Hakomari (Indonesia):Jilid 2 2 Mei
(Sabtu) 2 Mei, 00:11[edit]
Aku bangun karena suara gemertakkan yang datang dari meja.
Aku bangkit dari kasur dan mengambil ponsel yang merupakan sumber suara tadi. Aku lihat layar LCD-nya.
"Otonashi Maria"
Otonashi Maria? Padahal sudah tau begini, kok, dia masih mau telepon? Apa Hoshino Kazuki tidak memberi kabar apapun pada dia? ...yah, barangkali ia sendiri tau kalau pacarnya sekalipun tidak akan terima cerita yang absurd begini. Tapi seharusnya, dia akan menyadarinya tanpa perlu diberitau... Terserahlah.
Tanpa pikir panjang lagi, aku mengangkat teleponnya.
Mana bisa aku menahan diri untuk tidak bicara dengan perempuan yang aku kagumi?
"Halo."
"Kazuki. Sekarang ke kamarku."
Wow. Apa dia selalu memperlakukan Hoshino Kazuki dengan begini?
Oke, sekarang aku harus bagaimana?
Kita pikirkan:
Dalam seminggu, 'Kotak' membuat aku bisa mengambil alih 'Hoshino Kazuki'. Karena itu, akan lebih baik kalau aku jangan banyak main-main, dan itu artinya aku harus jauhi Otonashi Maria.
Tapi jangan sampai terlarut: itu bukan tujuan utama.
Yang sangat ingin aku lakukan ialah menyiksa Hoshino Kazuki sampai ia mencakar-cakar lehernya karena penderitaan yang mendalam, membuatnya tidak tahan lagi hingga ia memohon padaku agar mengambil alih tubuhnya waktu ia bersujud padaku, dan menjadikannya cangkang kosong yang ada hanya untuk menyerahkan tubuhnya padaku pada 5 Mei. Itulah keinginanku.
Kenapa aku memiliki keinginan yang seperti itu? Karena dengan begitu membuatku bisa merasa aku sudah menjadi Hoshino Kazuki.
Selama aku tidak merasa sepenuhnya menjadi Hoshino Kazuki, aku hanya anjing yang terjepit pagar dalam tubuh seseorang—yang mana sangat tidak berarti.
Itu juga kenapa aku perlu saling membagi tubuh ini dengan "Hoshino Kazuki" untuk sementara—karena kalau tidak, aku tidak akan merasa aku sedang berpura-pura mengambil jati dirinya. Heh, kotak ini sangat keren.
"Hei, kenapa tidak menjawab?"
Ya, aku tidak perlu bimbang.
Otonashi Maria sudah pasti sangat penting baginya. Kehilangan dia akan sangatlah buruk.
Jadi, "Ishihara Yuuhei" akan mencuri Otonashi Maria dari "Hoshino Kazuki".
Ini adalah syarat utama untuk memenuhi keinginan utamaku.
"Ah, maaf. Aku lagi berpikir tadi," kataku sewaktu aku mengingat bagaimana "Hoshino Kazuki" berbicara biasanya. "Um, di kamarmu? Boleh, kalau kamu mau jemput aku."
Cara dia bicara tadi seperti Hoshino Kazuki mengunjungi kamarnya setiap hari.
"Kenapa aku harus memanjakan kamu? Pakai sepeda kamu."
"Sepedaku lagi rusak sekarang ini," jawabku, coba menipunya dengan tipuan yang baru terpikir tadi, karena akan jadi masalah kalau dia tidak mengantarku.
"Ya ampun, si laki-lakinya minta si perempuan untuk menjemput? Seharusnya kebalikannya, 'kan? ...yah, terserah. Aku akan ambil motorku, ya?"
"Maksudnya...skuter matik?"
"Bukan...? Ini murni motor 250 cc.[1]"
Sial! Mana mungkin Hoshino Kazuki tidak tau motor dia.
"Aah, aku mengerti; aku belum bilang kalau aku sudah beli.
"Ah, y-ya."
Hampir saja! ...tidak, jangan jadi ragu begini—dia tidak mungkin langsung tau siapa aku hanya dengan hal sekecil itu. Toh, keraguan itu sudah pasti terjadi, apalagi karena aku berurusannya sama Otonashi Maria.
"Omong-omong, aku belum cukup umur untuk dapat SIM, ya?"
Dia belum punya SIM?! Mungkin dengan aku tidak tau hal itu adalah pilihan yang benar...
"Ya sudah, aku akan ke rumahmu 15 menit lagi. Tunggu aku di luar."
Dia menutup teleponnya sebelum aku bisa menjawabnya.
"...Kazu-chan, siapa tadi? Kayanya aku dengar suara cewek tadi? Dan kenapa enggak angkat teleponnya di balkon?" kata si perempuan yang hanya memakai pakaian dalam—mungkin kakaknya Hoshino Kazuki.
Oh. Hoshino Kazuki tidak menelepon di dalam ruangan karena kakaknya. Mungkin aku harus mengingatnya.
"Dan pasti bukan Mogi Kasumi-san kalau jam-jam segini..."
Mogi Kasumi? Siapa?
(Sabtu) 2 Mei 00:31[edit]
Tepat 15 menit setelahnya, Otonashi Maria datang dengan moge-nya.
"Ini," katanya saat dia lemparkan helm padaku.
Aku menangkapnya, tapi aku tidak tau harus apa lagi. Tapi, karena dia terus menatap aku, aku memilih untuk mengenakannya.
"Tunggu apa lagi? Ayo naik."
Aku duduk di belakangnya seperti yang dia perintahkan, dan dengan takut mengalungi tanganku pada pinggangnya rampingnya. Otonashi Maria, perempuan yang aku kagumi, hanya diam.
Kurang dari 10 menit, dia berhenti di sebuah apartemen lima lantai. Meski enggan, aku melepas pinggangnya, turun dari motornya dan melihat sekilas bangunannya waktu aku lepas helmnya. Itu bangunan dengan tembok bata yang kelihatan seperti kelas atas dan bahkan punya pintu masuk elektronik. Harga sewanya pasti tinggi.
Aku ragu dia akan membawa pacarnya ke apartemennya di tengah malam begini kalau dia tinggal dengan keluarganya, jadi aku yakin ia pasti tinggal sendiri. Dan sekarang, dia membawa pacarnya ke kamarnya. Yang artinya...yah, situasi ini saja sudah menjelaskan semuanya. Pastinya.
Jantungku berdetak kencang karena senang. Namun, dia tampak tidak peduli dan terus berjalan ke kamarnya, dan terus berjalan ke kamarnya, naik liftnya dan berjalan lurus ke arah pintu nomor 403.
Hal pertama yang aku rasakan saat aku memasuki ruangannya adalah harum peppermint ringan. Apartemen Studio[2] yang dia tinggali berukuran sepuluh tatami[3]. Kelihatan jauh lebih besar karena kurangnya perabotan di dalam.
"Apa yang menarik di ruangan aku ini? Belum berubah dari terakhir kamu ke sini, 'kan?"
"...Ya," jawabku, mencoba terlihat tenang, dan duduk di atas alas duduk.
Setelah memberiku intipan kecil dari samping, Otonashi Maria membuka sebuah rak dan kelihatannya sedang mencari sesuatu.
"Baiklah, sini tangan-tanganmu, Kazuki."
Tanganku? Apa dia mau menciumnya?
"Ayolah. Begini," kata dia sambil dia peragakan. Aku mengikutinya.
Klik.
Apa-apaan itu? Di saatku memikirkannya, aku merasakan sebuah beban ringan mengelilingi lengan kananku. Aku melihatnya.
Borgol.
"...Ini hanya candaan, 'kan, Otonashi-san?"
"Candaan? Yang bercanda itu kamu. Kita sudah sering begini, 'kan?"
Sering...? Memborgolku?
"Oh? Kamu mau menolaknya malam ini? Ya ampun... parah sekali kamu ini."
"A-Aw!"
Dengan senyum mempesona dan gerakkan yang yang lancar, Otonashi Maria memaksa tanganku ke belakangku dan memborgol tangan kiriku juga. Lalu, dia memborgol kakiku dan menidurkanku di atas lantai. Aku coba gerakkan tubuhku. Aku mungkin bisa berdiri, tapi selain gerakkan itu, aku sulit melakukan apa-apa lagi.
"Hari ini, kita pakai ini juga," ujarnya saat dia keluarkan selembar kain hitam, yang mana dia gunakan untuk menutup mataku, mematikan pandanganku.
Situasi apa ini. Tubuhku hampir terkunci sepenuhnya, mataku ditutup, dan aku berguling-guling di lantai seperti ulat—hampir seperti tentara yang disandera oleh musuhnya.
...Hm? Aah, aku paham.
"Kelihatannya sudah siap. Kita mulai."
Otonashi Maria seharusnya tau kalau ada sesuatu yang aneh pada Hoshino Kazuki, jadi tidak mungkin dia akan merasa nyaman kalau mau lebih intim dengannya.
Kalau iya—pada siapa perlakuannya sekarang ini di tujukan?
"Yah—" lanjutnya "—kamu bukan Hoshino Kazuki, jadi kamu siapa?"
Aku paham.
Semuanya sampai sekarang hanyalah jalan yang ditujukan untuk menangkap "aku".
"Hehe..."
Brilian. Seperti yang aku kira dari Otonashi Maria, dan itu kenapa aku sangat mengaguminya. Aku senang karena rasa takutku akan dikecewakan ternyata tidak ada pendasarannya.
"Kenapa kamu tertawa? Aku jadi ragu kamu mengerti situasimu sekarang ini."
Aku mencoba melakukan pembelaan terakhir.
"Tidak, tidak... Otonashi-san, kamu aneh!"
"Tidak perlu akting lagi. Percuma."
Aah, jadi percuma ternyata—tapi itu justru membuatku makin tertawa lagi.
"Kamu aneh. Kenapa kamu begitu senang walaupun aku baru saja menipu dan menangkapmu?"
"Otonashi Maria, boleh aku tanya kenapa kamu pikir aku bukan Hoshino Kazuki?" Tanyaku dengan gamblang, berhenti berakting.
"Aku dengar rekaman suara kamu dan merasa ada kotak."
Pernyataan secara gamblangnya memberikanku pemahaman—bukan hanya dia mengetahui aku, tapi juga karena dia makhluk yang unik.
"Oke, kamu tau soal kotak aku dan kamu dengar pesanku, lumayan, tapi itu saja belum cukup untuk kamu tau sedang berhadapan dengan 'aku' atau 'Hoshino Kazuki', 'kan? Dari kapan kamu tau kalau ini 'aku'?"
"Dari saat kamu bilang 'halo' di telepon."
"Kamu cuma bercanda, 'kan?"
Karena suara kami sama persis, seharusnya mustahil untuknya membedakan kami.
"Kazuki mengangkat telepon dengan 'Ya?'. Ia tidak menggunakan 'Halo'. Tentu. Normalnya aku tidak akan begitu peduli kalau hanya perubahan kecil begitu, tapi karena aku tau kalau ia ada sangkut pautnya dengan kotak ini, aku langsung curiga. Hal yang perlu kulakukan hanyalah memastikan kecurigaanku, jadi aku bicara dengan tenang sampai kamu salah bicara. Biar aku beri tau: Kazuki belum pernah ke tempat ini."
"Bagus." Karena akan sangat tidak bisa dimaafkan untuk seseorang yang sepayah Hoshino Kazuki sering bersama di kamar wanita luhur seperti Otonashi Maria. "Intinya, kamu menipu aku untuk memastikan apa aku memang benar ada."
"Hal semacam itu tidak perlu kepastian lagi. Malah, aku ingin tau kamu punya ingatan Kazuki atau tidak. Heh, sepertinya tidak."
"......"
Jadi dia selangkah lebih maju dalam masalah kepastian.
Aku akui ini hal yang penting. Kalau Ishihara Yuuhei dan Hoshino Kazuki saling membagi ingatan, maka bukan jadi rahasia lagi kalau dia mencoba mengerjakan sesuatu dengan Hoshino Kazuki. Dia tidak akan bisa bekerja sama dengan Hoshino Kazuki.
"Biar aku langsung ke intinya saja: kamu siapa?"
"Sudah jelas, 'kan? Aku Hoshino Kazuki!"
"Jangan main-main dan jawab pertanyaannya."
Masih tiduran di lantai, aku[4] mengangkat bahuku.
"Aku tidak main-main: Aku Hoshino Kazuki. Itu adalah identitas yang kotak-ku berikan padaku."
"...Maksudnya?"
"Seperti yang aku bilang. Keinginan-ku adalah menjadi Hoshino Kazuki, dan kotak bisa mengabulkan segala keinginan, 'kan? Jadi, aku Hoshino Kazuki. Aku tidak bisa menyebut diriku yang lain lagi."
Kata-kataku membuat Otonashi Maria terdiam beberapa saat.
"...jadi Hoshino Kazuki, kamu bilang? Itu gila... Kenapa Kazuki? Aku ragu Hoshino Kazuki punya tubuh yang orang inginkan..."
"Karena kamu ada di sisinya," jawabku dengan langsung.
"—Aku?"
"Ya, aku selalu mengagumimu. Perempuan dalam mimpiku akan ada di sisiku; alasan itu cukup untuk membuatku ingin menjadi dirinya."
Otonashi Maria menghela nafasnya.
"...Aku tidak pernah mengira kalau aku jadi alasan utama dari semua ini," keluhnya, tapi kembali dapat ketegasannya lagi. "Aku paham kamu ingin menjadi Hoshino Kazuki. Tapi, aku tidak bisa memanggilmu seperti itu."
"Kalau begitu panggil saja aku 'Ishihara Yuuhei'."
"'Ishihara Yuuhei'? Belum pernah dengar. Itu bukan nama aslimu, ya?"
"Entahlah."
"Hmph, terserah. Tapi kamu harus beri tau: bagaimana caramu menukar tubuh dengan Kazuki?"
"Kenapa kamu ingin tau?"
"Aku tidak perlu jawab pertanyaannya."
"Oke, aku tidak perlu jawab juga."
"Kamu lumayan polos untuk orang yang tangan-kakinya terikat, ya?"
"Aku tidak akan terpengaruh hanya dengan itu! Kamu tidak bisa melakukan apa-apa padaku—kamu sakiti aku dan kamu akan melukai tubuh Hoshino Kazuki.."
"Penyiksaan yang tidak punya pengaruh pada tubuhnya itu percuma, tapi yah... Aku tidak bisa pakai kekerasan, sih..." Otonashi Maria mengatakannya dengan pelan.
"Apa?"
"Tidak, jangan hirau... Jadi, kamu tidak mau memberitau aku, ya?"
"Hm, jujur, ini mungkin tidak akan ada pengaruhnya, tapi aku tidak mau bilang."
"Tidak akan ada pengaruhnya?"
"Heh, tentu tidaklah. Apapun yang kamu usahakan, 'Hoshino Kazuki' akan menghilang pada 6 Mei kecuali kamu langsung berurusan dengan kotak-ku. Jadi, apa pengaruh yang bisa diberi dari informasi semacam tadi? Maksudku, kamu boleh berpikiran aku tidak akan memberitau padamu cara mengalahkan kotaknya! Atau kamu mau coba membunuhku? Silahkan, tapi itu juga akan membuat Hoshino Kazuki terbunuh!" Kataku dengan tawaan yang dibuat-buat.
Bagaimana, Otonashi Maria? Kamu tidak pernah membayangkan situasimu sepayah ini, 'kan?
"Fufu..."
Tapi tidak tau kenapa, dia melepaskan tawaan kecil.
"...Kenapa tertawa? Apa kamu sudah putus asa hingga hanya bisa tertawa?"
"Putus asa? Kamu pikir aku putus asa? Fufu... Bahaya seperti ini hanya bagaikan nyamuk ketimbang apa yang kami lawan sebelumnya. Masalah yang sekarang aku hadapi hanya kamu tidak mau memberitau padaku bagaimana caramu bertukar dengan Kazuki, 'kan? Masa itu buatku putus asa?"
"Aku bilang padamu kalau kamu hanya bisa menyelesaikan semua ini kalau kamu membunuh Hoshino Kazuki—apa kamu tidak dengar?"
"Itu kenapa aku tertawa. Karena—itu hanya kebohongan."
Aku kehilangan kata-kata.
"Aku tau kamu mau menjauhkan aku, tapi aku tidak bisa dibohongi dengan tipu daya payah tadi."
"...Kenapa kamu pikir itu hanya tipuan?"
"Kamu sendiri yang bilang—kamu Hoshino Kazuki. Tapi Hoshino Kazuki tidak punya kotak, karena itu, tidak mungkin ia jadi pemilik."
"Kenapa jadi main kata begitu? Kamu jangan coba lari dari kenyataannya!"
"Kamu masih belum paham? Oke, dengar dan coba jawab pertanyaan ini."
Otonashi Maria berkata dengan tenang:
"Apa kamu percaya sebuah nyawa bisa tinggal dalam tubuh orang lain?"
"Y—"
Yah—
"Kamu tidak bisa langsung menjawabnya, hm?"
Aah... Sial.
Aku tidak tau kenapa, tapi...aku punya perasaan kalau aku merasa enggan, aku baru saja melakukan kesalahan yang fatal.
"'Kotak' mengabulkan keinginan, tapi orang yang terlalu atau kurang memikirkannya secara rasional tidak akan mungkin bisa percaya keinginan itu bisa terwujudkan. Dan seperti yang aku curigai, dilihat dari reaksimu tadi, kamu tidak percaya keinginanmu sendiri dari dalam hatimu. Kotaknya memasukkan keraguan dari si pemilik waktu mengabulkan keinginan—jadi, si pemilik tidak akan bisa mengambil alih tubuh Hoshino Kazuki."
"......"
"Yang artinya, si pemilik akan terus ada seperti seperti sebelumnya setelah gagal mengambil alih tubuh Kazuki—terpisah dari kamu."
Mengabaikan keheninganku, dia bertanya: "Jadi kamu ini apa, kalau kamu bukan si pemilik?"
Aku tidak bisa menjawabnya.
"Kalau kamu belum tau, biarku beritau: kamu makhluk buatan karena terdistorsinya keinginan. Kamu hanya tiruan palsu dari si pemilik. Ya—hanya 'dibuat-buat', kalau harus kujelaskan." Dia menyeringai sesaat sebelum dia meneruskan. "Dan karena kamu hanya 'dibuat-buat', aku tidak tertarik padamu."
Aku paham sekarang. Jadi itu kenapa—aku tidak sedang memiliki kotak.
"Hahaha!"
Terus apa?
Alasan aku memasukkan keinginan ini ke dalam kotaknya adalah karena aku ingin menghapus si sampah seperti diriku ini. Aku bukan si pemilik? Aku hanya dibuat-buat? Super sekali!
Jelas-jelas karena aku bukan siapa-siapa sampai aku bisaa menjadi Hoshino Kazuki.
"...Kenapa kamu tertawa, Ishihara Yuuhei?"
"Hehe, bukan apa-apa! Tapi, ada hal yang ingin kutanyakan: aku ini dibuat-buat—aku akui—tapi memangnya siapa kamu sampai berkesimpulan begitu?
"Siapa aku, kamu tanya...?"
Tidak tau kenapa Otonashi Maria tidak bisa bicara.
"......kamu hanya dibuat-buat. Dan aku—"
"Kamu ini memikirkan apa? Aku hanya ingin tanya karena aku mau tau kenapa kamu begitu tau kotak ini."
"...Ah, oh, hanya itu?" Begitu dia mengerti maksudku, suaranya kembali tegas seperti biasa. "Aku adalah kotak. Dan karena aku adalah kotak, aku akan lebih tau soal karakteristik kotak."
"...Kamu adalah kotak? Apa itu cuma metafora?"
"Silahkan artikan saja sendiri."
Sebuah kotak, ya? Kalau benar, maka itu akan menjadikan kami pasangan yang sempurna.
"Omong-omong, masih ada yang perlu aku beritau, ya?"
"...Tentang apa?"
"Oh? Kemarin malam, bukannya aku sudah janji mau langsung bilang padamu? Karena tanggalnya sudah berganti, akan aku katakan sekarang!"
Senyuman di wajahku terlalu lebar, sial aku hanya bisa melihat separuh dirinya karena mataku ditutup.
"Aku mencintaimu, Otonashi Maria."
Dia menyebut dirinya sendiri kotak.
Aku merasa itu membuat kamj menjadi pasangan yang serasi, serius—sebagai sesuatu yang harus aku dapatlan, dan sebagai musuhku
(Sabtu) 2 Mei 07:06[edit]
Aku bangun di sebuah kamar yang tidak aku kenal dengan tanganku diborgol.
"......uhh..."
Rasanya kepalaku pusing hanha dengan bangun saja. Aku ada di sebuah kamar bercat putih dan harum. Showernya menyala dari dekat. Punggungku sakit, dan aku melihat sebuah futon. Kakiku juga diborgol.
Tunggu.
Apa ini?
Kebingunganku langsung menghilang dalam sesaat. Dengan terburu-buru aku coba bangun, hanya untuk jadi jatuh lagi.
Selagi menahan hidungku yang kesakitan dengan kedua tangan, aku bangun dan melihat-lihat. Aku melihat kasur besar, sebuah meja, laptop dan speaker terletak di atas meja, dan sebuah buku yang kelihatan menyeramkan. Secara keseluruhan, ruangan ini terlihat cukup leluasa. ‘’Seifuku’’ yang menggantung di gantungan luar lemari memberi kesan kalau ini mungkin kamar seorang gadis.
Apa Ishihara Yuuhei yang memasukkanku ke dalam situasi ini? Ya, pasti ia.
Kudengar seseorang mematikan ‘’shower’’. Setelah beberapa saat, hair drier pun berbunyi. Aku mengira itu suara dari si pemilik kamar yang sedang berada di tempat berdandan.
Yang artinya perempuan itu...? Ada perempuan telanjang di balik tembok ini? Apa-apaan ini... dan apa yang baru saja aku, bukan, "Ishihara Yuuhei" lakukan pada perempuan itu!?
Dan suara hair drier-nya berhenti kemudian pintu terbuka dari tempatnya berdandan.
"U-Uwa!!" Teriakku saatku dengan cepat memalingkan muka, melihat dia tidak mengenakan apa-apa selain baju putih.
"Ah, kamu sudah bangun?"
Otakku membeku disaatku dengar suara yang sangat aku kenal itu.
"Eh?" Wajah yang familiar menyambutku saatku angkat wajahku. "Ah, Otonashi-san...?"
"Memangnya siapa lagi yang mirip denganku?"
Karena jawabannya, aku melihat sekujur tubuhnya. Ya, sudah pasti dia Otonashi Maria.
Lalu tiba-tiba saja aku sadar aku sedang memperhatikannya, dan dia hanya mengenakan kaos tipis dengan pakaian dalam di baliknya. Lagi, aku memalingkan mukaku.
"K-Karena kamu sekarang tau aku ada di sini, tolong lebih hati-hati sedikit!"
"Kenapa panik begitu? Hal ini tidak mungkin buat resah kamu, ‘kan?”
...itu bukan seharusnya kata-kata yang keluar dari mulutnya. Itu seperti kata-kata yang akan keluar dari mulutnya Haruaki saat ia menjahili Kokone.
Tetapi, sebelum aku bisa mengatakan sesuatu, dia terlebih dahulu menyelaku dengan komentar yang mengejutkan.
"Lagian, bukankah kamu sudah melihat sesuatu yang lebih kemarin? Pakaian yang terbuka seperti ini tidak seharusnya mengejutkan kamu lagi!”
"......Eh?"
"Aku tidak mengira kamu langsung melakukan itu sewaktu masuk ke kamarku, apalagi karena sebelumnya kamu bertingkah seperti biasa sebelumnya. Ya ampun, kamu buat aku kaget, tau."
"Apa, apa yang kamu bicarakan...?"
Tapi aku tidak bisa menghiraukan kenyataannya—berdasarkan situasi sekarang ini aku yakin dia berterus terang. Soalnya, aku ada di kamarnya, dia mandi, dan mengitari kamarnya dengan hampir tanpa pakaian—
"K-Kamu cuma bercanda, 'kan?" Tanyaku dengan canggung.
"Ya, aku cuma bercanda," jelas Otonashi-san.
"Eh?"
"...Oke, aku mengerti. Jadi kamu Hoshino Kazuki. Soalnya reaksimu yang bodoh waktu mulutmu nganga sulit untuk ditiru."
Kenapa aku justru kesal, padahal dia hanya bercana—seperti yang aku mau...?
"......Otonashi-san. Kenyataan kalau aku ada di sini tanpa tau sebabnya, artinya kamu sudah bicara dengan Ishihara Yuuhei, ya?"
Saatku bicara dengan posisi tertidur di lantai, Otonashi-san bergerak mendekat. Dia sangat dekat hingga tercium harum yang berasal dari rambut panjangnya... mungkin dari samponya atau kondisioner atau semacamnya...
"A-Apa?"
Suara "klik" memberi penjelasan padaku kalau Otonashi-san melepas borgol di kakiki. ...oke, itu oke, tapi bisakah dia setidaknya beri peringatan dulu?
Setelah melepasnya, Otonashi-san duduk berlutut di depanku.
"Umm..."
Aku mengikuti pergerakannya dan juga duduk berlutut.
Dia perlahan membuka mulutnya.
"Kazuki, siapa aku?"
Apa yang tiba-tiba dia katakan?
Jelas, dia Otonashi Maria, tapi kenapa dia menanyakan pertanyaan semacam itu sekarang?
"Coba ingat lagi Kelas Penolakan."
"Hm? ...Ah!"
Setelah dia menyebutnya, aku ingat sebuah adegan yang mirip sewaktu dia memintaku menulis namanya.
Saat itu, Otonashi-san meminta orang-orang di kelas untuk menulis namanya, agar seseorang menulis nama 'Maria' —nama yang hanya bisa diketahui oleh orang yang ingatannya tetap tersimpan di pengulangan-pengulangan itu.
Lalu kenapa dia bawa-bawa ini sekarang?
Untuk memastikan siapa aku. Otonashi-san menanyakan ini agar dia bisa membedakan "aku" dari "Ishihara Yuuhei", karena dia akan jadi bisa memastikan kalau aku ini "aku" kalau aku menyebutkan nama rahasianya.
"—Otonashi Aya."
Jadi aku sebut nama itu. Nama yang dia pernah gunakan dalam Kelas Penolakan, yang hanya "aku" saja yang mengingatnya.
Tapi tindakkannya tadi yang meminta kepastian mengindikasikan dia tidak tau siapa aku sekarang? Aku perlu sampai sejauh ini untuk meyakinkannya kalau aku ini "aku"?
Tidak tau kenapa itu rasanya...Rasanya—sangat memalukan.
"Otonashi Aya, ya?" Gumamnya dengan kecewa.
"Apa aku salah?"
"Tidak, kamu benar. Aku hanya tidak mengira kalau kamu bisa langsung dapat jawabannha dengan cepat. Itu saja."
"Oke...mungkin? Tapi bagaimana bisa kamu mengerti kalau ini 'aku'?"
"Sekarang ini, yah. Seperti yang kamu tau, aku sudah dengar rekaman suara yang Ishihara Yuuhei rekam."
"Oke."
"Aku juga sudah berbicara dengan Ishihara Yuuhei."
"...orang ini seperti apa? Kamu tau sesuatu?"
"Hm, aku tidak begitu yakin," Jawab Otonashi-san.
"Ah, tapi apa ia tidak melawan? Soalnya kamu sendiri perlu pakai borgol kaki."
"Tentunya aku sudah memikirkan kemungkinan itu dan menggunakan borgol tadi untuk alasan itu. Bukan...tepatnya aku melakukannya karena kamu, Kazuki."
"...eh?"
"Reaksimu bagaimana sewaktu kamu sadar kamu diborgol? Kamu langsung bagaimana?"
"Yah, aku kebingungan tadi ..dan bahkan sampai coba lompat."
"Aku mengincar reasi tadi itu."
"......Kamu suka membully aku, ya?"
"Bukan, aku pikir aku bisa melihat saat-saat kamu bertukar menjadi 'Ishihara Yuuhei' dengan menunggu reaksimu itu. Toh akhirnya aku gagal karena aku mandi tadi. Sial aku tidak bisa melihat reaksi lucu kamu."
Ya, dia memang suka membully aku.
"Baiklah. Itu saja untuk sekarang. Kazuki, kita pergi."
"...eh?"
Tidak tau kenapa, Otonashi-san melihatku dan terlihat jengkel.
"Ya ke rumahku. Hei, memangnya kamu kira sekarang jam berapa?"
"Hm?"
Aku melihat apa yang ada di sekitarku dan menemukan sebuah jam. 7.15 pagi.
"Atau kamu inginnya terlambat? Sekarang waktunya sekolah."
"Hah..."
Sekolah kami hanya memperbolehkan muridnya untuk libur di hari sabtu yang lain, jadi kami mesti masuk sekolah di sabtu sekarang.
"Ada apa dengan 'hah' tadi? Kamu mau ke sekolah tanpa bawa apa-apa?"
....benar juga. Kami harus pergi ke rumahku.
"......Um, apa aku boleh pulang sendiri?"
"Kamu ini bicara apa? Masa kamu bisa pulang ke rumah kalau kamu sendiri tidak tau caranya ke sana? Kalau begitu pun, kamu tidak akan sampai ke sekolah tepat waktu kalau jalan kaki. Aku antar kamu dengan motorku."
"O-Oke."
Sial...
Maksudku, meski ini bukan salahku, aku tidur di luar tanpa izin dari orang tuaku. Kalau aku datang ke rumah di pagi hari, akan kelihatan seperti apa? Aku memeriksa ponselku, dan memang, ada beberapa telepon masuk dari ibuku. Sial. Apalagi kalau aku bawa perempuan ke rumah bersamaku—
"Otonashi-san... bisa kamu sembunyi setelah kita sampai di rumahku...?"
"Kenapa?"
Otonashi-san kelihatan bingung. Wajar, sih, maksudku tidak tersampaikan padanya...
Sepertinya aku harus diam-diam masuk ke dalam rumah tanpa harus ketahuan ibuku.
(Sabtu) 2 Mei 07:34[edit]
Percobaanku untuk datang diam-diam langsung gagal.
"Ini kegagalan," Otonasho-san menggumamkanmya saat kami berjalan ke stasium. Kami meninggalkan motornya di dekat rumah kami.
"......iya," aku akui diikuti desahan.
Ibuku menangkap basah aku tepat di kaki tangga.
Tentunya, langsung diberi wejangan.
Toh, aku tidak bisa menyalahkannya: dia berhak memarahiku karena aku keluar di larut malam tanpa minta izin dahulu. Aku tidak bisa menyalahkannya, tapi—
Di saat aku mendengarkan ceramahnya, Otonasih-san jadi lelah hanya menunggu saja di luar.
Dan begitulah, ibu langsung berkesimpulan kalau kedatangan Otonashi-san yang tiba-tiba adalah alasan kenakalanku, dan mulai mengamati dia. Yang buatku terkejut, Otonashi-san hanya memberikan senyuman lembut dan mengatakan:
"Kazuki tidak menikmati dunia malam atau berpesta tadi. Ia hanya berdua dengan saya sampai pagi. Saya tidak bawa siapa-siapa lagi ke kamarku. Kami cuma berdua, jadi tenang saja"
...dia justru malah melempar minyak ke dalam api, 'kan?
Ibuku—yang masihvbekum mau melepas anak-anaknya—diam seribu bahasa sampai aku merasa kasihan. Otonashi-san gagal paham dengan situasinya dan meneruskan dengan kernyutan di dahinya. "...? Seperti yang saya bilang tadi, Kazuki tidak ke mana-mana dan hanya tidur di kamar saya. Itu boleh-boleh saja, 'kan? Aah, tapi saya sedikit kasar terhadap Kazuki, jadi saya mohon maaf."
Diam-diam ibuku memperhatikan pergelangan tanganku. Bekas merah akibat borgol tadi masih ada.
Dia langsung pingsan saat itu juga.
Setelah Otonashi-san berlari menghampirinya, dia akhirnya paham diiringi sebuah "Aah!"
"Aku mengerti sekarang. Kita ini lelaki dan perempuan yang sedang puber, ya?"
"Sekarang mau ditaruh di mana wajah aku waktu bertemu ibu...?
Saatku ingat kejadian tadi, aku menghela nafasku.
"Kamu ini bicara apa?"
"Eh? Kamu bukannya bilang 'itu adalah kegagalan' tadi?"
"Ya, tapi maksudku motornya.”
“Motornya?”
Ya, dia membicarakan hal lain.
“Aku mengantarmu dengan motor, ‘kan? Kalau aku menghitung Ishihara Yuuhei juga, berarti ada dua orang. Itu yang aku maksud.”
“Eh...? Kenapa?”
“Coba bayangkan apa yang akan terjadi kalau ‘Hoshino Kazuki’ dan ‘Ishihara Yuuhei’ bertukar tempat selagi aku berkendara. Aku tidak akan kaget kalau kamu tiba-tiba melepas pinggangku dan jatuh, persis seperti kamu yang kaget karena borgol tadi.”
“Ah...”
Jadi itu alasan kenapa dia meninggalkan motornya di depan rumahku.
“Menurutku, itu kesalahan yang ceroboh... aku harus lebih berhati-hati lagi.”
“Ya. ...Omong-omong, Otonashi-san. Bisa kamu ceritakan apa yang terjadi kemarin dengan Ishihara Yuuhei?”
Di saat aku menanyakannya—
“——“
Otonashi-san berhenti.
Dan melihatku.
Tanpa ekspresi.
‘Eh...?”
Kenapa mukanya begitu?
Dia membuka mulutnya dengan ekspresi sama.
“Aku tidak bisa ceritakan apa yang terjadi kemarin.”
“K-Kenapa—“
“Kenapa? Bukannya aku sudah bilang?” jelasnya dan mengeluarkan kata-kata selanjutnya dengan tatapan yang dingin. “Aku tidak bisa percaya padamu lagi.”
Dia memang mengatakannya. Dan aku pun memang ingat kata-kata itu. Tidak mungkin aku lupa. Tapi—
“Bukannya sekarang tidak lagi...?”
Soalnya, tidak ada keanehan lagi. Otonashi-san sekarang paham alasan sikapku yang aneh sebelumnya.
“Jangan, dulu mengira yang aneh-aneh. Kamu masih belum paham, ‘kan? Pertama, Ishihara Yuuhei bisa saja bohong. Mungkin saja ia bisa mendapat ingatanmu sebagai ‘Hoshino Kazuki’, dan bisa menggunakan dua sifat orang untuk keuntungannya semata.”
“I-Itu gila!”
“Memang, aku mungkin saja terlalu berlebihan. Tapi masih belum ada bukti yang bisa melawannya.”
“Tapi—“
“Kita anggap saja Ishihara Yuuhei benar tentang karakteristik kotak yang ia ceritakan. Kalau iya—“
Tiba-Tiba Otonashi-san menepukkan tangan, membuatku secara refleks menutup mata.
“Sekarang anggap saja kalau kamu tiba-tiba berubah. Aku belum bisa memastikannya. Jadi aku akan menganggapmu sebagai ‘Hoshino Kazuki’, tanpa sadar kalau sebenarnya kamu adalah ‘Ishihara Yuuhei’. Kita tidak tau kapan kalian bertukar tubuh, jai aku mungkin ceroboh dan menceritakan suatu hal yang penting pada Ishihara Yuuhei. Itu kenapa akan bahaya untukku menceritakan padamu semuanya—sama halnya seperti situasi saat mengendarai motor.”
Memang, itu benar. ...Tapi aku ‘’Hoshino Kazuki’’.
“Contoh lain—kamu menganggap kamu ‘Hoshino Kazuki’ ‘kan?”
“Pastilah!”
“Tapi bagaimana jika kamu adalah orang lain yang mengira kalau ialah Hoshino Kazuki?”
”Tidak mu—“
“Tidak mungkin” adalah hal yang ingin aku katakan, tapi kemudian aku tetap terdiam.
Apa bukti kalau akulah “Hoshino Kazuki?” Tampang? Sifat? Ingatan? Lantas apa yang membuat “Ishihara Yuuhei” adalah “Ishihara Yuuhei”? Soalnya, ia juga tinggal di tubuh yang sama.
Bukan, itu salah.
Aku ‘’Hoshino Kazuki’’. Aku tidak salah. Aku tidak akan meragukannya.
“Itu hanyalah contoh. Jangan terlalu memikirkannya. Tapi Kazuki, kamu mengerti kenapa aku tidak bisa mempercayaimu, ‘kan? Aku masih belum memahami kotak ini—Seminggu di Dalam Lumpur. Sampai saat itu, aku tidak bisa mempercayai kamu.”
Kapan jadinya dia bisa memahami Seminggu di Dalam Lumpur dan mempercayaiku lagi? Tidak kalau Ishihara Yuuhei masih berada dalam diriku, ‘kan?
Dia tidak mempercayaiku.
Meskipun Otonashi-san seharusnya rekanku, rekanku saja tidak mempercayaiku.
Stasiun kereta sudah bisa terlihat.
Aku tertegun.
“Kenapa diam saja? Sebentar lagi keretanya sampai.”
“...kenapa aku harus ke sekolah?”
Bersama dengna Otonashi-san membuatku lupa akan masalahku. Biasanya, aku pasti akan ke sekolah; tidak, meskipun aku ada dalam permasalahan yang menghantui aku dan keseharianku, aku masih akan memberikan penentangan. Tetapi, dilihat dari keadaannya sekarang, semakin lama aku ke sekolah, semakin aku akan mengikis tempat yang pada kenyataannya tidak ada.
“Untuk mendapatkan informasi tentang Ishihara Yuuhei. Sudah pasti ia dekat dengan kita. Soalnya hanya murid di sekolah yang tau hubungan aku dan kamu. Mendapat infomrasi baru dari sekolah sudah jelas pentingnya.”
“Tapi, aku tidak perlu hadir, ‘kan...?”
“Kehadiran kamu bisa mengubah kondisi kamu yang sekarang. Hari ini adalah hari terakhir sebelum libuarn panjang. Kita tidak boleh sia-siakan kesempatan ini,” tuturnya.
Dia bilang demi mendapatkan kotak, dia tidak peduli meskipun keseharianku hancur.
Aku salah mengerti dia. Tadinya aku menganggap dia rekan yang setia.
Tapi aku salah. Maksudku, Otonashi-san tidak bekerja demi menolongku, tapi untuk menemui O dan mendapat kotak.
Jadi aku ini apa baginya? Rasanya seperti—
—hanya umpan untuk O.
“...Kazuki, aku mengerti pergi ke sekolah pastinya buat kamu depresi. Tapi kamu tau kalau ini tindakan yang paling optimal, ‘kan? Menahan kamu untuk bertindak sementara kamu punya pilihan itu tidak seperti kamu,” Otonashi-san mengatakannya dengan tegas.
Memang dia hanya mengejar tujuannya.
Otonashi-san tidak percaya padaku.
Tetapi, karena aku tdak bisa melihat Ishihara Yuuhei, atau secara langsung menghadapinya, aku harus bergantung pada pembantuku. Dan hanya dia yang kuanggap begitu.
Mempercayai seorang pembantu di saat-saat begini secara langsung menyerahkan hidupku padanya. Aku tidak punya pilhan lagi selain percaya buta pada dia. Kalau Otonashi-san ingin menghancurkan aku, dia bisa menjebakku dengan mudah.
“...aku harus apa di sekolah?”
Tapi, hanya dia satu-satunya pembantu yang aku punya.
“Jadi, contohnya—“
Dia mengusulkan beberapa kemungkinan, yang kesemuanya aku setuju. Seperti yang diharapkan, dia bisa memikirkan beberapa rencana yang efektif, tapi kecakapannya adalah yang aku takuti sekarang, bagaimana kalau dia... berusaha mengkhianati aku.
“Menurutmu bagaimana?”
Hanya ada satu yang pas menurutku:
“Bagaimana kalau kita saling mengubah cara kita memanggil satu sama lain?”
“...Maksudnya?”
“Aku akan memanggilmu ‘Aya’, dan bukan ‘Otonashi-san’. Ishihara Yuuhei tidak tau nama itu, jadi ia tidak akan memanggilmu begitu. Jadi, dengan memanggilmu ‘Aya’ sudah membuktikan kalau aku adalah ‘aku’. Menurutmu?”
Otonashi-san tetap diam.
“Apa rencana ini cacat?”
“Tidak... menurutku ini cukup efektif. Coba saja,” dia menyetujuinya, meskipun masih kelihatan sedikit enggan.
Tapi... ‘Otonashi Aya’, ya?
‘Otonashi Aya adalah nama dari ilusi yang tiada dalam keseharian kami.
Terlebih—itu adalah nama mantan musuhku.
Pemikiran-pemikiran tadi muncul di pikiranku secara langsung.
(Sabtu) 2 Mei 08:11[edit]
Aku sadar kalau suasananya langsung berubah dingin setelah Otonashi-san dan aku memasuki kelas.
Tentunya tidak ada satupun yang menyapaku.
Aku sudah mengira Daiya akan begitu, tapi Haruaki pun tidak menyambutku. Bangku tempatnya Kokone masih kosong. Mungkin dia akan absen hari ini. ...Gara-gara aku? —Pastinya.
“Semuanya dengar!”
Tatapan teman sekelasku langsung terfokus pada dia, mungkin karena mereka sedang memperhatikan kami dari awal.
“Apa ada yang kenal dengan ‘Ishihara Yuuhei’?”
Setelah mendengarnya, beberapa murid saling bertukar pandangan.
Otonashi-san bilang kalau si pemilik adalah salah satu teman sekelasku. Karena tidak mungkin untuk terus mengikuti orang yang tidak dikenal dengan prasangka telah menggunakan kotak, kurasa dia sudah benar.
Tapi bukannya “Ishihara Yuuhei” berada dalam diriku? Atau ini artinya ada tubuh lain yang merupakan dirinya?
Aku tidak mengerti.
Tapi, untuk sementara ini, aku setuju kalau dengan menanyakan nama ‘Ishihara Yuuhei’ saja sudah cukup efektif.
“Hei, kamu, Apa maksud kamu?” Miyazaki-kun memanggil kami dengan tatapan yang bersifat menghina padaku.
“Kamu lagi? Kenapa? Kamu tau Ishihara Yuuhei?”
Miyazaki-kun mendengus da menjawab dengan hal yang berlawanan dengan pertanyaan Otonashi-san. “Berani juga kamu masih mau bersama dia setelah ‘’yang kamu lakukan’’ kemarin.”
Apa yang dia bicarakan?
Aku melihat mata teman sekelasku. Kemarahan berkubang di sana. Kemarahan mereka mungkin menunjukkan kedongkolan yang berdasarkan kebenaran.
Dengan kata lain, mereka tidak bisa memaafkan aku karena bersama Otonashi-san?.
“Mana permintaan maafmu, Hoshino?”
Aku tidak bisa apa-apa karena aku tidak tau kenapa mereka tidak suka aku dan dia bersama, dan aku tidak bisa menanyakan ‘’apa’’ yang telah Ishihara Yuuhei lakukan.
Pilihanku hanyalah tetap diam.
Miyazaki-kun hanya menjawab dengan desahan berat.
“Terserah. Aku tidak akan membawa omongan ini lagi! ...lagian itu hanya pendapatku.” Miyazaki-kun berkata lagi dengan emosi, “Kekasih ibuku... ah, perlu penjelasan lagi? Ishihara Yuuhei adalah kekasih ibuku.”
Tiba-tiba saja ia keluarkan kata-kata tadi.
“...Miyazaki. Maukah kamu ceritakan lagi tentang Ishihara Yuuhei?”
“Wow, wow... pastinya kamu sendiri tau, ‘kan, sulit untukku ceritakan orang itu?”
“Kami punya alasan sendiri. Bukankah dengan menyebut ‘Ishihara Yuuhei’ saja sudah jadi alasan yang cukup untuk menceritakan itu lagi padaku?”
Miyazaki-kun memberengut, tapi menyetujuinya dengan malas “...oke, boleh.”
Karena topik pembicaraannya sangat sukar dibicarakan, ia memaksa kami untuk pindah ke koridor untuk melanjutkannya.
“Yah, aku tidak menyembunyikan apa-apa—“ Dengan kata-kata ini, Miyazaki-kun memulai ceritanya.
Kedua orang tuanya cerai di tahun pertama mereka SMP karena perasaan mereka terhadap satu-sama-lain telah berubah; keduanya mendapatkan pacar baru dan memilih untuk tinggal bersama mereka. Pacar baru ibunya adalah Ishihara Yuuhei.
Ayah dan ibu Miyazaki-kun tidak ingin membawanya ke dalam rumah tangga baru mereka karena ia mengingatkan pada kehidupan lama mereka. Mereka tidak langsung menampakannya, tapi hal itu tidak mungkin bisa disembunyikan, Miyazaki-kun merasakan perasaan mereka.
Tidak tau kenapa orang tuanya memilih untuk berpisah dan menolak Miyazaki-kun, tapi sebagai anak mereka, keadaannya yang sekarang tidak penting; Ia sudah dikhianati dengan cara yang tidak bisa dimaafkan.
Kelihatannya, setelah ada perdebatan, ayahnya yang jadi mengurus Miyazaki-kun. Tapi mustahil untuknya membangun rumah tangga baru dengan ayahnya dan kekasih sang ayah. Setelah menolak tinggal bersama, ia jadi tinggal sendirian di apartemen saat kelas dua SMP, dengan hanya mendapat tunjangan hidup dari ayahnya.
Saat SMP, ia menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang paling tidak beruntung di dunia; ia termasuk dalam bagian keluarga yang tidak bahagia yang mungkin muncul di drama-drama picisan, tapi jarang terjadi di dunia nyata.
Jadi, ia menyimpan dendam pada kedua orang tuanya, yang bersalah atas keadaan ini, terhadap kekasih baru ayahnya, dan terhadap Ishihara Yuuhei.
“Menurutku seharusnya mereka mati saja,” Miyazaki-kun memakinya dengan nada suara yang tanpa perasaan.
“Aku mengerti perasaanmu, tapi tidak sepatutnya kamu bicara begitu.”
“Oh, terimakasih atas pencerahannya,” jawab Miyazaki-kun dengan tawa sinis. “Apa masih belum cukup?”
“...Ya. Terimakasih karena sudah mau membicarakan hal yang sulit ini,” kata Otonashi-san.
“Heh, tidak seperti kamu saja.”
“Aku hanya baru mengira kalau kamu ternyata punya masalah juga.”
“Makasih simpatinya.”
Bel berbunyi.
“Oke, aku balik lagi. Oh, satu lagi Hoshino—“ Saat ia masuk ke kelas, Miyazaki-kun melihatku untuk pertama kalinya sejak ia membicarakan Ishihara Yuuhei. “Jangan salah sangka. Hanya karena aku menjawab permintaan Otonashi, tidak berarti aku menerima begitu saja apa yang sudah kamu lakukan. Kelakuanmu sudah terlalu parah.”
Dengan kata-katanya ini, ia kembali ke tempat duduknya.
Seisi kelas memberikan hadiah senyuman karena menerima tindakan keras yang ditujukan padaku.
Kurang lebih, ia secara sengaja menunggu waktu untuk ia mengatakan kata-kata kejamya supaya semua orang bisa mendengarnya.
......Itu terlalu jahat.
Aku menyandarkan kepala di atas meja dan mengirimi e-mail kosong pada Otonashi-san.
Otonashi-san memeriksa e-mail tersebut dan mengangguk. Lalu aku menghapusnya dari berkas pesan terkirim.
“Jangan lupa untuk mengirimi e-mail ini waktu ada kelas!”
Kirimi aku e-mail setiap 10 menit—itulah perintah Otonashi-san.
Dengan begini, dia bisa mengamati proses berubahnya “Aku” dengan “Ishihara Yuuhei”.
Soalnya, Ishihara Yuuhei tidak tau apa yang sedang kami lakukan dan tidak mungkin mengirimi e-mail kosong.
Yah, karena kami belum begitu memahami Seminggu di Dalam Lumpur, ini masih belum bisa jadi cara yang bisa dipercaya.
“Masih butuh sesuatu?”
“Tidak, Aya.”
Untuk sesaat, Otonashi-san keliahtan tertegun, tapi dia tidak berkata apa-apa lagi dan meninggalkan kelas.
Aku menghela nafas.
...Ishihara Yuuhei adalah pacar ibunya Miyazaki-kun? Ini orang yang mengendalikan tubuhku? Rasanya aneh kalau orang tua yang tidak kukenal tertarik untuk mendapat tubuhku.
Tiba-tiba ponselku bergetar dari saku. Sontak saja aku mengambil dan membukanya. Satu e-mail baru diterima. Aku membuka kotak masuknya.
Nama ‘Otonashi Maria terpampang di sana.
Hm, mungkin dia lupa bilang sesuatu? Atau ada sesuatu yang tidak bisa dia katakan?
E-mailnya hanya berisikan sebuah kata. Kata-kata yang sangat simpel, kemungkinan ditulis dengan rasa kuatir Ishihara Yuuhei mungkin sedang mengendalikanku.
‘’Hati-Hati’’.
Ah, aku mengerti.
Kenapa Miyazaki-kun mau ikut campur dengan kami sejak kemarin? Hanya satu alasan yang langsung terpikirkan:
Aku menyadari kalau suasana berubah dingin saatku dan Otonashi-san memasuki ruang kelas.
—Karena Miyazaki-kun adalah rekannya “Ishihara Yuuhei”.
Pendekatannya yang seperti tadi mungkin ditujukan supaya “Ishihara Yuuhei” tetap mendapat informasi akan tidakan kami.
Aku tidak boleh begitu saja menerima kata-kata Miyazaki-kun, karena ia mungkin punya motif tersembunyi. Itu pasti apa yang Otonashi-san maksud dalam e-mail ini.
Tetapi, meski mungkin saja Ishihara Yuuhei bukanlah “Ishihara Yuuhei” yang mengendalikan aku, aku tidak bisa langsung membuang kata-katanya Miyazaki-kun juga. Perasaan yang ia keluarkan saat menceritakan keadaan keluarganya terlihat nyata.
Aku kembali menatapi ponselku dan membaca ulang e-mailnya.
‘’Harus curiga’’.
...Ah, mungkin yang dia maksud suatu hal yang lain. Mungkin dia tidak bermaksud “hati-hati” dalam konteks Miyazaki Ryuu.
Tapi, aku harus berhati-hati terhadap segala hal.
Aku hanya bisa tau apa yang “Ishihara Yuuhei” telah lakukan saat ia mengendalikan tubuhku dengan mendengar cerita orang lain. Tapi aku saja tidak punya satupun rekan. Miyazaki-kun, Haruaki, Kokone, atau Daiya, maupun Otonashi Aya tidak ada di pihakku.
Aku menghapus e-mail tersebut. Seharusnya aku langsung menghapus semua e-mail dari Otonashi-san.
Aku mengepal tanganku.
“—Kenapa.”
Kenapa aku tidak punya satupun rekan sementara Ishihara Yuuhei saja punya?
(Sabtu) 2 Mei 09:05[edit]
Aku terkejut karena “Hoshino Kazuki” ada di kelas. Aku tadinya yakin kalau ia bakal terus diborgol di kamarnya Otonashi Maria. Ini benar membuatku kagum karena ia mau datang ke sekolah meskipun situasinya saja kacau balau.
Apa Otonashi Maria memaksanya? Demi mendapat informasi? Kalau iya, dia tidak punya hati.
Bukan berarti aku peduli. Akhirnya pun tidak akan berubah.
Keseharian Hoshino Kazuki akan hancur apapun yang terjadi.
Soalnya, aku sudha mengatur semua agar keseharian Hoshino Kazuki akan hancur hanya dengan bersama dengan Otonashi Maria.
Kenapa aku menembak Kirino Kokone? Tentunya untuk menghancurkan kesehariannya.
Tetapi, ada alasan lain kenapa aku memilih cara itu. Bagaimana bisa aku meemaafkannya karena ia berbaur dengan gadis begituan sementara ia diberkati seorang pacar seperti Otonashi Maria?
Jadi, aku memilih untuk mengakhiri hubungan itu dengan menembaknya.
Pilihanku ini langsung membuahkan hasil. Terlebih, akibatnya hebat sekali. Menembak Kirino jauh lebih keras ledakannya daripada yang aku kira.
Aku membuat Oomine memukulku. Malah, kata-kata yang membawaku pada situasi ini dari awal bukan supaya dia sakit hati.
Aku hanya bilang:
“Hei, kapan aku dapat jawabannya?”
Aku hanya mencoba mengungkap situasi antara kami berdua, tapi Kirino tiba-tiba kaget dan menangis, lalu Oomine bertingkah berlebihan dan memukulku.
Kenapa begitu? Waktu itu aku belum tau, tapi sekarang ini sudah jelas. “Hoshino Kazuki” dan “Ishihara Yuuhei” tidak saling membagi ingatan, jadi aku tidak tau apa Kirino sudah memberikan jawaban pada “Hoshino Kazuki” perihal ungkapan perasaannya. Tetapi, bagaimana bisa dia menjawab kata-kata itu kalau dia sudah membalasnya? Aku belum begitu yakin, tapi kurasa itu bisa melukai perasaannya.
Tetapi, aku masih belum mengerti kenapa Oomine bereaksi begitu keras. Aku pernah dengar kalau ia punya perasaan pada Kirino. Karena belum melihatnya sendiri, mungkin saja mereka benar.
Aku tidak melihatnya dengan langsung akan apa yang ingin aku jelaskan, tapi aku menyadari ini setelah berbicara pada Usui Haruaki.
Sepertinya saat aku diserang Oomine, hampir semua murid di kelas 2-3 mengira kalau pertikaian terjadi karena Kazuki menembak Kirino.
Satu-satunya yang jadi masalah adalah karena Otonashi Maria tiba-tiba muncul.
Kazuki langsung keluar mengikuti dia tanpa ragu, seakan-akan ia melengket padanya. Ia menolak perasaan Kirino Kokone mentah-mentah—si gadis yang sedang menangis yang sudha ia tembak.
Dan bahkan setelah insiden ini, Hoshino Kazuki terus menemani Otonashi Maria seakan-akan tidak ada yang terjadi.
Wajar saja teman-temannya marah saat ia menelantarkan sang artis, Kirino Kokone. Tetapi, karena Hoshino hanya bisa bergantung pada Otonashi Maria, ia tidak bisa bertindak semaunya.
Hoshino Kazuki perlahan kehilangan kesehariannya.
Bukan karena tindakanku, tapi karena sikapnya sendiri.
Gila, ini bagus banget.
Aku bilang ke guruku kalau aku harus ke kamar mandi dan berjalan ke koridor—di mana Otonashi Maria sudah menunggu di sana. Dia berkata dengan dahi yang mengkerut: “Kenapa senyum-senyum begitu?”
Aku menyeringai tanpa sadar?
“Mungkin karena kamu sudah menunggu aku, Otonashi-san.”
‘Hmph, coba-coba bertingkah laku seperti Hoshino Kazuki, ya, Ishihara Yuuhei?”
Dia langsung bisa mengira kalau aku Ishihara Yuuhei?
Bukan, yang lebih mengejutkan lagi adalah dia langsung ke kelas 2-3 tepat saat kami kesadarannya ditukar; mungkin dia sudah sadar kalau “Hoshino Kazuki” sudah ditukar jadi “aku”.
Aku yakin mereka sudah membuat perjanjian dahulu untuk memperingatinya pertukaran ini.
“Ikuti aku,” katanya.
“Kemana?”
Dia tersenyum setelah dengar pertanyaanku.
“Kenapa tanya lagi? Bukannya kamu sendiri yang bilang mau ke mana?”
“Eh?”
“Kamu mau ke kamar mandi, ‘kan?”
(Sabtu) 2 Mei 09:14[edit]
"Tidak apa-apa, nih? Bukannya kita bakalan kena masalah kalau orang-orang tau kamu di sini bersama Hoshino Kazuki?”
Aku dibawa masuk ke salah satu toilet di WC perempuan.
“Heh...,” Otonashi Maria mendengus, mleihat betapa gampangnya aku memasuki toilet itu.
Dia ini kenapa? Memang, wc di kelas tiga itu jarang dipakai karena hanya ada kelas-kelas khusus saja yang ada di sini—bahkan semakin mustahil dipakai kalau sedang waktunya belajar seperti sekarang—tapi aku tidak mengerti kenapa dia mau membawaku kemari.
“Menurutku juga begitu. Kita akan didiskors dan dijauhi oleh teman sekelas kita.”
“Langsung menyerah? Mau buat keributan sekarang?”
“Kenapa tidak kamu coba saja?” kata dia dengan tenang dan mendengus.
...Kelihatannya dia menyadari lagakku.
Akulah yang akan menjadi Hoshino Kazuki nanti. Aku sudah merusak lingkungannya lebih dari rencana awalnya. Aku tidak bisa memperparah keadaan ini lagi.
“Oke, Ishihara Yuuhei, buka teleponnya Kazuki.”
“...Kenapa?”
“Buka gambar yang ada di ketiga dari atas di berkas data.”
Aku merasa ingin melawan, tapi karena meributkan hal ini hanya akan berakhir sia-sia, aku melakukan seperti yang dia suruh. Aku membuka berkas gambarnya; itu foto dari seorang gadis cantik yang mengenakan piyama, mungkin gambar ‘’selfie’’.
“Katakan, ini siapa?” tanya dia.
“...Kenapa kamu tanya aku?”
“Aku tidak mau mengatakannya karena itu akan merusak maksudnya.”
Jawabannya jujur banget.
Aku melihatnya lagi. Seorang gadis yang tidak aku kenal, tapi kalau aku bilang tidak tau mungkin bakal merugikan aku.
Aku mengalihkan perhatianku pada latarnya. Pasti itu di kamar rumah sakit. Omong-omong, ada kecelakaan sekitar dua bulan lalu. Apa dia korbannya? Kalau begitu, namanya mungkin... entahlah.
...Yah, terserah, aku akan coba-coba saja.
“Namanya Khazumi Moghy.” Kucoba sebut nama yang disebutkan cewek yang hanya pakai dalaman saja, Hoshino Luka.
“Sayang sekali. Kamu salah.”
Gagal, ya? Aku tersenyum pahit.
“Tapi bohong.”
“Eh?”
“Bilang kamu salah adalah kebohongan. Itu memang Mogi Kasmi, kelihatannya kamu belum pernah bertemu dengan langsung,” kata Otonashi Maria, dengan muka datar.
“......kamu brengsek juga, ya?”
“Masa? Kamu terlalu naif karena mengira kamu bisa main tebak-tebak saja, entah benar atau salah jawabannya. Tapi, ada pertanyaan lagi untuk kamu: Bagaimana hubungan Hoshino Kazuki dan Mogi Kasumi?”
Aku tidak tau apa yang dia coba gapai dengan menanyakan hal-hal ini. Yah, mungkin dia dengan hati-hati menutupi apa yang ingin ia tuju dariku.
Aku mengatakan jawaban yang ‘’mainstream’’.
“......mereka berteman.”
“Terus?”
Jadi Otonashi Maria tidak membiarkan aku hanya mengatakan jawaban yang belum jelas.
“Apalagi yang bisa aku katakan kalau kenal saja tidak?”
Ini jawaban yang paling wajar, karena aku sudah bilang kalau aku tidak kenal dia. Jawaban ini sudah pasti aman-aman saja.
“Kamu tidak tau siapa Mogi Kasumi?”
Meski begitu, Otonashi Maria membuatnya terdengar seperti kesalahan yang fatal.
“...Bukannya aku sudah bilang dari awal? Aku belum pernah lihat perempuan yang dari foto ini.”
“Ya, kamu belum pernah melihat dia, itu yang kamu bilang. Tapi apa ‘tidak pernah’ sama dengan ‘tidak tau’?”
“...Jangan aneh-aneh! Aku tidak pernah melhat dia, jadi tidak mungkin aku tau—“
—Tunggu, itu salah.
“Aku mengerti. Sekarang aku bisa tau siapa kamu. Kamu bukan murid kelas 2-3.”
......itu yang sudah dia incar-incar.
Cewek itu, Mogi Kasumi, mungkin tidak datang ke sekolah karena masih dirawat, yang menjelaskan kenapa aku tidak pernah melihat dia. Tetapi murid-murid kelas 2-3 tau tentang dia meskipun mereka belum pernah benar-benar bertemu dengannya: Karena dia teman sekelas mereka yang misterius, yang bangkunya selalu kosong.
Ya, maksud dari pertanyaan itu adalah—untuk memperkecil kemungkinan orang yang dicurigai.
“Hmph, jujur, tadinya aku kira si pemilik adalah Miyazaki Ryuu. Tapi kelihatannya aku salah. Kamu bukan dari kelas 2-3.”
Miyazaki Ryuu?
Kenapa dia bawa-bawa ia?
Jangan bilang ia bertingkah semena-mena karena aku tidak bisa memberikannya instruksi hari ini karena ditangkap oleh Otonashi-san?
“Kamu... bukan, tepatnya, si pemilik, pastilah orang yang bukan dari kelas kami, tapi tau tentang kami. Aku tidak mengira kalau banyak orang yang tau hal sebanyak itu tentang kami. Ia pasti orang yang bisa dikenal aku dan Kazuki, ‘kan?”
Tentunya, aku tidak menjawab.
“Hanya ada satu petunjuk kemungkinan lain, yakni tentang Ishihara Yuuhei. Miyazaki Ryuu menyebut Ishihara Yuuhei pacar ibunya. Aku berusaha mengerti kenapa ia membawa-bawa masalah ini, dan aku langsung berkesimpulan:”
Otonashi Maria mengungkapnya dengan yakin.
“—Ishihara Yuuhei tidak ada.”
Aku tertegun.
“Kamu tidak peduli siapa nama yang kamu pakai. Tapi baik kamu ataupun Miyazaki Ryuu memilih untuk menjadikannya keuntungan kamu; menutupi identitas si pemilik dan memperdaya kami dengan bilang ‘Ishihara Yuuhei’ benar-benar ada, ‘kan? Dan kamu memilih hubungan yang kacau nan berhubungan dengan kekasih karena akan sulit, ‘kan, menyelidiki hal seperti itu?”
Ia tidak ada, jadi kami bisa menyembunyikannya—hah? Aku mengerti. Dia hampir benar.
Tapi dia masih salah. Ishihara Yuuhei memanglah pacar ibunya Miyazaki Ryuu. Tetapi, bisa dibilang, ia juga tidak ada lagi.
Soalnya, Ishihara Yuuhei sudah mati.
“Itu saja? Jadi sekarang giliranku, ya?”
Otonashi Maria membersut. Sepertinya pertanyaanku yang tiba-tiba ini membuatnya awas.
“...Apa yang ingin kamu bicarakan?”
“Masalahnya pasti buat kamu tertarik! Mungkin ini sesuatu yang kamu ingin coba dapatkan dari aku.”
Aku tersenyum di saatku mengatakannya.
“Akan aku jelaskan sistem dari Seminggu di Dalam Lumpur.”
(Sabtu) 2 Mei 10:00[edit]
Aku melihat setiap benda yang ada dalam pandanganku, mengumpulkan dan mendapat kesadaranku sebagai Hoshino Kazuki. Langitnya. Atap-Atapnya. Tanah. Pasir. Otonashi Maria. Tanganku. Hoshino Kazuki. Tempat ini adalah bangunan belakang sekolah. Aku—diriku.
Aku jadi terbiasa, karena kesadaranku sudah berganti beberapa kali. Tapi karena aku sudah terbiasa, aku jadi sadar:
Yang aku alami sudah pasti adalah ‘’mati suri’’.
Aku menghilang di saat aku bukanlah aku. Aku tidak bermimpi. Ini adalah ‘kematian’ yang menghampiriku perlahan-lahan. Kalau aku tidak menghancurkan Seminggu di Dalam Lumpur saat tanggal 5 Mei, aku akan menghilang selamanya. Dengan kata lain, aku akan ‘mati’.
“Kazuki?” Gadis yang ada di depanku memanggil. Aku mengangguk dengan tenang, tapi langsung sadar kalau itu saja tidak akan cukup dan menambahkan “Ya, Aya.”
Otonashi-san melihat jamnya dan mengerutkan dahi.
Aku melihat sebuah gitar elektrik yang jelek di dekat kakinya.
“Benda ini? Aku membawanya dari ruang klub musik ringan.”
Itu gitar yang sudah sangat tua, tapi karena senar-senarnya kelihatan baru, mungkin ini masih sering digunakan.
...dan aku yakin dia mengambilnya tanpa izin dulu.
“Kamu tau, aku memain-mainkan gitar di dalam Kelas Penolakkan untuk menghabiskan waktu.”
Otonashi-san mengambil gitar elektrik itu dan mulai bermain. Dia memainkannya dengan cukup lihai. Sebaliknya, memainkan kunci F saja aku tidak bisa. Dia berhenti dan menyerahkan gitarnya padaku.
“Eh?”
"Main. Aku tau kamu dapat gitar dari kakak kamu.”
“Ah, jangan... aku tidak bisa memainkannya.”
“Aku tidak peduli. Mainkan saja sewaktu aku bicara. Dengan begitu, aku bisa tau kapan kamu berubah jadi Ishihara Yuuhei.”
Aku mengerti. Itu kenapa dia membawa gitarnya.
Aku payah dalam memainkannya, jadi cukup memalukan, tapi aku mulai memainkan sebuah lagi dari grup rock klasik yang kuingat dari buku.
“Aku heran kenapa kamu bisa tau aku dapat gitar dari kakak.”
“Tidak ada yang tidak aku tau tentang kamu,” dengan tenangnya dia berkata begitu.
“...Kamu tidak lupa sama hal-hal yang didapat dari Kelas Penolakkan, Aya?”
Tiba-Tiba saja pertanyaan itu muncul di kepalaku, jadi aku menanyakannya sambil terus dengan payahnya memainkan gitar.
“Hm, yah, aku ingat semua. Tidak... tepatnya, aku pasti lupa beberapa hal karena banyaknya pengulangan yang sama. Tapi pada dasarnya, aku hampir ingat semua hal.”
Otonashi-san memberengut.
“Apa yang kamu rasakan berbeda?”
“Ya, aku tidak begitu ingat. Karena ingatanku kebanyakan hanya gambar-gambar, jadi terasa kabur. Seperti kita yang tidak bisa ingat wajah setiap orang yang berpapasan dengan kita di kota."
Setelah dengan kata-kataku, Otonashi-san membuka lebar matanya, dan dia hanya diam.
"Eh? Kenapa?"
"Ah, tidak—"
Karena melihat kebingungannya, aku merasa lebih kebingungan daripada dia.
"Jadi kamu hampir tidak ingat dengan apa yang kita lkukan dalam kotak?"
"Y-Ya kurang lebih."
"Oh..."
Otonashi-san tanpa kutau alasannya tetap diam saja. Dan sambil menunggu, aku melihat wajahnya, tapi dia alangsung memalingkan mata.
“Setelah dipikir-pikir, memang wajar juga. Tidak mungkin kamu bisa mengingat semua seperti aku, soalnya kamu bukan pemilik. Ya, semua jadi masuk akal. Itu juga kenapa—” dia terus menggumam dengan mata yang dijauhkan dariku "—kamu memanggil aku Aya."
“Eh?”
“Abaikan."
Otonashi-san kembali dalam kepercayaan dirinya dan menatap tajam aku.
“Hei, Kazuki. Kamu kok berhenti mainnya."
Cepat-cepat aku memainkannya lagi. Karena lupa sudah sampai mana, aku harus mulai dari awal lagi.
“Aduh, gara-gara kamu cuma bicarakan hal sepele, aku jadi belum bilang yang penting-pentingnya."
"Maaf. Kita kembali ke permasalahan kita?"
“...Yah. Karena aku masih belum bisa percaya kata-katanya Ishihara Yuuhei, aku tidak akan langsung menerimanya sekarang. Karena aku masih yakin kamu 'Hoshino Kazuki', aku ingin membicarakan kotak ini.”
Aku mengangguk untuk memintanya memulai.
“Kamu harus paham kalau ada beberapa jenis kotak. Mungkin kurang jelas, tapi simpelnya, ada ‘’kotak dalam’’ dan ‘’kotak luar’’. Kelas Penolakan adalah tipe ‘’kotak dalam’’, dan ‘’Seminggu di Dalam Lumpur’’ lebih ke ‘’kotak luar’’.”
“Hm? Bedanya?”
“Kotak dalam ada kalau si pemilik mengira keinginannya mustahil di dunia nyata. Contohnya, Mogi Kasumi, pemilik Kelas Penolakan tidak percaya mengulangi masa lalu adalah hal yang bisa terjadi. Jadi dia membuat sebuah tempat jauh dari dunia nyata di mana dia percaya keinginannya bisa diwujudkan. Mogi menjebak dirinya sendiri dan teman sekelasnya ke dalam kotak di mana dia bisa percaya kalau keinginnanya bisa dia dapat.”
Aku mengangguk sambil terus bermain.
“’’Kotak luar’’ ada kalau si pemilik percaya keinginannya bisa diwujudkan di dunia nyata. Si pemilik Seminggu di Dalam Lumpur percaya kalau keinginannya bisa diwujudkan dengan kemampuan kotak. Memang, mengambil alih tubuh seseorang bisa saja terjadi di dunia nyata, yang berarti tidak perlu membuat tempat khusus ke luar dunia nyata. Dan ini kenapa aku masih belum bisa merasakan dengan jelas keberadaan kotak ini.”
“Aku masih belum begitu mengerti... tapi intinya, kotak akan jadi ‘’kotak luar’’ kalau kita percaya keinginan kita bisa terwujud di dunia nyata, sementara untuk ‘?’kotak dalam’’ adalah sebaliknya?”
“Kurang lebih begitu. Kalau kita nilai dengan tingkatan 1-10, Kelas Penolakan dapat nilai dalam, 9, dan Seminggu dalam Lumput akan dapat nilai luar, 4. Lebih tinggi nilai luarnya, lebih mungkin pula kotaknya akan mempengaruhi dunia nyata.”
Pengaruh Kelas Penolakan memang hampir tidak ada, terlihat dari teman sekelasku yang ikut terbawa tidak bisa mengingatnya.
Jadi, ini artinya Seminggu di Dalam Lumpur berbeda?”
“Ah─”
Aku menyadari kenyataan perih dari keadaanku sekarang.
Aku dibenci oleh semua teman sekelasku. Yang lebih parahnya, hubunganku dengan Daiya, Kokone dan Haruaki sudah kacau.
“Jadi─ jadi─ , keseharianku yang hancur ini─ “
“Iya, sudah tidak bisa dikembalikan”
Tangan yang tengah memainkan gitar jadi terhenti.
Suara gitarnya berhenti.
Tidak akan kembali? Keseharianku tidak akan kembali semula? Keseharianku tetap akan rusak karena sesuatu yang tidak masuk akal?
Jadi─sudah tiada.
Hal yang ingin kudapat kini tiada lagi.
Di saatku menyadari ini, penglihatanku berubah hitam seakan-akan setiap setiap gelombang cahaya dunia ini dimatikkan dengan sebuah pukulan. Maksudku, aku tidak punya tujuan lagi. Sudah percuma saja menghancurkan kotak itu.
Aku tidak bisa melihat apapun. Masa bodoh.
Kesadaranku mulai hilang. Otonashi-san mengatakan sesuatu, dan aku juga membalasnya. Aku tidak tau apa yang aku atau dia katakan, dan aku tidak peduli. Aku ingin berteriak.
Tapi meski berteriak, tidak ada siapapun yang bisa menolongku.
(Sabtu) 2 Mei 11:00[edit]
Anehnya, aku ada di minimarket, memegangi sebuah majalah manga mingguan. Aku periksa jam yang ada di ponselnya Hoshino Kazuki. Seharusnya aku ada di kelas jam ketiga sekarang...kenapa aku ada di sini?
Aku mengamati sekelilingku, tapi tidak kutemukan Otonashi Maria.
Apa maksudnya? Tidak mungkin mereka putus, 'kan?
Takutnya ini jebakan, tapi aku tidak bisa menyia-nyiakan kesempatanku untuk bicara dengan Miyazaki Ryuu.
Aku mengetik nomor teleponnya berdasar ingatan. Teleponnya berdering beberapa kali; yah, ia pasti sedang di kelas, jadi tidak ia jawab langsung.
Aku memutus panggilan dan membersihkan riwayat telepon keluar. Langsung saja Miyazaki Ryuu meneleponku.
“Halo? Miyazaki Ryuu?"
"......Oi, kenapa pakai nama lengkap?" dengan agak marah ia menanyaiku.
“Aku bukan siapa-siapa. 'Seseorang' yang kamu ingat mungkin memanggilmu dengan panggilan lain, bagiku ini lebih pas untuk 'aku'."
“...hm. Kamu butuh sesuatu, 'kan? Apa?"
“Bukankah kamu sedang ada kelas sekarang?"
"...Kamu jauh lebih penting."
“'Wah' juga dengar itu dari seorang ketua murid... tapi aku senang kamu berpikir begitu. Oke, sekarang aku ingin membicarakan rencana kita seterusnya."
“Sebaiknya kita jangan bicarakan ini di sekolah. Bagaimana kalau ke apartemenku?"
“Terserah... Tapi kamu sendiri tau, 'kan, belum pasti jam 12:00 itu masih giliranku?"
“Itu kenapa aku usulkan apartemenku. Kita hanya perlu menahan Hoshino Kazuki di sana sebelum jam 12:00. Jam 13:00 giliranmu lagi, 'kan?"
“Oke, kuajari kamu cara menahan seseorang! Sebenarnya ini caranya Otonashi Maria, loh—”
Kuceritakan hal yang dia lakukan dengan borgol kaki-tangan.
"Borgol? Boleh. Bisa kamu beli dulu sebelum kita bertemu?"
"Iya."
“Kamu tau di mana aku tinggal, 'kan?"
"Ya. Dah."
Aku mematikan panggilan dan menghapus riwayat panggilan dengan beberapa klik-an mulus.
Apartemen Miyazaki Ryuu, ya?
Setelah dipikir-pikir, ini jadi kali pertama aku ke ke sana. Sampai sekarang, aku selalu menahan diri untuk ke sana sendiri. Ironis sekali kalau ternyata aku hanya bisa ke sana waktu aku di tubuh yang beda.
(Sabtu) 2 Mei, 11:47[edit]
Apartemen Miyazaki Ryuu adalah bangunan dua lantai yang terbuat dari kayu, tidak semewah yang ditinggali Otonashi Maria; tidak ada fitur seperti pintu yang mengunci sendiri. Aku berjalan ke ruangannya di lantai dua dan membunyikan bel.
Perlahan Miyazaki Ryuu menampakkan wajahnya.
"Ini― hadiah."
Aku menyerahkannya sebuah kantong kertas berwarna coklat berisikan sepasang borgol tangan dan kaki. Miyazaki Ryuu menerima dengan hampir tanpa berubah ekspresinya.
Aku melepas sepatu dan memasuki kamar. Ukurannya sekitar enam tatami. Cukup penuh, tapi ia menjaga agar barangnya rapi. Saatku duduk di lantai, aku kaget akan betapa besarnya sebuah komputer saja mengambil tempat.
“Ah iya, aku ingin komplain. Kamu bertindak seenaknya dan menceritakan hal yang tidak-tidak pada Otonashi Maria, ya?"
Miyazaki Ryuu senyum masam.
"Hal pertama yang keluar dari mulutmu itu komplain?"
“Cewek itu langsung sadar kalau kamu menutup-nutupi hubungan kita. Dia tau kalau kita kerja sama."
"Berarti memang sudah seperti yang kukira."
Aku menaikkan alis karena ia kedengarannya bicara tanpa ragu.
“...aku belum paham. Jadi kamu langsung bilang kalau kamu rekan aku?"
“'Duh, iya 'kali?"
Hei...kedengarannya malah ia kayak mengambil pilihan yang salah.
“Otonashi Maria curiga cuma karena aku coba dekati Hoshino Kazuki. Dia bukan cewek biasa; jadi aku simpulkan kalau aku tidak bisa menipunya."
"Tapi jangan langsung mengaku juga!"
"...Tujuanmu supaya Hoshino Kazuki menyerah, 'kan?"
"Iya, terus kenapa?"
“Otonashi pastinya bakal menghadangmu, karena kamu tidak bisa menyerang Hoshino Kazuki secara langsung. Jadi, kamu cuma bisa menyerang 'Hoshino Kazuki' melalui Otonashi. Tapi seperti yang kamu tau, dia ini brilian. Setiap serangan bisa dengan mudah ditangkis."
“Kamu benar juga, tapi..."
“Karena itu aku jadi terpikir kalau kamu hanya perlu seseorang yang bisa menyerang Hoshino Kazuki secara langsung, dan bukan melalui Otonashi. Tentunya cuma aku yang bisa."
"Iya..."
“Itu kenapa lebih baik menjelaskan kalau aku ada di pihakmu. Tapi kalau aku buat terlalu mudah untuk dia tau, dia pastinya akan curiga. Jadi aku ambil jalan memutar dulu!" katanya tanpa ada perubahaan ekspresi.
Senyum masam tiba-tiba terpampang di wajahku. Aku tidak tau ia akan bisa sejauh itu. Ia lebih baik dari yang aku bayangkan."
“Aku sudah menyiapkan rencana."
"Katakan."
"Kita tunjukkan mayat padanya," usulnya.
“Apa kamu yakin itu bisa membuatnya jatuh? Memang, ia bakal kaget setelah melihat mayat, tapi...itu loh..."
Setelah dengar bantahanku, Miyazaki Ryuu mulai menyeringai.
“Dan bagaimana kalau kita bilang kalau ialah yang membunuh orang itu?"
Ini―sangat menarik. Aku juga mulai tersenyum.
"Tenang; aku pasti membuat Hoshino Kazuki menderita," Miyazaki Ryuu menyatakannya disambili ia menggeledah tas yang kuberi, dan melempariku sepasang borgol.
(Sabtu) 2 Mei, 12:00[edit]
Siapa orang yang ada di depanku? Aku mengintipnya dan menyadari tatapan tajam dari Miyazaki Ryuu, hanya saja tanpa dipisah oleh kacamatanya. Kenapa Miyazaki-kun...?
Kaki-tanganku diborgol, aku dalam ruangan kecil yang belum pernah kulihat sebelumnya. Sulitnya situasiku sekarang sudah jelas.
Apa yang kulakukan tepat sebelum berpindah? ...aku tidak ingat. Waktu sadar kalau keseharianku tidak bisa kembali, segala yang kulihat berubah hitam—dan kemudian aku berakhir dalam kamar ini tanpa aku sadari.
"Ini kamarku. Aku menyekapmu."
"...Kenapa?"
“Kenapa? Bukankah 'Ishihara Yuuhei' sudah menjelaskannya padamu? Tentu supaya kamu menyerah."
Jadi, Miyazaki-kun bertindak demi Ishihara Yuuhei dan bukan demi dirinya sendiri?
“Hoshino, apa Otonashi sudah menjelaskan rincian dari kotak ini?"
Aku menggelengkan kepala.
“Jadi dia merahasiakannya, ya. Yah, itu pilihan yang tepat, 'kali. Ishihara Yuuhei bilang ia telah memberitaunya dengan ekspektasi Otonashi bakal menceritakannya padamu, lho?"
Benar juga, aku rasa dia baru akan menceritakan padaku soal apa yang dia dengar dari Ishihara Yuuhei.
“Biar aku saja yang jelaskan! ...haha! Semua bakal lebih gampang setelah aku ungkap sisi gelapku."
"Sisi gelap? Apa?"
“Abaikan. ...jadi, kamu tau kalau kotak ini akan menghapus keberadaanmu dalam satu minggu, 'kan?"
"Ya... tapi boleh aku bilang sesuatu?"
"Apa?"
“Aku tidak bisa percaya omonganmu. Soalnya, kamu musuhku, 'kan? Aku tidak bisa terima penjelasanmu mentah-mentah karena dari hari pertama kamu sudah mencoba menipuku."
“Boleh juga." Miyazaki-kun langsung terima kata-kataku dan tidak menampilkan sedikitpun keengganan. “Sekarang aku mulai kepikiran apa aku ini pantas jadi penipu―itu temuan baruku. Tapi untuk sekarang hanya kebenaran yang akan aku beri padamu. Silahkan nilai sendiri. Kalau tidak mau dengar ya tutup saja telingamu. ...yah, tidak bisa sih gara-gara borgolnya..." katanya tanpa ekspresi. Ia menghampiriku dan memberi secarik kertas dari buku.
00-01 | 01-02 | 23-24 | Hari Ke-1 |
02-03 | 03-04 | 04-05 | Hari Ke-2 |
11-12 | 13-14 | 15-16 | Hari Ke-3 |
09-10 | Hari Ke-4 | ||
Hari Ke-5 | |||
Hari Ke-6 | |||
Hari Ke-7 Tamat |
“Ini catatan yang Ishihara Yuuhei beri padaku."
Yang artinya Ishihara Yuuhei yang menulis. Tulisannya, dan huruf yang memakai lingkarannya, sangatlah rapi.
“Ini hari keempat."
Hanya ‘09-10’ yang tertulis di baris keempat. Padahal selalu ada tiga baris angka yang tertulis, di bagian ini hanya ada satu. Tidak ada lagi selain itu.
"Apa maksud angka-angka ini...?"
“Hoshino, kamu belum sadar waktumu berkurang setiap harinya?"
“...eh?”
“Waktumu sebagai 'Hoshino Kazuki' dicuri oleh 'Ishihara Yuuhei' sedikit demi sedikit setiap harinya! Tulisan ini isinya waktu yang sudah dicuri darimu. Misalnya, '00-01' berarti waktumu dari jam 00:00 sampai 01:00 sudah dicuri dari 'Hoshino Kazuki' oleh 'Ishihara Yuuhei'."
Aku melihat catatannya lagi. Pasangan angka '09-10' bisa ditemukan di baris tanggal hari ini. Yang berarti tubuhku pada jam 9 sampai jam 10 dikendalikan Ishihara Yuuhei. Memang, aku tidak sadar di waktu itu.
“Jadi ia hanya mencuri tiga jam dari hariku saja? Tidak bertambah?"
“...oi, pikir dulu sebelum bicara. Aku bilang 'waktunya tercuri'. Waktunya tidak cuma dicuri di hari itu saja. Waktunya terus begitu selama dikuasai 'Ishihara Yuuheii'. Contoh, jam yang dicuri darimu di saat pukul 00:00 sampai 01:00 tidak akan jadi milikmu lagi."
Aku masih sulit mengerti.
“Ya ampun, masih belum paham? Hm... mungkin supaya gampang kamu bagi satu hari jadi 24 blok dan bayangkan tiga blok tercuri setiap hari. Blokmu berkurang jadi 21 di hari pertama, 18 di hari kedua, 15 di hari ketiga. Dan di hari ketujuh, hanya tersisa 3 blok lagi. Di saat tanggal berubah ke hari ke delapan, tidak ada lagi yang tersisa. Dengan kata lain: Game Over."
Akhirnya aku mengerti.
Aku juga jadi tau alasannya menjelaskannya padaku. Mungkin kamu pikir memberitau padaku soal Seminggu di Dalam Lumpur bisa merugikan Ishihara Yuuhei. Alasannya memberitauku adalah―
"Ah, keliatannya kamu sadar. Paham, 'kan? Tentunya, ini bukan bohong. Sebuah kebohongan bisa jadi harapan saat kamu sadar itu cuma kebohongan. Di sisi lain, kalau kamu sadar yang sebenarnya akan terjadi adalah kenyataan yang pahit, kamu akan semakin jatuh ke dalam kesedihan. Dan kamu juga jadi sadar, kalau kamu sedikit tinjau ulang lagi, bahwa ini benar-benar terjadi padamu, 'kan?"
Ya. Tubuhku juga menyampaikan pesan kalau itulah kebenarannya.
"Haruskah aku yang menghitungnya untukmu? 'Hoshino Kazuki' sudah kehilangan 7 blok sampai hari ini, termasuk yang baru terjadi, besok pada 3 Mei 9 blok, 6 pada 4 Mei, 3 pada 5 Mei. Itu sudah 24. Kamu mengerti sekarang? Kamu bahkan tidak punya satu hari lagi!"
Miyazaki-kun bicara lagi untuk menyudutkanku.
“Untuk menyudutkanmu dengan menyatakan kebenarannya. Ini kenapa Ishihara Yuuhei mengumbar informasi ini. Dan memang, aku memberitaumu kebenaran yang sesungguhnya."
“Masih ada empat hari lagi." Aku sudah berpikir begitu. Tapi justru itu kesalahan besar. Angin pertarungannya telah memihak Ishihara Yuuhei.
Di saat memikirkan waktu yang kami habiskan dalam tubuh ini, "Hoshino Kazuki" sudah lemah keberadaannya.
Terlebih, Ishihara Yuuhei punya Miyazaki Ryuu sebagai rekan.
Oh. Ini sudah makin suram.
“Aku terkejut ternyata kamu maih tenang."
Benar juga... Meski berada dalam situasi begini, aku merasa tenang.
Yang mana... wajar.
Lagian, dari awal aku sudah tenggelam dalam kesedihan, tanpa perlu dulu dapat berita baru yang buruk ini.
“Hei, Miyazaki-kun. Boleh aku tanya?"
"Apa?"
"Kenapa kamu mau bantu Ishihara Yuuhei?"
Pertanyaanku sepertinya tidak diperkirakannya―Miyazaki-kun tetap diam.
“Kamu tidak mungkin mau membantunya kalau bukan karena alasan penting, 'kan? Terlebih, kalau Ishihara Yuuhei bilang padamu kalau ia mengendalikan tubuhku, kamu mana mungkin langsung percaya. Ya, 'kan?"
...Hm, ya. Biar kucoba memainkannya.
“Ini alasannya—misal—kamu sebenarnya adalah Ishihara Yuuhei."
Sebuah argumen bodoh yang bakal jadi lelucon besar kalau salah.
Tapi Miyazaki-kun mempertahankan tatapan tajamnya dan tetap diam.
“......Aku Ishihara Yuuhei? Yah—” Miyazaki-kun senyum pahit dan meneruskan.
"Memang."
"―Eh?"
Kata-katanya membuatku kehilangan kata-kata.
“Jujur, aku capek. Aku tidak mengira kalau menyembunyikannya saja bisa buat aku lelah begini. Jadi aku ingin menjelaskan saja aku supaya aku bisa lega."
Miyazaki-kun mendesah. Ia terlihat begitu kelelahan.
"Hoshino. Apa ada hal penting bagimu?"
“...Ada."
Mungkin 'tadinya ada' jauh lebih tepat. Lagipula, keseharianku sudah hancur.
“Maka kamu bisa mengerti perasaanku kalau begitu. Bagiku, sebuah hal yang sangat penting bukanlah sesuatu yang sangat kamu urus dengan pengabdian besar maupun sesuatu yang begitu kamu cintai. Aku rasa hal yang sangat penting adalah sesuatu yang menjadi penopang dirimu. Kalau hilang, kamu akan berakhir hancur seakan tulang belakangmu dilepas dan berakhir hanya jadi cangkang tak berisi. Jadi, hal yang sangat penting itu―sama seperti satu orang."
“Kata 'memang' tadi tidak berarti kamu adalah 'Ishihara Yuuhei', 'kan?"
“Tentu bukan. Kalau aku adalah orang itu, aku tidak akan pernah mau bersikap buruk sepertinya."
Tapi ia mendukung sikap buruk Ishihara Yuuhei itu, karena Ishihara Yuuhei begitu berharga baginya.
“Kalau ini keinginannya, akan kuwujudkan. Akan kulakukan apapun untuk melindunginya, meskipun salah."
Sikapnya bukanlah kecerobohan atau menjaga harga diri. Ia mengigit bibir dan matanya menampakkan keletihan, tapi semangatnya tak tergoyahkan.
“...aku mengerti! Tapi kenapa Ishihara Yuuhei begitu penting bagimu?"
Miyazaki-kun mengeluarkan "...hm" dengan lirih dan meneruskan.
“Mungkin...tidak, bukan mungkin. Aku yakin iya. Ia begitu penting bagiku karena―"
Ia berkata lagi, terlihat tidak senang.
"―Aku kakaknya."
“Kakak? Hah?" Aku tidak bisa langsung mengerti jawabannya. “Jadi kamu bohong soal hubunganmu dengan Ishihara Yuuhei? ...eh? Tapi...eeh..."
“Isihara Yuuhei adalah pacar ibuku. Itu benar."
“...umm, jadi, Ishihara Yuuhei dan 'Ishihara Yuuhei' ini orangnya beda?"
“Ya. Memakai nama si brengsek itu buat semua jadi rumit, tapi kamu benar."
"Jadi adik laki-lakimu lah yang ada di dalam diriku, bukan Ishihara Yuuhei..."
Apa Ishihara Yuuhei begitu penting bagi Miyazaki-kun sampai ia sebut dirinya sendiri "Ishihara Yuuhei", hanya karena mereka ada hubungan darah? ...tidak, aku tidak bisa mengerti perasaan mereka. Aku punya kakak perempuan, dan tentu dia penting bagiku. Tapi aku tidak pernah melakukan sesuatu yang seperti ini demi Luu-chan.
“Sudah kuceritakan padamu tentang lingkungan keluargaku, 'kan." Kata Miyazaki-kun, tanpa sedikitpun secara langsung ada sangkut pautnya dengan pertanyaanku.
“Semua yang kuceritakan itu benar, hanya aku tidak cerita kalau aku kakaknya. Perceraiannya telah merusak hidupku. Anak harus selalu bergantung pada orang tuanya, tapi kedua orang tuaku bilang padaku 'Kami tidak membutuhkanmu!'. Kalau aku hanya pengganggu. Kalau aku hanya sampah. Kalau aku hanya kesalahan. Hidupku hancur. Ini mungkin terdengar klise, tapi aku benar dalam kesedihan. Aku tidak merasa sebagai manusia lagi."
Ia senyum remeh terhadap dirinya sendiri dan meneruskan.
“Tapi bukan hanya aku saja yang merasa bukan manusia lagi. Adikku, yang masih diurus ibuku―makhluk yang bukan manusia lagi itu telah menyelamatkanku. Kurasa ketergantunganku sudah tidak wajar, tapi aku bisa hidup karenanya. Ia menjadi penopang diriku dan aku tidak bisa hidup tanpanya ketimbang tulang punggungku."
Ia membersut aku.
“Aku tidak ingin tidak menjadi manusia lagi. Aku akan melindungi—diriku sendiri."
Aku bisa mengerti kalau adik Miyazaki-kun berharga baginya.
"...tapi aku tidak paham."
Miyazaki-kun dengan diam memaksaku melanjutkan.
“Bagaimana 'ia' bisa menemukaan kebahagiaan dengan menjadi Hoshino Kazuki? Aku tidak yakin dengan kamu melindunginya, kamu bisa membantunya. Aku yakin ia harus mencari jalan untuk bisa menjadi dirinya sendiri."
“Mungkin, kamu benar."
Herannya, Miyazaki-kun terima tanpa ragu.
"Terus―"
“Tidak perlu dikatakan! Aku tau. Aku juga sadar, tapi sudah terlambat!"
"...eh?"
(Sabtu) 2 Mei, 14:00[edit]
Aku sadar kenapa ini 'sudah terlambat'.
Meski aku tidak bisa langsung menerima apa yang kulihat di depan mata dengan cepat, ini sudah benar-benar terlambat.
“Ini mayat ibuku dan Ishihara Yuuhei."
Aku ada di tempat tinggal yang tidak kuketahui. Aku melihat sebuah ruang keluarga biasa yang tanpa ada hal menarik di dalamnnya.
…kecuali dari cairan merah yang sudah terciprat ke mana-mana.
Aku melihat tubuh-tubuh itu.
Ada mayat dari seorang wanita paruh-baya. Kepalanya terbelah, otaknya berserakan dan kepalanya telah seperti bulan sabit.
Ada mayat seorang pria paruh-baya, mungkin itulah Ishihara Yuuhei yang asli.
Kepalanya terbelah, seperti si wanita. Hanya saja, tangannya membelok ke arah yang mengerikan seakan sendinya telah hancur sepenuhnya. Ini pemandangan yang menjijikkan, mengindikasikan seseorang telah menyimpan dendam.
Terlebih, benar-benar bau di sini.
“Aah—”
Baunya membuatku mengamati mayatnya perlahan, dan aku langsung kaget. Kenapa―mayatnya ada di sini?
“Ini serangannya untukmu!"
Lampu pijarnya menyinari kedua mayat dengan buram.
“Ini pembunuhan yang dilakukan tubuh Hoshino Kazuki. Kamu tau maksudnya, 'kan? Selama kamu adalah Hoshino Kazuki, kamu tidak akan bisa lepas dari dosa telah membunuh. Saat kamu ditangkap polisi, Hoshino Kazuki akan dihukum."
Suaranya sudah menggema dari kejauhan dan tidak sampai pada telingaku dengan baik.
Miyazaki-kun melihatku, namun mendesah kemudian.
“......ini skenario yang tadinya dibuat untuk menyudutkanmu, tapi kita buang ide ini. Seperti yang kubilang sebelumnya, kesedihan yang lahir dalam kebohongan akan jadi harapan setelah kebenarannya terungkap. Mayat-Mayat ini adalah sebabnya. Sebab ia ingin mengambil alih tubuhmu."
"Sebab...?"
Bagaimana kalau karena telah membunuh kedua orang inilah pemicu yang menyebabkan "ia" ingin mencuri tubuhku?
Berdasarkan pernyataan Miyazaki-kun, menurutku "ia" menganggap hidupnya penuh kemelaratan. Apa yang akan "ia" inginkan kalau ia mendapat kotak setelah insiden begini terjadi? Aku ragu ia mau mengembalikan hidupnya lagi.
Ia tidak mau menjadi dirinya lagi. Jadi, ia curi tubuh orang lain.
“...aku mengerti kenapa si pemilik berakhir menginginkan hal seperti ini! Tapi...aku tidak begitu mengerti kenapa kamu membantunya merealisasikan Seminggu di Dalam Lumpur. Bukankah akan lebih baik menyuruhnya menghancurkan kotaknya dan menyerahkan diri...?"
“Kalau ia ke penjara, aku tidak akan bisa berada di sisinya lagi, 'kan?"
Memang. Tapi, mendekap di penjara jauh lebih baik dari jadi orang lain, 'kan?
“Sepertinya kamu masih belum mengerti...ah, iya. Tidak mungkin kamu tau. Kamu pernah berpikir tidak: kalau ia dalam tubuhmu, ke mana tubuhnya yang asli sekarang?"
Benar juga, belum terpikirkan. Aku menganggapnya menghilang karena ia dalam diriku.
“Akan kujawab pertanyaan itu! Keluarkan ponselmu."
Hanya itu yang aku perlu dengar supaya mengerti apa yang terjadi sekarang. Kukeluarkan ponsel, membuka folder data dan memeriksa file suara. Ada satu yang baru. Aku memainkan file-nya.
“Tubuhku yang asli? Sudah kubunuh!"
Aku berhenti bernafas.
Jadi "ia" bunuh diri setelah membunuh ibunya dan Ishihara Yuuhei? Kenapa ia melakukan hal bodoh begitu...!?
“Maksudku, ini cuma pengganggu, 'kan? Aku tidak perlu tubuh itu―aku bukan anak itu lagi!"
......Tunggu! Jadi kalau begitu—
“Ini sudah terlambat; paham? Aku tidak bisa melindungi orang yang ingin aku lindungi lagi."
—Ya, sudah sangat terlambat.
Bukan hanya bagi Miyazaki-kun, tapi bagiku juga.
Karena tubuh aslinya telah mati, berarti si pemiliknya mati. Yang berarti tidak mungkin bisa menghancurkan kotaknya lagi.
Intinya—hal utama yang akan terjadi pada Seminggu di Dalam Lumpur tidak akan bisa dihindari lagi. Sudah terlambat. Kita sudah benar-benar terlambat.
"Satu-satunya pilihanku sekarang hanyalah merealisasikan Seminggu di Dalam Lumpur." Ia mengeluarkan kata-kata ini dengan sangat datar sampai aku sadar kalau ia tengah mematikan emosinya.
Dengan datar ia berkata: "Jadi, Hoshino—Kurasa aku akan menghapusmu."
Perlahan ia mengangkat kepala pucatnya; kedua matanya—kosong.
"Aku akan menghancurkan tekadmu yang ingin bertahan."
Tanpa melihat mataku, Miyazaki-kun terus bicara.
"Tapi aku tidak bisa istirahat setelah melakukan ini, karena masih ada Otonashi Maria. Aku sudah memikirkan cara agar kamu menyerah juga menghentikan Otonashi Maria. Aku sudah memikirkan bagaimana cara melakukan keduanya di saat yang bersamaan."
Mulut Miyazaki-kun sedikit mengecut dan ia melanjutkan.
“Menangkap Otonashi. Tapi kamu yang melakukannya."
“...dan ini bakal membuatku menyerah?"
"Ya. Coba pikir: kalau kami tangkap Otonashi dan menahannya sampai 6 Mei, dia tidak akan bisa lagi membahayakan kami—sudah pasti. Kalau Otonashi tidak bisa bergerak, Seminggu di Dalam Lumpur tidak akan bisa dihindari."
Jadi mengkhianati Otonashi-san sama saja membuang harapan terakhirku.
Ini berarti aku menyerah.
“Kita bicarakan eksekusinya—Hoshino, aku akan menahanmu di tempatku dan kamu gunakan dirimu sebagai jebakan untuk menangkap Otonashi. Aku akan memaksamu, tak peduli seberapa parahnya kamu berusaha bertahan. Aku tidak segan menggunakan kekerasan. Yah, perlawanan akan percuma setelah kamu bertukar diri lagi."
“Terus... kenapa tidak tunggu saja sampai aku bertukar?"
“Kalau begitu, kamu mungkin bakal bilang kalau kamu ditahan oleh sesuatu yang berkontradiksi denganmu. Percuma, kecuali kalau kamu mengkhianati Otonashi Maria karena keinginanmu sendiri. Karena kami akan membuatmu menyerah sepenuhnya."
......Aku mengerti.
“Jadi apa yang akan kamu lakukan? Mau melawan?"
Miyazaki-kun mengeluarkan sepasang knuckle dari saku dan mengenakannya. Tatapan matanya mengindikasikan kalau ia tidak main-main.
Haruskah aku khianati Otonashi Maria—bukan, Otonashi Aya? Kami tidak saling percaya sekarang. Juga, Miyazaki-kun mungkin belum sadar, tapi aku sudah hilang tekad untuk bertahan sejak tau kalau keseharianku sudah lenyap.
Haruskah aku melawan Miyazaki-kun? Tidak mungkin. Kenapa aku harus memilih jalan yang meyakitkan juga tidak ada tujuannya?
“——”
Tapi aku masih tidak bisa mengatakannya.
Aku tidak bisa mengatakan kalimat yang sesimpel "aku akan mengkhianati Otonashi-san."
Kenapa? Aku tidak mengerti. Tidak akan ada yang berubah kalau tidak kukatakan. Aku sudah menyerah dan di saat pertukaran berlangsung, aku akan ditahan. Yang akan terjadi nantinya tidak akan berubah. Ketika aku mencoba mengutarakan pengkhianatanku, terasa sakit di dada.
“M-Miyazaki-kun—”
Bam.
“—Ugh!”
Miyazaki-kun memukulku. Aku terjaatuh dengan lutut dan tidak bisa berkata-kata.
Ekspresi Miyazaki-kun masih kosong saat ia melihat aku. Ia tidak mau mendengar apa yang akan kukatakan. Ia akan menyerang tanpa ampun kalau aku menampakkan padanya perlawanan.
Aku tau. Aku hanya bisa memilih pengkhianatan.
Tak apa, 'kan? Lagian Otonashi Aya adalah musuh.
Ia mencengkram pundakku dan membuatku bangun. Ia menaruh kepalannya di depan perutku yang tak terlindungi.
“Cepat, perdengarkan aku dengan kata-kata pengkhianatanmu!"
“Kamu boleh—”
Ini tiada artinya, jadi tidak ada alasan untuk ragu.
Tapi kenapa—
“Kamu boleh—menahanku."
Kenapa hatiku terasa hancur saatku katakan kata-kata itu?
(Sabtu) 2 Mei, 23:10[edit]
Aku bermimpi.
Aku memimpikan mimpi yang sama lagi.
Catatan Penerjemah[edit]
- ↑ Motor Sport (?), macam ninja / CBR barang kali...
- ↑ Apartemen yang cuma punya dua ruangan : Utama dan Kamar Mandi. Di utama, semua-- kamar tidur, ruang tamu, dapur dst.-- tergabung, nggak ada sekat / pemisah (biasanya), atau sekalinya ada, mungkin pakai rak, atau semacamnya. Dan kamar mandi, tentunya dipisah dengan tembok, seperti biasa.
- ↑ sekitar 14.4 meter persegi karena mereka di Shinjuku / Tokyo
- ↑ Boku (dengan huruf Katakana). ボク
1 Mei | Halaman Utama | 3 Mei |