Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid4 Bab01

From Baka-Tsuki
Revision as of 10:14, 25 July 2009 by Obakasan (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Pagi harinya, aku dibangunkan oleh jurus pembunuh menarik-selimut adikku. Bersama dengan kucing tiga-warna yang meringkukkan diri di dalam selimut di sebelahku. Inilah adikku, seorang assassin pagi-hari yang membawakan perintah Ibu dengan patuhnya.

"Ibu bilang kamu sebaiknya sarapan."

Tersenyum, adikku mengangkat kucing marah dari kasur dengan kedua tangan, dan menggosokkan hidungnya ke belakang telinga si kucing.

"Shami juga! Waktunya makan!"

Shamisen, yang sudah menjadi piaraan rumah kami setelah Festival Budaya, menguap dengan wajah kosong dan menjilat cakar depannya. Kucing jantan tiga-warna yang banyak-bicara-asalnya sudah tidak bersuara lagi, dan menetapkan diri statusnya di rumah menjadi hanya piaran kami. Dia menjadi kucing biasa yang bisa ditemukan dimana saja – sampai aku berhalusinasi bahwa kucing ini tidak pernah berbicara bahasa manusia, itulah yang kupikir sekarang. Kucing itu hebat dan tidak rewel: jarang mengeong, hampir tidak pernah, seakan-akan dia sudah lupa bahasa kucing bersamaan dengan bahasa manusia. Entah bagaimana dia menjadikan kamarku tempat tidurnya, dan lalu diam saja pada kunjungan adikku, yang mana keranjingan merawat Shamisen.

"Shamiii, Shamiiii. Waktunya makan!"

Bernyanyi dengan lirik yang tidak pas dengan lagunya, adikku keluar kamar sambil memeluk si kucing. Merinding karena udara dingin pagi, aku memelototi wajah jam sebentar. Akhirnya aku susah payah berdiri, membuang rasa sayang pada kasur hangatku.

Setelah itu, aku ganti pakaian, cuci muka, dan turun ke ruang makan, menelan sarapan dalam 5 menit, dan keluar rumah lebih dulu dari adikku. Hari ini cuacanya dingin lagi, kemajuan yang baik.

Sampai saat ini, segalanya sudah berjalan seperti biasa.

Aku menanjaki landaian yang biasanya dengan belakang-kepala yang kukenal terlihat olehku. Orang yang sekitar 10 meter-an di depanku itu adalah Taniguchi, tak diragukan lagi. Biasanya orang ini loncat-loncat di jalan tanjakan, tapi sekarang dia berjalan pelan. Setelah beberapa saat, aku menyusulnya.

"Hey, Taniguchi!"

Bakalan lebih baik untuk berinisiatif menepuk pundaknya kadang-kadang, aku berpikir seperti itu, dan memang melakukannya.

"....Hmm, Kyon?"

Suaranya tersaring. Tentu saja; Taniguchi menggunakan masker putih.

"Kenapa? Kena flu?"

"Eh....?" Taniguchi terlihat lelah. "Flu-lah, kayak yang loe liat. Jujur aja, gue pengen ga masuk, cuman bokap cerewet soal itu."

Dia sehat banget kemaren, terus langsung kena flu ternyata.

"Yang bener aja? Gue kemarin juga ga sehat! *Uhuk* *Uhuk*"

Oke, jangan bikin gue bingung, hanya karena gue ga biasa lihat Taniguchi batuk dan kelihatan lemah. Atau apa dia mau sakit ya kemarin? Gue cuman bisa liat bego seperti biasanya.

"Hmm... masa? Gue ga pura-pura keliatan sehat kok."

Taniguchi memiringkan kepalanya, dan aku memberikan senyum curiga.

"Loe lagi seneng soal kencan Malam Natal itu kan? Yah, cepetan sehat, sebelum kencannya! Jarang banget kesempatan itu datang lho!"

Namun, Taniguchi semakin memiringkan kepalanya.

"Kencang? Apaan? Bego. Gue ga punya rencana soal Malam Natal!"

Kata tanya "Apa?" seharusnya muncul di kepalaku. Terus pacarmu yang dari SMA Wanita Kouyouen? Apa loe baru diputusin malem kemaren?

"Hey, Kyon, apaan sih yang loe omongin? Gue ga tau apa-apa soal ini!"

Taniguchi marah menutup mulutnya, dan berbalik untuk berjalan lagi. Setiap gejala dingin sepertinya sudah mulai muncul efeknya, dan tubuh lemah itu tidak menunjukan kepura-puraan. Apalagi, menduga dari kondisinya, rencana kencannya benar-benar habis, dan dia tentu saja kecapaian. Dengan pengakuan sombong sebelumnya, tentu saja merobek hancur hatinya waktu bertemu aku langsung. Oh gitu, gitu ya.

"Jangan cemberut gitu!"

Aku menekan punggung Taniguchi.

"Gimana kalo gabung ke Pesta Hotpot? Loe masi bisa gabung koq sekarang!"

"Hotpot apaan? Pesta apaan yang loe omongin? Gue ga ingat ada begituan...."

Oh, masa? Shocknya begitu hebat hingga apapun yang kukatakan akan membuat torek untuk beberapa waktu, tebakku. Biarkan gue yang menggenggam tangan loe kalau begitu. Semuanya bakal beres dengan waktu yang tak berakhir. Gue ga bakalan nyebut masalah itu lagi. Gue berjanji.

Taniguchi melanjutkan menyereti dirinya, dan akupun melanjutkan menanjaki pelan-pelan bersama dia.

Waktu itu benar-benar tidak mungkin aku menyadari yang sebenarnya.

Aku lengah: flu sudah menyebar ke seluruh Kelas 1-5 tanpa kusadari. Aku datang ke ruang kelas sebelum bel berbunyi, tapi ada beberapa kursi kosong, dan seperlima muridnya memakai masker putih buat iseng. Penjelasan yang masuk akan adalah mereka semua memesan dua kali masa inkubasi dan serangan flu.

Aku lebih terkejut menemukan kursi dibelakangku kosong di pelajaran pertama.

"Benar-bener sulit dipercaya..."

Apa Haruhi absen sakit? Apa flu tahun ini benar-benar parah dan mulai merajalela tahun ini? Tidak bisa dipercaya ada patogen hidup yang punya keberanian untuk menyerang tubuhnya, belum lagi hal yang sulit dipercaya kalau Haruhi bisa dikalahkan dengan kuman atau virus. Penjelasan yang paling masuk akan yaitu Haruhi sedang menyiapkan rencana jahat baru yang baru saja dia rencanakan. Mungkin bakalan ada yang lain selain hotpot?

Suasana kelasnya suram, dan itu bukan karena tak adanya AC. Tiba-tiba banyak sekali yang absen. Terlihat seperti populasi Kelas 1-5 entah bagaimana berkurang.

Dan memang benar kalau aku tidak merasakan keberadaan meluap-luapnya Haruhi dari belakang. Tapi di saat bersamaan, aku juga merasakan kalau suasananya berubah yang tak kupahami.

Lalu dimulailah pelajaran yang kuikuti malas-malasan, setelah itu, istirahat makan siang.

Waktu aku sedang mengambil kotak makan siang beku di tasku, Kunikida mendekat dengan makan siang di satu tangan dan duduk di belakangku.

"Sepertinya kamu lagi istirahat. Ga papa kan aku duduk disini?"

Kunikida berkata selagi membuka serbet bungkusan Tupperware. Setelah menjadi teman sekelas di SMA, menjadi kebiasaan untuk makan siang dengan orang ini. Aku mencari teman makan siangku yang lain, Taniguchi, tapi dia tidak ada di ruang kelas; mungkin dia pergi ke kantin sekolah.

Aku memutar miring bangkuku.

"Kayaknya flu udah jadi populer banget. Untung aja aku tidak keserang."

"Hmm?"

Kunikida meletakan perlahan Tupperwarenya di atas serbet terbentang dan memperhatikan isinya lalu dia menunjukan tampang heran kepadaku. Menggerakkan sumpitnya seperti capit kepiting, Kunikida berkata.

"Gejala flu tersebar udah keliatan seminggu lalu! Ga keliatan seperti influenza, tapi lebih bagus kalau influenza. Sudah bisa diobat sekarang-sekarang ini."

"Seminggu lalu?"

Aku berhenti memotong-motong telur dadar-campur-bayam ku, dan bertanya lagi.

Kayaknya ga mungkin deh ada orang lain yang nyebarin virus minggu kemarin. Ga ada yang absen, dan ga ada yang batuk-batuk pas pelajaran sejauh yang gue ingat. Anak-anak Kelas 1-5 keliatan sehat, ato bisa jadi Penyakit Setan yang udah beroperasi rahasia di belakang gue?

"Apa? Sedikit banyak ada kok yang absen. Apa kamu ga sadar?"

Gue kagak. Apa bener begitu?

"Ya iyalah. Ternyata makin parah mulai minggu ini. Gue sih mohon aja jangan ngisolasi semua anak kelas satu. Libur musim dingin bakalan kepotong kalo gitu, gue yakin."

Kunikida memasukan lagi nasi furikake ke mulitnya.

"Taniguchi juga ga enak badan sekarang ini. Prinsip bapaknya itu nyembuhin penyakit dengan semangat, dan dia ga bisa absen kecuali panas tubuhnya lebih dari 40 derajat. Kuharap dia melakukan sesuatu sebelum flunya makin parah."

Aku menghentikan gerak sumpitku.

"Kunikida. Sori, tapi gue pikir Taniguchi udah mau mati hati ini."

"Oh engga, ga mungkin. Dia udah kayak gitu sejak awal minggu, ya kan? Kemarin dia istirahat pas pelajaran olahraga."

Aku jadi semakin bingung.

Tunggu, Kunikida. Apa sih yang loe omongin? Yang gue ingat, di pelajaran olahraga kemarin, Taniguchi semangat banget main bola, kayak makan steroid aja. Gue ga mungkin salah, gue kan ngelawan dia, dan banyak banget nge-slide-tackle dia. Gue sih ga marah gara-gara dia dapat pacar, tapi kalau gue tau apa yang bakal terjadi hari ini gue mungkin bakalan mikir dua kali sebelum nge-tackle dia.

"Yang bener? Iya gitu? Aneh banget!"

Kunikida memiringkan kepalanya seakan-akan dia mengambil wortel dari makanan Kinpiragobou.


15% Completed

- obakasan