Hyouka Bahasa Indonesia:Jilid 1 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

5 - Segel Rahasia Silsilah Klub Sastra Klasik[edit]

Meski SMA Kamiyama menyediakan kurikulum untuk ujian masuk universitas, tapi SMA ini tidak melakukan banyak hal khusus untuk meningkatkan peringkat masuk universitasnya. SMA ini hanya mengadakan ujian susulan untuk mahasiswa yang akan datang sekali atau dua kali dalam setahun, dan mereka tidak mengadakan pelajaran tambahan selama liburan. Setelah dipikir-pikir, sekolah ini agak santai.

Meski begitu, SMA kamiyama masih mengadakan ulangan umum. Kalau seorang pelajar SMA memiliki hidup sewarna mawar, maka ruang ujian akan menjadi musuh alaminya. Dan kegiatan Klub Sastra Klasik pun dihentikan karena kegiatan klub dilarang selama UAS Semester Satu. Meski kami juga tidak punya banyak hal untuk dilakukan dalam klub, kami tetap harus menyerahkan kunci ruang klub pada sekolah.

Hari ini adalah hari terakhir ujian. Aku berbaring di atas tempat tidur di kamarku dan menatap langit-langit. Dan seperti biasa, tak ada hal khusus yang berbeda dari langit-langit berwarna putih itu.

Dalam hal hasil ujian, anggota Klub Sastra Klasik menghasilkan beberapa pengungkapan yang menarik.

Pertama, Fukube Satoshi. Meski ia ahli dalam berbagai hal mengenai pengetahuan yang tidak penting, ia tidak terlalu tertarik dengan pelajaran umum. Karena ujiannya baru berakhir hari ini, aku tak benar-benar bisa menjelaskan bagaimana ia melakukannya, tapi aku tahu kalau ia payah di Ujian Tengah Semester. Paling tidak, dulu Satoshi pernah menjelaskan padaku, "Itu karena aku sibuk mempelajari kenapa orang Jepang zaman sekarang tak lagi menulis kanji dalam gaya kursif[1]." Kalau Satoshi berpikir sesuatu itu penting, maka itu pasti cukup penting baginya. Bukannya tidak menghargainya, tapi dalam jangka waktu yang lama, kurasa mungkin itu kedengaran bodoh. Meski aku tak merasa Satoshi akan peduli sedikit pun. Kalau aku menyebutnya sebuah jiwa yang bebas karena itu, ia mungkin akan menganggapnya sebagai pujian. Sederhananya, ia itu cuma orang bodoh biasa.

Meski biasanya ia bersama dengan Klub Peneliti Manga, agar bisa mengejar Satoshi, Ibara Mayaka juga telah bergabung dengan Klub Sastra Klasik. Ia mungkin tipe orang yang suka bekerja keras. Karena biasanya ia pasti akan mengecek kesalahan apa pun yang ia buat, jadi nilainya berada di atas rata-rata kelas. Meski begitu, kelihatannya menghabiskan begitu banyak waktu untuk belajar tak membuat peringkatnya naik sama sekali. Sederhananya, Ibara itu sedikit gila - kau bisa bilang dia itu perfeksionis. Meski lidahnya tajam, kelemahannya mungkin adalah ia terlalu terobsesi dengan kesempurnaan, dan akhirnya akan berusaha untuk menemukan jawaban sempurna untuk soal ujiannya. Kurasa ia menggunakan standar yang sama untuk dirinya sendiri.

Lalu ada Chitanda Eru, yang menonjol dari yang lainnya dengan nilainya yang tinggi. Sekali lihat pada papan peringkat nilai akan mengungkapkan kalau ia peringkat 6 dari satu angkatan. Meski ia kelihatan tak puas dengan itu, atau bahkan dengan kurikulum SMA dalam konteks ini. Ia pernah bilang padaku kalau ia tak puas hanya dengan mempelajari bagiannya, ia ingin mempelajari seluruh sistemnya. Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudnya. Meski kata-katanya tidak jelas, aku tahu kenapa putri ini begitu bertekad untuk memecahkan rasa penasarannya. Contohnya, kasus yang melibatkan pamannya - ia mungkin ingin mengetahui seluruh sistem yang berkaitan dengan informasi mengenai apa yang dikatakan pamannya padanya dulu. Ia tipe orang yang ingin tahu penyebab sesuatu tentunya.

Kalau untukku, nilaiku biasa-biasa saja.

Dari 350 orang, aku peringkat 175. Seakan-akan ini adalah semacam lelucon, peringkatku tepat di tengah-tengah. Aku tidak memikirkan tentang keingintahuan Chitanda membuatnya mendapat nilai bagus atau keanehan Satoshi membuatnya mendapat nilai jelek, aku juga tidak terlalu memikirkan Ibara yang tak senang dengan kesalahan-kesalahan yang ia buat. Sedangkan aku tak sesantai itu sampai-sampai tidak belajar untuk ujian. Cara belajarku tidak begitu bersemangat. Kadang-kadang aku perlu meminta orang lain untuk memberi tahuku seberapa banyak aku sudah berubah, tapi bagiku, itu hanya berarti mereka tak terlalu mengamati. Aku berada dalam posisi di bawah yang tertinggi dan di atas yang terendah. Aku tak punya keinginan untuk lebih tinggi atau lebih rendah dari ini. Begitu, jadi ini sebabnya Satoshi bilang ia tak bisa memikirkan warna lain yang lebih cocok untuk kehidupan SMA-ku selain warna abu-abu.

Tentu saja, warna tidak hanya terbatas untuk nilai akademis. Ada juga kegiatan klub, olahraga, hobi, percintaan... hal-hal yang merupakan kemanusiaan kita. Ada pepatah yang mengatakan seseorang tak bisa melihat hutan sebagai pepohonan, walau bagaimana pun juga, dan satu hasil tak bisa digunakan untuk menyamaratakan seluruh gambar. Meski kamus Bahasa Jepang menjelaskan kehidupan SMA sebagai hidup sewarna mawar, mawar-mawar ini masih harus ditanam di tempat yang tepat untuk bisa mekar.

Katakanlah, aku bukan tipe tanah yang tepat untuk ditumbuhi mawar.


Selagi aku berbaring di kasur dan memikirkan semua hal ini, aku mendengar suara yang berasal dari lantai bawah. Kedengarannya sebuah surat sudah datang.

Setelah memastikan kalau itu memang surat, aku tertegun. Amplopnya dihiasi garis merah, biru, dan putih, yang pastinya adalah surat internasional. Setelah mengecek nama penerimanya benar, aku menyimpulkan bahwa satu-satunya orang yang bisa mengirim surat internasional ke kediaman Oreki hanyalah Oreki Tomoe. Sekarang, dari mana surat ini dikirim... Istanbul?

Aku membuka suratnya langsung di sana dan menemukan ada banyak surat di dalamnya. Salah satu suratnya ditujukan untukku.



Teruntuk Houtarou,

Sekarang aku berada di Istanbul. Karena suatu kesalahpahaman sekarang aku tengah bersembunyi di Kedutaan Jepang, jadi aku belum banyak melihat-lihat kota.

Aku yakin ini adalah kota yang menakjubkan. Kalau aku bisa mengambil mesin waktu dan mengunjungi tempat ini di masa lalu, aku rasa aku akan ingin melihat gerbang kotanya sendiri, mungkin aku akan mengubah sejarah sebagai akibatnya. Aku bukan sejarawan, jadi aku tidak ahli dalam memperkirakan kemungkinan ini.

Ini adalah perjalanan yang menarik. Aku yakin aku akan mengingat ini kembali sepuluh tahun dari sekarang dan mengenang setiap harinya aku di sini tanpa penyesalan.

Jadi, bagaimana Klub Sastra Klasik-nya? Apa anggotanya sudah bertambah?

Jangan berkecil hati meski pun anggotanya hanya kau saja! Kesulitan membuat seorang laki-laki tumbuh menjadi lebih kuat.

Kalau ada orang lain, maka baguslah. Itu akan membantu meningkatkan interaksi satu sama lain.


Ngomong-ngomong, aku menulis ini karena ada sesuatu yang kupikirkan.

Apa kalian sudah mulai bekerja untuk menerbitkan antologi? Klub Sastra Klasik selalu menerbitkan satu setiap tahunnya, jadi aku bertanya-tanya apa kalian meneruskan itu.

Kalau ya, kurasa kalian mungkin tak tahu apa yang harus ditulis. Bagaimana pun juga, antologi terdahulu tidak disimpan di perpustakaan.

Kalian bisa menemukan edisi terdahulu dalam lemari besi kimia tua dalam ruang klub. Kuncinya sudah rusak, jadi kau bisa langsung membuka kotaknya.


Aku akan menghubungimu saat aku sudah sampai di Pristina.


Salam sayang, Tomoe.



Bersembunyi di Kedutaan Jepang? Sebenarnya apa yang sudah kaulakukan kali ini, Kak? Lagi pula, bukannya aku khawatir. Detailnya mungkin ditulis dalam surat untuk ayahku. Sekarang, dimana aku pernah mendengar Pristina? Aku tak bisa mengingatnya dengan jelas. Karena itu tujuan kakakku, maka tak diragukan lagi dulunya di sana adalah tempat peperangan kuno atau semacamnya.

Bagaimana pun juga, tak ada yang bisa kulakukan kecuali menghela napas. Apa kakakku punya semacam jaringan intel yang mengumpulkan informasi tentang kegiatanku? Dan aku juga tidak tahu Klub Sastra Klasik menyimpan edisi sebelumnya dengan begitu sembunyi-sembunyi untuk generasi selanjutnya. memang, kami tengah mencari edisi sebelumnya tapi tak bisa menemukannya dimana-mana.

Baru beberapa hari sejak Chitanda menugaskanku dengan urusan pribadinya, meski ia juga punya tugas lain untuk kami sebagai Presiden Klub Sastra Klasik - penerbitan essai antologi. Chitanda terlihat kesulitan ketika ia tahu kalau arsip perpustakaan tidak menyimpan edisi sebelumnya dari antologi tersebut, tapi kalau kakakku benar, maka surat ini akan jadi bantuan yang besar.

Jika tujuannya adalah hasilnya itu sendiri, maka mencapai yang disebut hasil akan memenuhi tujuan itu sendiri. Meski aku merasakan maksud lain yang ditambahkan dalam definisi yang merepotkan ini, akan terasa kejam kalau aku menahan informasi ini. Seperti biasa, Oreki Tomoe sedang mengacaukan hidupku.

Bagaimana pun, aku memasukkan surat itu ke dalam saku celana seragamku yang kugantung di kloset.



Hari berikutnya setelah kelas berakhir, aku langsung menuju ruang klub. Cuacanya agak baik untuk hari santai setelah berakhirnya ujian, yang satu itu akan berada dalam suasana hati untuk bergabung dengan klub mana pun. Suara klub olahraga yang sedang berlatih dapat didengar dari lapangan sekolah. Sedangkan musik dimainkan oleh Band Alat Musik Tiup, Klub Musik Ringan, Klub Musik Tradisional Jepang, dan lain-lain. Sementara klub olahraga adalah yang paling terlihat di lapangan, Festival Kanya dikenal baik dengan ramainya aktivitas yang diorganisir oleh klub yang berhubungan dengan seni. Pada waktu-waktu seperti ini, Blok Kejuruan yang menjadi tempat klub seni ini akan dipenuhi orang.

Dan di sudut paling atas Blok Kejuruan terletak Ruang Geologi, di mana Chitanda dan Ibara berada. Meski mereka baru bertemu selama kasus buku perpustakaan yang aneh, kelihatannya mereka sudah akrab satu sama lain. Hari ini mereka duduk saling berhadapan, seolah-olah mereka sedang terlibat percakapan. Saat musim panas tiba, seragam musim panas yang mereka kenakan terlihat sejuk. Lengan Ibara yang berwarna kecokelatan dari lengan kemejanya yang pendek kontras dengan lengan putih pucat Chitanda. Sekarang sudah musim di mana matahari bersinar lebih sering, tapi putri kami ini kelihatannya tak punya banyak melanin. Aku mengangkat kepalaku untuk mendengar apa yang gadis-gadis itu bicarakan.

"Dengan kata lain, artikelnya harus sesuai dengan topik."

"Apa maksudmu kita dapat bergantung pada yang lain untuk antologi kita?"

"Jangan khawatir, aku rasa aku bisa dapat beberapa koneksi dalam Klub Peneliti Manga."

"Kamu bisa melakukannya?"

Ah, membicarakan antologi, ya? Kalau begitu, semoga beruntung.

Tiba-tiba, tubuh Chitanda menjadi kaku saat ia menutup wajahnya dengan tangan.

Apa yang terjadi?

"... Hachu!"

Ia bersin. Dan ia melakukannya dalam gaya kolot yang pelan.

"Hachu! Hachu!"

"Kenapa? Kau masuk angin? Atau alergi rumput kering?"

"... Ah, aku merasa lebih baik sekarang. Ini agak memalukan, tapi sepertinya aku terkena flu musim panas..."

Hmm, flu musim panas itu berat. Kalau dipikir-pikir, suaranya terdengar berbeda dari biasanya.

Tapi, aku memutuskan untuk memanggil mereka.

"Hei, Chitanda, Ibara."

"Ah, Oreki-san."

"Ibara, apa Klub Peneliti Manga mengizinkanmu berada di sini?"

"Ya, semua sudah selesai. Apa, kau ada masalah karena aku ada di sini?"

Kenapa harus?

Tapi.

Aku memutuskan untuk memotong basa-basinya dan bicara langsung ke inti saat aku mengeluarkan surat kakakku dari saku celanaku,

"Kakakku dulunya anggota Klub Sastra Klasik, jadi dia menulis surat untukku yang menunjukkan di mana antologi edisi sebelumnya pada kita."

Chitanda terlihat kebingungan. Kelihatannya ia masih belum mengerti.

"Aku tahu di mana kita bisa menemukan antologi edisi sebelumnya."

Ia menggigit bibirnya berkali-kali sementara ia berusaha menemukan kata yang tepat.

"Apa,"

Ia begitu kehilangan kata-kata sampai-sampai matanya melebar.

"Apa itu benar?!"

"Tentu saja benar. Memangnya apa yang akan kudapat kalau aku membohongimu?"

Seakan-akan menegaskan apa yang kukatan, bibir tipis Chitanda membentuk sebuah senyuman. Meski putri bergaya baik dari keluarga Chitanda itu tak benar-benar menyeringai dari satu telinga ke telinga yang lain, tapi ia sudah jelas senang. Bahkan meski pun aku mendapatkan sesuatu yang sangat kuinginkan, aku tak akan bisa membuat wajah semacam itu. Dibandingkan dengan yang ini, Chitanda yang kulihat di Kafe Pineapple Sandwich dengan ekspresinya yang mendalam terasa benar-benar seperti orang lain.

"Begitu, antologi, ya..."

Aku bisa mendengar bisikannya yang lirih,

"... Tee hee, edisi sebelumnya..."

Chitanda Eru yang ini bisa jadi orang yang agak berbahaya.

Meski demikian, Ibara menaikkan sebelah alisnya dan bertanya, "Apa kau yakin tentang itu? Kenapa seseorang menulis surat hanya untuk mengatakan itu?"

Pertanyaan yang bagus. Tak ada orang waras yang akan terpikir untuk mencari informasi tentang letak benda yang berkaitan dengan Festival Budaya dalam surat dari Istanbul. Tapi ini memang surat dari kakakku, dan tak akan ada orang yang bisa menebak hal apa yang penting menurut Oreki Tomoe.

"Yah, faktanya aku punya suratnya, jadi kau bisa buktikan apa itu benar atau salah. Mau membacanya?"

Aku membuka lipatan kertas dan meletakkannya di atas meja agar Chitanda dan Ibara bisa melihatnya. Selagi mereka mengikuti setiap kata yang ada dalam suratnya, mereka perlahan-lahan terdiam. Yang pertama memecah keheningan adalah Chitanda.

"... Apa kakakmu suka mengunjungi Turki?"

"Dia suka berkeliling dunia."

"Kakakmu menakjubkan."

Meski ketertarikannya ditarik ke dalam bagian yang aneh dalam surat, itu bukan bagian yang aku ingin dilihatnya.

"'Aku akan mengingat ini kembali sepuluh tahun dari sekarang dan mengenang setiap harinya aku di sini tanpa penyesalan.' Ahh, benar-benar kalimat yang melankolis."

Yah, aku setuju, tapi itu juga bukan bagian yang aku ingin dilihatnya.

Setelah mereka melanjutkan membaca, mereka berdua membuka mulut mereka di saat yang bersamaan.

"... Kotak besi kimia?"

"Kotak besi kimia, ya?"

Ibara melihat sekeliling Ruang Geologi, kemudian ia meletakkan tangannya di pinggang, dan membusungkan dadanya.

"Hmm, aku tak melihat sesuatu seperti itu di sini."

"Sepertinya begitu."

Yah, tak sulit untuk mengetahui itu. Meski, tiba-tiba saja wajah Chitanda berubah pucat.

"Eh?! Ka, kalau begitu di, di mana... antologinya..."

"Chi-chan! Tenang, tenang!"

Untuk siapa yang Ibara panggil Chi-chan, aku tak terpikirkan orang lain selain Chitanda. "Chi-chan", Ibara pasti sudah memberinya nama panggilan yang imut. Jadi mulut tajamnya tak digunakan untuk Chitanda, ya? Lagi pula sulit untuk bermusuhan dengan orang seperti Chitanda.

Aku melambaikan surat kakakku pada Chitanda yang sekarang sudah tenang dan berkata,

"Chitanda, surat ini bilang 'kotak besi kimia tua di ruang klub'. Sudah dua tahun sejak kakakku lulus dari sini. Selama itu, ruang klubnya mungkin sudah diganti."

"Ah... begitukah?"

"Jadi, Oreki, kau tahu di mana ruang klub yang dulu?"

Untuk menghindari kesalahan, aku sudah memastikan untuk mengunjungi ruang guru sebelumnya.

"Aku sudah bertanya pada guru pembimbing, dan dia bilang ruang klub yang dulu adalah Ruang Biologi."

"Kau benar-benar sudah mempersiapkan ini."

"Yah, itu efisien."

"Kau benar-benar antusias."

Itu tidak sepenuhnya benar, biasanya aku tidak seantusias itu.

"Ruang Biologi... itu cuma satu lantai di bawah sini. Karena kita sudah tahu, apa sebaiknya kita pergi ke sana?"

Setelah mengatakan itu, Chitanda langsung meninggalkan ruangan.

Kalau ada orang yang antusias, maka dia-lah orangnya.



Ruang Biologi, seperti yang dibilang Chitanda, berada tepat di bawah Ruang Geologi. Kalau Ruang Geologi, yang berada di sudut Blok Kejuruan, adalah tempat paling terpencil di SMA Kamiyama, maka Ruang Biologi, yang berada di lantai tiga, bisa dibilang tempat yang terpecil juga. Meski kukatakan Blok Kejuruan penuh dengan orang-orang, tetap saja ada pengecualian. Seperti Ruang Geologi, yang hampir tak dikelilingi klub lain, sangatlah sepi. Kelihatannya Ruang Biologi sama saja. Sementara koridornya ramai oleh orang-orang, jalan menuju Ruang Biologi penuh dengan kelas kosong, dan tak ada orang yang menuju ke sana selain kami.

Selama perjalanan, Chitanda bersin berkali-kali.

"Apa flumu seburuk itu?"

"Tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku. Aku mungkin tidak bisa berhenti bersin, tapi hidungku cuma sensitif... Hachu!"

Aku tak tahu. Kalau aku jadi dia, aku akan merasa terganggu karena bersin sebanyak itu. Seperti yang diharapkan dari putri kami, yang bisa jadi sangat rendah hati.

Berjalan lebih cepat dari pada kami, Ibara menolehkan kepalanya dan berkata pada kami,

"Oreki, kau bawa kuncinya?"

"Tidak, kelihatannya sudah ada orang yang meminjamnya duluan."

"Hachu! ... Kuncinya sudah dipinjam duluan? Apa itu artinya sekarang ini Ruang Biologi sedang digunakan oleh suatu klub?"

"Selama bukan orang bodoh yang meminjamnya, itu mungkin saja terjadi."

"Oreki-san... tidak baik menyebut orang lain bodoh."

Aku diomeli. Kalau dia marah hanya karena itu, maka bahkan Satoshi dan Ibara tak akan bisa menyangkal, jadi aku tersenyum pahit dan melihat sekeliling, dan sesuatu di dinding koridor memasuki penglihatanku. Aku bertanya-tanya apa itu. Kelihatannya Chitanda dan Ibara tidak menyadarinya... Itu adalah kotak kecil, dan dicat dengan warna putih yang sama dengan dinding koridor, itu agak mencolok. Melihat ke arah lain dari koridor, aku melihat kotak lain yang serupa. Apa seseorang meninggalkan kotak ini? Karena kelihatannya tak berharga, jadi aku tak lagi memerhatikannya. Membungkuk untuk mengambil sesuatu yang bernilai kurang dari seratus yen tidak layak untuk diusahakan, karena energi itu kurang lebih setara dengan satu yen. Jadi adalah hal dasar bagi seorang penghemat energi sepertiku.

Sekarang kami berdiri di depan Ruang Biologi. Sementara aku mempertibangkan untuk mengetuk atau tidak, Chitanda sudah menggapai kenop pintunya.

"Hah?"

Pintunya tidak terbuka.

"Terkunci."

"Sepertinya begitu."

Kedua gadis itu berbalik untuk melihatku, Chitanda terlihat gelisah sedangkan Ibara menatapku dengan tatapan dingin. Adalah hal yang menyusahkan bagiku ketika mereka melihatku dengan tatapan semacam itu.

"Tidak, aku benar-benar tidak membawa kuncinya. Jadi aku tak tahu kenapa pintunya terkunci."

Sekali lagi, Ibara mencoba membuka pintunya, tapi hanya bisa suara derik pintu yang terdengar. Agak tepat, Chitanda mengatakan apa yang yang hampir kukatakan, "...Lagi?"

Ya, itu lagi.

"Chi-chan, apa maksudmu?"

"Umm, itu terjadi di bulan April..."

Aku tak merasa Chitanda tahu ini, tapi kelihatannya pintu-pintu kelas di SMA Kami itu pembawa sial. Setelah Chitanda menceritakan kembali kejadian di bulan April, aku mulai berpikir bagaimana caranya melewati situasi ini tanpa kunci.

"... Dan begitulah kejadiannya."

"Hmm, jadi Oreki bisa melakukan semua itu, ya?"

Aku membalikkan tumit sepatuku dan berseru dengan bercanda,

"APA ADA ORANG DI DALAM?"

Tentu saja, aku menduga tak akan ada jawaban.

Tapi, ada jawaban dari dalam. Suara tumpul dari pintu yang terbuka pun terdengar.

"Ya?"

Kemudian pintu dibuka dari dalam.

Berdiri di sana seorang siswa dengan kaus tipis dan celana seragam. Ia cukup tinggi dan ramping. Tapi ia lebih terlihat seperti tipe orang terpelajar dari pada orang atletis. Setelah memperkirakan kelas kami dari warna kerah bajuku, ia tersenyum sopan dan berkata, "Oh, maaf soal itu. Aku tadi mengunci pintunya. Kalian tertarik untuk bergabung dengan Klub Koran Dinding?"

Kalau kau ada di dalam, seharusnya kau membuka pintunya dari tadi, sialan. Dari pada mengatakan apa yang kupikirkan, aku justru mengatakan, "Ini Klub Koran Dinding?"

"Benar. Bukannya kalian datang kemari untuk bergabung?"

Siswa itu menutup pintunya setelah ia keluar dari dalam ruangan. Pada saat itu, aku mencium bau desinfektan alkohol darinya. Sepertinya orang terpelajar ini punya kecenderuangan pada deodoran. Ia mengangkat sebelah alisnya setelah melihatku mengendus bau deodoran yang berasal darinya, seakan-akan berkata "Kau punya masalah dengan itu?" Meski ia cepat-cepat mengembalikan sikap tenangnya dan berkata, "Kalau begitu, apa yang bisa kubantu?"

Kami bertukar pandang, dan memutuskan lebih baik Ketua Chitanda kami saja yang bicara.

"Selamat siang. Aku Chitanda Eru, ketua dari Klub Sastra Klasik. Kamu pasti Toogaito-senpai dari kelas 3-E, bukan?"

Orang yang dipanggil Toogaito itu menaikkan alisnya karena kaget,

"Bagaimana kau tahu namaku?"

Pertanyaan yang bagus. Siapa pun akan terkejut jika nama mereka dipanggil oleh orang yang benar-benar asing. Walau bagaimana pun, itulah yang kurasakan pada bulan April kemarin. Dan seperti dulu, Chitanda hanya tersenyum lembut.

"Kita bertemu di mansion Manninbashi tahun lalu."

"Manninbashi... Tunggu dulu, kau bilang namamu Chitanda, apa kau punya hubungan dengan Chitanda dari Kanda?"

"Ya, dia ayahku. Terima kasih karena telah menjaganya."

... Hmm, kelihatannya ini reuni masyarakat kelas atas. Aku tahu kalau sebagai keluarga yang sudah tua, keluarga Chitanda adalah pemilik tanah pertanian, tapi aku tak pernah mengira kalau mereka begitu ternama. Sepertinya dunia yang belum pernah kulihat sebelumnya ternyata benar-benar ada. Kalau dipikir-pikir, Satoshi memang pernah menyebutkan sesuatu tentang keluarga tua di Kamiyama, dan Toogaito ada di antara mereka.

"Ah, aku juga, sama-sama. Begitu, jadi kau ini dari keluarga Chitanda."

"Iya... Hachu!"

"Flu musim panas? Pasti berat bagimu. Jaga dirimu baik-baik."

Setelah mengetahui bahwa Chitanda Eru berasal dari keluarga Chitanda dengan tanah pertanian mereka yang luas, sikap Toogaito berubah dalam artian yang aneh. Meski sikapnya tetap tenag, tapi sekarang tatapannya jadi lebih tajam. Apa dia takut pada Chitanda atau semacamnya? Akut ak bisa membayangkannya, tapi sepertinya ada semacam pengaruh kekuatan antara keluarga tua. Mungkin hanya perasaanku, tapi Toogaito sepertinya tak membalas tatapan Chitanda saat ia bicara seolah-olah ia tengah memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Jadi, ada apa?"

Di sisi lain, sepertinya Chitanda tak memedulikan reaksi Toogaito dan berkata, "Ya, sebenarnya, kudengar edisi sebelumnya dari antologi Klub Sastra Klasik disimpan di sini, di Ruang Biologi. Ini dulunya ruangan Klub Sastra Klasik, kan?"

"... Ya. Saat aku masih kelas satu. Tapi mereka memindahkannya tahun lalu."

"Kalau begitu, apa kamu tahu di mana antologinya berada?"

Toogaito diam untuk beberapa saat sebelum menjawab, "Tidak, aku tidak pernah melihatnya."

Mendengarkan percakapan mereka dalam diam, Ibara menoleh dan melihatku, dan aku mengangguk dengan lembut. Siapa pun yang memiliki intuisi pasti akan menyadari Toogaito bersikap aneh.

"Begitu..."

Meski ia memiliki daya ingat yang menakjubkan, tapi intuisi Chitanda berada di bawah rata-rata. Dan akhirnya Chitanda terlihat sedih dan baru saja akan pergi saat Ibara menyela, "Permisi, Senpai, apa kau keberatan kalau kami mencarinya?"

"Dan kau adalah?"

"Ibara Mayaka dari Klub Sastra Klasik. Karena kau tidak memerlukan antologi itu, mungkin kau tidak menyadarinya sebelumnya, kan?"

Meski aku tak melihat maksud apa pun dari melakukan itu, aku memutuskan untuk mengambil tugas orang bodoh dan membantu mereka.

"Kami akan mencoba untuk mencarinya tanpa merusaka kegiatan klubmu. Atau apa itu terlalu merepotkan bagimu?"

"Tolonglah."

"Aku juga memohon padamu."

Atas rentetan permintaan kami, Toogaito memberikan tatapan jengkel.

"Yah, aku lebih memilih untuk tak membiarkan orang luar masuk ke ruang klub..."

Setelah mendengar kalimat itu, Ibara membalasnya.

"Tapi, Senpai, meski pun ini ruang klub, tapi ini juga ruang kelas, kan?"

Aku berusaha menahan tawaku. Karena pada dasarnya, Ibara mengatakan "Kau tak punya hak untuk melarang siswa memasuki kelas sekolah". Akibatnya, Toogaito terlihat lebih terganggu, tapi Ibara lebih keras kepala, akhirnya ia melunak.

"... Baiklah. Kalian boleh masuk, tapi jangan mengacaukan apa pun."

Dan dengan begitu, Ketua Klub Koran Dinding membukakan pintu menuju Ruang Biologi.



Ruangan yang kami masuki dirancang dengan tata ruang yang sama persis dengan Ruang Geologi, dari papan tulisnya, kursinya, mejanya, sampai alat kebersihannya, mereka semua pada umumnya sama... Meski yang ini memiliki satu pintu tambahan. Di atas pintu itu ada tanda "Ruang Persiapan Biologi". Di lantai empat, ini pasti tempat di mana gudang berada, dan tak mungkin memasukinya secara langsung dari Ruang Geologi.

Hampir tak ada orang di Klub Koran Dinding hari ini. Meski begitu, Toogaito menjelaskan, "Biasanya kami punya empat anggota, karena tak ada kegiatan hari ini, maka aku satu-satunya yang ada di sini untuk memikirkan apa yang sebaiknya dimuat untuk Festival Kanya."

Kalau aku mengingat dengan benar, Festival Kanya dimulai pada bulan Oktober. Masih sekitar dua setengah bulan dari sekarang.

"Apa bedanya Klub Koran Dinding dan Klub Koran?"

Chitanda menanyakan pertanyaan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kata-kata Toogaito tadi, yang dijawab Toogaito dengan tenang.

"Ada tiga majalah yang diterbitkan SMA Kami. Ada 'Seiryuu' yang disebarkan ke kelas-kelas setiap bulan; 'Berita OSIS SMA Kami', dipasang di luar ruangan OSIS dalam interval yang teratur; dan 'Majalah Bulanan SMA Kami', yang dicetak setiap bulan kecuali Agustus dan Desember, dan dipajang di papan pengumuman di pintu masuk sekolah. Kami bertugas untuk mengurus 'Majalah Bulanan SMA Kami'."

"Siapa yang menerbitkan dua lainnya?"

"Kalau 'Seiryuu' diterbitkan oleh Klub Koran, sedangkan 'Berita OSIS SMA Kami' tentu saja diterbitkan oleh OSIS. Tapi kamilah yang memiliki sejarah terpanjang dari pada yang lainnya. 'Majalah Bulanan Kami High' akan mencapai edisi keempat ratus segera, yang lainnya bahkan belum sampai edisi keseratus.

Empat ratus edisi, ya? Selain kami, Klub Koran Dinding juga punya tradisi turun-temurunnya sendiri. Setelah dipikir-pikir, kalau paman Chitanda menjadi angggota Klub Sastra Klasik 33 tahun lalu, maka paling tidak, Klub Sastra Klasik sudah berumur 33 tahun. Tak peduli seberapa ramainya hidupku nanti, pasti itu taka akan bisa dibandingkan dengan sejaraj Klub Sastra Klasik. Dan lagi, hidupku tidak ramai sejauh ini.

"Sepertinya tak ada di sini."

Ibara menyimpulkan setelah mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Karena Ruang Biologi hampir kosong, jadi sulit baginya untuk melewatkan sesuatu. Sisanya tinggal Ruang Persiapan. Aku meminta izin sebelum memasuki ruangan itu, "Apa kami boleh mengecek Ruangan Persiapannya juga?"

"... Ya, silakan."

Setelah mendengar jawaban Toogaito di belakangku, aku memasuki ruangan itu, dan aku bisa mendengar suara kepakan kertas juga suara suatu mesin. Aku bertanya-tanya mesin apa itu.

Seperti yang kuduga, Ruang Persiapan adalah ruangan yang kecil, sekitar sepertiga ruangan Biologi.

Pada dasarnya ruangan ini dibuat untuk menyimpan perlengkapan mengajar pelajaran Biologi, meski sekarang ini cuma mikroskop yang bisa ditemukan di rak-rak. Karena SMA Kami lebih fokus pada teori dari pada praktek, sepertinya peralatan eksperimen lainnya disimpan di ruangan terpisah. Karenanya, ruangan ini menjadi ruangan alat Klub Koran Dinding.

Ada kamera yang kelihatannya amatir, koleksi pena dengan berbagai ketebalan dan warna, kardus berserakan di samping mesin fotokopi, dan sebuah speaker kecil. Benda yang paling mencolok adalah meja yang terletak di tengah ruangan sempit ini. Dari pada meja, lebih pantas dibilang kayu triplek tebal yang diletakkan di atas kardus. Di atasnya tersebar beberapa lembar kertas B1 dengan coret-coretan yang hanya bisa dibaca oleh penulisnya, dengan tempat pensil metal yang kelihatan berat di atasnya. Suara mengepak tadi datang dari kertas yang tertiup angin. Angin?

Ada angin dalam ruangan ini. Meski jendelanya terbuka, tapi anginnya datang dari dalam. Pasti itu asal dari suara mesinnya. Sulit menemukannya karena ditempatkan di samping tumpukan kardus, tapi di sana ada kipas angin listrik di depan meja dan di seberang jendela, dan kecepatannya dinyalakan maksimum.

Ada hal lain yang ditiup angin. Tergantung di jendela adalah kemeja seragam SMA Kami. Tergantung begitu saja.

"...?"

"Oreki, bagaimana menurutmu?"

Aku berbalik dan menemukan Chitanda dan Ibara berdiri di pintu masuk Ruang Persiapan Biologi.

Ah ya, kita harus mencari kotak besi kimianya.

Tapi tetap saja, dengan benda-benda yang diletakkan di setiap tempat di ruangan sempit ini, tidak mungkin mencari seperti itu. Hanya dengan observasi saja, kelihatannya tidak ada benda yang mirip dengan kotak besi kimia. Seharusnya bentuk kotaknya adalah kotak bergaya lama dengan gembok yang sudah rusak. Mungkin tadi aku melihatnya tapi aku hanya tidak benar-benar menyadari.

Hmm...

Aku menyilangkan lenganku, melangkah menjauh dari ruangan, dan bertanya pada Toogaito, yang memerhatikan kami, "Apa kau tahu kenapa ruang klub dipindahkan tahun lalu?"

"Tidak. Mungkin mereka hanya mencoba untuk mengisi ruangan yang ditinggalkan klub yang sudah bubar?"

"Berapa banyak kardus yang kau bawa saat kau pindah ke mari?"

Toogaito berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kalau diingat-ingat lagi, berapa ya?"

"Kardus-kardusnya?"

"Ya."

Begitu. Kalau begitu pasti ada di sana. Aku hampir saja lupa kalau Toogaito adalah keluarga yang cukup ternama; terasa masuk akal saat aku teringat keadaan keluarganya.

Kurang lebih aku sudah mengetahui di mana antologinya, tapi mendapatkannya akan jadi masalah... Mari kita coba memasang jebakan. Aku berbalik untuk menatap Toogaito.

"Senpai, karena ada banyak barang berserakan, akan sedikit membosankan mencarinya. Mungkin ini akan merepotkanmu sedikit, tapi apa kau keberatan kalau kami meminta Ooide-sensei untuk membantu kami mencarinya?"

Meski pun ia memasang ekspresi tenang hingga sekarang, alis Toogaito terangkat.

"... Tidak. Sudah kubilang jangan mengacaukan yang ada di dalam sini."

"Kami akan mengembalikan barang-barang ini ke tempatnya kalau sudah selesai. Tolong biarkan kami mencarinya."

"Aku bilang tidak!"

Tiba-tiba ia meninggikan suarnya.

"Oh, aku benar-benar minta maaf, Toogaito-senpai. Tidak apa-apa, tapi sayang sekali."

Chitanda menjawab takut-takut sementara Toogaito terus bicara dengan keras.

"Aku sudah cukup sibuk karena harus menyampaikan ideku pada tim editorial besok. Sebenarnya apa gunanya masuk ke ruangan kami untuk mencari barang? Antologimu tidak ada di sini, jadi pergilah!"

Sementara Toogaito bertambah gelisah, aku hanya menatapnya dengan dingin. Kelihatannya ia masuk dalam jebakan, seperti yang sudah kuduga.

Aku memandang Toogaito sambil tersenyum ramah.

"Senpai, kami tertarik dengan isi kota besi kimia."

"... Apa?"

"Antologi itu seharusnya ada dalam kotak besi kimia. Kalau kau bilang benda itu tak ada di sini, maka pasti tidak ada. Karena kami tidak mau merepotkanmu lebih jauh lagi."

Kemudian aku berhenti tersenyum dan menambahkan, "Ngomong-ngomong, kami mau ke perpustakaan sekarang. Kalau setelah kami pergi kau menemukan antologinya, bisakah kau berbaik hati membawakannya ke Ruang Geologi? Kami akan membiarkan pintunya tak terkunci."

Kelihatannya Toogaito sangat marah mendengar penawaranku, karena ia mengubah wajahnya yang sebelumnya kelihatan pintar dan memelototiku. Sebaliknya, aku menyikapinya seakan itu bukan hal yang istimewa. Karena walau bagaimana pun, belum pernah aku mendengar ada orang yang terluka karena dipelototi.

"K, kenapa kau, bagaimana kau..."

"Ya,Senpai?"

Setelah menahan diri, Toogaito menelan kembali apa yang mau dikatakannya.

Kemudian ia menghela napas berat dan kembali ke dirinya yang sopan.

"Baiklah, akan kulakukan kalau aku menemukannya."

"Aku sangat berterima kasih... Kalau begitu, ayo pergi, Chitanda, Ibara?"

Mungkin tidak mengerti arti di balik pertukaran kata antara aku dengan Toogaito, gadis-gadis yang terkejut hanya menyetujuiku dan mengikutiku keluar, karena tidak gunanya juga tinggal lebih lama.

"Oreki-san, apa yang baru saja terjadi?"

"Akan kujelaskan nanti."

Setelah mengatakannya, aku membawa mereka keluar dari Ruang Biologi.

Sebuah suara memanggilku dari belakang, "Kau, anak kelas satu. Aku masih belum tahu namamu."

Aku berbalik dan menjawab dengan tenang, "Oreki Houtarou... Maaf untuk yang barusan."



Sepanjang koridor yang menghubungkan Blok Kejuruan dan Blok Umum, aku bersandar di salah satu dinding. Selagi kami menghabiskan waktu di sini, para gadis mengambil kesempatan ini untuk bertanya padaku, "Oreki, aku tak tahu apa yang sedang terjadi, tapi bukankah kita akan ke perpustakaan?"

Aku mengibaskan tanganku.

"Tidak, tidak perlu."

"Aku tidak mengerti. Kalau begitu, kenapa kita tidak kembali ke ruang klub?"

"Tidak bisa. Kita harus menunggu sedikit lebih lama lagi."

Ibara menggumam, "Apa yang ia inginkan" selagi masih terlihat tak yakin.

Chitanda selagi meniup hidungnya, mengambil alih Ibara dan bertanya, "Oreki-san, Toogaito-senpai kelihatan marah."

"Kelihatannya begitu."

"Memang bagus, sih, kalau edisi sebelumnya ditemukan, tapi sampai membuat permintaan paksa darinya..."

"Memaksa? Aku cuma memintanya dengan sepantasnya."

Chitanda membuka dan menutup mulutnya karena kehilangan kata-kata. Sudah kuduga. Karena yang aku minta adalah "membantu mencari barang kami" dan "membawakannya kalau ketemu".

"Tapi, Toogaito-senpai marah."

"Apa dia semarah itu?"

Berdiri di samping Chitanda, Ibara menaikkan alisnya dan bertanya, "Setelah Oreki meminta bantuannya, kemarahannya kelihatan seperti cuma akting."

Oh, jadi dia sadar.

"Begitukah?"

Tapi rupanya Chitanda belum.

Aku melihat jamku. Sudah lewat tiga menit... sudah waktunya. Aku menegakkan tubuh dari dinding yang kusandari dan bertanya, "Chitanda, seberapa terkenalnya keluarga Toogaito itu?"

Chitanda memiringkan kepalanya, bertanya-tanya kenapa aku menanyakan hal ini dan menjawab, "Keluarga Toogaito? Mereka cukup berpengaruh dalam dunia pendidikan SMA. Mereka punya satu anggota di Dewan Sekolah Prefektur dan satu di Kota, juga satu kepala sekolah dan dua guru."

Sekarang aku mengerti.

"Oreki, bagaimana dengan antologinya?"

Aku menjawab, "Waktunya kita kembali."

Chitanda dan Ibara melihat satu sama lain mendengar jawabanku, sedangkan aku hanya tersenyum.



Sampailah kami di ruangan Geologi.

"Ah, ini dia."

Seperti yang kukatakan. Di atas meja guru ada setumpuk lusinan buku catatan tipis. Aku mengangkat tinjuku. Rasanya menyenangkan saat ada hal yang berjalan sesuai dengan rencana.

"Ada? Bagaimana mungkin?" kata Ibara sambil berjalan ke meja guru. Saat ia mengambil satu buku catatan, ia menggumam, "Benar-benar antologinya..."

"Eh, eh?? Eru, aku juga ingin lihat!"

"Bagaimana kau melakukannya, Oreki? Aku kau tahu sesuatu?" pertanyaan galak Ibara membuatnya terdengar seakan aku sudah melakukan sesuatu yang salah. Aku tak pernah pintar menghindari pertanyaan, jadi aku bersandar pada meja terdekat dan menjawab, "Aku cuma melakukan sedikit pemerasan, cuma itu."

"Pemerasan? Pada ketua Klub Koran Dinding?"

"Ya. Tapi, Ibara, bisakah kau lebih hati-hati?"

Ibara cemberut saat aku mengatakan itu.

"Aku tidak akan mengatakannya pada orang lain."

"Ya, tapi kau sepertinya tak terlalu dapat dipercaya. Toogaito melakukan sesuatu untuk anak kelas satu itu harus jadi rahasia, kasihan dia kalau sampai rahasia ini tidak dijaga."

"Aku tak akan bilang siapa-siapa... Kalau kau tak percaya, kau tak memberitahuku juga tidak masalah." dia berkata dengan kasar. Dia mungkin tidak berbohong. Chitanda adalah masalah yang benar-benar berbeda; memuaskan keingintahuannya bukanlah prioritas baginya. Jadi kalau ia sadar, masalah akan muncul dari penjelasanku, maka lebih baik ia tidak mendengarnya. Dia adalah orang yang akan muncul dengan solusi itu.

Catatan penerjemah dan referensi[edit]


Kembali ke 4 - Pewaris klub Klasik yang Penuh Kegiatan Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke 6 - Masa Lalu Klub Klasik yang Gemilang