Hidan no Aria (Indonesia):Jilid1 Bab4

From Baka-Tsuki
Revision as of 22:56, 3 September 2013 by Hikari1189 (talk | contribs) (→‎4th Ammo: Di Balik Poni)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Peluru Keempat : Di Balik Poni[edit]

Pada akhirnya, setelah meninggalkan Aria seperti itu setelah pertarungan tersebut---Inilah yang terjadi.

Aku berpikir apakah tidak apa-apa seperti ini?

Ini adalah… Sebelumnya, ini adalah yang sebenarnya kuinginkan.

Pada peristiwa pembajakan bus, bahkan saat ini, aku menunjukkan diriku yang tidak bisa melakukan apapun.

Karena itulah Aria kecewa padaku dan melepaskanku.

Berkat hal itu, aku bisa meninggalkan Assault. Sekarang aku bisa menghabiskan waktuku dalam kedamaian di Inquesta dan pindah ke sekolah biasa di tahun berikutnya. Lalu, aku bisa membasuh jejak-jejak dari dunia Butei dari tanganku dan menjadi orang dewasa yang normal.

Bukankah itu bagus?

Tapi….. Ada apa dengan perasaan sedih ini?

Setelah itu, aku tidak tahu lagi. Terganggu dengan rasa kesal yang kurasakan, aku menghabiskan akhir minggu.

Klik….klik.

Sekalipun dia sedang melihat ke TV atau ke internet, bunyi klak-klik dari penentu tidak pernah berhenti.

Hari Minggu pagi saat kudengar Aria keluar dari rumah sakit – Pagi ini, ketika aku mendengar tentang dia, aku menenggelamkan diriku dengan mencuci baju dan bersih-bersih.

Tapi, karena itu—

Aku tidak sengaja melihat Aria di tempat tak terduga saat siang harinya.

Di sudut salon kecantikan pulau kampus.

Aku melihatnya ketika meninggalkan tempat cuci baju yang berada di sebelah salon kecantikan. Kakiku tanpa sadar berhenti ketika melihat penampilannya yang tidak begitu berubah.

Karena dia tidak menyadariku, sekali lagi kelihatannya aku sedang mengintip……

“……”

Dengan pandangan berat, Aria membiarkan kuncirannya sebagaimana adanya dan mengubah gaya rambutnya sedikit.

Dia mempunyai poni.

Itu imut seperti itu, tapi hal tersebut—Aku bahkan tidak perlu bertanya. Itu mungkin untuk menutupi luka di dahinya.

Ketika aku berpikir begitu, sekali lagi aku merasakan nyeri yang tajam di dadaku.

Seperti sebuah ceri dengan bulu putih, Aria mendengus seperti seekor bagal dan menuju stasiun kereta.

Pakaian itu --- adalah pakaian biasa.

Karena aku hanya pernah melihatnya dengan perlengkapan C dan seragam, melihatnya seperti seorang gadis biasa yang sedang bersantai.

Aria mengenakan sebuah terusan sederhana dan rapi dengan pola merah muda pucat. Sebuah pakaian bergaya modern yang terlihat seperti meloloskan diri dari sebuah majalah fashion.

Jika kau mengambil foto dari Aria sekarang dan memasangnya di sampul majalah, pakaian tersebut akan laris terjual.

Tapi……sekalipun biasanya Aria memberi perhatian pada perawatan dirinya, aku tidak pernah melihat dia berdandan seperti itu.

Aku penasaran kemana dia pergi?

(Untuk kencan?)

Tidak perlu ditanyakan.

Itu kemungkinan sebuah kencan.

…….. pacar Aria.

Apakah dia punya?

Aku penasaran tipe seperti apa laki-laki itu.

Ketika berpikir seperti itu, aku – menyadari bahwa aku melakukannya tanpa sadar dan aku tidak tahu kenapa.

Aku mengikuti Aria untuk pertama kalinya.

Aria meninggalkan kereta di Shinbashi dan dari situ pergi ke arah Kanda dengan JR… Dia turun di Shinjuku.

Ketika mengikuti sedikit di belakang, aku melihat orang-orang di jalanan menatap sekilas pada Aria.

Sudah diperkirakan. Jarang ada gadis yang seimut Aria. Akan aneh untuknya tidak mendapat perhatian setelah dia berusaha keras berdandan.

Aria pergi ke pencakar langit dari pintu masuk barat. Dia menjadi perlahan dan mendengus seperti seekor bagal ketika berjalan.

Ini juga adalah arah yang tidak terduga.

Ini adalah sebuah bangunan kantor dimana tipe-tipe orang seperti itu bekerja… Kalau begitu, apakah pacarnya adalah seorang pekerja dewasa?

Ketika berpikir begitu, aku lanjut mengekori dia ---- Aria berhenti di depat sebuah gedung yang tak terduga.

Itu adalah Kantor Polisi Shinjuku.

Jika dia datang kemari, kenapa dia harus repot-repot berdandan?

“….. Cara membuntuti yang menyedihkan. Aku bisa melihat ekormu menggeliat-geliut.”

Ketika Aria berbalik dan tiba-tiba mengatakan itu, aku merasa seakan aku menelan sebuah galah.

---Apa.

Aku ketahuan.

“Ah… Um. Kau telah mengatakan padaku sebelumnya. 「Bahkan tanpa bertanya, jika kau adalah seorang Butei, kau harus mengivestigasi sendiri」.”

Itu begitu canggung sehingga aku berbicara seperti seorang pelanggar menyalahkan korbannya saat Aria berdiri secara mendatar.

“Jika kau tahu, lalu kenapa kau tidak mengatakan apapun?”

“Aku ragu. Aku tidak tahu apakah aku mempunyai kekuatan untuk mengajarimu. Kau juga adalah seorang korban dari Butei Killer dan kau seorang diri.”

“?”

“Yah, aku sudah tiba. Sekalipun aku mengusirmu pergi, kau tetap akan ikut, ‘kan?”

Setelah dia berkata begitu, Aria menjadi ambisius seperti biasa.

Ketika Aria memasuki kantor polisi, aku mengikutinya dengan banyak tanda tanya melayang di atas kepalaku.

Di Ruang Pengunjung Tahanan Penjara terdapat dua petugas berjaga. Seorang wanita cantik datang melewati papan akrilik; aku mengenalinya.

Jika aku tidak salah…….. Ada sebuah cameo terukir di gagang revolver Aria. Ada sebuah pahatan seorang wanita di situ yang sangat mirip dengan Aria.

Rambut panjang bergelombang yang lembut seakan itu digambar. Warna yang berwarna hampir seperti batu onyx. Kulit berwarna putih porselen seperti Aria.

“Ya ampun……Aria, apakah dia pacarmu?”

“Bu, bukan, Mama.”

Tampak sedikit terkejut melihatku, wanita yang dengan lembut menaikkan suaranya adalah…

Ibunya Aria.

Di, dia terlihat sangat muda.

Daripada sebagai ibunya, dia terlihat seperti kakak perempuan yang jarak umurnya jauh.

“Kalau begitu, dia adalah seorang teman yang penting? Ooooh? Aria berada di usia yang tepat dimana dia mendapat seorang teman pria. Bahkan Aria yang menyedihkan bisa mendapat teman. Fufu. Ufufu….”

“Kau salah. Dia adalah Tohyama Kinji. Dia adalah seorang murid dari SMA Butei---- Kami tidak seperti itu. Sama sekali.”

Aria menyatakan hal itu dan ibunya dengan lembut menyipitkan bulumatanya yang panjang.

Akan lebih baik untuknya untuk tidak begitu gamblang menyangkalinya.

“…Kinji-san, senang bertemu denganmu. Aku adalah ibu Aria---Kanzaki Kanae. Kelihatannya kau telah membantu putriku.”

“Ah, tidak…”

Meskipun berada di ruangan seperti ini, atmosfir Kanae-san yang lembut menyelimuti kami sepenuhnya. Sejujurnya, aku tidak begitu baik dengan tipe-tipe orang seperti ini.

Aku tidak begitu mahir dengan hal ini dan menjadi gugup sehingga tidak bisa bicara dengan lancar. Aria pergi dan---bersandar ke arah papan akrilik tersebut.

“Mama, aku hanya punya 3 menit, jadi kita hanya bisa bicara sebentar, tapi… Jepit rambut jelek ini adalah milik Butei Killer. Mereka melukai 3 orang yang lain juga. Minggu kemarin, Butei Killer memasang sebuah bom pada sebuah sepeda.”

“…Ya ampun…”

Ekspersi Kanae-san mengeras.

“Ada juga satu kasus lagi, dua hari yang lalu, terjadi peristiwa pembajakan bis. Pergerakan orang itu tiba-tiba menjadi lebih aktif sekarang. Itu artinya, dia akan memunculkan ekornya secepatnya. Karena itulah aku akan mengincar Butei Killer dan menangkapnya. Bahkan hanya dengan itu, kita bisa membuktikan ketidakbersalahanmu dan hukuman penjara selama 864 tahunmu dapat dikurangi menjadi 742 tahun dalam sekali pukulan. Sebelum kasusmu sampai ke Pengadilan Tertinggi, aku pasti akan melakukan sesuatu tentang yang lainnya.”

---Mataku melebar mendengar perkataan Aria.

“Dan, aku akan melempar semua anggota I-U kemari.”

“Aria, aku senang dengan perasaanmu, tapi tetap masih terlalu awal untuk menghadapi I-U ---- Apakah kau sudah menemukan seorang rekan?”

“Itu… Aku tidak bisa menemukannya seorangpun tak peduli apa yang kulakukan. Tak ada yang akan mengikutiku…”

“Itu tidak bagus, Aria. Kemampuanmu adalah warisan. Tapi seperti keluargamu—kau mewarisi kebanggaan berlebihan dan sifat kekanak-kanakan mereka. Tanpa seorang rekan, kau bahkan tidak bisa menampilkan setengah dari kemampuanmu. Kau perlu seorang rekan yang mengerti dirimu dan akan bersama denganmu tak peduli apapun yang terjadi. Rekan yang tepat dapat lebih dari sekedar meningkatkan kekuatanmu – Kakek buyutmu dulunya mempunyai seorang rekan yang hebat, ‘kan?”

“…Mereka mengatakan hal itu padaku begitu sering di London sampai telingaku kebas. Mereka bahkan berkata aku ini cacat karena tidak bisa menemukan seorang rekan… Tapi…”

“Seorang anak yang berlari terlalu cepat akan terjatuh. Jalani kehidupan dengan perlahan.”

Berkata seperti itu, Kanae-san dengan pelan mengerjapkan bulu matanya yang panjang.

“Kanzaki, sudah waktunya.”

Penjaga yang berdiri di dekat dinding menginformasikan padanya sambil melirik ke jam dinding.

“Mama, tunggulah. Aku pasti akan menangkap pelaku kejahatan yang sebenarnya sebelum pengadilan.”

“Kau tidak boleh terburu-buru, Aria. Aku mengkhawatirkanmu. Jangan maju sendirian.”

“Aku tidak mau! Aku ingin menyelamatkanmu secepat mungkin.”

“Aria, pengacaraku sedang bekerja keras untuk menunda tanggal Pengadilan Tertinggi sebisa mungkin. Konsentrasilah untuk menemukan seorang rekan yang tepat pertama-tama. Luka gores di dahimu itu membuktikan kau terlibat dalam bahaya yang tidak bisa kautangani seorang diri lagi.”

Kanae-san telah menyadari perban yang membalut luka di balik poni Aria dan memarahinya.

“Tidak, tidak, tidak!”

“Aria…!”

“Sudah waktunya!”

Si penjaga melakukan sebuah gerakan seperti salah satu jurus mencekik dari judo untuk menarik Kanae-san ketika dia bersandar maju pada papan akrilik untuk menenangkan Aria yang kacau.

Kanae mengeluarkan erangan ‘ah’ kecil.

“Hentikan! Jangan perlakukan Mama dengan kasar!”

Terlihat bagaikan hewan buas yang menunjukkan taring-taringnya, mata merah kamelia Aria menyorot murka dan dia menerjang ke papan akrilik.

Tapi papan tersebut tebal dan kokoh meskipun transparan, Tentu saja tidak bergeming sedikitpun dan tidak akan membiarkan Aria melewatinya.

Ketika Kanae-san menatap Aria dengan mata yang khawatir, kedua penjaga menariknya pergi.

Interior pintu ruang kunjungan berwarna putih krim dan terlihat lembut, namun bertolak belakang dengan penampilannya, sebuah suara logam berat bergema---

Pintu tersebut menutup.

“Aku akan menuntut mereka. Mereka tidak berhak untuk memperlakukannya seperti itu. Aku pasti akan…menuntut mereka.”

Hanya mengatakan itu, Aria kembali ke stasiun Shinjuku dalam cuaca yang menandakan turun hujan… Aku ingin memanggilnya.

Tapi seperti sebuah bayangan, aku mengikutinya dalam sunyi di belakangnya.

“…”

Berjalan, jalan, jalan.

Mendengus seperti seekor bagal, Aria melangkah ke depan sebuah jendela dan tiba-tiba---

Ja…lan. Dia berhenti.

Aku juga berhenti.

Dari belakang, wajah Aria tertunduk, pundaknya menurun, dan jika kau perhatikan baik-baik, kau dapat melihat tangannya mengepal dan gemetar.

Tes.

Tes…Tes.

Tetesan air jatuh dan memecah di kakinya.

Itu adalah… Aku bahkan tidak perlu mendengarnya. Itu adalah air mata Aria.

“Aria…”

“Aku tidak sedang menangis.”

Mengatakan itu seakan dia marah, Aria menggantung kepalanya dan menggeleng.

Dalam angin yang muram, setiap dan semua orang yang melintas di jalanan kota menyengir pada kami yang berhenti di tengah jalan.

Mereka pasti berpikir bahwa kami adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar atau semacamnya.

“Hei…Aria.”

Aku berjalan ke depan Aria dan semua orang membungkuk sedikit seperti pengintip yang mengintipi wajahnya.

Tes…tes. Tes.

Poninya menyembunyikan matanya, kepalanya tergantung, air mata seperti mutiara berlinang menuruni pipinya yang putih.

“Aku…tidak…”

Dengan perkataan itu, Aria mengatupkan gigi-geliginya dan dari matanya yang menutup erat, air mata terus mengalir.

Dan,

menangis …

“Waa…Uwaaaaaaaaa!”

Seperti seutas benang putus, Aria mulai menangis.

Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya dan memandang ke atas, tapi dia terus menangus seperti seorang anak kecil.

“Huwaaaa….Mamaa…Mamaaaaaaa…!”

Jalanan malam hari mempunyai sebuah papan iklan neon terang yang memainkan sebuah lagu ceria dan mempromosikan perlengkapan elektronik terbaru dan baju model terkini. Kerlipan cahaya bermain di rambut Aria yang berwarna merah muda dan menyinarinya.

Seperti sebuah pukulan akhir, hujan mulai turun.

Setiap orang dan mobil melewati kami.

Seorang gadis dengan ponsel di telinganya berkata ‘Kyahahaha! Yang benar? Akan kuambil!’ Dengan suara yang keras, dia berjalan melewati kami sambil bicara.

….Aku.

Aria masih menangis di tengah suara tersebut dan aku tidak melakukan apapun.

Tapi, dalam kesunyian, aku berdiri di sebelahnya.

Tokyo menderita karena angin kencang sejak permulaan minggu. Sekarang adalah jam pelajaran normal dan meja di sebelah kananku kosong.

Aria absen dari sekolah.

Sebelumnya, setelah menangis di jalan, Aria berkata ‘Aku ingin sendirian’, jadi pada akhirnya, kami berpisah di situ.

Pada hari itu, aku tidak sengaja menemukan Aria, aku mengikutinya karena dia sendirian ke tempat ibunya berada… Aku mempelajari banyak hal.

Aku tahu.

---Ibu Aria dicurigai sebagai seorang ‘Butei Killer’ dan ditahan.

Dan dia sudah dinyatakan bersalah di pengadilan.

Kelihatannya mereka ditempatkan ke sistem peradilan cadangan yang lebih rendah--- Karena ada cukup bukti, hal ini dengan cepat mencapai pengadilan yang lebih tinggi. Sistem ini mempercepat pergerakan dari pengadilan yang lebih rendah ke pengadilan yang lebih tinggi, sehingga mencegah penundaan siding.

Pada pengadilan tinggi tersebut, hukuman penjara selama 864 tahun dibuat oleh hakim. Pada kenyataannya, itu adalah hukuman seumur hidup.

Aku memikirkan percakapan di ruang kunjungan. Ibu Aria dituduh lebih dari daripada beberapa rangkaian pembunuhan oleh ‘Butei Killer’. Aria mengklaim semua tuduhan itu salah dan ingin membebaskan ibunya. Karena dia adalah seorang Butei, dia mencoba untuk menemukan pelaku kriminal yang sebenarnya.

Juga --- mengenai rekan.

‘H’ mengeluarkan potensi mereka secara penuh dengan berpasangan bersama rekan yang luarbiasa. Jadi, kelihatannya itu adalah sebuah keluarga yang dikenal oleh polisi, dan dengan seorang rekan yang hebat kemampuan mereka bertambah secara drastis dan dapat meningkatkan perolehan mereka. Demi alasa itu, Aria juga mencari seorang rekan, tapi---

Dia tidak bisa menemukan seseorang.

Itu jelas.

Untuk menemukan seseorang yang dapat menyamai kepandaian luar biasa anak itu bukanlah tugas yang mudah. Aria menganggap ‘rekan’nya sebagai seorang ‘budak’ karena dia sedang mencari seorang rekan dan menguji kemampuan mereka dan mau menurunkan standar yang dibutuhkan. Itu mungkin adalah caranya untuk mengurangi beban psikologis yang ditetapkan atasnya.

Ketika aku samar-samar memikirkan hal tersebut, aku tidak dapat berkonsentrasi pada pelajaran sama sekali. Ketika kelas Inquesta berakhir—sebuah pesan masuk ke ponselku.

Itu berasal dari Riko.

“Ki-kun, begitu kelas selesai, datanglah ke ruang khusus di Club Estella. Aku punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan denganmu.”

Jika itu diriku yang biasa, aku akan memutuskan untuk membiarkannya.

Sejak awal, aku menghindari undangan dari para perempuan, tapi karena ‘pembicaraan penting’ Riko, itu mungkin penting.

Tapi, kali ini…masalahnya cukup khusus.

Riko telah menyelidiki apapun yang berhubungan dengan peristiwa pembajakan bus seminggu kemarin. Karena itulah mengapa dia tidak di sini lagi hari ini untuk kelas Inquesta. Dan hari ini, Aria tidak masuk sekolah, jadi aku sedikit khawatir karena beberapa alasan.

Karena aku diminta, untuk memastikan, aku menuju kereta ke klub.

Aku tadinya sedikit ragu-ragu ketika sampai di Clun Estella. Tempat itu terlihat seperti tempat usaha karaoke tingkat atas.

Aku berhenti di depan vespa modifikasi berwarna merah muda menyolok di tempat parkir sepeda.

Selera warna yang buruk. Ada kemiripannya. Itu milik Riko.

Pada lirikan pertama, itu terlihat seperti vespa 50cc biasa yang didekorasi dengan selera yang sangat mengejutkan jeleknya, tapi tanpa pencahayaan dan dengan beberapa modifikasi oleh Muto, kendaraan ini menjadi sesuatu yang tidak lagi bisa melewati inspeksi kecepatan. Menurut Riko, kendaraan ini berlari dengan kecepatan 150 km/jam dan bisa meloncat.

Tanpa penerangan... Jujur Mutou, pilihlah pekerjaanmu.

Sekarang sudah tepat pukul 6 senja.

Cerahnya warna matahari terbenam sangat mirip dengan darah. Warna biru gelap langit dan awan dengan cepat disapunya.

Ini artinya sebuah badai dekat dengan Tokyo. Anginnya kuat.

Begitu aku memasuki klub tersebut, aku melihat seorang wanita kantoran pulang dari perusahaannya dan teman kencannya mematuki sepotong kue seperti di dalam film. Jika aku melihat sekeliling, ada gadis-gadis SMA Butei di sini dan di situ juga. Tempat ini terkenal.

“Kiiii-kuuuuuun!”

Riko, mengenakan seragam lolitanya lagi, datang dengan berlari-lari kecil dari dalam.

Hari ini…bahkan lebih mengagumkan. Terutama rok anyelirnya, seperti kelopak bunga yang melayang-layang dan melompat-lompat. Itu adalah hal menyedihkan yang disebut bloomers.

“Kau. Kau membolos pelajaran… Apa yang kaulakukan di sini?”

“Kufu. Aku mengenakan pakaian terbaikku. Tapi, karena Kii-kun tidak datang dengan mudah, jika kau mengacuhkanku, ‘Apa yang harus kulakukan?’ adalah yang kupikirkan tadinya. Aku sangat senang.”

“Ini bukan tentang aku yang mengacuhkanmu atau tidak.”

“Aah, kau dingin sekali. Ini adalah rutenya Riko, kau tahu!?”

“Apa maksudnya itu? Aku tidak mengerti.”

Riko yang tertawa mengerjapkan matanya anehnya terlihat mempesona, jadi aku menckelikan lidahku.

Apakah aku seharusnya tidak datang? Ada apa dengannya?

Riko menarik lenganku dan menggaetnya dengan lengannya sendiri. Dengan wajah puas, dia maju memasuki interior toko.

Melihat itu, para gadis SMA Butei berbisik-bisik di antara mereka.

“Tidak mungkin, Kinji berkencan dengan Riko-chan kali ini.”

“Kurasa Kinji mungkin suka gadis-gadis bertubuh kecil.”

“Hotogi-san juga ada, jadi kupikir bukan begitu.”

Hei, kalian disitu. Aku bisa mendengar kalian. Jangan salah paham dua dan tiga kali lipat.

Riko mendorong terus dan menuju sebuah ruangan khusus. Itu adalah ruangan untuk dua orang yang didekorasi oleh AI Nouveau. Riko membuatku duduk di atas sofa yang empuk dan lembut. Dia duduk di sebelahku dengan rok yang mirip dengan seorang putri dari negeri dongeng kenakan. Dia menunjuk pada Mont Blanc dan teh hitam di meja dan mengedip.

“Karena aku yang mengundangmu, seeemuanya kutraktir.”

Dengan perkataan itu, Riko mengambil milk tea manisnya dan meminumnya sambil menatapku dengan matanya yang besar.

“Fuah. Heei, Kii-kun. Kau sedang bertengkar dengan Aria, ‘kan?”

“Itu… Itu tidak ada hubungannya denganmu.”

“Ada. Kii-kun, menjadi akrab dengan Aria itu tidak baik.”

“Apa maksudmu?”

“Jika ya, Riko tidak bisa bersenang-senang!”

Riko menusuk tajam Mont Blanc-nya dengan sebuah garpu dan tertawa.

Maksud sebenarnya terlihat di wajahnya.

“Ini, Kii-kun, bilang ’aaaa’.”

Potongan Mont Blanc berada di garpu yang diarahkannya padaku.

“Mana mungkin, bodoh.”

"—「Butei Killer」—" Riko menunjukkan sepotong kartunya---

Mataku melebar.

“---Kau telah…menemukan sesuatu, ‘kan?”

“Jika kau bilang ‘aaaaa’, aku akan mengatakannya.”

Itu cukup membuatku malu sampai mati, tapi ini adalah situasi dimana aku harus berkorban.

Aku mengambil sesuap penuh Mont Blanc Riko dan melihatnya untuk jawaban.

“Kufu. Kau tahu. Ada beberapa data dari Departemen Kepolisian Metropolitan….. Di masa lalu, orang-orang yang terbunuh dalam pembajakan sepeda dan mobil bukan hanya korban dari ‘Butei Killer’.”

“Apa maksudmu?”

“Ada kemungkinan dari sebuah peristiwa. Itu mungkin adalah kecelakaan, tapi dalam kenyataannya, itu lebih mengarah untuk menutupi aksi Butei Killer supaya orang-orang tidak tahu.”

“Apakah ada catatan tentang itu?”

“Aku menemukannya.”

Riko mengeluarkan secarik kertas yang terlipat empat dari kantongnya. Seperti sihir, dia perlahan, perlahan, membuka dan menunjukkannya padaku.”

“-----!”

Darahku membeku.

「2008, Desember, Hari Libur Nasional. Peristiwa Karamnya Uragaoki. Tewas. Tohyama Kinichi, Butei (19)」

“Ini adalah nama kakak laki-lakimu, ‘kan? Heei, bukankah ini pembajakan di laut?”

Aku mendengar suara Riko yang menakutkan dari jauh.

---Butei Killer.

Apakah dirimu?

Siapakah dirimu?

Bagaimana kau bisa tahu siapa Kakak?

Bagaimana kau bisa tahu siapa Kakak? Kenapa kau menargetkan aku---!?''

“Bagus.”

Dengan segera, suara Riko membawaku kembali.

Setelah bertemu dengan matanya, Riko dengan tenang menyipitkan matanya.

“Bagus, Kinji. Kinji, tatapan---itu. Aku kedinginan.”

Dengan ekspresi seakan dia senang, Riko mendekat pada setengah bagian atas tubuhku.

Je t'aime à croquer. Pada saat ujian masuk, tatapan Kinji---aku terpikat pada pandangan pertama.”

“---Riko?”

Pada saat ujian masuk, diriku di mode histeria menangkap tangannya yang seperti bayi dan memelintirnya untuk menjatuhkannya.

Apakah dia berbicara tentang saat itu?

“Kinji.”

Di dalam ruang khusus yang sempit itu, Riko menunjukkan padaku gerakan yang seperti makhluk buas. Dia menempel padaku.

Tiba-tiba, dia mendorongku ke sofa.

"—Riko!?"

“Kinji, kau sangat bodoh berkaitan dengan cinta. Itu seperti kau sengaja menjadi bodoh. Hei…kau tahu? Ini sudah menjadi sebuah scene H, kau tahu?”

Riko mengambil rambutnya yang panjang dan kuncir kanan dan kirinya dan membelitkannya ke kepalaku seakan menyembunyikannya.

Hanya ada jarak 5 cm antara wajahku dan Riko.

Dia berbeda dengan Aria. Dia berbau seperti vanilla, almond, dan sesuatu yang manis.

Riko membawa bibirnya dekat pipiku pada jarak dimana dia dapat menyentuh bibirku atau tidak. Dia mendekati telingaku. Potong. Dia menggigit telingaku.

Aku, itu sakit.

“Hei, Kinjii. Aku sampai-sampai meminta ruangan khusus berkelas…Tidak apa-apa untukmu memainkan sebuah permainan…”

Bersama dengan bisikan panas dan menyakitkan, Riko mendekati seluruh tubuhku.

Ri...Riko. Apakah Riko gadis---seseksi ini?

Laki-laki di Inquesta menyebutnya ‘seorang Lolita dengan dada yang besar’, tapi sekarang dia menekankannya padaku aku mengerti.

Walaupun dia selalu berdandan aneh, bertingkah bodoh, dan berselera anak-anak.

“Kinji. Tidak ada seorangpun yang akan memergoki karena kita di ruangan ini. Shirayuki ada di asrama S dan Aria kembali ke Inggris. Ada kabar bahwa dia akan kembali dengan penerbangan sewaan pada pukul 7 malam… Nnn, sudah terlambat, pastinya. Karena itu…lakukan sesuatu yang baik dengan Riko, ya? Kufufu.”

Karena godaan tersebut terlalu tiba-tiba, aku tidak punya waktu untuk bersiap-siap.

Ketika---aku menyadarinya,

Aku akan---berubah ke mode histeria.

“----!”

Pada saat itu, ada sebuah kilatan di dalam kepalaku.

Hal yang baru saja kudengar dari Riko dan kejadian-kejadian lalu bagaikan sebuah elektromagnet padaku yang terikat bersama pada sebuah kawat.

Kawat tersebut adalah….

buruk sekali. Ujungnya yang tidak diinginkan tersambung.

---- Ini gawat.

Ini sangat gawat.

Seandainya aku bisa bergerak sekarang!''

“Maaf---!”

Diriku dalam mode histeria menyelip pergi dari tangan Riko tepat di depannya. Plak!

Itu adalah suara dari menangkis sebuah jari.

Riko berteriak kecil ‘myu’ dan sekejap mata.

“Nona, bukankah sekarang waktunya kau pergi tidur?”

“An!?”

Aku menahan tubuh kecil itu.

Aku bertukar posisi tubuhku dengan Riko sehingga dia berbaring di sofa.

Berdiri dengan rambutku yang berkibar, aku meninggalkan ruangan.

Pikiranku berada dalam mode histeria---


Balik ke Peluru Ketiga - Assault Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Peluru Kelima - Holmes