Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid4 Prolog

From Baka-Tsuki
Revision as of 10:58, 26 September 2009 by Obakasan (talk | contribs) (perbaikan link)
Jump to navigation Jump to search

Prolog


Waktu itu waktu pagi yang dingin. Begitu dingin serasa seluruh dunia bakalan meretak dengan beberapa retakan yang indah bila ditusuk-tusuk dengan tongkat es. Atau lebih bagus lagi, aku akan memimpin orang-orang untuk meretakan dunia dingin sial ini.

Meskipun demikian, memang sudah seharusnya dingin; Sekarang-kan musim dingin. Sampai Festival Budaya kira-kira sebulan lalu, udaranya sangat amat panas. Lalu, masuk ke bulan Desember, cuaca mendingin dengan cepat seakan-akan Alam akhirnya ingat musim apa sekarang, dan sekarang aku mengalaminya dengan tubuhku ini bahwa Jepang tidak ada Musim Gugur tahun ini. Jangan kasih tahu aku kalau ada seseorang yang mencampur kemakmuran bisnis dengan mantra... Bahwasanya sistem udara dingin Siberia seharusnya ganti arah. Ga perlu-lah datang setiap tahun seperti itu.

Benarkah periode revolusi bumi sudah jadi gila? Sewaktu aku berjalan, memberikan perhatian yang mendalam kepada kesehatan Alam, aku mendengar “Yo, Kyon!”

Cowok tidak keruan berlari ke arahku untuk menepuk pundakku dengan tatakrama keringanan-helium. Terlalu repot untuk berhenti jalan, jadinya aku hanya menolehkan kepalaku kepadanya.

“Yo, Taniguchi,” Balasku, kubalikan wajahku kedepan lagi, dan kupandang hina puncak bukit tinggi yang jauh. Kita membiasakan jalan di landaian ini setiap hari, jadi kenapa sih mereka ga meringankan pelajaran olahraga kita? Semua guru olahraga, seperti guru kita Okabe, seharusnya lebih perhatian sama murid-muridnya yang harus menanjaki biar bisa terbiasa tiap hari. Guru-guru itu datang dengan mobil, kalo gue boleh bilang.

“Ngapain juga ngomong kayak kakek-kakek? Maju dengan langkah cepat! Ini kan olahraga bagus! Bikin loe hangat, ya ga? Nih, liat gue, gue bahkan ga pake sweater. Musim panas itu nyebelin, tapi musim ini yang paling cocok buat gue!”

Boleh-boleh aja sih tetap semangat kayak gitu, cuman basismu apa? Kasi dong ke gue dikit.

Mulut Taniguchi yang tidak pernah tertutup melengkung menjadi senyuman.

“Ujian akhir udah beres! Karena itu, kita ga perlu belajar lagi tahun ini. Bukannya itu lebih mantap dari yang bakalan datang?”

Ujian akhir dialami tak terdiskriminasi oleh semua murid di sekolah ini, dan berakhir tak terdiskriminasi pula. Perbedaannya adalah, kalaupun ada, nomor yang tercoret di kertas jawaban yang dikembalikan ke murid.

Aku ingat ekspresi Ibu waktu beliau mulai memikirkan tentang les sekolah untukku nantinya, dan suasana hatiku langsung tenggelam. Ketika kita masuk kelas dua tahun depan, kelas kita bakalan dibagi berdasarkan kuliah pilihan kita. Pilihan seni atau ilmiah? Kuliah negeri atau swasta? Pilihan itu bikin kepalaku puyeng.

“Sapa peduli?” Taniguchi tertawa. “Masih banyak hal yang lebih penting buat dipikirin, tau ga. Tau ga hari ini hari apa?”

“17 Desember,” balasku. “Emang napa?”

“Responmu bego banget! Apa loe ga inget hari spesial minggu depan yang akan membuat hati mu melayang?”

“Oh itu.” Aku sadar jawaban tepatnya sekarang. “Upacara akhir semester. Libur musim dingin emang pantas ditunggu.”

Walau begitu, Taniguchi menembakkan pandangan padaku seperti hewan kecil yang menemukan api liar. “Loe ga serius kan? Tanggalnya satu minggu lagi! Pikir! Jawabannya bakalan muncul begitu aja!”

“Hmmm....”

Aku berdengus dan mengeluarkan nafas embun putih.

24 Desember.

Aku tahu, tentunya. Aku sudah meramalkan ada seseorang yang merebus sebuah rencana jahat atau kebohongan untuk minggu depan. Kalaupun semua orang tidak menyadarinya, kebenaran tidak pernah lepas dari mataku. Orang yang menemukan peristiwa-peristiwa tersebut yang bahkan lebih cepat dariku duduk di situ, di belakangku. Dia sedang meratapi hilangnya kesempatan Halloween bulan kemarin, dan tidak diragukan lagi dia akan melakukan sesuatu sekarang.

Yah, sejujurnya, Aku sudah tahu apa yang akan dia lakukan nantinya.

Kemarin di ruang klub, Suzumiya Haruhi sudah, pastinya, membuat pengumuman seperti di bawah ini...


“Apa kalian punya rencana di malam Natal nanti?”

Haruhi, yang langsung melempar tasnya setelah menutup pintu, melihat cetus pada kami dengan mata berkerlip cahaya seperti tiga bintang Orion.

Nadanya beresonansi dengan maksud tak terucap, “Kalian pastinya ga punya rencana. Aku tau ini; Udah jelas, kan?” Dia akan melepaskan badai salju seandainya ada seseorang yang mengaku sudah punya rencana.

Saat itu, Koizumi dan aku bermain TRPG. Asahina, memakai kostum maid seakan-akan sudah menjadi pakaian normalnya, mengatupkan tangannya di depan kompor listrik. Nagato membaca buku novel hardcover fiksi ilmiah, hanya menggerakkan jari dan matanya saja.

Haruhi meletakkan tas tangan besar yang dia bawa dengan tas sekolah ke lantai, dan berjalan ke arahku. Membusungkan dadanya, dia melihat padaku dan menyatakan,

“Kyon, Aku tau kamu ga punya rencana, apapun itu. Ga usah nanya sebenarnya, tapi aku ga enak aja kalo ga konfirmasi, jadi itulah pertanyaanku.”

Senyum seperti kucing yang paling terkenal di dunia tergambarkan di sepanjang wajahnya. Memberikan dadu yang tadinya ingin kulempar ke Koizumi, yang tersenyum seperti berkomplot, aku berputar untuk berhadapan dengan Haruhi.

“Gimana kalo gue bener-bener ada rencana? Jawab itu dulu.”

“Berarti kamu emang ga punya!”

Mengangguk menyetujui diri sendiri, Haruhi melepaskan pandangannya padaku. Hei, jangan kemana-mana dulu! Gue kan belum menjawab pertanyaan loe! …Yah, emang bukan pertama kalinya gue ga punya rencana sih.

“Koizumi, apa kamu nanti mau kencan sama pacarmu?”

“Senang sekali saya kalo memang seperti itu!”

Menggelengkan telapak tangannya, Koizumi memberikan desahan dramatis. Terlihat sangat disengaja, dan berbau ketidak-tulusan yang kuat.

“Apakah itu seharusnya dianggap keberuntungan atau ketidakberuntungan, jadwal saya sebelum dan sesudah Natal kosong dan melompong. Saya sudah mondar-mandir berpikir sendiri, cemas tentang bagaimana saya akan menghabiskan waktu.”

Wajah tersenyum tampan itu baru saja mengeja BOHONG. Biarpun begitu, Haruhi menelan ceritanya tanpa ragu.

“Jangan kuatir! Yang kayak gitu itu berkah yang amat sangat!”

Lalu Haruhi menghampiri gadis pelayan perawan suci.

“Mikuru-chan, kalo kamu gimana? Apa ada orang yang ngundang kamu untuk ngeliat saat-saat hujan menjadi salju di tengah malam? Ngomong-ngomong, kalo kamu kedapetan ada orang yang ngasi tau omong kosong basi kayak gini dengan muka serius, hajar aja dia.”

Menatap Haruhi dengan mata besar terbuka lebar, Asahina terlihat mundur selangkah dengan pengecekan tiba-tiba ini.

“Yah, sepertinya begitu. Untuk sekarang sih memang tidak ada.... Eh, tengah malam...? Ah... omong-omong, akan kuambilkan teh untukmu...”

“Tolong yang panas sepanas gunung berapi! Teh jamu waktu itu bener-bener mantap, ”

Haruhi menurunkan perintahnya.

“I--Iya! Ga bakalan lama kok.”

Asahina lalu meletakkan teko diatas kompor gas portabel dengan wajah ceria. Apa bikin teh itu bener-bener mengasikan?

Mengangguk tanda puas, Haruhi bertanya pada Nagato pada akhirnya.

“Yuki?”

“Tidak ada.”

Nagato memberikan jawaban pendek tanpa menaikan kepalanya dari halaman buku.

“Sip, gitu dong.”

Mengakhiri percakapan terus-terang yang ceria, Haruhi melihat padaku lagi dengan senyum congkak. Aku melihat pada wajah pucat Nagato, perhatian penuhnya ke buku seakan-akan percakapan tiada hubungannya dengan dirinya, dan aku berpikir, dia mungkin menghemat nafasnya dengan jawaban yang tepat hemat itu. Paling engga abisin waktu bentar kek, buat pura-pura nginget jadwalmu!

Haruhi mengangkat tangannya.

“Gerakan pesta Natal Brigade SOS akhirnya telah diputuskan dengan bulat. Kalo ada alternatif ato keberatan, tolong berikan setelah pesta. Kalo aku harus baca, aku bakal baca.”

Dengan kata lain, situasi dikenal seperti ini lagi: kata-katanya tidak akan ditarik kembali setelah dikatakan, apapun yang terjadi. Yang tadi itu memang cuman hanya sikap sopan, tapi dibandingkan dengan setengah tahun lalu, Haruhi bertanya tentang rencana anak-anak bisa dikatakan kemajuan. Yah, bakal lebih bagus kalau dia bertanya tentang pendapat mereka daripada rencana mereka.

Dengan wajah meluap dengan kepuasan bahwa semuanya berakhir sesuai rencana, Haruhi memasukan tangannya ke tas tangan di lantai.

“Omong-omong, ga ada orang yang ga bersiap buat event-event kayak Natal, kan? Jadi aku bawa beberapa barang. Jalan yang bener buat ngabisin event dimulai dengan alat pembikin mood!”

Keluar dari tas ada spray salju, tali renda warna emas dan perak, biskuit, miniatur pohon, rusa mahal, kapas putih, lampu-lampu Natal, rangkaian bunga melingkar, spanduk merah-hijau, permadani pegunungan Alpen, orang-orangan salju yang hampir meleleh, pegangan lilin tebal, kaos kaki Nata yang besar sekali yang bisa dimasukan anak TK, CD lagu-lagu Natal...

Dengan wajah tersenyum seperti kakak di sekitar rumah yang memberi anak-anak permen, Haruhi dengan rapinya meletakan macam-macam barang terkait Natal itu di meja satu persatu.

“Aku bakal nyuntik rasa pesta-ria ke ruangan tak berhias ini. Langkah pengenalan buat menikmati Natal secara proaktif dan positif dimulai dengan tampilan. Bukannya kalian melakukan ini ketika masih kecil?”

Gue ngehias ato engga, kamar adek gue bakal dihias buat Natal beberapa hari nanti. Ibu mungkin bakalan maksa gue buat bantu-bantu ngehias lagi taun ini. Omong-omong, adek gw, yang mau berumur sebelas dan masuk kelas lima tahun ini, entah gimana kayaknya masih percaya sama Santa Claus. Dia ga sadar kalo itu kerjaan rahasia bonyok, yang gue sadari udah lama banget pas awal pertama kali hidup di dunia.

“Belajar kek sama hati bersih adikmu! Orang harus sudah mulai bermimpi. Kalau engga, sesuatu yang bisa didapat bakal diluar jangkauan. Ga ada orang yang menang lotre tanpa beli tiket, kau tau. Kamu mungkin pengen seseorang ngasi tiket lotre yang bakalan menang semilliar rupiah, tapi yang kayak gitu ga akan terjadi!”

Haruhi, berseru senang dengan keahlian tiada banding, mengeluarkan topi pesta kerucut dan memakainya di kepala,

“Waktu di Roma, lakukan apa yang orang Roma lakukan. Waktu di desa, ikuti aturan desa. Natal juga punya aturan yang harus diikutin. Makanya ga banyak orang ngerayain ulang tahun dengan mood jelek. Hei, bahkan Pak Yesus bakalan senang ngeliat kita bersenang-senang!”

Sudah banyak teori tentang kelahiran Yesus, karena tahun kelahirannya pun terbungkus misteri. Namun sekali lagi, aku belum cukup bodoh untuk menghaturkan semua teori-teorinya dengan tidak menyadari suasana. Terlebih lagi, kalau mendengar ada beberapa perkiraan tanggal kelahiran Yesus, Haruhi pastinya akan langsung menyahut “Ya udah, bikin aja semuanya jadi hari Natal!” dan kami pada akhirnya akan menyiapkan banyak pohon setiap tahunnya. Yang ada cuman cekcok belaka kalau kita menolak tahun pertama A.D; Tidak bisa diapa-apakan lagi. Apakah itu kalender Roma atau kalender Babylonia kuno, yang penting cocok dengan manusia. Untuk tubuh-tubuh surgawi (T/L note : saya tidak tahu apa artinya “heavenly bodies” di konteks ini, maklum ya... :P ) yang diam-diam berputar di luasnya alam semesta masalah ini tidak perlu diperhatikan, dan mereka akan terus melakukan apa yang mereka lakukan sampai akhir hidupnya. Oh, alam semesta memang hebat!

Jiwa mudaku, secara naluriah, tergelitik oleh rahasia-rahasia Alam Semesta yang Hebat, tapi Haruhi tidak peduli dengan itu. Seperti panda yang dengan semangat meningkatkan dekorasi ruangan, Haruhi berguling-guling memasang dekorasi kecil Natal di setiap sudut ruangan, bahkan memakaikan topi kerucut pada Nagato yang sedang membaca, dan menorehkan kata “Selamat Natal!” pada kaca jendela menggunakan spray saljunya.

Ga masalah sih, cuman bukannya bakal keliatan terbalik kalau dilihat dari luar, ya ga?

Ketika Haruhi berkonsentrasi dengan aktivitasnya, Asahina-san berjalan tertatih-tatih ke arah kami seperti boneka pemecah-kacang, membawa nampan berisi cangkir teh.

“Suzumiya-saaaan, tehnya sudah siap.”

Penampilan Asahina-san, dengan senyum maidnya, tetap menyenangkan hari ini, memberikan kesegaran yang selalu baru pada hatiku tak perduli berapa kali aku melihatnya. Bahkan setelah kejadian tragis setiap kali Haruhi berkata sesuatu, Asahina-san sepertinya nyaman dengan pesta Natal kali ini. Dibandingkan menyebarkan pamflet dengan memakai pakaian bunny girl atau muncul di film memakai kostum yang menggoda nafsu seksual, bakal lebih menyenangkan untuk menikmati pesta yang dimana semua anggota Brigade bisa berpartisipasi.

Tapi, apa memang hanya itu?

“Makasi, Mikuru-chan.”

Haruhi mengambil cangkir dengan semangat tinggi, dan berdiri menelan teh jamunya. Asahina-san melihat dengan senyum tulusnya.

Haruhi meminum habis cairan panas dalam beberapa detik, dan senyum di wajahnya tumbuh dua kali lebih lebar dari sebelumnya.

Pertanda buruk. Senyum itu adalah senyum ketika dia sedang berpikir tentang sesuatu yang rendah-dan-jelek. Setelah lama bersamanya, bahkan orang sepertiku menyadarinya.

Masalahnya yaitu...

“Rasanya mantap, Mikuru-chan. Emang sih ga bisa dikatakan hadiah tanda terimakasih, tapi aku ingin memberi hadiahmu sedikit lebih cepat.”

“Oh, yang benar?”

Maid molek itu mengedip-kedipkan kelopak matanya.

Haruhi meraih tangannya ke tasnya sekali lagi.

Menrasakan sesuatu dan menolehkan kepalaku, aku berpandangan mata dengan Koizumi, yang mengangkat bahu dan menunjukan senyum paksa. Aku ingin menyentilnya karena bersikap tidak jelas, tapi entah bagaimana aku mengerti. Dia tidak bergabung dengan gerombolah Haruhi setelah lebih dari setengah tahun tanpa hasil apapun, dan akan aneh kalau dia tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Benar, pikirku.

Masalah yang ada hanyalah tidak adanya orang atau obat di dunia fana ini yang bisa menyembuhkan tingkah gila Haruhi. Aku akan menghadiahkan kehormatan tertinggi untuk siapa saja yang menciptakan itu, langsung dari diriku.

“Ta-tadaaa!”

Dengan efek suara kekanakan, Haruhi mengeluarkan barang Natal terakhir dari dasar tas. Dan barang itu adalah...

“Itu... itu kan....”

Asahina-san mundur dengan reflex, dan Haruhi menyatakan dengan ekspresi seorang penyihir tua yang semakin menua memberikan tongkat sihir tercintanya kepada muridnya.

“Santa, bener banget! Santa! Pas banget seperti pasnya sarung tangan! Ga perlu diomongin lagi, kamu ga bisa menyoroti waktu sekarang tanpa pakaian musim-khusus! Nih ambil! Kubantu kau ganti.”

Mendekat perlahan-lahan ke Asahina-san yang mundur perlahan-lahan, Haruhi membuka tangannya – kostum Santa Claus, tak diragukan lagi.


Lalu, Koizumi dan aku dilempar keluar ruangan klub, dan hanya bisa membayangkan Haruhi memimpin adegan ganti-baju Asahina-san dengan sia-sia.

“Eh” “Ah” “Ughh” Teriakan-teriakan sedih membombardirku dengan khayalan-khayalan tak diinginkan, dan membuatku mengkhayal kalau aku bisa melihat melalui pintu entah bagaimana caranya. Oke, sudah waktunya gue jadi gila juga.

Setelah beberapa lama menenggelamkan diri ke masa dongeng khayalan, Koizumi memulai percakapan, mungkin untuk menghabiskan waktu. “Saya kasihan dengan Asahina-san.”

Orang ini yang punya tampang kelewat tampan dan tingkah laku kelewat ramah menyandarkan diri ke tembok melipat tangannya.

“Menentramkan hatiku ketika melihat Suzumiya-san senang. Menyakitkan hatiku ketika melihat Suzumiya-san terlihat jengkel.”

“Karena ruangan aneh bakal muncul kapanpun dia dongkol?”

Melilitkan poninya dengan telunjuk, dia menjawab,

“Iya, karena itu juga. Tidak ada yang lebih menakutkan saya dan rekan-rekan saya dari Dimensi Tertutup dan Avatar. Mungkin memang terlihat mudah mengatasinya, tapi sebetulnya itu kerja keras. Saya berterimakasih pada bintang keberuntungan bahwa sejak musim semi ini, frekuensi kemunculannya berangsur-angsur berkurang.”

“Berarti kadang-kadang masih terjadi?”

“Jarang. Sekarang ini hanya terjadi ketika tengah malam ke subuh, ketika Suzumiya-san tertidur. Kemungkinan besar ketika dia sedang bermimpi buruk, dia menciptakan Dimensi Tertutup secara tak sadar.”

“Dia emang biang kerok, waktu lagi tidur atau bangun!”

“Tidak juga!”

Tadi itu benar-benar sentilan tajam dari Koizumi, dan sejujurnya aku sedikit terkejut. Koizumi menghilangkan senyum, dan memberiku pandangan tajam yang lama.

“Saya menebak anda tidak tahu seperti apa Suzumiya-san sebelum dia masuk SMA. Dari tiga tahun lalu ketika kami memulai pengamatan sampai dia masuk SMA, tidak bisa dibayangkan kalau dia bisa tertawa senang setiap hari. Semuanya dimulai ketika dia bertemu anda – tidak, lebih tepatnya, ketika kalian berdua kembali dari Dimensi Tertutup. Jiwa Suzumiya-san benar-benar stabil, tidak bisa dibandingkan ketika waktu di SMP.”

Aku menatap balik tatapan Koizumi tanpa berkata apapun, seakan-akan aku akan kalah kalau mataku berkelana kemana-mana.

“Sangat jelas kalau Suzumiya-san sedang berubah. Ke arah yang lebih baik, kalau saya boleh menambahi. Keinginan kami yaitu mempertahankan situasi seperti sekarang, dan saya pikir anda pun begitu. Bagi dia sekarang, Brigade SOS adalah perkumpulan yang tak bisa dibuang. Disini dia bisa bertemu denganmu, bertemu dengan Asahina-san, Nagato-san itu penting, dan maafkan kesombonganku, tapi kupikir akupun begitu. Kita semua hampir menyatu satu hati satu daging.”

Itu kan cuman di pikiran loe doank.

“Memang benar. Walau begitu, tidak terdengar buruk, bukan? Apa anda mau melihat Haruhi melepas Avatarnya setiap jamnya? Maafkan saya, tapi yang seperti itu bukan hobi yang baik.”

Emang bukan hobi gue, dan gue ga bakalan ngimpi bikin itu jadi hobi. Gue perlu bikin ini jelas!

Koizumi mengganti expresinya, kembali ke senyum ambigu yang biasanya.

“Saya lega mendengarnya. Berbicara tentang perubahan, perubahan itu tidak terpaku pada Suzumiya; Kita semua sedang berubah. Termasuk anda, Asahina-san, dan saya. Mungkin Nagato-san juga. Selain Suzumiya, semua orang sedikit banyak berubah cara berpikirnya.”

Aku mundur. Bukan karena omongannya tepat sasaran. Aku tidak memasukannya ke hati, jadi aku tidak kena sasaran secara kiasan. Apa yang menakjubkan yaitu orang ini juga menyadari perubahan Nagato, sedikit demi sedikit. Pertandingan curang baseball, Tanabata yang melebar tiga tahun, penumpasan kamadouma, drama pembunuhan di pulau terpencil, libur musim panas yang terus berulang... Ketika kita melakukan ini itu, sikap dan pendirian Nagato walau sedikit, tapi benar-benar berubah. Jauh dari pertemuan pertama kami di Klub Sastra, yang mana permulaan dari segalanya. Pertemuan itu bukan ilusi. Aku mengamati dengan mata seperti teropong buatan tangan. Sekarang aku berpikir, gadis itu sepertinya sedikit aneh, bahkan waktu di pulau terpencil. Bahkan waktu di kolam renang umum. Bahkan waktu di Festival Tari Obon. Dia menunjukan tindak-tanduk yang lebih aneh lagi ketika dipaksa berperan sebagai penyihir di film, dan pertandingan game komputer melawan Himpunan Komputer...

Tapi bukannya itu bagus? Perubahan Haruhi benar-benar hebat, tapi kupikir perubahan Nagato yang lebih penting!

“Demi perdamaian dunia,” Koizumi berkata dengan senyumnya, “mengadakan pesta Natal itu harga murah yang harus dibayar. Apalagi, kalau ternyata mengasyikan, saya tidak bisa komplain!”

Ketika aku merasa tersinggung aku tidak bisa menjawab, pintu tiba-tiba terbuka.

“Ini dia!”

Pintu terbuka kedalam, dan tentu saja aku, yang menaruh beban badanku ke pintu, jatuh kikuk dengan punggungku mengeluarkan suara gedebuk.

“Hiehh!?”

Suara itu bukan punyaku ataupuh Haruhi, tapi Asahina-san, dan suaranya berasal dari atasku. Dengan kata lain, telentang ke arah langit-langit, aku tidak melihat langit-langitnya tapi sesuatu yang lain.

“Hey, Kyon! Jangan ngintip!” Itu suara Haruhi.

“Hwa, ahh...” Dan itu suara Asahina-san, yang benar-benar lengah dan langsung berteriak dan melompat ke belakang. Gue bersumpah pada para dewata, gw cuman ngeliat kakinya!

“Ngapain kamu tiduran disitu? Bangun cepetan!”

Dijambret kerahku oleh haruhi, aku akhirnya berdiri.

“Dasar Kyon tukang ngintip! Nyoba ngintip kolornya Mikuru-chan? Kamu itu kecepetan dua-juta-lima-ribu-enam-ratus tahun! Tadi itu disengaja ya? YA?”

Itu kan salah loe, buka pintu ga pake aba-aba. Tadi itu kecelakaan. Kecelakaan, Asahina-san! -- kata-kata tadi keluar dari bibirku, tapi lalu mataku melihat ke tempat lain. Siapa yang tanya apa tadi?

“Wawa...”

Tidak ada apapun dimataku kecuali Asahina-san, berdiri dengan torehan pink di pipinya.

Baju merah dengan garis putih. Topi merah dengan bola halus-lunak diujungnya... berpakaian hanya dengan itu, Asahina-san menarik rok mininya dengan kedua tangan, dan melihat sungguh-sunggu padaku dengan mata penasaran-berkaca-kaca penuh rasa malu.

Pastinya itu Santa, Sempurna dari semua sisi, tiada cela dan tiada kesalahan. Yang seperti itulah identitas sebenarnya Asahina-san pada saat sekarang – Cucu perempuan dari si pikun Santa yang diam-diam mewariskan bisnis keluarga padanya.

Dikatakan seperti itu, 80% orang akan percaya. Adikku pastinya termasuk yang 80%. Tidak diragukan lagi.

“Benar-benar fantastis.” Itu si Koizumi menyuarakan pendapatnya. “Maafkan saya, tapi saya hanya bisa memberikan ekspresi usang. Iya, baju itu cocok sekali denganmu. Tentunya.”

“Sudah kuduga!”

Haruhi memeluk pundak Asahina-san, dan menggosokkan pipinya ke muka bingung Asahina-san.

“Bukankan dia super cute dan menawan? Mikuru-chan, lebih pede dong! Mulai sekarang sampai Pesta Natal, kamu akan jadi Santa Clausnya Brigade SOS! Kamu punya kualifikasinya!”

Asahina-san sampai megap-megap. Meskipun begitu, kali ini Haruhi memang benar. Tidak seorangpun akan menyangkal, pikirku. Waktu aku berbalik ke Nagato, tak mengejutkan, seorang gadis pendiam, mungil, berambut pendek, terus membaca apa yang dia baca.

Dia masih memakai topi kerucutnya.



Setelah itu, Haruhi membariskan kami, dan berdiri di depan.

“Ngerti? Di waktu sekarang ini, ga baek ngikutin Santa apapun yang kalian temukan di jalan tanpa berpikir. Mereka itu palsu. Yang asli hanya ada di tempat spesial di bumi ini. Mikuri-chan, kamu harus lebih hati-hati lagi! Jangan dengan gampangnya nerima barang apapun dari Santa yang ga kamu kenal. Jangan mengangguk pada apapun kata mereka.”

Bukan nasehat yang bagus, setelah loe maksa Asahina-san jadi Santa palsu.

Jangan bilang ke gue kalau gadis ini, walau usianya dah segitu, dan kayak adekku, masih percaya sama bapak-bapak tua yang sedang berbisnis di sukarelawan internasional. Yah, ini cewe yang sama dengan yang menggantungkan pesan pada Orihime dan Hikoboshi, jadi ga mustahil juga. Cuman, tetap aja gue ragu. Maksudku, hey, Santo Asahina udah muncul di ruangan ini! Itu dia, si palsu yang melebihi yang aseli. Apa lagi yang loe pengen? Kalau seseorang pengen lebih, komplen bakal datang dari tiga negara Scandinavian.

Aku sedang merenung tentang dimana asal muasal si pak tua melempem yang hanya kerja setahun sekali itu.

“Hey, Kyon. Ide ngadain pesta besar Natal bagus juga. Tahun ini idenya datang telat, jadi cuman bisa ngerayain ultah Yesus. Tapi tahun depan kita harus ngerayain pesta ultah buat Buddha dan Muhammad saw. Bakalan ga adil kalau ga gitu.”

Kenapa ga sekalian aja ngerayain ultahnya penemu Manichaeism dan Zoroastrianism? Ngeliat orang-orang yang beriman merayakan, tokoh-tokoh itu, yang seharusnya ada di atas awan sekarang, ga bisa ngapa-ngapain kecuali tertawa terpaksa. Yah, Haruhi melakukan ini bukannya ingin benar-benar merayakan; Dia hanya ingin punya alasan untuk repot, jadinya kukira itu seimbang. Akan tetapi, kalau seseorang akan menerima hukuman dari tuhan, tolong dong kasi aja hukumannya ke Haruhi seorang. Peran gue yang jadi antek dia sebenarnya kecil sekali, lho.

Dalam situasi seperti itu, pada Dewa mana seharusnya kuberikan alasanku? Aku merenungkan ini ketika Haruhi duduk di kursi pimpinan Brigade dan memberiku pandangan menghina.

“Apa yang enak ya? Hotpot? Sukiyaki? Kepiting ga bole. Aku ga bisa ngelakuinnya. Ngambil keluar daging dari cangkangnya itu bikin aku gila. Kenapa sih kepiting itu ga punya cangkang yang bisa dimakan? Kok bisa mereka ga melakukan itu pas waktu berevolusi, boleh kan aku bertanya?”

Makanya itu mereka mengevolusikan cangkang! Mereka ga bakalan bisa melalui seleksi alam di dasar laut hanya demi perutmu!

Koizumi mengangkat tangannya dan berbicara.

“Kalau begitu kita harus memesan tempat sebelumnya. Liburan sudah dekat, dan semua tempat akan sudah dipesan kalau kita tidak buru-buru.”

Yah gue sih ga cenderung mau pergi ke tempat yang dia anjurkan. Mungkin si pemilik toko yang gila bakal muncul di tengah-tengah santap malam dan mementaskan lagi pembunuhan komedi diluar imajinasi liar semua orang.

“Oh, tidak perlu khawatir tentang itu.”

Seakan dia punya kesan sama denganku, Haruhi menggelengkan kepalanya dengan senyum di wajahnya. Tapi ini yang dia katakan selanjutnya:

“Aku ngadain pestanya disini. Perangkatnya dah ada. Yang belum ada cuman makanan. Apa ya... Lebih bagus lagi kalau bawa rice cooker. Omong-omong, ga bole ada miras, karena aku udah bersumpah dalam hati, untuk seumur hidupku, aku tidak akan minum miras.”

Gue lebih pengen loe bersumpah tentang hal laen... Tapi topik lain muncul di pikiranku yang tidak bisa dihilangkan tanpa pertimbangan. “Ngadainnya disini?” Aku melihat ke sekitar ruangan.

Ruangan itu sudah ada panci dan kompor portabel, bahkan sudah ada kulkas disini. Haruhi memasukan semuanya waktu permulaan dibentuknya Brigade SOS, tapi masa sih semua itu hanya untuk hari ini! Sampai sekarang, kompor portabel berguna untuk membantu menyiapkan teh oleh Asahina-san. Tapi di sekolah, di blok tua yang begitu lusuh, apa memang benar itu ide yang bagus untuk memasak? Ga bijak mengabaikan ini. Nyalain api dilarang di gedung ini!

“Ga bakalan kenapa-napa.”

Tidak bisa dihalangi, Haruhi berseri-seri seperti genius kuliner yang entah kenapa mempunyai skill tanpa harus punya ijin memasak.

“Kalo kayak gitu, lebih asik kalo sembunyi-sembunyi. Kalo OSIS atau salah satu guru ikut campur, akan kutunjukan persiapan spektakular hotpotku. Rencananya gini: tunggu sampe saat itu, dan mereka bakal gembira banget dengan makanan yang lezat terus mereka bakal menangis sedih mengabulkan permohonan kita untuk jadi klub beneran! Mulus! Sempurna!”

Walau memandang hina pada semua hal yang merepotkan, Haruhi bisa melakukan apapun dengan baik kalau dia harus melakukannya. Jadi aku menebak kemampuan memasaknya pasti benar-benar sesuai dengan kata-katanya. Tapi hotpot? Kapan itu tuh diputusin? Percakapan yang asalnya dari kepiting itu diputuskan tidak boleh, terus dia pura-pura ngumpulin pendapat dan tiba-tiba dia langsung ngambil kesimpulan – yah ini bukannya yang pertama kali. Maafkan, dan lupakan...



Dan begitulah, apa yang terjadi kemarin. Sewaktu aku mengatakannya kepada Taniguchi versi pendeknya, kami tiba di sekolah.

“Pesta Natal...”

Ketika kami meninggalkan gerbang sekolah, Taniguchi masih saja kesulitan menyembunyikan tertawanya.

“Yang kayak gitu emang bener-bener jadi trademarknya Suzumiya. Pesta hotpot di ruangan klub. Yah, pastikan aja guru-guru ga pada tau! Bakalan jadi masalah lagi kalo mereka tau.”

“Jadi, loe datang dong?”

Dari apa yang kami diskusikan sebelumnya, aku mencoba mengundangnya. Kalo Taniguchi datang, Haruhipun tidak akan keberatan. Dia, Kunikida dan Tsuruya-san sudah jadi Trio-Pengisi kapanpun kami butuh orang.

Ternyata, Taniguchi menggelengkan kepalanya.

“Sori banget, Kyon. Hari itu, gue ga punya waktu luang buat makan hotpot dudul. Bwahahahah”

Apa maksudnya tertawa menjijikan itu?

“Denger ya: kumpul-kumpul sama orang aneh dan nyolok-nyolok hotpot di Pesta Natal hanya untuk anak ga gaul. Gue bener-bener minta maaf, tapi kayaknya gue harus mengucapkan selamat tinggal pada orang-orang itu.“

Yang bener nih?

“Yah, pikirin gue sebagai orang yang diluar imajinasi loe. Gue dah menorehkan tanda hati merah di tanggal 24 di kalender! Maafkan aku. Aku minta maaf dari HATIKU. Gue BENER, BENER MINTA MAAAAAPPPPP!”

“Sapa dia?”

Aku bertanya, berusaha keras untuk tidak sinis.

“Anak kelas satu dari Kouyouen. Bener-bener aman bukan?”

Kouyouen Academy. Sekolah khusus perempuan di samping stasiun di bawah bukit. Terletak tepat di ujung mulai jalan nanjak penyiksaan kami, jadi pagi yang normal untuk melihat Parade Daimyo yang mana cewek-ceweknya mengenakan jaket hitam seragam sekolah. Sekolah itu terkenal dengan para wanita berkelasnya, tapi yang lebih bikin iri itu mereka tidak perlu menanjaki landaian pembunuh ini. Engga, gue ga iri koq sama Taniguchi.

“Emang apa masalahnya? Loe kan dah punya Haruhi! Hotpot... Dan yang bikin dia kan? Hotpot sebagai masakan yang dibuat sendiri terdengar bodoh dan murahan menurutku, tapi gue yakin bakal bikin loe kenyang. Gw iri, Kyon!”

Si bangsat. Dia ngobrolin Malam Natal hanya untuk memuaskan rasa pamernya aja?

“Hmm, kayaknya sudah waktunya untuk memutuskan rencana awal dimana dan gimana untuk menghabiskan waktu. Duuh repotnya!”

Aku kehabisan semangat, dan kata-kata.



Setelah sekolah, tidak ada hal spesial terjadi. Koizumi dan aku mondar-mandir dalam ruangan klub untuk memasangkan dekorasi-dekorasi baru yang Haruhi bawa. Haruhi memberi perintah dan menunjuk-nunjuk dengan jarinya. Asahina-san, berpakaian Santa, adalah maskot-pelayan-teh (T/L note: cum artinya apa sih?). Dan hari ini, Nagato membaca buku hardcover... sambil, sekali lagi, memasang topi kerucut di kepalanya.

Akhirnya hari berakhir. Isi hotpot masih belum diputuskan. Keputusan yang ada sekarang hanyalah aku akan jadi tukang angkut barang dan akan dikirm untuk belanja. Ntar hotpot isinya apa aja? Gue lebih suka ga makan makanan seadanya, dengan berbau rencana sinis.

Memang terlalu lama untuk prolog. Walau begitu, yang diatas tadi itu hanya prolog, tidak ada yang lain. Gerakan sebenarnya mulai dari sekarang, mulai hari besoknya. Mungkin mulai malam ini, tapi itu bukan masalahnya.

Besok tanggal 18 Desember, ketika angin gunung dibekukan. Hari itu, aku dilempar ke jurang ketakutan.

Biarkan aku informasikan dari awal: kejadian ini bukan bahan tertawaan.


Back to Ilustrasi Berwarna Return to Halaman Utama Forward to Bab 1