Higa berteriak, lupa diri akan lukanya.

Main Visualizer adalah pusat penyimpanan data yang terletak di pusat Light Cube Cluster, yang mana menyimpan seluruh jiwa penduduk Underworld.

Hanya kondisi geografi, bangunan, benda – benda, dan objek yang berhubungan dengan Underworld disimpan disana, tidak ada jiwa manusia disana.

Tetapi—

“Objek… Ingatan sebagai objek…”

Otak Higa serasa diperas sambil mengucapkan kata tersebut.

“Ingatan Fluctlights dan Objek Underworld, format Data keduanya sama … jika seperti itu, jika seseorang memasukkan keinginan dan pikiran kedalam sebuah objek.. apakah objek itu memiliki fungsi yang sama... dengan sebuah Fluctlight………?”

Bahkan jika ia sampai pada kesimpulan ini, Higa masih setengah ragu. Jika hal itu mungkin, maka keinginan seseorang dalam Underworld tentunya bisa digunakan untuk mengendalikan objek yang tak hidup.

Tetapi ia harus yakin, ia harus percaya pada garis abu – abu ini yang menjadi harapan terakhir Higa.

Apa yang akan terjadi? — Higa tak bisa memprediksi apakah situasi akan menjadi lebih baik atau buruk, tetapi ia harus menguatkan keyakinannya dan akan membuka jalan bagi Main Visualizer dan STL milik Kazuto.

***

“Kirito.”

Tepat sebelum jantungku hancur—

Sebuah suara baru memanggil namaku. Sebuah suara kuat namun hangat.

“Kirito.”

Aku perlahan memutar kepalaku dan melihat ...

Dia berdiri di tempat yang sebelumnya hanya terisi kegelapan.

Tidak ada bekas luka pada pakaian birunya. Rambutnya yang acak – acakan tampak terang di kegelapan, dan senyumnya begitu tenang.

Mata hijaunya seperti biasa, terisi oleh keinginan yang kuat.

Tanganku kiriku berhenti dan kuarahkan padanya.

Suara lemah kukeluarkan untuk memanggil namanya.

“… Eugeo.”

Lagi.

“Kau masih hidup, Eugeo?”

Sahabatku, partner terbaikku, Eugeo—

Ia menganggukkan kepalanya, senyum muram mengisi senyumnya.

“Tubuh Ini adalah ingatanmu tentang aku yang ada di dalam hati. Juga adalah serpihan ingatan yang aku tinggalkan.”

“Ing… atan……”

“Yeah. Apa kau lupa? Bukankah kita pernah membahasnya? Ingatan - ingatan…”

Eugeo menggerakkan tangan kanannya dan mengarahkan ke bagian dada.

“… tersimpan disini.”

Aku mengikuti gerakannya dan berkata:

“Selalu, disini.”

Eugeo tersenyum, dan pada saat ini Asuna melangkah maju dari samping Eugeo:

“Hati kami selalu terhubung denganmu, Kirito-kun.”

Melangkah dari sisi lainnya, Sinon mengangguk dan wajahnya bergetar.

“Tak peduli berapa jauh kita terpisah... suatu saat kita pasti akan mengatakan selamat jalan.”

Muncul dari sisi Sinon, Suguha melanjutkan dengan suara penuhh energi:

“Ingatan dan Perasaan kita selalu terhubung, benar kan?”

Cairan bening nan hangat mulai mengalir dari kedua mataku.

Aku maju melangkah, mencoba mendekati sahabatku.

“Bisakah aku melakukannya … Eugeo? Bisakah aku maju... sekali lagi?”

Jawabanhnya sangat cepat dan yakin.

“Tentu saja, Kirito. Banyak orang menunggumu. Nah, ayo kita lakukan bersama... aku akan selalu bersamamu.”

Tangan kami berdua bertemu. Tangan AsunaSinon, dan Suguha lalu menyentuh tangan kami.

Seketika, keempat orang didepanku berubah menjadi cahaya dan mengalir dalam tubuhhku.

Lalu———

Bagian 3

Catatan Penerjemah dan Referensi