Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 5: Sendirian, Yukinoshita Yukino Menatap ke Atas Langit Malam[edit]

5-1[edit]

Kapon – muncul suara khas pemandian. Aku selalu heran soal ini, tapi dari mana datangnya suara kapon ini? Apa itu suara bak mandinya?[1]

Setelah aku selesai membasuh kepala, badan dan wajahku, aku membenamkan diriku ke dalam air panas. Disini terasa begitu mirip dengan mata air panas. Selagi keringatku dibasuh, aku merasakan dengan jelas tubuhku sedang dibersihkan.

Ada pemandian umum yang besar di dalam rumah tamu. Seperti biasa untuk karya wisata sekolah dan pramuka, laki-laki dan perempuan memiliki jam mandi yang berbeda. Karena percakapan kami tadi menghabiskan banyak waktu, kelihatannya cuma satu kelompok yang bisa memasuki pemandian tersebut. Tentu saja, kami perlu memisahkan waktu untuk para lelaki, perempuan dan Totsuka.

Sebagai hasil perundingan kami, laki-laki diizinkan untuk memakai kamar mandi dalam rumah. Cuma saja, yah – karena ini tidak begitu berbeda dengan kamar mandi rumah biasa, hanya bisa sekali masuk satu orang. Dipikir-pikir lagi, tidak banyak lelaki yang senang mandi bersama, jadi kesepakatan ini tidak masalah bagiku.

Bukannya aku tidak bisa mandi bersama Totsuka, tapi itu… yah, uh, kamu tahu kan. Kalau entah kenapa Totsuka ternyata seorang perempuan, Gae Bolg-ku pasti akan aktif, dan jika dia laki-laki, Gae Bolg-ku akan aktif juga – apapun jenis kelaminnya, Gae Bolg-ku akan teraktivasi.[2]

Itulah kenapa kesepakatan ini tidak masalah bagiku.

Di kamar mandi lelaki ini, aku hanya punya waktu untuk berbenam sebentar. Kalau barusan Totsuka yang menggunakan kamar mandi ini, aku akan berlama-lama berbenam di sana, tapi karena aku masuk setelah Tobe dan Hayama, aku segera keluar.

Di dalam ruang ganti (yang benar-benar tidak begitu besar sekali) aku mengelap seluruh badanku, dan kemudian mencari-cari kotak dimana aku meletakkan pakaianku.

“Kolorku, kolorku… huh?”

Pada saat aku menemukan celana dalamku, pintunya terbuka. Dengan kata lain, aku tidak ada waktu untuk mengenakan kolorku. Oh gawatǃ Tuan, musuh sudah tiba ><[3]!

Ketika pintunya terbuka, wajah yang muncul dalam pandanganku tidak lain dan tidak bukan adalah Totsuka.

“Er, uh…”

“…”

OTAK TIDAK BISA BEKERJA.

“…”

Dan sekarang, waktu berjalan lagi. [4]

YahariLoveCom v4-161.jpg

“W‐waaaaaah! Ma-maaf!”

“A‐aaaaaargh! A-aku juga maaf!”

Totsuka yang merona menutup pintunya dengan keras. Kalau aku, aku tanpa buang-buang waktu lagi segera berganti pakaian. Kolorku sudah di-pilder [5].dengan aman. Setelah itu, aku mengenakan kaus T-shirt dan celana ponggol. Aku ragu semua ini memakan waktu lebih dari sepuluh detik.

“Su-sudah aman sekarang,” ujarku ke arah pintu.

Dengan sangat perlahan, pintu tersebut dibuka persis tiga senti lebarnya. Totsuka melirik ke dalam dari celah tersebut untuk memastikan aku sudah berpakaian. Menghela lega, dia melangkah ke dalam ruang ganti.

“Ma-maaf. Kukira kamu sudah keluar…” Totsuka meminta maaf, membungkukkan kepalanya. Tapi ketika dia mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan mataku, dia menjerit pelan dan segera memalingkan pandangannya, wajahnya merah merona.

…kenapa dia merona? Ini mulai membuatku merasa malu.

“O‐oke, aku mandi dulu sekarang,” katanya.

“Ba-baik.”

Dan dengan sahutan tersebut, kami sekali lagi menatap satu sama lain tanpa berkata-kata.

“Um… Aku mau melepas pakaianku sekarang…” Totsuka melihat ke atas padaku dengan mata berkaca-kaca. Selagi dia memegangi kedua ujung kausnya, dia menatap padaku dengan tatapan mencela. “Kalau kamu terus melihatiku… aku akan merasa canggung.”

“Oh, tentu. Aku pergi dulu.”

Yah, kurasa dilihati selagi kamu berganti pakaian pasti akan terasa tidak nyaman, meskipun sesama laki-laki yang melakukannya.

Aku menutup pintu ruang ganti tersebut dan mulai berjalan. Selagi aku menyeret kakiku pergi, aku dapat mendengar suara air dan itu menggelikannya menggangguku.

Omong-omong, situasi ini jauh berbeda dari cuplikan “masuk ketika seseorang ada di kamar mandi” yang kuketahui. Dewa Romcom, anda, yang mulia, sungguh tolol.

Setidaknya balikkan posisinya… tidak, itu sama bodohnya.

5-2[edit]

Hayama dan Tobe sudah ada di dalam rumah bungalo.

Mereka berdua sedang memainkan ponsel mereka, terlihat seakan mereka tidak tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan berdua. Jemari Hayama menekan tabletnya dengan cepat. Memang, gerakan keren dan menawannya itu memberikan kesan yang gagah. Aku akan mengatakannya sebanyak yang diperlukan, tapi orang yang memakai alat semacam ini tidak tahu mereka terlihat keren, meskipun mereka mesti sadar bahwa bukan mereka yang keren – alatnya yang keren.

Permainan kartu berserak di sekitar kaki mereka, tapi tidak mungkin mereka mau memainkannya denganku. Hayama dan Tobe mengobrol dengan bersahabat dari waktu ke waktu, tapi hanya di antara mereka.

Aku kemudian mengambil kesempatan untuk meletakkan kasurku di sudut kamar, dan setelah aku mengisi tempatku, aku berbaring dengan gelisah. Aku mencoba mencari-cari ke dalam tasku, tapi tidak terlihat ada suatu alat untuk menghabiskan waktu. Bahkan Komachi tidak bisa mempersiapkan sejauh itu dengan waktu yang begitu singkat, kelihatannya.

Yah, sekarang ini, kira-kira apapun bisa kamu lakukan kalau kamu punya ponsel. Aku menunggu rasa kantuk untuk muncul selagi aku bermain-main dengan ponselku, menekan tombol ini dan itu.

Sementara itu, aku dapat mendengar dua lelaki mengobrol dari tempatku berbaring.

“Yo, apa yang ente l'hat, Hayato-kun, Porno?”

“Nah, aku cuma melihat-lihat buku rujukan. Dalam bentuk PDF.”

“Whoa, itu terdengar sungguh pintar, yo!”

Aku rasa sama sekali tidak ada yang pintar mengenai obrolan ini.

Namun, itu hal yang bagus untuk membawa buku rujukan dalam bentuk PDF. Bayangkan betapa beratnya yang mesti kamu pikul kalau kamu menjadi seorang ensiklopedia berjalan. Aku bahkan tidak bisa ingat isi satu buku pun.

“Hayama, kamu pintar sekali,” kataku pada diriku sendiri, tidak begitu peduli entahkah seseorang mendengarku ataupun tidak. Ini adalah cara seorang penyendiri berbicara.

Tapi Hayama, yang merupakan jelmaan kebaikan salah arti, tidak akan melewatkan hal tersebut. “Aku tidak sepintar itu, kamu tahu.”

“Tunggu dulu, Hayato-kun, nilaimu ngeri. Bahasamu rangking berapa lagi?”

Kupikir biasanya kamu memakai kata ‘ngeri’ untuk mengacu pada sesuatu yang buruk, tapi anak muda sekarang memakainya untuk artian yang berlawanan. Itu sama halnya dengan berkata, “Aku sama sekali tidak suka kamu, onii-chan[6]!”

“Yah, nilaiku lumayan, kurasa…” Hayama menjawab dengan senyuman yang samar dan agak dipaksa.

Oke, jadi apa orang ini salah satu tipe itu? Tipe orang yang menyatakan hal menjengkelkan seperti nilai ujian dan kepintaran itu dua hal yang berbeda?

“Kamu bilang cuma lumayan, Hayato-kun, tapi kamu dapat rangking atas bukan?”

“Tapi Yukinoshita‐san masih di atasku, kamu tahu.”

Oke, aku paham. Aku benar-benar paham sekarang.

Aku sedang membicarakan tentang kenapa aku selalu mendapat peringkat tiga.

Sebenarnya peringkat pertama dan kedua sudah tidak dapat digeser lagi.

Tampang bagus, kepribadian bagus dan otak pun bagus… sungguh menyeramkan. Itu seperti Goku dan Vegeta melakukan gabungan Potara.[7] Kenapa orang ini bisa hidup? Setidaknya kasih aku menang dalam bahasa Jepang, sialan.

Persis saat aku berniat untuk tertidur, pintunya terbuka lebar.

Terdapat suatu helaan. “Aku baru keluar dari kamar mandi…”

Totsuka, yang sudah kembali bersama kami, menutup pintu di belakangnya. Saat dia berpapasan di sampingku, mengelap rambut yang masih sedikit basah dengan handuk, bau samponya tercium darinya. Totsuka duduk dan mulai mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut yang diambilnya dari tasnya.

Baru saja berendam di air, kontras antara rambut lembab dengan kulit memerahnya begitu anehnya merangsang. Aku berakhir menatapinya meskipun aku tidak mau melakukannya, merasa terpikat.

Akhirnya, Totsuka menjentikkan rambutnya hanya untuk memastikan rambutnya sudah tidak basah, sebelum menghela puas. “Aku sudah selesai…”

“Kalau begitu, ayo kita tidur,” sahut Hayama pada Totsuka.

Tobe dan Totsuka juga mulai bersiap-siap untuk tidur. Aku tidak perlu melakukannya karena aku sudah meletakkan kasurku. Pak, aku pasti seorang peramal.

Dengan usaha besar, Totsuka mengangkat kasurnya dan meletakkannya di sampingku. Selagi dia menepuk bantalnya, dia melirik ke arahku dari sudut matanya.

“Apa… tidak masalah aku di sini?”

“…ya.”

Ketika kami cukup lama terus menatap satu sama lain, aku dapat merasakan suasana kecanggungan pertemuan kami di kamar mandi. Itu memalukan untuk diingat. Totsuka melihatku dengan jelas… Aku harus bertanggung jawab.

Tapi Totsuka sendiri tidak terlihat begitu kuatir, dan dia berbaring ke atas kasurnya dengan agak riang. Hei, ayolah. Dalam posisi seperti itu, kami akan berciuman kalau dia berpaling kemari.

Setelah selesai mempersiapkan tempat tidurnya, Hayama menjulurkan tangannya ke arah saklar lampu. “Aku matikan lampunya dulu.”

Dan dengan suara ping, bola lampu tersebut mati.

“Hayato‐kun, Pak,” kata Tobe. “Ini terasa seperti malam karya wisata sekolah, yo.”

“Ya. Semacam itu.”

Itu sahutan yang cukup asal-asalan. Mungkin Hayama juga agak lelah.

“…ayo kita mengobrol soal siapa yang kita sukai,” saran Tobe.

“Aku lagi tidak ingin.”

Mengejutkannya, Hayama menolak tanpa alasan pasti.

“Ahaha… itu agak memalukan,” Totsuka tertawa pelan, terdengar tidak nyaman.

“Kok begitu?ǃ Jangan malu-malu. Utarakan saja, yoǃ Aku pahamǃ Aku akan bilang dulu siapa yang kusukai.” Orang ini cuma berpura-pura mengajak mengobrol; dia hanya benar-benar ingin membicarakan tentang dirinya…

Hayama dan Totsuka pastilah mendapat kesan yang sama sepertiku, karena aku mendengar sebuah helaan bersama dengan suatu tawa datar.

“Sebenarnya, aku‐”

Tidak banyak yang perlu didengar. Tobe akan memberitahu kami semua tentang cintanya terhadap Miura.

“‐merasa Ebina‐san itu agak manis.”

“…sungguh?!” ujarku setelah mendengar kata-kata tak terduga itu.

“Huh?” Tobe merasa ragu saat dia menjawabku, seakan untuk sesaat dia tidak tahu suara siapa yang berbicara padanya. “Y‐ya. Oh iya, Hikitani‐kun masih mendengarkanǃ Kupikir kamu sudah tertidur karena kamu tidak bersuara!”

“Ya, tapi aku kaget,” kata Totsuka. “Kupikir kamu suka Miura-san, Tobe‐ kun.”

“Nah, Yumiko tidak membuatku jatuh cinta… dia membuatku takut.”

Jadi dia juga berpikir dia itu menakutkan. Itu berarti kalau dihitung-hitung hampir semua orang takut padanya.

Whoa whoa, bukankah ini berarti semua orang percaya dengan hantu sekarang? Sekarang, dia sudah menyebarkan begitu banyak ketakutan sampai kamu bisa menyebut kelas kami kelas angker.

“Tapi, kamu cuma berbicara dengan Miura-san saja, bukan?” tanya Totsuka.

“Oh, ya… itu, err, kar'na aku harus? Dia yang ingin mendapatkan putrinya, harus menaklukkan ibunya dulu – semacam itu.”

“Aku tidak merasa Miura akan senang kamu berkata begitu,” kataku.

Tapi mengejutkannya aku bisa agak memahami Tobe. Tidak dapat berbicara pada gadis yang kamu sukai itu adalah sesuatu yang bisa dipahami para lelaki dengan sangat baik.

“Yui juga agak baik, tapi dia agak bloon, ente tahu?”

Oh, ya. Dia agak bloon. Tapi bagi seseorang setolol dia untuk berkata begitu sama saja maling teriak maling.

“Dia juga jelas populer, jadi akan ada banyak saingan.”

Yah, benar, kurasa.

Gadis baik itu populer. Itu menakutkan bagaimana lelaki yang tidak populer dan tidak tahu apa-apa itu begitu tertarik dengan mereka. Mereka akan memancingmu sampai kamu terperangkap. Kamu akan berakhir gusar seperti Grander Musashi[8].

Itulah kenapa aku tidak akan kaget aku tidak akan gemetaran aku tidak akan lengah aku tidak akan syok aku tidak akan gemetaran aku tidak akan kaget. Apa apaan? Aku sedang gemetaran macam kesetrum.

Tidak menghiraukan helaan pelanku, Tobe melanjutkan. “Ebina‐san itu, ya, banyak lelaki dibuat kecut olehnya jadi sebenarnya itu memberiku peluang yang lebih besar, ente tahu?”

Memang benar Ebina-san bukan saja termasuk ke dalam kasta atas sekolah, dia juga memiliki wajah yang imut pula.

Hanya saja hobinya yang unik membuat para lelaki menjaga jarak darinya. Namun, dia tidak merahasiakan hobinya, dan orang pasti akan mendapat kesan bahwa sikap terang-terangannya itu adalah sebuah taktik proteksi baginya. Jika dia benar-benar hobi, dia akan merahasiakannya, kurasa. Nah, mungkin aku terlalu banyak berprasangka.

Mungkin dia sadar dia hanya berbicara mengenai dirinya. Tobe menanyakan kami semua secara langsung dengan sebuah pertanyaan. “Bagaimana dengan kalian?”

“Maksudmu gadis mana yang kusukai?” Totsuka berpikir mengenainya. “Gadis, huh? Hm. Tidak ada yang kusukai.”

Totsuka tidak jatuh cinta dengan gadis. Ja-jadi apa dia jatuh cinta dengan seorang lelaki, ya? Jantungku berdetak kencang.

Untuk beberapa alasan, Tobe mengabaikanku sepenuhnya. “Bagaimana denganmu, Hayato‐ kun?” katanya pada Hayama.

“Aku, aku… oh, tidak jadi.”

“Tunggu sebentar, Hayato-kun. Tidak boleh begitu. Kamu menyukai seseorang, bukan? Kamu harus mengatakannya, pak.”

Hayama tidak mengatakan apapun.

“Beritahu kami inisialnya saja,” desak Tobe.

Hayama menghela pasrah. “Y,” katanya, setelah jeda yang berkepanjangan.

“Y, huh. Tunggu, apa itu berarti‐”

“Sudah cukup. Waktunya tidur.”

Suara Hayama terdengar marah untuk sekali ini, seakan dia tidak akan mengizinkan desakan apapun lagi. Itu jarang untuk melihat Hayama, yang biasanya begitu ramah pada semua orang dan kawan-kawan, begitu marah. Dengan kata lain, sikapnya terhadap Tobe mungkin menjadi bukti bahwa dia ternyata masih seorang manusia.

“Aku tidak bisa tidur sekarang karena penasaranǃ Kalau aku mati karena insomnia, itu salahmu, Hayato‐ kun!” Tobe menghilangkan amarah Hayama dengan lelucon kecil. Orang ini memiliki kemampuan mengendalikan suasana sehingga keadaannya tidak akan terlalu memburuk. Membuat lelucon adalah taktik umum untuk menghindari suasana ataupun hubungan yang buruk.

Selama sesaat selagi kegelapan yang sunyi merajalela, aku menatap hampa ke dalam kegelapan.

Persisnya mengacu pada siapa ‘Y’ ini yang Hayama sebutkan?

Sejumlah nama muncul dalam pikiranku.

5-3[edit]

Berkat situasinya menjadi begitu anehnya suram, aku tidak bisa tidur meskipun yang lain sudah diam.

Ketika aku berpaling dalam tidurku, wajah Totsuka persis berada di depanku. Aku dapat mendengarnya bernafas teratur dalam tidurnya.

“…nnggh.”

Sebuah helaan terselip dariku.

Cahaya rembulan yang masuk melalui jendela menerangi wajah Totsuka. Selagi bibir memikatnya membisikkan nama seseorang, dia sedikit bergeliat. Senyuman yang lembut dan menabjubkan muncul di wajahnya; dia terlihat senang karena sesuatu.

Sesaat setelah aku menyadarinya, aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak terus melihat bibir Totsuka. Aku teramat sadar atas dengkuran samarnya dan bahkan suaranya bergemerisik selagi dia berpaling di tempat tidurnya.

“Aku rasa aku tidak bisa tidur seperti ini…”

Ketika aku melirik ponsel pada tanganku, bahkan belum jam 11ː00, mengejutkannya. Kelihatannya waktu berlalu lebih pelan semakin jauh kamu pergi dari kota. Kereta api yang ribut dan cahaya kota yang berkerlap-kerlip juga tidak ada. Malam ini malam yang hening.

Aku berpikir bahwa merasakan angin malam dengan kulitku akan menenangkanku.

Berdiri dengan pelan sehingga aku tidak akan membangunkan yang lain, aku berjalan ke luar.

Sudah malam pada dataran tinggi ini. Perlahan tapi pasti, rasa dingin yang tentram itu membuatku tenang.

Atau begitulah yang kuharap, tapi bukan begitu cara kerjanya – malam biasanya menakutkanku. Entah kenapa, aku hampir menjerit kaget hanya karena mendengar burung hantu dan daun bergemerisik.

Selagi jantungku berdetak hebat, aku melihat sekelilingku. Secara intuitif, aku dapat melihat sosok seseorang di antara pepohonan.

…whoa, apa ini sang penjaga hutan…?

Itu terdengar lebih menakutkan dari yang seharusnya. Istilah yang seharusnya adalah “imajinasiku saja”, kurasa. Biar kubuat jelas saja bahwa kamu tidak menyebut penjaga pohon ‘dryads’ dalam bahasa Inggris. Dari awal pun aku tidak tahu apa dryad itu bahasa Inggris.

Di antara pepohonan tersebut berdiri seorang gadis yang rambut panjangnya berniat menggapai tanah.

Pemandangan yang satu ini terlihat tidak nyata, seakan aku sedang melihat sejenis arwah atau peri. Aku pasti sedang berhalusinasi.

Ketika cahaya rembulan menyinarinya dengan lembut, kulit putihnya terlihat jelas. Ketika hembusan angin menari, rambut berayunnya menari mengikutinya. Selagi gadis bagaikan bidadari ini bermandikan cahaya rembulan, dia mulai bernyanyi – dengan pelan, oh sangat pelan. Di dalam kegelapan mengigil hutan tersebut, lantunan pelannya terdengar anehnya nyaman di telingaku.

Kalau aku, aku hanya menatapi pemandangan tersebut. Kalau aku melangkah saja, aku mungkin akan menghancurkan dunia ini dimana hanya ada dia di dalamnya. Dengan pemikiran itu dalam pikiranku, aku terus berdiri dan mengagumi musik tersebut.

Aku heran apa aku sebaiknya kembali…

Aku berpaling dengan perlahan, berniat untuk melewati jalanku sebelumnya. Tapi sesaat segera aku melangkahkan kakiku, aku tak sengaja menginjak sebatang ranting kecil, mematahkannya.

Nyanyian tersebut mendadak berhenti.

“…”

“…”

Satu, dua, tiga detik berlalu – waktu minimum bagi kami untuk mengenali keberadaan satu sama lain.the bare minimum amount of time for us to recognise each other’s presences.

“…siapa itu?”

Suaranya adalah suara seorang gadis biasa – Yukinoshita Yukino. Kalau kamu mengeong seperti seekor kucing, kamu mungkin akan bersikap seperti, “Oh, apa itu kucing…?” Tapi bagi Yukinoshita dia kelihatnnya lebih mungkin akan mengatakan sesuatu seperti, “Oh, apa itu antek…?”

Aku menyerah dan menunjukkan wajahku di depan Yukinoshita.

“…aku.”

Ada jeda sejenak.

“Siapa itu?”

“Kenapa kamu menanyakan hal yang sama seperti sebelumnya? Kita sepertinya berkenalan.”

Jadi berhenti memiringkan kepalamu, sialan. Fakta bahwa wajahnya imut membutku lebih jengkel dari yang seharusnya.

“Apa yang kamu lakukan di luar sini jam segini? Kamu mestinya sedang tertidur selamanya.”

“Bisakah kamu berhenti mengumumkan kematianku dengan oh begitu lembutnya?”

Yukinoshita mengalihkan pandangannya, yang hanya menyatakan betapa sedikitnya ketertarikannya padaku, atau pada apapun itu. Malah, dia memilih untuk menatap ke atas langit. Ketika aku mengikuti tatapannya dan melihat ke atas, seluruh langit berkelap-kelip penuh bintang.

“Kamu sedang menatap bintang?”

Dibandingkan dengan di kota, kamu benar-benar dapat melihat bintang dengan jelas dari manapun di tempat ini. Bintang-bintang bersinar dengan cemerlang, karena tidak ada cahaya lain dari manapun. Kalau kamu memikirkan arti tersiratnya, aku tidak ragu bahwa para penyendiri akan bersinar saat terpisah dari orang lain. Sial, masa depanku terlalu cemerlang.

“Bukan itu apa yang sedang kulakukan.”

Apa, apa itu berarti dia ada di bawah ampunan langit?[9] Atau bagaimana dengan barang langit yang hilang?[10]

Yukinoshita membuat helaan agak muram. “Aku bertengkar sedikit dengan Miura‐ san…” Wajahnya murung, terlihat agak depresi.

Oh, jarang sekali dia yang dipermalukan. Seperti yang bisa kuduga dari Miura – bukan tanpa alasan dia dijuluki sang Ratu Api.

“Aku mematahkan argumennya dalam setengah jam dan membuatnya menangis. Aku melakukan sesuatu yang sangat tidak pantas…”

Sang Ratu Es terlalu kuat. Tidak perlu pembuktian lagi. Dia itu sang Raja Iblis dari Surga Keenam, sungguh.[11] “Jadi tentu saja, kamu akhirnya merasa tidak enak dan datang kemari.”

“Benar. Aku tidak pernah terpikir dia akan menangis… Yuigahama‐san sedang menenangkannya saat ini.”

Aku melihat sekilas penyesalannya. Mungkin bahkan Yukinoshita yang agung lemah terhadap air mata. Wow, lain kali aku sebaiknya tidak usah peduli apa yang orang lain pikirkan dan menangis keras-keras saja. Tidak pantas untuk dilihat.

Yukinoshita menyisir rambutnya, seakan untuk memberi tanda dia sedang mengganti topiknya. “Gadis itu… kita perlu melakukan sesuatu untuknya.”

“Kamu benar-benar bersusah payah untuk seorang gadis yang bahkan tidak kamu kenal.”

“Selama ini kita sudah melakukan sesuatu hanya untuk orang yang tidak kenal. Aku tidak hanya memberikan pertolongan pada orang yang kukenal. Lagipula… bukankah kamu rasa dia agak mirip Yuigahama‐san?”

“Kamu rasa begitu?”

YahariLoveCom v4-175.jpg

Aku tidak pernah berpikir begitu. Sebenarnya, ada seseorang di sini yang jauh lebih mirip dengannya. Yukinoshita melihat ke arahku dengan sekilas ekspresi yang kesepian di wajahnya.

“Aku rasa… Yuigahama‐san mungkin pernah melalui hal seperti ini sebelumnya.”

Ah, kalau dia mengatakannya seperti itu, aku bisa memahaminya.

Yuigahama tidak diragukan lagi terlibat di dalam politik kelas kami. Aku tidak mau berpikir terlalu keras soal itu, tapi… aku yakin dia pernah ikut-ikutan dengan yang lain sekali atau dua kali.

Dan karena itulah, dia tahu. Dia tahu perasaan bersalah tersebut. Kebaikan Yuigahama bukanlah kebaikan seorang ibu yang mengasihi. Dia bersikap seperti itu karena dia sadar dengan jelas bahwa di dalam hatinya dia adalah seorang manusia yang menjijikan, kejam dan pengecut. Meski begitu, dia mengulurkan bantuan dengan teguh atas dasar kebaikan hatinya tanpa memalingkan matanya.

“Juga…” Mengalihkan matanya ke bawah, Yukinoshita menendang pelan sebutir kerikil di dekat kakinya dengan jari kakinya. “Aku ragu Hayama-kun akan berhenti menguatirkannya,” katanya setelah sekian lama.

“Ya, dia memang berusaha sebisanya untuk itu, kurasa.”

Dalam segi itu dia memiliki watak seorang pemimpin. Kamu bisa bilang ceritanya itu cerita seorang pemimpin di akhir zaman.[12]. Dia mungkin memiliki watak seorang pahlawan. Aku heran apa dia dibesarkan di manga Shonen Jump. Tidak mirip denganku yang dibesarkan dengan manja.

“Bukan begitu…” kata Yukinoshita dengan tidak yakin.

Saat dia berbicara, kata-katanya ditelan oleh suara hutan tersebut, meninggalkan keheningan setelahnya.

“Hei, apa ada sesuatu yang terjadi antara kamu dengan Hayama?”

Kamu bisa bilang bahwa Yukinoshita memiliki sikap yang tajam terhadap Hayama atau bahwa dia memperlakukannya dengan dingin. Aku dapat merasakannya pertama kali Hayama masuk ke dalam ruang klub. Selama perkemahan ini, sikapnya bahkan menjadi lebih kentara.

Ketika aku menyuarakan pertanyaanku karena sedikit penasaran, Yukinoshita menjawabnya dengan sempurna dan datar seakan ini tidak ada apa-apanya. “Kami memasuki SD yang sama, itu saja. Orang tua kami juga mengenal satu sama lain. Ayahnya adalah penasehat hukum perusahaan kami. Omong-omong, ibunya seorang dokter.”

Jadi si lelaki ganteng riajuu itu berasal dari keluarga yang elit, pandai dalam segala bidang olahraga dan mendapat nilai yang tinggi, juga memiliki seorang gadis cantik sebagai teman masa kecilnya.

Hmph… sulit untuk mencari kata yang tepat, tapi aku masih belum menyerah padanya.

Semua yang kupunya hanya wajah yang lumayan, bakat dalam berbahasa, membenci olahraga berkelompok dan adik kecil terimut di dunia. Baiklah, kita seri sekarangǃ Waktunya bagi dia untuk merasakan kekalahan.

Kalau ternyata orang ini bahkan mempunyai adik, maka gawat sudah aku… aku akan kalah telak.

“Tapi, berurusan dengan teman keluarga terdengar menjengkelkan juga.”

“Kurasa begitu.”

“Kamu membuatnya terdengar seakan itu bukan masalahmu…”

“Karena itu tugas kakakku untuk muncul pada situasi-situasi publik yang kusebut. Aku bukanlah apa-apa selain cadangan.”

Whoosh, angin bertiup, mendesir pucuk pepohonan. Di dalam malam yang hening tersebut, suara daun menjadi keras; seeprti mendengar suara peniti jatuh.

Bahkan dengan semua suara ini, suara Yukinoshita mencapai diriku.

“Meski begitu… aku senang aku datang kemari hari ini. Kupikir itu mustahil.”

“Huh? Kenapa?”

Aku melihat ke arah Yukinoshita, tidak paham arti dari apa yang dikatakannya. Tapi Yukinoshita menatap ke atas langit malam berbintang tersebut, tidak bergeming. Itu seakan dia sama sekali tidak mengatakan apapun.

Masih terdiam, aku menunggu Yukinoshita untuk mengatakan sesuatu.

Serangga bercicit tak sabar. Mungkin karena cuaca sudah semakin dingin selagi hari semakin malam, angin khas musim gugur berhembus di udara.

Seakan itu aba-abanya, Yukinoshita memalingkan kepalanya ke arahku. Walaupun dia memasang senyum kecil pada wajahnya, dia tidak mengucapkan apapun.

Dia tidak akan menjawab pertanyaan yang tidak pernah kutanyakan. Itulah bagaimana keheningan di antara kami tercipta.

Setelah beberapa saat berlalu, Yukinoshita berdiri tegak. “Kita sebaiknya pulang sekarang.”

“…oh, baiklah. Sampai jumpa nanti.”

“Ya. Selamat malam.”

Pada akhirnya, aku tidak pernah menanyakan lebih dari itu. Aku tidak membuat kebiasaan memaksakan pertanyaan tentang sesuatu yang tidak ingin kubicarakan. Aku rasa kami lebih baik tidak terlalu banyak mengetahui tentang satu sama lain, mempertahankan hubungan nyaman yang dibuat oleh kami sendiri.

Yukinoshita berjalan melintasi jalan yang tidak diterangi tersebut dengan langkah percaya diri. Aku melihatnya segera menghilang ke dalam kegelapan.

Sekarang setelah hanya aku yang tersisa, aku menatap tajam ke atas langit malam, sama dengan langit yang ditatapi Yukinoshita.

Aku dengar cahaya bintang itu sebuah relik masa lalu. Karena cahaya bintang berasal dari masa lalu, cahaya tersebut melewati sebulan demi bulan dan setahun demi tahun. Cahaya dari hari yang telah berlalu tersebut meloncat ke arah kami.

Semua orang adalah budak masa lalu mereka. Tidak peduli betapa besar keinginanmu untuk maju, kejadian tahun yang sudah berlalu akan membebanimu seperti cahaya bintang tersebut sesaat kamu melirik ke atas. Tak mampu tertawa ataupun menghilangkan masa lalumu, kamu membawanya tanpa henti di sudut hatimu, menunggunya untuk bangkit kembali pada saat yang tidak tepat.

Begitulah keadaannya bagi Yuigahama, bagi Hayama – dan, mungkin – bagi Yukinoshita.


Mundur ke Bab 4 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 6

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Kapon adalah onomatope untuk Shishi‐Odoshi, sebuah air mancur kecil (biasanya terbuat dari bambu) yang perlahan terisi air, dan kemudian mendadak jatuh. Suara yang dibuatnya dikatakan untuk mengusir burung dan hewan liar kecil.
  2. The Gae Bolg adalah tombak mistis bangsa Celts, dipopulerkan oleh game Type Moon dan turunannya. Disini, Gae Bolg adalah kata lain untuk p-̇̇̇̇̇̇̇̇̇̇̇̆̊**** Hachiman.
  3. Kutipan dari eroge Koihime Musou.
  4. Kutipan dari Dio Brando dalam komik manga JoJo’s Bizarre Adventure ketika dia menggunakan kekuatan Stand-nya.
  5. Referensi mecha Mazinger Z. Pilder adalah kenderaan yang berfungsi sebagai pusat kendali robot raksasa.
  6. Itu judul novel ringan Oniichan no Koto Nanka Zenzen Suki Janain Dakara ne‐!!
  7. Goku dan Vegeta adlah tokoh protagonis Dragon Ball Z. Ketika mereka mengeluarkan jurus gabungan Potara, kekuatan mereka bergabung.
  8. Komik manga tentang memancing ikan.
  9. Referensi komik manga Sora no Manimani
  10. Referensi Sora no Otoshimono
  11. Kelihatannya ini adalah julukan yang Oda Nobunaga, daimyo yang terkenal atas kebrutalannya, buat untuk dirinya.
  12. Referensi Seikimatsu Leader den Takeshi.