Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-0 kali

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:50, 4 January 2012 by Bakayarou (talk | contribs) (Created page with "<i>Aku tidak menyangka kata-kata 'Cinta mengubah dunia' bukan hanya sebuah metafora saja sampai Aku berumur enam belas tahun. Pernahkah kau berpikir kalau hidup itu terlalu p...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Aku tidak menyangka kata-kata 'Cinta mengubah dunia' bukan hanya sebuah metafora saja sampai Aku berumur enam belas tahun.

Pernahkah kau berpikir kalau hidup itu terlalu panjang dengan pengulangan-pengulangan kebiasaan yang juga berulang kali? Aku yakin berapa kali Aku memikirkan tentang mati secara serius tidak bisa dihitung lagi dengan jumlah jari di kedua tanganku, bahkan jika ditambahkan dengan kedua kakiku juga.

Aku sungguh bosan.

Tapi Aku tidak pernah mengatakannya dan selalu berperilaku ceria. Soalnya, itu tidak akan menjadi lebih baik meski kau menunjukkan sikap terbuka seperti kepada orang lain. Karena itulah Aku berusaha menjaga hubungan agar tetap baik dengan semua orang. Yang ternyata tidak begitu sulit. Jika kau tidak terlalu memikirkan tentang kuat dan lemah atau suka dan tidak suka, kau bisa akrab dengan siapa saja.

Cukup banyak orang yang berkumpul di sekelilingku dan mereka semua berkata yang sama kepadaku.

"Kau selalu ceria. Kau benar-benar tidak punya kecemasan sama sekali, ya kan?"

Ah, benar. Terimakasih semuanya karena sudah tertipu mentah-mentah. Sungguh terimakasih karena tidak menyadari bagian gelapku sampai sekarang. Karena itulah Aku datang untuk ingin membuang itu semua.

Aku mungkin tahu suatu hal di waktu kebosanan ini bermula.

Setiap dan semua orang hanya terlalu mementingkan diri sendiri.

Ketika Aku bertukar alamat e-mail dengan beberapa anak laki-laki dan membalas pesannya secara berkala, dia sangat senang dengan sendirinya dan menembakku. Ketika Aku mencoba untuk tidak meninggalkan seorang laki-laki yang tidak terlalu diterima oleh para gadis, dia salah anggapan dan menembakku. Ketika Aku diundang seseorang ke teater dan Aku menerimanya karena sulit menolaknya, dia menembakku. Ketika Aku pulang bersama seseorang beberapa kali karena kami tinggal di arah yang sama, dia menembakku.

Dan mereka semua lalu membuat wajah seperti Aku sudah mengkhianati mereka, mereka merasa sakit sendiri dan menjelekkanku. Aku juga dijelek-jelekkan gadis-gadis yang menyukai mereka. Hanya peduli pada diri sendiri. Mementingkan diri sendiri. Itu menyakitiku setiap kali, Aku menjadi penuh dengan luka, dan ketika Aku bahkan tidak lagi menyadari luka baru ketika disakiti, akhirnya Aku sadar.

Aku hanya cukup untuk berhubungan dengan setiap dan semua orang setengah hati di waktu luangku. Aku cukup merasakan mood dan melanjutkan pembicaraan yang membosankan. Aku tidak perlu menunjukkan apa yang ada di dalam diriku kepada mereka. Aku hanya perlu untuk menutup diri seperti cangkang untuk melindungi kelembutan di dalam diriku.

Dan kemudian Aku bosan.

Tidak ada satupun yang menyadari bahkan ketika Aku hanya memperlihatkan bagian terluarku.

Mereka semua berkata yang sama kepadaku.

"Kau selalu ceria. Kau benar-benar tidak punya kecemasan sama sekali, ya kan?"

Benar-benar sukses yang luar biasa.

Kalian semua seharusnya menghilang saja.


Saat itu cuma hari yang biasa setelah sekolah. Aku tersenyum seperti biasa ketika berbicara secara komikal dengan orang-orang asing di sekitarku yang berpura-pura ingin menjadi teman. Lalu, tiba-tiba saja, tanpa ada kejadian spesial.

Tanpa sadar, hal itu menyangkut pada diriku. Konsep ini tiba-tiba mendapatkan bentuk dam membuatku berpikir tentang satu kata.

«Sendiri»

Aah, Aku benar-benar -- sendiri.

Sendiri. Benar,jadi Aku sendirian. Meski dikelilingi oleh semua orang, Aku sendirian. Aku merasakan kenikmatan yang aneh. Kata ini sangat pas sekali.

Tapi segera saja kata ini menajamkan taringnya dan menyerangku. Itulah pertama kalinya Aku belajar kalau kepedihan datang bersama dengan kesendirian. Dadaku sesak, Aku tidak bisa bernapas. Dan bahkan ketika Aku akhirnya bisa mengambil napas, rasanya seperti jarum-jarum berada di udara. Rasa sakit menjalar di tenggorokanku. Penglihatanku menjadi hitam untuk sesaat dan Aku merasa hidupku seharusnya berakhir sekarang. Tetapi penglihatanku segera kembali dan hidup pun tidak berakhir semudah hal tadi. Kemudian, Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak tahu. Tolong Aku. Semuanya, tolong Aku.

"Ada apa?"

Seseorang menyadari perubahanku dan berbicara padaku.

"Kau terlihat sangat bahagia tersenyum seperti itu."

Eh?

Aku tersenyum--?

Aku menyentuh pipiku karena Aku tidak mengerti perkataannya.

Memang, pipiku terangkat.


"Ampun deh, kau benar-benar selalu ceria. Kau tidak pernah punya masalah, ya kan?"

Aku tertawa. "Yeah, Aku bahagia!" Aku tertawa. Aku tertawa bahkan tanpa mengetahui alasannya.

Saat itu, warna orang-orang yang berada di sekitar beralih menjadi transparan. Satu per satu mereka menjadi transparan. Menjadi transparan dan menghilang, jadi Aku tidak bisa melihat mereka lagi. Beberapa suara berbicara padaku, tapi Aku tidak dapat mendengar mereka. Tapi untuk beberapa alasan Aku tetap membalasnya. Aku tidak mengerti.

Tanpa sadar, ruang kelas sudah kosong. Hanya Aku sendirian.

Tapi Aku yakin Akulah yang membuatnya seperti itu.

Aku menolak mereka.

"Aku punya urusan, jadi Aku akan pergi sekarang."

Meskipun Aku tidak bisa melihat siapapun, Aku berkata dengan senyuman dan mengambil tasku. Hubunganku dengan yang lainnya mungkin seharusnya sudah terjalin bahkan kalau Aku tidak berbicara pada siapapun secara spesifik. Seharusnya Aku berbicara dengan tembok saja sejak awal kalau seperti itu yang terjadi.


Lalu, kenapa?

"...Permisi, apa kau baik-baik saja?"

Meskipun seharusnya tidak ada seorangpun disini, Aku bisa mendengar kata-kata itu dengan jelas untuk beberapa alasan. Aku baru saja meninggalkan gerbang sekolah ketika Aku dengan cepat tersadar dan yang tidak terlihat berubah kembali seperti semula.

Seorang laki-laki dari kelasku berdiri disana kehabisan napas ketika Aku berbalik. Sepertinya, dia mengejarku.

Namanya pasti Kazuki Hoshino. Hubungan kami tidak dekat, ataupun dia punya suatu karakteristik yang spesial - Aku hanya tahu namanya.

"Apa maksudmu?"

Saat Aku bertanya, Aku menyadari ekspektasi aneh membalutiku.

Lagipula, dia tidak akan bertanya apakah Aku «baik-baik saja», kalau dia tidak menyadarai keanehanku. Mungkin artinya dia sudah bisa menyadari perubahanku, yang bahkan tidak mungkin untuk orang-orang yang berada didekatku.

"Err... Bagaimana mengatakannya yah? Kau terlihat sangat «jauh»... atau tidak, Aku tidak yakin, tapi sepertinya kau tidak berada dalam kehidupan sehari-hari..."

Dia mengatakannya dengan kesulitan. Dia tidak jelas sama sekali.

"Err... jangan pikirkan kalau hal itu cuma aku saja yang bilang. Maaf sudah mengatakan hal yang aneh."

Sepertinya dia terlihat tidak nyaman dan akan pergi.

"...Tunggu sebentar."

Aku memegangnya kembali. Dia menolehkan kepalanya sedikit dan melihatku.

"E-err..."

Aku mungkin sudah menghentikannya, tapi apa yang harus kukatakan sekarang?

Tapi hey--dia bisa mendeskripsikan aku dengan «jauh», meski Aku tersenyum ketika berada di ruang kelas yang sangat sepi ini.

"...apa Aku selalu terlihat ceria?"

Kalau dia menjawab seperti ini seperti yang lain, berarti dia sama saja.

Ah, Aku punya ekspektasi besar. Aku punya ekspektasi besar sehingga dia bisa menyangkalnya dan mengerti aku.

"Yeah. Well, ...kau terlihat seperti itu sih."

Dia agak sulit mengatakannya.

Setelah mendengarkan kata-kata itu, Aku tidak lagi merasa tertarik dengan dia, kehilangan ketertarikanku dan membencinya. Aku terkejut dengan perasaanku yang seperti pendulum yang tiba-tiba berbalik arah, tapi ekspektasiku mungkin sudah lumayan tinggi.

Tapi kemudian, dia, yang kubenci, menambahkan kata-kata tersebut.

"Kau benar-benar berusaha keras, kan?"

Perasaanku bergetar lagi seperti pendulum dan kebencianku terbalik semua. Wajahku tidak bisa mengikuti perubahan itu - hanya saja hatiku terasa hangat.

Berusaha keras. Berusaha keras untuk terlihat ceria.

Itu benar. Lebih benar dibanding mengindahkannya.

Kemudian Aku -- jatuh cinta.



Aku sudah sadar akan hal itu. Itu cuma anggapan yang dibuat-buat saja. Hanya karena dia mengatakan «Kau benar-benar berusaha keras, kan?» bukan berarti dia mengerti sepenuhnya tentang diriku. Aku tahu itu. Tapi tetap saja - asumsi diriku ini tidak bisa lepas dari pikiranku lagi.

Pertama, kupikir perasaan ini cuma sementara saja. Tetapi perasaan ini lama-lama tumbuh ke sebuah poin dimana hal itu tidak bisa lagi dihentikan. Perasaanku padanya makin menumpuk, seperti salju yang tidak mudah cair sampai saljunya menutup hatiku sepenuhnya. Meskipun tahu kalau dia mungkin akan menjadi segalanya bagiku kalau seperti itu terus, rasanya tidak terlalu buruk untuk beberapa alasan.

Lagipula Kazuki Hoshino menyelamatkan aku dari ruang kelas yang luar biasa sepi itu dan menghancurkan kebosananku.

Kalau dia menghilang dari hatiku, Aku yakin Aku pasti kembali kesini.

Aku pasti kembali ke ruang kelas yang sangat sepi itu ketika Aku masih sendirian saja.

Duniaku berubah dengan mudahnya. Sepertinya Aku pernah merasa bosan cuma kebohongan belaka. Ini seperti perasaanku sudah tercolok ke amplifir yang kuat. Aku merasa bahagia hanya menyapanya. Di saat yang sama, Aku merasa sedih Aku hanya bisa menyapanya. Aku merasa senang berbicara padanya. Aku merasa sedih saat Aku hanya bisa berbicara sedikit dengannya. Hatiku yang pastinya sudah tidak terkendali terasa kompleks dan baik.

Yeah! Aku pasti akan baik-baik saja bersamamu!

Pertama, Aku ingin kita mulai saling memanggil satu sama lain dengan nama depan kita.


----------------------------......


"Apa kau punya sebuah permohonan?"

Dia seperti ada dimana saja, tapi dia tidak ada dimanapun. Dia terlihat mirip dengan semua orang, tapi dia tidak mirip dengan siapapun. Dia yang tidak bisa kubedakan laki-laki atau perempuan berbicara padaku.

Permohonan?

Tentu saja Aku punya.

"Ini adalah sebuah 'box' yang dapat mengabulkan permohonan apapun."

Aku menerimanya dengan tanganku yang penuh darah.

Kemudian Aku mengerti kalau benda ini benar-benar asli. Karena itu, Aku meyakinkan diriku sendiri untuk tidak melepaskan 'box' ini.

Ini sama saja dengan semua orang, bukan? Aku tidak percaya kalau ada seseorang yang menolaknya.

Jadi Aku memohon.

Meski tahu hal itu tidak mungkin, Aku memohon.

"--Aku tidak ingin, menyesal."


Back to 27754th time (2) Return to Main Page Forward to 27755th time