Hakomari (Indonesia):Jilid 5 Bab 3

From Baka-Tsuki
Revision as of 04:37, 4 September 2016 by Sakamiyo (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Hakomari5 p96.jpg


Adegan Kedua: Terpisah 60 Kaki dan 60 Inci

  • 1. LAPANG BASEBALL - SIANG
  • Pertandingan final dari turnamen baseball lokal akan berakhir. Babak ke-9. Dua pemain sudah out[1] dan ada pemain di base pertama dan ke-3. Satu ball[2] dan dua strike[3]. Skornya 3 - 2.
  • Seorang murid SMP, tanpa berseragam USUI HARUAKI berdiri di pitching mound. Ia menyeka alisnya dan mengintip sinyal catcher.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Ia luar biasa.
  • Ia melihat tandanya dan mengangguk
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Aku tetap berada di klub baseball ini dan mengabaikan tatapan kesal pelatih kami karenanya.
  • Ia melakukan berdiri untuk pitching.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Aku telah melihat banyak pemain dari liga senior yang telah dipastikan masuk ke liga besar[4]. Beberapa mungkin bisa sampai. Tapi aku tidak pernah dianggap sebagai ancaman: di mataku, "ia" adalah yang terbaik.
  • Ia mengambil nafas dalam.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Setiap gerakkan permainannya indah. Setiap kali kulihat ia bermain, aku terpukau. Aku selalu merasa kuatir dan berfikir kalau aku punya kualitas rendah.
  • Ia mengangkat kaki kirinya.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Aku menjadi sangat pandai bermain baseball karena semua sekolah elit baseball ingin merekrutku. Keinginan semua penggemar baseball muda - berdiri di atas pitching mound Stadium Koushien - bukan mimpi lagi, tapi tujuan. Menjadi pro dan meraihnya suatu hari.
  • Ia berputar untuk melempar.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Tapi bahkan sejak aku mulai bermain baseball di SD, yang kulakukan hanya menirunya.
  • Ia melempar fastball yang kuat.
  • Si batter mengayunkan dan gagal.
  • Setelah melihat lemparannya membentur sarung tangan catcher, HARUAKI berteriak dengan kesenangan dan mengepalkan tangannya dalam kemenangan.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Jadi mustahil ia bisa kukalahkan.
  • Si catcher melepas topengnya. DAIYA dengan senyum lebar muncul dibaliknya.
  • Tanpa menunggu lama, ia berlari ke gundukkan tanah itu dan melompat pada HARUAKI, memeluknya dengan erat. Tak lama, sisa anggota timnya mengelilingnya dan juga mulai bersorak.
  • HARUAKI
  • Wow, Daiyan, jangan bergantung 'gitu. Aku 'gak siap dipeluk laki-laki! Dan ya ampun keringatmu!
  • Tetapi, ia tersenyum saat ia mengeluhkannya.
  • DAIYA
  • Santai: kau lebih berkeringat - dan kau bau amat!
  • DAIYA juga tersenyum.
  • HARUAKI
  • A-Apa?! Kalau 'gitu beliin aku parfum! Aku 'gak mau ditolak sama manager cantik kita! Aku ingin 'ngasih dia bola yang buatku menang, dan bilang kalau aku melemparnya untuknya saja! Dia pasti akan jadi milikku!
  • DAIYA
  • Haha, sayang dia 'gak ada di sini, ya?
  • Pemain-pemainnya berbaris di lapangan.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Di satu waktu, aku punya pengamat yang diam-diam menilai caranya bermain.
  • Mereka membungkukkan kepalanya.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Aku ingin bersama di timnya saat SMA.
  • Para pemain berjalan menuju stan mereka.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Tapi reaksi si pengamat itu suam-suam. "Ia hebat untuk seumurannya, tapi tidak punya potensi lagi karena ia sudah kukuh dengan gayanya setengah matangnya. Aku ragu ia akan menjadi pemain tetap, dan sulit untuknya mendapat penghargaan baseball." Itulah penilaian si pengamat itu. Memang, secara fisik ia biasa-biasa saja. Ia tidak bisa mengalahkanku di lari jarak pendek. Tapi, aku percaya kalau ia punya potensi untuk mengatasi kelemahannya.
  • Mereka membungkukkan kepalanya pada para penonton.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Si pengamat mungkin salah. Tapi aku tau kalau yang ia katakan itu secara objektif, Daiya memang tidak begitu hebat dalam bermain baseball. Aah...mungkin sebenarnya sudah kuketahui. Mungkin bukan permainannya yang membuatku terpesona. Mungkin aku sudah melampaui Daiya dalam potensi dan kemampuan bermain baseball. Tapi hirarki yang telah terbuat di dalam hatiku takkan terganti, meski aku telah menjadi ahli di liga besar.
  • KOKONE ada di dalam stan. Dia senang dengan mata yang berkaca-kaca. Tatapannya terkunci pada Daiya.
  • DAIYA membalasnya dengan senyum canggung namun lembut.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Daiya masih si karakter utama.
  • Saat menonton mereka yang saling melihat mata satu sama lain, HARUAKI menunjukkan senyum lebarnya sendiri.
  • HARUAKI (MONOLOG)
  • Itu kenapa aku menyerah pada cinta pertamaku.


◆◆◆ Oomine Daiya - Jum'at, 11 September 18:00 ◆◆◆

"Film 'Close-Up Selamat Tinggal' telah berakhir."

Filmnya berakhir tanpa credit. Aku langsung berada di depan panel digital sebelumnya. Dan teleportasi lain terjadi.

Berdiri di pintu masuk yang sunyi, aku tersenyum dengan kikuk.


"Aku akan menghancurkanmu."


Oh.

Ia tidak kenal ampun seperti apa yang ia katakan.

Kazu menyentuh bekas luka masa laluku. Ia memberikan garam pada luka yang kembali terbuka dan menyobeknya untuk menghancurkan 'keinginan'-ku.

Brengsek, ia mulai serius.

"———"

Tunggu. Kazu jelas-jelas menyerangku. Kenapa aku menerima semua yang ia tunjukkan padaku?

Memangnya film ini baik untuk kenyataan?

Tentu, alur dari insiden yang terjadi dalam filmnya sesuai dengan ingatanku. Tapi karena itu ditunjukkan dari perspektif Rino, ada beberapa hal yang tidak kuketahui.

Bagian itu bisa saja dibuat-buat. Aku tidak pernah tau kalau perjuangan emosional Rino itu asli atau tidak. Hanya Rino yang tau.


"Kelihatannya kamu terserang dengan luka yang dalam, ya?"

Aku dikejutkan suara seseorang dan aku mengangkat kepalaku.

"...Siapa kau?"

Gadis yang tak kukenal dengan rambut panjang berdiri di depanku. Dia mengenakan seragam bersih seperti resepsionis di sebuah mall. Dia mengenakan syal yang mengelilingi lehernya dan mungkin seumuran denganku.

"Adalah sebuah kehormatan dapat bertemu dengan Anda. Namaku 'A' dan saya adalah pemandu bioskop ini."

'A' punya aura seperti orang yang punya derajat tinggi yang tidak cocok dengan umurnya. Jujur saja, "derajat yang tinggi" itu anggapan yang salah, karena aku lihat sebenarnya dia sangat tidak menyenangkan. Jika dia membunuh seseorang, dia hanya akan tersenyum dan tidak akan peduli karena dia fikir dia berada di atas segalanya—itulah yang kesombongannya ungkapkan padaku.

Terlebih, dia terlalu cantik - bahkan lebih cantik daripada Otonashi Maria, yang telah mempesonakan semua orang karena kecantikannya.

"...'A'? Omong kosong. Siapa kau? Kenapa kau di sini?"

"Saya sosok buatan ‘kotak’ ini, 'Teater Penghancur Keinginan'. Saya tidak ada dalam dunia nyata."

Singkatnya, dia seperti Noitan yang ada di 'Permainan Kebosanan'?

Bicara soal gadis ini dan Noitan, apa ada aturan kalau semua pemandu punya sifat yang brengsek?

"Sosok buatan, kah? Jadi, apa artinya kau akan memberikan penjelasan soal ‘kotak’ ini?"

"Tentu saja."

"Bagaimana denga ini: apa tujuan dari ‘kotak’ ini?"

"Hanya satu tujuan: menghancurkan ‘kotak’ milik Anda. Semua filmnya - 'Close-Up Selamat Tinggal', 'Terpisah 60 Kaki dan 60 Inci', 'Ulangi, Kembali, Kembali', dan 'Anting saat Lima Belas' - bertujuan untuk membuat Anda membuang ‘kotak’ milik Anda, Tuan Oomine."

Meski aku sudah mengira jawaban itu, aku tetap merasa kesal saat itu dikatakan dengan langsung. Tidak mungkin aku akan tenang-tenang saja kalau siksaan itu akan berlanjut.

"Terlebih, Anda mungkin berfikir: apakah 'Close-Up Selamat Tinggal' itu gambaran dari masa lalu yang akurat. Untuk menjawab pertanyaan itu: tidak, itu tidak benar."

"Apa?"

Kenapa dia memberitauku itu? Meski dia berkata jujur, dengan membuatku mengetahui itu, stres secara emosionalku langsung turun. Itu sangat berlawanan dengan maksud ‘kotak’ ini.

"Anda kelihatan ragu, Tuan Oomine, tapi biar saya katakan kalau hal ini takkan mengenakan untuk Anda. 'Close-Up Selamat Tinggal' adalah film yang berdasarkan ingatan Karino Miyuki. Secara teknis jawaban saya benar adanya karena ingatan manusia bisa kacau dan tidak sesuai."

Oh. Jika film ini sesuai dengan ingatannya, artinya Rino masih dendam padaku. Ha, itu sangat tidak lucu karena itu lucu.

"...Jadi, bisakah aku percaya pada apa yang kau katakan padaku?"

"Saya hanya diperintahkan untuk mengatakan kebenaran."

"Bisakah kau buktikan kalau itu benar?"

"Sangat sulit untuk dibuktikan. Saya hanya bisa meyakinkan Anda kalau Anda harus percaya pada saya. Saya minta maaf."

...Tentu. Jujur, itu pertanyaan bodoh. Tapi tak peduli seberapa sopannya dia bicara, tak peduli seberapa banyaknya dia minta maaf, aku tak sedikitpun merasakan kerendahan hati dari 'A'. Malah, kesopanannya hanya terasa seperti ejekkan. Kenapa Kazu membuat gadis menjijikan seperti dia? Apa ia tertarik pada gadis seperti ini? Berfikir tentang itu, Otonashi cukup mirip... intinya, ia terlalu berlebihan.

...Hmm, ah, oh.

"...Aku menyadari sesuatu."

"Apakah yang kamu maksudkan?"

"Kau 'O', ya?"

'A' tak menjawabku.

"Noitan, maskot dari Kingdom Royale, adalah cerminan dari karakter Kamiuchi. Tapi lihatlah karakter Kazu. Tidak mungkin ia membuat karakter yang menjijikan sepertimu. Jadi kenapa kau di sini? Hanya dua kemungkinan. Satu, ini bukan ‘kotak’ Hoshino Kazuki. Dua, kau masuk ke dalam ‘kotak’ ini."

Setelah mendengar penjelasanku, udara di sekitar 'A' berubah. Senyumannya terlalu familiar.

"Jujur, aku terpukau."

Senyuman itu jelas sekali.

Orang yang ada di depanku adalah 'O'.

"Aku tidak menyangka kamu akan mengetahui identitasku dengan cepat. Aku tadinya ingin jadi pemandu lebih lama lagi."

"...Kenapa kau lakukan ini?"

"‘kotak’ ini terlalu kuat untuk kau lawan. Aku takut kalau kau tak punya kesempatan untuk bertahan, jadi kuputuskan untuk memberikanmu beberapa informasi."

"Memangnya peduli apa? Kau di pihaknya Kazu?"

"Aku tidak peduli kalau kamu kalah, tapi aku tidak ingin kamu langsung kalah. Kamu lupa kalau tujuanku itu mengamati Kazuki-kun. Sekarang aku mulai mengerti sifatnya yang sebenarnya, aku sangat ingin mendapat data sebanyak mungkin! Juga, aku tidak ingin Kazuki-kun mendapat kemenangan tanpa ada usaha, dengar?"

"Tapi bagaimana kalau aku mengalahkannya karena kau terlalu banyak membantuku?"

"Meski tidak ingin, aku tidak peduli."

Dia kelihatannya jujur. Ah benar, saat dalam 'Permainan Kebosanan' 'O' berkata kalau. "Kazuki-kun tidak bergantung pada kekuatanku." Jika 'O' tidak peduli jika aku menang, jadi itu terserah Kazu. Tentunya, 'O' sangat dipengaruhi Kazu. 'O' bisa mengatakan hal itu karena dia yakin aku takkan mampu menang.

"Jika kau ingin menikmatinya, berikan informasi yang sangat berguna untukku! Semua yang kau lakukan adalah aku akan kalah dan takkan mampu melarikan diri sebelum semua filmnya berakhir di tengah malam."

"Benar. Tapi aku tidak yakin seseorang yang mengetahui diriku hanya dengan sekali tatapan butuh informasi lagi."

Heh, dia terlalu berharap banyak padaku. Tapi ungkapan itu sendiri adalah petunjuk. Dia mengatakannya karena aku punya cukup informasi untuk mengalahkan 'Teater Penghancur Keinginan'.

"Baiklah, karena kamu sudah temukan aku, kurasa aku harus pergi sebentar."

"Terbebas, 'kah? ...Ah, ya, ada satu hal yang ingin kutanya sebelum kau pergi: siapa gadis menjijikan yang kau tiru? Seorang aktris dari film baru atau apa?"

"Bukan, dia tidak ada hubungannya denganmu. Aku ragu kalau dia akan muncul dalam film. Tapi, tentunya aku punya alasan untuk memilih sosok ini."

Dengan kata-kata membingungkan itu, 'O' berbalik dan pergi.

Suara langkah kakinya menghilang ditelan jaraknya.

Aku sendiri lagi.

Aku melihat jam. Pukul 18:15. Lima belas menit lagi untuk film selanjutnya, "Terpisah 60 Kaki dan 6 Inci," dimulai. Waktu keseluruhannya 5 jam dan 45 menit.

Kemunculan 'O' tidak mengubah situasinya. Kedua tanganku terikat, dan aku masih diserang Kazu. Aku punya senjata, 'Hukuman dan Bayangan Dosa', tapi itu tidak berguna kalau aku masih terjebak di sini. Aku takkan mungkin bisa melawannya.

...Hei, tunggu. Apa aku takkan mampu melawannya?

Aku melihat pada bayanganku.

'Hukuman dan Bayangan Dosa'-nya masih ada.

Masih mungkin untuk menggunakan ‘kotak’ dalam ‘kotak’.

Fakta bahwa Otonashi Maria masuk ke dalam ‘kotak’ milik orang lain dan masih sebagai 'pemilik' membuktikannya. Aku masih 'pemilik' dan [penguasa].

Tapi pada siapa harus kugunakan? Aku sendirian di sini. Tidak ada seorangpun yang bisa kugunakan untuk 'Hukuman dan Bayangan Dosa'.

"...tak ada siapapun di sini?"

Lalu, di mana aku bisa menemukan seseorang?

Tentunya.

Di luar ‘kotak’ ini aku punya 998 [pelayan] yang bisa jadi kaki tanganku.

"———"

Ini saatnya untuk membuat strategi.

Bagaimana bisa aku menang melawan Hoshino Kazuki?

Aku bisa keluar dari sini jika kuhancurkan ‘kotak’ ini. Cara termudahnya adalah [mengendalikan] [pelayan]-ku dan membuat mereka membunuh Kazu.

Tapi itu bukan kemenangan sesungguhnya. Meski aku ingin mengalahkannya, aku tak ingin membunuhnnya. Aku hanya ingin membuat orang-orang lebih beretika, jadi aku tak bisa membunuh, apalagi memaksa yang lain. Masalah ini tak memberikanku jawaban.

Aku bisa saja hancur secara mental kalau kubunuh Kazu. Aku bisa ditelan 998 "Bayangan Dosa" dalam tubuhku dan menderita kehancuran mental. Kalau tidak mungkin bisa menghindari 'Teater Penghancur Keinginan' menghancurkan ‘kotak’-ku, maka bukan masalah kalau kubunuh Kazu, tapi itu adalah pilihan terakhir.

Aku harus meyakinkan Kazu untuk membuang ‘kotak’-nya atas keinginannya.

Ia menyerang titik lemahku, masa laluku. Aku harus membalasnya dengan menyerang titik lemahnya juga.

Kelemahan Kazu—

"...Ah."

"Tentu saja Otonashi Maria."



Seperti mencoba untuk tak memberikanku waktu untuk berfikir, 'Teater Penghancur Keinginan' ini telah menteleportasikanku ke salah satu teaternya.

Film selanjutnya, "Terpisah 60 Kaki dan 6 Inci", akan jadi siksaan yang murni.

Yah, itu takkan seburuk tadi. Lagipula, aku sudah mengundang tamu, dan kesedihan yang dibagikan adalah kesedihan yang dihilangkan.

"Bukan begitu, Yanagi Yuuri?"

YanaYgi Yuuri duduk di belakang-kananku. Wajahnya pucar, dan terlalu sibuk melihat keadaan sekitar dengan kebingungan untuk menjawab pertanyaanku yang tiba-tiba, dan takkan dapat dijawab.

Aku mencoba memanggilnya kemari untuk mencoba asumsiku: seperti yang Otonashi Maria lakukan pada 'Kelas Penolakan', pasti mungkin untuk seorang 'pemilik' berhubungan langsung dengan ‘kotak’ lain dan menyusup ke dalamnya. Tentu, mustahil untuk keluar, jadi itu hanya perjalanan searah.

"Eh? Eh? Ini tempat duduk bioskop? Kenapa aku tiba-tiba ada di sini dari pintu masuk?! Kenapa aku duduk?!"

Tak aneh melihatnya terkejut. Aku sudah biasa dengan teleportasi sekarang, tapi untuknya itu adalah pertama kali.

Sulit untuk kujelaskan padanya, jadi kubiarkan dia dalam kegelapan.

"Meski kau di sini, filmnya masih menunjukkan masa laluku. Jadi ‘kotak’ ini memang bertujuan menghancurkanku?"

Ada yang janggal... tapi aku tak tau apa itu.

"D-Diabaikan...? ... Ow wow! Siapa orang-orang itu?! Nyawa mereka kayak baru ditarik keluar! Serem!"

Berisik, aku sedang berfikir.

"Berisik, jalang."

"Jalang?! Itu kejam! Terus, aku itu masih suci dan lugu!"

"Kau pasti masih baik-baik saja kalau kau masih bisa bercanda."

"...Eh? Tapi itu... bukan candaan... A-Apa? Cuma aku yang fikir kalau aku ini suci dan lugu...? Tapi rambutuku hitam dan panjang... Tunggu, itu ga' penting! Tolong jelaskan! Um, laki-laki yang duduk di sebelahmu temannya Kazuki-san, 'kan?"

"...Ya."

Cangkang dari Usui Haruaki, yang mungkin jadi pemeran utama selanjutnya, duduk di sampingku.

"Aku merasa tak ingin menjelaskannya padamu, jadi ingat: jangan berkomentar soal film ini - saat, sebelum, sesudah - pokoknya jangan!"

Yanagi memiringkan kepalanya. Tentu aku tidak panjang lebar.

Aku memanggil Yanagi, salah satu [pelayan]-ku, ke dalam 'Teater Penghancur Keinginan’.

Dengan begini, aku memastikan beberapa hal sekaligus. Satu, aku masih bisa menggunakan 'Hukuman dan Bayangan Dosa' tanpa ada halangan. Dua, bahkan orang seperti Yanagi yang bukanlah 'pemilik' asli dan hanya mendapat bagian dari 'Hukuman dan Bayangan Dosa' bisa masuk ke dalam ‘kotak’ orang lain. Tiga, waktu berlalu di saat yang sama baik di dalam maupun luar ‘kotak’.

Tapi alasan utamaku memanggilnya bukan itu.

"Yanagi. Apa yang Kazu dan Otonashi lakukan?"

Aku ingin tau keadaan Kazu dan Otonashi saat ini.

Orang-orang yang mendapat bagian 'Hukuman dan Bayangan Dosa' takkan bisa menggunakan hubungan transparannya untuk bicara langsung dengan yang lain, tapi masih bisa digunakan untuk membagikan perasaan yang tidak jelas. Aku masih bisa menggunakan ‘kotak’-ku, tapi tak mampu memerintahkan perintah yang efektif karena aku tak tau apa yang terjadi di luar.

Tetapi, aku memberikan perintah pada [pelayan]-ku:

"Cari tau apa yang Kazu dan Otonashi lakukan."

Karena mustahil untuk dapat informasi yang mendetail dari fikiran ke fikiran, aku terpaksa secara langsung memintanya.

Itu kenapa Yanagi sekarang di sini—dia pemberi pesan

"......Apa harus kukatakan?"

"Kelihatannya kau belum mengerti peranmu."

Dengan ‘kotak’-ku, aku membuatnya merasakan dosanya.

"U, ah! Nnnn! ....nh—"

Aku hanya memberinya dorongan kecil, tapi dia mendesah kesakitan dan menatap padakau dengan mata yang berkaca-kaca, meminta untuk berhenti.

Seperti Shindou, dia telah melakukan dosa akan pembunuhan saat 'Permainan Kebosanan'. Wajar kalau dia tak mampu melarikan diri dari perasan doosa akibat menggali dosa dengan mengkhianati Kazu.

Itu kenapa dia begitu menderita.

"Terlebih, Kazuki-san tidak ingin Otonashi-san ikut-ikutan. Terus, ia bertindak dengan sembunyi-sembunyi."

"Aku tau... Tapi kenapa Otonashi main-main? Aku ragu dia akan langsung saja mendengarkan Kazu saat ada ‘kotak’ tepat di bawah hidungnya."

"Aku ga' tau soal itu..."

"Lacur seperti dirimu sangat hebat dalam menarik orang di sekitarmu, 'kan? Jadi dengar: apa yang akan kau lakukan untuk menahan Otonashi agar tidak bertindak?"

"K-Kamu ini kejam banget, sih! ...... Y-Yah, jadi. Mm, aku ga' yakin bisa meyakinkan Otonashi-san dengan kejujuran, jadi ia pasti bohong padanya. Misal, ia bisa membuatnya percaya Otonashi-san kalau ia telah membuat strategi yang bagus dan bilang kalau mereka akan melakukannya di waktu nanti.”

"Memangnya Otonashi akan percaya cerita picisan itu?"

"Kurasa dia akan percaya sama semua yang ia katakan soalnya dia asal percaya Kazuki-san."

"...Oh."

Tentunya, Otonashi akan terus percaya Kazu, tak peduli betapa payahnya kebohongannya. Yang artinya sangat mudah untuk Kazu menipunya.

"Lumayan, Yanagi. Harus kuakui kalau aku fikir aku adalah pemanipulasi yang ulung, tapi kau adalah Ratu Kebohongan."

"...Um, itu bukan pujian, 'kan? Kamu mengejekku, 'kan?"

"Tentu."

"...Oomine-san, kamu suka mengejekku. Apa itu artinya kamu tertarik sama aku?"

"Huh? Jangan main-main denganku, jalang. Kau kelihatan seperti rawa belumpur."

"R-Rawa berlumpur...? Sekarang itu jelas-jelas ejekkan... Aku ga' tau harus 'gimana..."

Yanagi dengan tenang menarik dan memainkan rambutnya nan hitam dan panjang – yang disatukan dengan kulitnya yang sangat pucat, yang membuatnya kelihatan seperti hantu. Dia berkata, "Terus?"

Tentu kuabaikan dia.

"Tapi aku mempelajari sesuatu berkatmu."

"Eh? Kamu 'nemu petunjuk dari keningku?"

"Tulisannya 'mati'.'"

"Uh... dasar kejam..."

"Aku I mulai mengerti kalau Kazu mendapat keuntungan karena kepercayaan mereka."

Kepercayaan antara Otonashi Maria dan Hoshino Kazuki sudah lemah, dan Kazu menyembunyikan sesuatu darinya.

Jauh lebih buruk, ia bahkan memainkan kepercayaannya.

"Sekarang aku tau bagaimana cara membawa Otonashi kemari."

Menemukan jawaban mudah itu membuatku tersenyum.

"Aku hanya perlu menunjukkannya kenyataannya."

Aku hanya perlu membuat dia sadar kalau tujuan mereka telah berbeda.

Sekali dia tau tentang pengkhianatannya, mereka tamat.

Kazu akan kalah dan aku akan menang.

Sebuah gambar muncul di layar, diikuti perubahan ke sebuah adegan Haruaki yang sudah SMP. Ia mengenakan seragam yang familiar…

◇◇◇ Hoshino Kazuki - Jum'at, 11 September 17:48 ◇◇◇

Harum peppermint. Setiap kali harum ini terasa, aku yakin aku ada di dalam ruangan Maria.

Masih terlentang di kasur, aku mengangkat kepalaku untuk melihat jamnya. Film pertama, "Close-Up Selamat Tinggal akan selesai.

Kemenanganku sudah di tanganku sekarang. Daiya dikurung 'Teater Penghancur Keinginan'. Setelah selesai menunjukkan film-filmnya, Daiiya akan membuang ‘kotak’-nya. Yang perlu kulakukan hanyalah menunggu waktunya.

Tentu, aku takkan lengah - karena, lawanku adalah Daiya.

Ia bisa menggunakan ‘kotak’-nya dalam 'Teater Penghancur Keinginan'. Aku tau kalau ia bisa mengontrol orang-orang, jadi ia bisa menggunakan mereka untuk menyerang kami.


Maria memanggilku, "Kazuki, bantu aku membuat makan malam."

Aku memikirkan kata-kataku. Aku tidak bisa membiarkannya tau apa yang kulakukan dibelakangnya.

Tenang, Kazuki.

"Oke, tunggu."

Aku bangun dan pergi ke dapur. Saat dia melihatku, Maria mengeluarkan senyuman yang miring.

"Ya ampun, lihatlah wajahmu."

"...Eh?"

"Kamu seharusnya tau kalau kita sedang di bawah tekanan kaerna Oomine telah kembali sebagai 'pemilik', 'kan? Kenapa kamu sangat santai?"

"Maaf."

Baguslah. Maria masih berfikir kalau aku tidak ada bedanya dengan biasanya.

Dia tidak tau apa yang ada di balik ekspresi palsuku.

Kami membuat stik hamburger dan meletakkannya pada 2 piring biasa. Maria tidak begitu tertarik memasak, tapi dia jadi sering melakukannya belakangan ini. Apronnya tidak lagi jauh dari tubuhnya.

"Kazuki," katanya saatku mengambil piring.

"Ini tomat ceri lagi."

Dia tersenyum dengan nakalnya dan memegang tomat cerinya, mengabaikan tanganku yang sudah penuh.

"U-Umm...?"

"Makanlah."

Begini...? Dengan tanganku yang masih memegang piring, aku memajukan kepalaku dan memajukan kepalaku dan mematuk tomatnya seperti anak ayam.

Jarinya hampir masuk ke dalam mulutku, tapi dia kelihatannya menikmatinya.

Dia mencabut tangkainya dengan jarinya dan terus bicara sembari melihatku mengunyah:

"Bodoh."

"Bukannya itu kata yang cukup kasar... Dan kamu yang memerintahkannya, 'kan?"

"Kamu bodoh karena kamu melakukan hal yang kuperintahkan tanpa pertanyaan."

Masih tersenyum, dia berbalik dan menyelesaikan makan malam kami. Aku meninggalkan dapurnya dan menaruh pirinya di atas meja.

"......"

Ya, aku tau: momen yang damai ini hanya bisa terjadi karena aku menipu Maria.

Mengambil keuntungan dari kepercayaan butanya terhadap diriku, aku menipunya dan mengkhianatinya.

Aku tidak punya pilihan lain.

Aku ingin bersamanya selamanya.

Tetapi, Maria tidak memberikan keinginanku. Tidak... dia fikir adalah hal egois kalau dia membuat keinginan itu.

Ingin mengabulkan 'keinginan' orang lain dan bahkan menyebut dirinya sendiri ‘kotak’, Maria memprioritaskan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Tidak, itu terlalu biasa. Dia ingin membuat orang lain bahagia dengan menyerahkan dirinya pada mereka dan sepenuhnya melewati batas 'penolakan diri'. Dengan menolak keinginannya sendirii, dia mencoba membuang "Otonashi Maria" dan menjadi "Otonashi Aya"—sosok yang hanya ada dengan alasan mengabulkan 'keinginan' orang lain.

Tidak akan kubiarkan.

Aku akan membunuh "Otonashi Aya" yang bersembunyi di dalam Maria.

Tapi aku tidak boleh membiarkannya merasakan angin dari rencanaku.

Kalau itu terjadi, dia pasti menghilang. Jadi, aku harus menipunya sampai waktu yang sangat lama.

Tapi—

Sampai kapan?

Mau sampai kapan aku berbohong padanya?

"Kazuki," panggil Maria, memberikanku titik mulai - sesaat, aku fikir dia telah menangkapku di dalam jaring kebohonganku. "Nasinya sudah siap. Bisa kamu bawa kemari?"

"O-Oke."

"...? Ada yang salah??"

"Ah, tidak... jangan fikirkan."

Aku tidak baik dalam menyembunyikan sesuatu. Aku tidak bisa menyembunyikan kenyataan kalau aku berubah selamanya.

Juga, akhirnya sudah dekat.

"Ya kalau 'gitu pergi dan ambilkan nasinya."

"Ya, sebent—"

Ponselku berdering.

Aku langsung menariknya keluar.

"......"

E-mail dari Haruaki.

"Yanagi Yuuri sudah bergerak."

Tidak ada senyuman atau semacamnya dalam e-mail ini. Ia mungkin mengetiknya dengan terburu-buru.

Yuuri-san—satu dari sekian banyak orang yang Daiya kendalikan; sebut saja, satu pion Daiya.

Dan pionnya baru bergerak.

"M-Maaf, Maria! Ada keperluan mendadak!"

"...? Apa maksudmu? Memangnya sepenting itu sampai tidak bisa menghabiskan makan malam bersamaku?"

"Maaf!"

Tanpa melakukan hal lain, aku berlari keluar apartemen, dibelakangku, Maria menyuruhku berhenti, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku langsung melompat menuju lift dan langsung menutup pintunya agar Maria tidak bisa mengejarku.

Aku rasa dia akan curiga. Dia mungkin akan menghubungkan kejadian ini dengan ‘kotak’.

Tetapi, aku sudah mengatakan pada Maria kalau kami akan mengalahkan Daiya besok.

Dan Maria percaya padaku.

"......"

Meski aku sedang menahan rasa sakit akan perasaan bersalah, aku menelepon Haruaki.



Aku keluar untuk menemui Haruaki.

Saat berjalan dengan cepat di jalanan yang gelap, pembicaraan lamaku dengan Haruaki melewati fikiranku.


—Aku mencintai Kiri.


Di hari setelah Daiya kembali ke sekolah, Haruaki mengatakannya.

Aku baru saja menjelaskan ‘kotak’ padanya. Setelah memutuskan untuk melawan Daiya, aku juga telah memutuskan agar Haruaki mengikuti pertarungannya. Saat itu masih sore, masih di saat-saat anak-anak pulang ke rumah setelah main seharian. Kami berada di taman, dan Haruaki duduk di ayunan yang suara keriat-keriutnya keras.

"———"

Setelah selesai, ia tetap tidak bersuara untuk beberapa waktu, mengayunkan ayunannya ke depan dan belakang. Untuk sesaat, yang kudengar hanya keriutan dari ayunannya.

Pergerakannya yang keras bisa saja melemparnya sampai 360 derajat penuh. Aku merasa bersalah karena mengikutkan Haruaki, tapi itu pilihan yang harus kubuat setelah memikirkan pilihanku yang lain. Aku tidak menyesal. Itu yang kukatakan pada diriku.

Saat ia bilang padaku: "Aku mencintai Kiri."

Ia mengaku kalau ia pernah cinta pada Kokone, tiba-tiba saja dan tanpa ada petunjuk. Apa itu artinya perlawanan untuk ceritaku?

"Eh...?"

Awalnya aku terkejut, tapi itu masuk akal.

Haruaki telah menolak semua permintaan yang ia dapat dari tim baseball sekolah untuk sekolah kami, tapi program baseball bodoh di sekolah kami tidak mengizinkannya mengikuti kejuaraan nasional. Ia telah mengorbankan karir di masa depannya sebagai pemain baseball profesional. Aku tau ini karena Maria tau hal ini dari dunia yang mengulang itu, dan memberitauku setelahnya.

Aku selalu memikirkan keputusannya.

Dan sekarang aku tau kenapa.

Haruaki memilih pergi ke sekolah yang sama seperti Kokone dan Daiya, meski itu artinya ia membuang mimpinya dan harapannya. Aku tidak tau ia sangat ingin menyatakan cintanya atau ia punya tujuan lain, tapi baginya itu penting.

Ayunannya berhenti, dan Haruaki sudah berdiri. Ia melanjutkan:

"Oh, kau tau? Aku ga' punya perasaan itu lagi. Hmm, 'gimana, ya? Dia tadinya sangat rapuh dan lemah, kelihatan kalau seseorang harus melindunginya. Aku ingin jadi orang itu!"

Ia menjatuhkan dirinya dengan perlahan ke ayunan tadi.

"Tapi kau ga' bisa melindungi orang lain cuma dengan kesimpulan brengsek itu. Cih, kau percaya betapa sombongnya aku?"

Nadanya sangat ringan, tapi aku yakin ia harus melewati banyak hal sulit sebelum sampai bisa menyimpulkannya.

"Jadi, kamu tidak suka sama dia lagi?"

"Ya. Jadi santai aja kalau kau ingin sama Kiri, Hoshii! Kalian pasti cocok."

Aku tidak yakin dia jujur atau tidak.

Yang kutau hanya ia sedang tidak tertarik dengan gadis manapun. Ia tidak pernah mengatakan apapun, tapi aku yakin ia populer dengan gadis-gadis—terutama dari sekolah lain—karena ia ini seorang yang ulung dalam bermain baseball. Ia ditembak beberapa gadis, dan bahkan memacari beberapanya.

Tapi, hampir semua hubungannya cepat berakhir. Ia tidak lagi menerima tembakkan gadis lagi.

Aku hanya bisa menebak tentang perasaan Haruaki saat memacari mereka, bagaimana mereka putus, atau kenapa ia tidak lagi menerima gadis-gadis.

Tapi aku yakin Daiya dan Kokone hanya berakting.

"'Gimana kalau Daiya?"

"Mm?"

"Bukannya Kokone dan Daiya akan lebih pas kalau pacaran?"

Haruaki tidak langsung menjawab. Ia berhenti mengayun dan menunggu ayunannya berhenti. Dan sebelum kehilangan semua momentumnya, ia melompat dari ayunannya dengan "Ho!", mendarat, dan langsung menjawabnya.

"'Nggak."

"Kenapa nggak? Bukannya mereka—"

"Nggak sepertiku, Daiya bisa buat kesimpulan yang 'ga brengsek."

Ia kelihatannya membaca wajahku - apa maksudmu - dan melanjutkan dengan senyum yang canggung:

"Karena itu, mereka 'ga bisa senang bersama."

Aku tidak bisa langsung mengerti.

"Itu bukan cinta! Hubungan mereka cuma buruk."

Saat itu, aku masih belum tau apa yang terjadi di masa lalu mereka, jadi kata-katanya membuatku bingung.

Tapi aku tau siapa yang mirip Daiya.

Seseorang yang akan mengorbankan kebahagiaannya untuk orang lain.

Secara insting aku mengerti hubungan mereka telah kacau dan telah berakhir.

"Lalu kenapa kamu berhenti mengejar Kokone? Kalau kamu fikir Daiya itu tidak cocok, kenapa menahan diri?"

"Kau salah. Aku 'ga menahan diri! Dengerin 'ga, sih? Sudah ga perlu melindunginya lagi! Perasaanku padanya sudah berubah!"

"...Apa Kokone sudah cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri?"

"Bukan itu maksudnya."

"Uh?"

"Dia masih lemah! Soalnya, orang-orang ga' bisa berubah secepat itu. Karena—"

Saat itu, Haruaki membuat ekspresi yang tidak pernah kulihat sebelumnya di wajahnya.

Itu bukanlah kemarahan, kebencian, ataupun perasaan kasihan. Dengan senyuman yang membuatku merinding, ia berkata:


"Kiri sudah hancur."


Lalu, kusadari perasaan yang tersembunyi di balik senyumannya.

Itu—

Kepasrahan.



Haruaki menungguku di taman. Hanya butuh dua sampai tiga menitu dari apartemen Maria dengan jalan kaki. Kali ini, sangat gelap.

Haruaki and Yuuri-san duduk di bangku, disinari lampu jalan.

"Kazuki-san..."

Yuuri-san melihat padaku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku masih merasa kasihan padanya, tapi aku tidak marah lagi saat melihat tangisannya lagi. Karena, aku telah terbiasa dengan tangisannya belakangan ini. Aku tadinya terbodohi saluran airmatanya yang rusak.

Yuuri-san duduk dengan sopan di atas bangkunya atas keinginannya sendiri. Haruaki mengatakan padaku di telepon saat ia bertemu dengan Yuuri-san, dia memilih untuk mendengarkan Haruaki.

"Haruaki, hanya memastikan: apa yang dia lakukan?"

"Yah, seperti yang kubilang, dia ada di sekitar apartemen Maria-chan. Dia ga' melawanku atau kehilangan kesabarannya, dan dia bahkan menjelaskan situasinya! Kelihatannya, dia [dikendalikan] Daiyan untuk memata-matai apa yang kau dan Maria-chan lakukan."

"Mm."

Aku sudah mengira ini. Aku tau kalau Daiya akan menggunakan orang yang bisa ia [kendalikan] untuk memata-matai kami karena ia tidak bisa meninggalkan teater itu.

Dan tentu—

"Yuuri-san. Apa tidak apa-apa mengatakan apa yang Daiya perintahkan?"

Karena, melakukan itu akan menghalangi Daiya.

"Ya. Aku nggak yakin, sih, tapi mungkin kekuatan ‘kotak’-nya nggak cukup kuat untuk mengalahkanku."

Jantungku sakit saatku dengar kata ‘kotak’ keluar dari mulutnya. Meskipun dia cukup beruntung karena bisa lupa soal ‘kotak’, dia sekarang dipaksa mengingatnya lagi. Dan semakin jelas ingatannya, semakin kuat juga rasa bersalahnya.

Tapi sekarang bukan waktunya mengasihani Yuuri-san. Sekarang, aku harus menyedot habis informasinya.

"Yuuri-san, bisakah kamu jelaskan apa yang kamu tau?"

"Ya.. Ah, tolong ingat kalau aku nggak bisa menyembunyikan apapun dari Oomine-san. Kalau ia [memerintah]-ku untuk bicara, aku harus mematuhinya. Jadi hati-hati terhadap apa yang kamu katakan padaku."

"Oke, aku mengerti."

Tapi apa boleh untuknya mengatakan hal itu? Aku rasa dia belum sepenuhnya menjadi rekan Daiya hanya karena ia menggunakan ‘kotak’-nya padanya.

"Kamu [dikendalikan] Daiya untuk memata-mataiku dan Maria, 'kan?"

"Benar. Kami [diperintah] untuk mencari tau apa yang telah kamu lakukan padanya dan apa yang akan kamu lakukan selanjutya. Terlebih, ia [memerintah] pada mereka yang menemukan hal baru untuk memasuki ‘kotak’ tempatnya terjebak."

"Daiya menyuruhmu agar memasuki 'Teater Penghancur Keinginan'?"

Apa ini artinya [pelayan]-nya tidak bisa secara langsung mengatakan penemuannya padanya?

"Apa yang kamu rasakan saat kamu mendapat [perintah], Yuuri- san? Karena yang kulihat, fikiranmu kelihatan baik-baik saja, dan kamu tidak terlihat tercuci otaknya."

"Ya, itu nggak seperti pencucian otak. Itu lebih seperti, aku dipaksa mematuhi [perintah]-nya."

"Seberapa kuat itu? Dan apa yang terjadi kalau kamu menolaknya?"

"...Aku nggak tau secara pasti apa yang akan terjadi. Mungkin nggak ada hukuman, tapi atas dasar pendirian, aku tidak bisa menentangnya."

"Jadi tidak mungkin untuk menolak perintahnya?"

"Ya. Dan kelihatannya itu berlaku pada setiap [pelayan]. Rasanya seperti... jiwa itu tertahan. Pemikiran untuk menentangnya terasa seperti membuang hidupku."

"Begitu, kah... Kenapa kamu tidak melawan Haruaki saat bertemu dengannya? Bukankah itu artinya menentang Daiya? Kenapa kamu bisa melakukannya?"

Yuuri-san dengan tidak mengenakannya menurunkan pandangannya ke tanah.

"Kalau Haruaki-san bukan temanmu, aku mungkin mencoba untuk kabur."

"Apa maksudmu?"

"[Perintah]-ku adalah memata-mataimu dan Otonashi-san, jadi tertangkap temanmu dan menunggumu kemari tidak berlawanan dengan instruksinya."

Jadi, intinya...

"Jadi kamu bicara padaku karena [perintah]-mu?"

Tentu benar kalau dia bisa mendapatkan informasi tentangku dengan begini.

Yuuri-san memberikan anggukan kepala yang lemah, dan meminta maaf.

"Tapi percayalah: seperti yang kamu tau, kami tidak diambil keinginannya. Kami diberikan instruksi yang harus kami ikuti. Tapi, aku masih Yuuri milikmu," katanya sembari mengambil tanganku dan melihat mataku. "Aku masih ada di sisimu."

Aku merasakan kehangatan tangannya, yang langsung membuatku malu.

...Ya, benar. Yuuri-san selalu membuatku malu, dan aku tidak tau yang dia lakukan ini sengaja atau tidak.

"Hanya satu hal yang menggangguku," kata Haruaki untuk menghancurkan keheningannya. "Kau bukan satu-satunya yang memata-matai Hoshii - ada orang lain juga, 'kan?"

Tadi Yuuri-san bilang "kami".

Untuk mendapatkan informasi, pergerakkan dari satu orang tidak akan optimal. Jika memungkinkan, Daiya akan [memerintah] beberapa orang dalam satu waktu.

Yuuri-san mengencangkan pegangannya pada tanganku dan menjawab pertanyaannya.

"Ya. Kurasa [perintah]-nya telah sampai pada semua [pelayan]."

"Pada...semua?"

"Ya, pada semua."

—Apa itu artinya untukku? Maksudku, sejumlah besar [pelayan] dari sekolahku saja.

Dan yang lainnya mengejar kami...?!

"...Ada berapa banyak [pelayan]?"

"...Hampir seribu."

"Se, rib———"

Aku tak bisa berkata-kata.

Aku membayangkan kalau aku dikelilingi seribu orang di taman ini, terpojokkan dan berteriak untuk mengeluarkan semuanya. Untuk menyatakan semuanya.

Video di YouTube tentang orang-orang di kota yang bersujud di depan Daiya, mengabdi padanya, melewati fikiranku.

Itu baru sekitar sepuluh orang yang terlibat saat itu. Meski begitu, hal itu cukup kuat untuk sampai di TV. Ia membuat pengaruh yang kuat bahkan setelah melihatnya, kakakku Luu-chan bahkan bertanya apakah orang sepertinya akan mengubah dunia. Pasti banyak orang lain juga yang punya pemikiran sama setelah melihat videonya.

Seperti, Daiya memberikan [perintah] untuk "sujud di depannya dengan air mata".

Ia memberikan pengaruh yang sangat kuat hanya dengan melakukannya.

Tapi Daiya telah membuat seribu orang untuk melakukannya.

Aku pernah menonton berita di TV tentang sekumpulan psikolog yang ditanyai pertanyaan ini: berapa banyak orang di jalanan yang penuh melihat ke langit sebelum orang yang lain mulai melihat ke atas, meskipun tidak ada apapun di atas?

Jawabannya ada tiga. Jika ada tiga orang melihat ke langit, kamu pasti menyadari ada sesuatu di atas yang perlu dilihat. Lalu, orang lain melihatmu dan tiga orang yang tadinya melihat ke atas kembali melihat ke atas. Dengan pengaruh ini, sejumlah besar orang melihat ke langit tanpa alasan.

Tiga orang saja sudah membuat pengaruh sebesar itu.

Lalu, bagaimana kalau seribu orang bersatu?

Contohnya, kalau seribu orang pergi ke restoran yang sama, kamu bisa dengan mudah membuat tren baru. Kalau kamu membaca tulisan yang membuatmu kesal, kamu bisa dengan mudah meneror si penulis secara psikologis dengan menyerangnya dari internet. Tidak... hal-hal ini masih hal yang sepele. Tidak perlu seribu orang untuk melakukannya. Seribu orang memiliki kekuatan yang melebihi imajinasiku.

Terlebih, jumlahnya bukanlah batas yang bisa Daiya [kendalikan], ia masih bisa menambah kekuatannya.

Ugh, aku mulai menyadari betapa kuat ‘kotak’ miliknya.

Bukan melebih-lebihkan, tapi ‘kotak’ Daiya punya kekuatan untuk mengubah dunia.


Dan sekarang—

—Ia menggunakan kekuatan itu hanya untuk mengalahkanku.

Tanpa kusadari, jari-jariku mulai gemetaran.

"...Yuuri-san? Seperti apa [perintah] itu? Dari yang kutau, Daiya tidak memberimu instruksi yang jelas," tanyaku sembari menjaga kekuatiranku.

"Ya, nggak ada instruksi jelasnya, jadi kami bisa pilih sendiri cara mematuhi [perintah] Oomine-san. Juga, kami tidak akan melakukkan hal yang berlawanan dengan nilai moral. Kami sebaik mungkin melakukan [perintah]-nya dalam keleluasaan. Aku nggak tau di mana apartemen tempat tinggal Otonashi-san, tapi tiba-tiba saja aku tau di mana Otonashi-san tinggal, yang jadi alasan kenapa aku di sini."

"...Umm."

Aku memikirkan apa yang Yuuri-san katakan.

"Jadi, sebagai contohnya, kalau kamu tau di ruang mana dia tinggal, kamu tidak akan menyusup dengan memecahkan kaca, karena kamu fikir hal itu salah?"

"Yap."

Jadi kekuatan [perintah] ini tidak luas?

Aku diam dan menggelengkan kepalaku sebelum mulai tenang. Tidak. Aku belum bisa tenang: Yuuri-san mungkin takkan memaksa untuk masuk, tapi orang lain bisa saja.

...Lagipula, ada orang-orang yang siap menghancurkan kaca tanpa butuh [perintah]...... seperti Maria... atau Maria... atau Maria.[5]

"Oke, Yuuri-san, sekarang aku mengerti alasanmu ada di taman ini. Terus, biarku pastikan satu hal: kamu bilang kamu bisa di sini karena kamu tau tempat apartemen Maria, 'kan? Jadi artinya orang lain tidak bisa kemari karena mereka tidak tau lokasi mereka?"

"Ya. Mereka nggak bisa kemari."

"...Apa kamu tidak bisa membagikan infromasinya ke [pelayan] lain?"

"Nggak... kami seperti terubung satu sama lain di dalam fikiran kami... tapi pemikiran kami yang sebenarnya tidak terhubung. Dan lagi, pengetahuanku soal letak Otonashi-san nggak tersampaikan ke mereka."

"Tapi hei," Haruaki memotong perkataanku dengan kerutan di dahinya. "Kenapa kau butuh kemampuan spesial buat sebarkan informasi? Maksudku, emangnya kau ga' bisa pakai ponsel?"

Mata Yuuri-san melebar pada pertanyaannya.

"B-Benar juga. Kenapa aku nggak sadar? ...oh... Aku 'kan bisa, ya...," dia tergagap dan jadi pucat. "Tadi kamu memberitauku caranya, aku harus melakukannya."

Dia mengeluarkan ponselnya.

"Eh?"

Yuuri-san? Apa yang kamu lakukan?

Apa dia mencoba menghubungi mereka...? Tapi bukankah dia baru saja bilang dia ada di sisiku?

Tapi, Yuuri-san sudah mulai mengetik di ponselnya dengan mata yang terbuka lebar dan bibir yang gemetar.

Untuk mengalahkanku.

Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, dia menulis sebuah e-mail dan hampir mengirimnya, tetapi Haruaki menahannya dari belakang.

"Aah...!"

Dia secara tidak sengata menjatuhkan ponselnya.

"Brengsek! Maaf Hoshii! Ini salahku!"

"...eh?"

"Kau ngerti, Hoshii? Yuuri-senpai bilang kalau 'Hukuman dan Bayangan Dosa' memberikan kerugian untuk Daiyan. Dia bisa melawannya cuma sampai batas tertentu, jadi dia mencoba menolong kita sebisanya. Tapi dia masih harus sadar untuk menyelesaikan [perintah]-nya. Ya, 'kan? Yuuri-senpai?"

Dia perlahan mengangguk dengan tatapan berkaca-kaca yang menunjuk padaku.

"Benar. Oh... Apa, apa yang harus aku lakukan?"

"Secara fisik, kau lebih lemah, jadi aku bisa menahanmu kalau kau mau," usul Haruaki.

"N-Nggak, percuma kalau coba menghentikanku. Tadi tiba-tiba saja aku harus menghubungi yang lain, tapi orang lain juga bisa melakukan itu. Kalau seseorang menemukan Otonashi-san, orang itu akan menelepon atau memberi e-mail [pelayan] lain. Terus, nggak perlu waktu lama. Informasinya akan terus menyebar...!"

"Uh, benar juga. Kau benar... Hoshii, beberapa [pelayan] lain mungkin tau alamat Maria-chan. Kau harus pergi."

"T-Tapi..."

Kalau kulakukan itu, Maria pasti sadar kalau aku sedang dalam pertarungan melawan Daiya dan ‘kotak’-nya. Aku harus menghindari itu.

Tapi memangnya kami bisa kabur dari para [pelayan]?

Maksudku, seribu orang mencari kami.

Dengan panik, aku membuka browser internet dan mencari namaku.

Hasil dari pencarian di waktu nyatanya membuatku berubah pucat.

"Retweet: Murid bernama Hoshino Kazuki dan Otonashi Maria menghilang. Terakhir ditemukan kakak Hoshino. Rinciannya di kiriman selanjutnya."[6]


"Apa—"

Apa itu?

Bahkan alamat rumahku tertera di Internet. Halaman twitter itu asalnya kosong sebelum tweet itu; pemiliknya baru saja membuat akun itu hanya untuk memposting pesan itu. Bahkan, ia punya fototku dan Maria yang mengendarai sepeda motor.

Karena pencarian Maria, tweet itu tersebar dengan. Cepat dalam waktu dekat sejak itu dipost. Beberapa tweeter mengungkapkan keraguannya karena tweet tersebut tidak masuk akal, tapi tidak ada yang peduli: orang-orang akan dengan buta menyebarkan pesan yang beralasan "mencari murid hilang."

Mungkinkah beberapa [pelayan] telah melihatnya?

Secara tidak sadar kuangkat kepalaku dan melihat keadaan sekitar.

Aku melihat wanita yang baru pulang kerja dan menatap ponselnya, seorang lelalki yang membawa anjingnya jalan-jalan, dan seorang anak SMP yang mengenakan topi dengan sepeda.

—mataku bertemu dengan mata murid itu.

...Mungkin murid itu mencariku juga.

Mungkin ia sudah baca tweet itu juga. Mungkin ia juga seorang [pelayan]. Aku tidak akan teerkejut kalau bocah itu memanggil seribu orang lain untuk mendekati kami.

Pemikiranku membuatku terbeku.

Beruntung, bocah itu langsung mengalihkan pandangannya tanpa reaksi apapun.

"———Ugh."

Kenapa aku ditakutkan seorang anak SMP...?

...Tapi aku tidak bisa menganggap itu sebagai reaksi berlebihanku. Adalah kenyataan kalau ada banyak [pelayan] di sekitar sini. Dan lagi, mereka orang yang tidak kuketahui, tidak seperti polisi contohnya.

"...Yuuri-san...," panggilku sembari menyembunyikan kekhawatiranku. "Kamu bilang mustahil untuk melakukan hal yang melawan nilai moralmu, kan? Jadi apakah kamu mau mendobrak masuk kalau kami mengunci diri di dalam kamar Maria?"

"Nggak. Tapi mungkin ada [pelayan] yang punya nilai moral yang rendah. Nggak... Mungkin banyak dari mereka. Ada juga fanatis yang memuja Oomine-san. Aku rasa mereka mau melakukan semuanya demi menyelesaikan [perintah]-nya, jadi mereka bisa saja mendobrak masuk tanpa fikir panjang..."

Jadi, mungkin saja seseorang, setelah membaca tweet itu, seseorang akan datang kerumahku dan menyerang keluargaku?

"Kamu atau Otonashi-san...bisa-bisa disiksa...!"

Hampir menangis, Yuuri-san berhasil terbebas dari Haruaki dan mengirim e-mailnya.

Kurasa sebenarnya dia tidak ingin menghubungi siapapun, tapi dia tidak bisa menghentikan dirinya. Mungkin karena hanya mengirim e-mail saja tidak berlawanan dengan etikanya, meskipun konsekuensinya besar. Atau, dia tidak akan bisa memperhatikann kami lagi.

Sekuat itulah sebuah[perintah] itu.

"...kenapa aku..."

Kami dikejar ribuan orang. Mereka menggali otak mereka untuk menangkap Maria dan aku, mencari informasi tentang kami.

Hanya masalah waktu. Kami tidak akan mungkin bertahan sampai ‘Teater Penghancur Keinginan’ berakhir.

... Ah, bahkan lebih buruk. Situasi di mana seribu orang yang mencari kami masihlah belum berbahaya.

Kalau Daiya gagal mendapat informasi yang ia inginkan, ia tidak akan hanya menggunakan [perintah] yang sama terus. Ia punya batas waktu. Kalau sudah lewat, ia akan menggunakan pendekatan secara langsung. [Perintah] sekarang hanya gerakkan awal—gerakkan main-main dengan "pion"-nya untuk mengetahui reaksiku.

"Yuuri-san?"

Kalau tidak ada manfaatnya, Daiya akan menggunakan. Cara yang lebih efektif untuk keluar dari 'Teater Penghancur Keinginan'.

Contohnya—

"Bagaimana kalau [perintah]-nya adalah untuk membunuhku?"

—Bunuh si 'pemilik'.

Itu jelas-jelas tidak bermoral. Sesuatu seperti itu seharusnya tidak mungkin jika dilihat dari penjelasan Yuuri-san.

Tetapi, Yuuri-san menegaskan. "Aku akan membunuhmu."

"...Kenapa kamu bisa melakukan itu?"

Aku akhirnya mengerti, tapi aku ingin mendengar lebih jelasnya.

"Sebuah [perintah] itu sendiri harus dilakukan, nggak peduli apapun yang terjadi. Nilai moral kami sudah nggak berguna. Misal saja, [perintah] sekarang itu mencaritau apa yang kamu lakukan. Kami dipaksa untuk patuh, tapi artinya kami melakukannya dengan cara sendiri. Aku fikir mendobrak masuk itu kejahatan, jadi aku bisa tidak melakukannya. Tapi kalau [perintah] itu sendiri adalah menerobos masuk apartemennya, akan aku lakukan karena nggak bisa aku tahan. Nilai moral kami jadi nggak ada artinya."

Lebih konkrit Daiya buat [perintah]-nya, lebih kuat pula kekuatan [pengendalian]-nya. [Perintah] sekarang sangat lemah karena ia kurang informasi dari situasi sekarang.

Sekarang ini, ia mungkin mencoba untuk tidak membunuh, tapi beda lagi jika ia sedang terpojok.

Kalau itu terjadi, aku akan dikejar oleh ribuan pembunuh.

Aku harus melakukan sesuatu.

Apa pilihan terbaikku...?

"......Yuuri-san."

Masih ditahan genggaman Haruaki, dia mengangkat kepalanya.

"Aku beritau semuanya tentang situasiku"

"Eh?"

Suara keheranan itu keluar dari mulut Haruaki.

"Kau serius, Hoshii? [Pelayan] yang menemukan sesuatu harus menemui Daiyan! Kalau Daiyan dapat info lagi, serangannya akan lebih kuat!"

"Aku tidak punya pilihan. Lagipula... Aku yakin Daiya sudah tau apa yang aku dan Maria lakukan sekarang. Karena itu, akan lebih baik kalau kuberi sedikit informasi dan buat ia fikir kalau untuk kabur itu mudah."

Dengan begitu, ia tidak perlu membunuh si 'pemilik'.

"Ada satu alasan lagi. Aku ingin memasukkan Yuuri-san ke dalam 'Teater Penghancur Keinginan'."

"Eh?"

Masih tertahan Haruaki, Yuuri-san membuka matanya dengan lebar.

"Kamu tidak suka Daiya, 'kan, Yuuri-san?"

Dia masih diam...tapi kemudian, mungkin setelah tau apa maksudku, dia sedikit. mengangkat ujung mulutnya.

"Ya. Aku benci."

Mengetahui karena dia akan dapat sedikit informasi, dia berhenti melawan Haruaki. Dengan wajah kesenangan, dia melanjutkan:

"Aku nggak akan pernah lupa karena dia membunuhku dan menunjukkan mayatku di permainan kematian itu. Kalau aku bisa menemukan lukanya, aku ingin menusukkan pisau ke dalamnya. Membuatnya merasakan sakit, dan membuatnya bunuh diri."

...Uh, yah... Aku tidak meminta hal itu...dan kamu menakutiku...dan wah, bahkan Haruaki melepaskanmu atas apa yang kamu katakan...

"...I-Intinya, kamu ada di sisiku, 'kan?"

"Ya."

Yuuri-san cukup cerdik dan cerdas, bukan hanya cantik. Dia juga punya keberanian.

Dengan kata lain: dia ini Alat Pembasmi.

Jika dia bersama Daiya, dia bisa membatasi tindakan Daiya.


Lalu, kukatakan pada Yuuri-san kalau aku menipu Maria.

Aku juga memberitaunya untuk pergi ke mall untuk memasuki 'Teater Penghancur Keinginan'. Dia berkata padaku akalu dia sudah tau itu karena Daiya menggunakan 'Hukuman dan Bayangan Dosa' padanya. Mungkin, karena ‘kotak’-nya dibagikan, aku harus menganggapnya semacam 'pemilik' lain.

Aku tidak tau kenapa, tapi setelah kudengar itu, aku fikir kalau itu—itu agak mirip dengan ‘kotak’ Maria.

Sulit untukku jelaskan kenapa aku merasa begitu, tapi aku perlu menyebutnya, "mereka punya perasaan yang sama" yang mungkin jawaban yang paling tepat dan yang bisa kukatakan.

Mereka didasari emosi yang kuat, tapi mereka dingin dan rapuh, aku tidak mengerti motifnya. Mereka ‘kotak’ yang justru artinya tidak bisa kumengerti.

Mungkin karena pemikiran itu, hal baru melewati fikiranku.


Ah, mungkin—

orang yang sangat mengerti Maria bukan aku lagi, tapi—

Oomine Daiya?


Aku menggelengkan kepalaku.

Kenapa aku berfikir terlalu jauh?

Aku seharusnya memikirkan rencana Daiya.

"Hey, Hoshii," Haruaki membuka mulutnya. "Daiya akan mengincar Kiri!"

Benar. Aku juga fikir begitu.

Lagipula—

Sekarang aku harus melindungi Kokone - bukan Maria.


  1. Sebut saja gagal menyerang, atau gampangnya nyawa dari tim. Ada tiga 'nyawa'. 1 'nyawa' akan hilang kalau si pemukul sudah 3 kali strike, atau bola yang dipukul berhasil di tangkap lawan sebelum menyentuh tanah (Fly out), atau setelah bola memantul bola ditangkap, dan berhasil di ke-base-kan sebelum si pemukul bola sampai ke base (ground out).
  2. Gagal melempar. Maksudnya si pitcher / pelempar bola gagal melempar sampai pas ke tangan si catcher.
  3. Ini kesempatan Batter / pemukul untuk memukul bola. Setiap batter dapat 3 kesempatan.
  4. Mungkin gampangnya, disebut divisi 1 / 2 di sepak bola.
  5. Cek Ini
  6. Menurut translator B.Inggris, pesan aslinya dari Mikage Eijinya itu : "Murid kelas 2 Hoshino Kazuki dan murid kelas 1 Otonashi Maria (dari sekolah XX) menghilang. pada pukul 6 sore tado, kakaknya kazuki menemukan wasiatnya dan mencari Kazuki juga. Tolong temukan mereka, dan laporkan pada kami. Alamatnya: [...] " jadi diringkas supaya pas 140 huruf.
Balik Adegan Pertama Kembali Halaman Utama Lanjut Adegan Ketiga