Difference between revisions of "Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-27754 kali"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 127: Line 127:
 
Aku tidak akan membiarkan Aya Otonashi menjadi palsu.
 
Aku tidak akan membiarkan Aya Otonashi menjadi palsu.
   
  +
"...Ada apa, Hoshino?"
  +
  +
Kokubo-sensei bertanya padaku. Baru saat itu Aku sadar kalau Aku tiba-tiba berdiri.
  +
  +
Aku melirik ke arah Mogi-san. Seluruh pandangan di kelas tertuju kepadaku, begitu juga pandangannya. Tapi seperti yang kuduga, Aku tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya dibalik wajahnya yang tanpa ekspresi itu.
  +
  +
Dia pasti tidak akan menjawabnya jika Aku bertanya apa yang dia pikirkan tentang apa yang sedang kulakukan sekarang. Kami telah menghabiskan waktu yang sungguh panjang di dalam ruang kelas ini. Meski begitu, hubungan kami sama sekali tidak berubah.
  +
  +
Hari esok harus datang agar hubungan kami berubah.
  +
  +
Ya, Mogi-san tidak ada disini.
  +
  +
Tidak ada seorangpun disini.
  +
  +
Itulah kenapa, ini semua sudah cukup.
  +
  +
Aku akan meninggalkan semua teman sekelasku yang nantinya juga akan melupakan kelakuanku hari ini.
  +
  +
Aku hanya melihat ke arah Otonashi-san. Aku berjalan ke depan kelas dimana dia berdiri.
  +
  +
Apa yang kulakukan sama anehnya seperti saat Aku menyatakan cintaku kepada Mogi-san.
  +
  +
Aku berdiri di depan Otonashi-san.
  +
  +
Otonashi-san tidak menunjukkan sedikitpun rasa terkejut dan terus melihat ke arahku. Aku menjadi sangat kesal karena melihat ekspresi wajahnya yang seperti baru pertama kali melihat wajahku.
  +
  +
"Hey, ada apa, Hoshino?"
  +
  +
Suara Kokubo-sensei terdengar tenang, tapi Aku merasakan adanya kegelisahan di dalam suaranya. Teman sekelasku juga bertanya hal yang sama.
  +
  +
Aku mengabaikan mereka semua dan berlutut di depan Otonashi-san. Aku menghadapkan kepalaku kebawah dan menjulurkan tanganku padanya,
  +
  +
"Apa yang kau lakukan?"
  +
  +
Otonashi-san bertanya padaku dengan nada sopan yang tidak pernah dipakai didepanku sebelumnya.
  +
  +
"Saya datang untuk bertemu dengan Anda,"
  +
  +
Kalau dia begitu, Aku juga akan melakukannya.
  +
  +
"...Apa yang kau katakan?"
  +
  +
"Saya kemari untuk bertemu dengan Anda, Tuan Putri Maria. Saya, Hathaway, orang yang telah bersumpah untuk melindungi Anda, meskipun itu berarti bahwa Saya akan mengkhianati semua orang dan menjadi musuh dunia."
  +
  +
Suara dari orang-orang di sekelilingku menghilang seketika. Ya, itu bagus untuk dapat berbicara dengan Otonashi-san. Langkah pertama adalah dengan membuatnya berpikir kalau orang lain itu tidak nyata. Situasi sekarang sangat mudah dipahami.
  +
  +
Tanpa mengangkat wajahku, Aku menunggu Aya Otonashi untuk mengambil tanganku. Aku terus menunggunya untuk menaruh tangannya diatas tanganku seperti sedang memintanya untuk berdansa denganku.
  +
  +
Tapi itu tidak berhasil.
  +
  +
Otonashi-san tidak mengambil tanganku.
  +
  +
Aku malah mendengar suara sesuatu terjatuh, dan Aku terbaring di lantai.
  +
  +
"...Kau menjijikkan."
  +
  +
Karena kepalaku sejak tadi menghadap kebawah, Aku tidak tahu apa yang dia lakukan. Tapi saat Aku sedang terbaring dan mendongakkan kepalaku keatas, Aku akhirnya menyadari apa yang tadi ia lakukan. Dia menendangku dengan lututnya di bagian kanan wajahku.
  +
  +
Aah, ya. Tentu saja dia akan melakukan hal itu. Kenapa Aku begitu naifnya berfikir kalau dia akan mengambil tanganku?
  +
  +
"---Heh,"
  +
  +
Tak diragukan lagi, dia memang <<Aya Otonashi>> yang asli. Dia tidak mungkin sebaik itu hingga mau memegang tanganku.
  +
  +
"Ha, hahaha..."
  +
  +
Sepertinya dia tidak tahan lagi dan tertawa terbahak-bahak. Mungkin selama 20.000 kali pengulangan ini Aku belum pernah melihatnya seperti itu.
  +
  +
Aku masih terbaring di lantai dan kepalaku sakit. Tapi wajahku melemas karena lega.
  +
  +
"Kau benar-benar membuatku menunggu lama, Hathaway-ku yang tercinta. Aku terkejut karena kau berani membuat gadis lemah sepertiku yang bahkan hanya kuat mengangkat sendok ini menunggu. Aku tidak pernah mengira kau akan membiarkanku sendirian di medan perang sebanyak 27753 kali!"
  +
  +
Otonashi-san membungkuk dan menjulurkan tangannya kearahku.
  +
  +
Dia menarik tanganku dengan paksa.
  +
  +
Ya, begitu.
  +
  +
Itulah bagaimana Aya Otonashi biasanya bertindak.
  +
  +
"...Tapi karena itu, kau jadi lebih kuat, Maria."
  +
  +
Terkejut, Otonashi-san membuka matanya lebar-lebar. Kemudian dia tersenyum.
  +
  +
"Sebaliknya, kau jadi lebih baik dalam menggunakan kata-katamu, Hathaway."
  +
  +
Setelah berbicara, Otonashi-san menarikku keluar dari kelas tanpa sekalipun melepas pergelangan tanganku.
  +
  +
Tidak mempedulikan pelajaran. Tidak mempedulikan guru. Tidak mempedulikan murid lainnya. Tidak mempedulikan apapun. Kami meninggalkan ruang kelas, tanpa mempedulikan apapun yang telah kutinggalkan.
  +
  +
<p style="font-size:2em; text-align: center;">✵</p>
  +
  +
Setelah menarikku keluar dari ruang kelas, Otonashi-san menyuruhku untuk duduk di jok belakang motor yang lumayan besar dan menyuruhku untuk mengenakan helm.
  +
  +
Aku merasa ketakutan karena kecepatan yang tidak pernah kurasakan selama ini.
  +
  +
Aku bertanya dengan suara yang agak gemetar apakah dia punya SIM atau tidak. Pinggangnya cukup ramping (Yah, orang-orang juga bisa mengetahui kalau dia langsing hanya dengan sekali lihat, tapi entah kenapa tanpa sadar Aku merasa kalau dia itu dapat diandalkan). Dia dengan simpelnya menjawab pertanyaanku tadi dengan, "Tidak mungkin aku punya kan?"
   
   

Revision as of 17:39, 23 April 2011

Tubuhku dengan cepat menjadi dingin dan terasa kosong. Meskipun itu berarti Aku sudah tiada, Aku membuka mataku seperti biasa. Tidak bisa menahan rasa dingin yang menjalar di tubuhku. Aku memeluk diriku sendiri di kasur dan bergetar.

Aku terbunuh.

Di beberapa pengulangan.

Benar, meski Aku terbunuh, 'rejecting classroom' tetap tidak akan berhenti. Menyadari hal itu, Aku merasa kalau Aku ini benar-benar terasa kosong. Hampa. Rasa dingin ini sepertinya tidak akan hilang untuk waktu yang lama.

Aku tidak tahan terlalu lama berada di kamarku dan segera pergi ke sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.

Cuaca mendung di luar rumah sudah tidak asing lagi. Besok pasti hujan. Kapan ya, terakhir kali Aku melihat matahari bersinar?

Tidak ada seorangpun di kelas. Yah, hal itu wajar karena Aku datang satu jam lebih cepat dari biasanya.

Tiba-tiba muncul pertanyaan di kepalaku. Kenapa Aku bersikeras datang ke sekolah? Aku sudah sering menyadari kejadian 'rejecting classroom' ini seperti sekarang. Bukankah Aku bisa bolos dari sekolah untuk menolak pengulangan ini?

Tidak...! Aku harus pergi! Ya, bagiku, jika Aku sehat, maka Aku akan pergi ke sekolah. Bagiku, itulah kehidupan sehari-hariku. Aku bahkan tidak pernah memimpikan untuk mengubah kebiasaanku itu. Kegiatan itulah yang tidak akan kuubah apapun yang terjadi. Mempertahankan kehidupan sehari-hariku adalah satu-satunya tujuanku.

Ah, mungkin itulah alasan kenapa Aku masih disini. Aku tidak mengerti logika dibalik semua ini, tapi itulah yang Aku rasakan.

Meski Aku berakhir sendirian di kelas ini.

"---"

Aku berjalan menuju ke tengah ruang kelas dan menaiki meja seseorang tanpa melepas sepatuku. Sebenarnya dalam pikiranku Aku merasa bersalah dan ingin meminta maaf karena melakukan hal tidak sopan seperti ini, tapi Aku tidak bisa mengingat nama ataupun wajah orang itu sendiri.

Aku melihat sekeliling. Ini tidak seperti Aku mengharapkan sesuatu akan berubah dengan menaiki meja, Tapi benar-benar tidak ada seorangpun di kelas yang suram ini.

Tidak ada seorangpun di kelas,

tidak ada seorangpun di kelas.

"Mmhh, dingin..."

Aku memeluk diriku dengan erat.

Terdengar suara pintu yang terbuka. Orang yang terlihat di depan pintu itu melihatku berdiri di atas meja dan menggerutu.

"...Lagi ngapain elo diatas situ, Kazu?"

Daiya melihatku dengan pandangan yang tidak mengenakkan.

Menyadari hal itu menghilangkan rasa tegang di wajahku.

"Aah... Gue lega."

Aku bergumam begitu dan turun dari meja. Sambil terus melihatku, Daiya terus menggerutu.

"Tahu nggak elo? Melihat elo membuat gue tenang, Daiya."

"...Baguslah kalau begitu."

"Karena...Elo memang Daiya."

"...Hey, Kazu. Untuk pertama kalinya setelah lama nggak merasakannya, Gue merasa kalau elo itu sedikit menakutkan."

Tapi Daiya, apa elo tahu? Meskipun elo itu Daiya yang asli, dunia ini tetap saja palsu. Gue nggak bisa membagi apapun sama elo. Daiya yang berikutnya nggak akan ingat gue yang sekarang. Ini seperti cuma gue saja yang berada di luar TV. Jadi apa gue benar-benar bisa bilang kalau elo memang berada disini?

Itulah kenapa tidak ada seorangpun disini.

--Seorangpun?

"Ah---"

Tidak, itu tidak benar.

Ada satu lagi orang selain Aku.

Ada satu lagi orang yang bisa mengingat kejadian ini. Dia tidak akan bisa pergi dari sini selama Aku masih mempertahankan ingatanku.

Aah, Aku mengerti. Selama ini hanya kami yang memang berada disini. Tidak bisa keluar dan bahkan tidak mencoba keluar dari ruangan kecil yang hanya sebesar ruang kelas ini, kami selalu berdampingan. Tapi Aku tidak menyadarinya karena dia selalu menganggapku sebagai musuhnya.

Aku duduk di kursiku.

Dia duduk di kursi sebelahku.

...Aku harus percaya. Hanya dengan membayangkan dia duduk disana, Aku menjadi sedikit tenang, meskipun dialah orang yang membunuhku.



Apakah karena ini?

Karena? Apa itu karena? Aku tidak mengerti arti dari semua ini. Aku tidak mengerti perasaanku sendiri. Tapi suhu tubuhku terus menurun. Cepat, tidak, lebih parah. Tubuhku sudah sangat dinginnya sampai mencapai titik beku. Tubuhku sakit dan menjadi kaku sepenuhnya.

"Aku Aya Otonashi. Senang berkenalan dengan kalian semua.."

Si «murid pindahan» berlaku seperti murid pindahan sungguhan dan tersenyum sambil tersipu malu.

"....A-apa-apaan ini?"

Aku tidak mengerti arti dari semua ini.

Tidak, sebenarnya Aku mengerti.


« --Ini seperti aku tidak terpengaruh. Sungguh, hal itu juga bisa berpengaruh padaku. Kalau aku menyerah dan menolak untuk mengingatnya, aku juga akan terjebak oleh 'Rejecting Classroom' ini. Aku bisa terus hidup tanpa makna di pengulangan yang tidak terbatas ini. Hampir semudah menumpahkan air ke atas kepala seseorang--»


--kata-kata yang pernah terdengar saat itu muncul kembali di dalam kepalaku.

Aku melihatnya berdiri di depan kelas. Melihat wajahnya Aku yakin kalau itu adalah dia, tetapi Aku tidak bisa mempercayainya,

Dia--Aya Otonashi?

Mustahil. Karena Otonashi-san tidak mungkin menyerah.

Ya, bahkan meski dia mengetahui kalau orang yang dicurigainya selama lebih dari 20.000 kali 'pindah sekolah' bukanlah pelakunya dan apa yang dia lakukan selama ini sia-sia; tidak mungkin dia menyerah. Tidak mungkin! Tidak mungkin dia akan menyerah!

Itu--tidak seperti dia.

Jumlah teman sekelas kami sudah berkurang hingga setengahnya karena mereka sudah 'ditolak'. Meski begitu, mereka tetap bertanya tentang dia. Dia menjawab semua pertanyaan mereka dengan ringkas dan simpel, tetapi sopan. Dia tidak lagi cuek seperti sebelumnya.

Hampir seperti murid pindahan sungguhan.

Kejadian ini tidak mungkin terjadi. Jadi, ini pasti palsu. Ini pasti sebuah kebohongan. Ya, pasti bohong. Semuanya bohong. Kalau begitu... Apakah Aya Otonashi juga sebuah kebohongan?

--tidak akan,

--tidak akan,

"Tidak akan kubiarkan!"

Meski semua orang membiarkannya, Aku tidak akan membiarkannya!

Aku tidak akan membiarkan Aya Otonashi menjadi palsu.

"...Ada apa, Hoshino?"

Kokubo-sensei bertanya padaku. Baru saat itu Aku sadar kalau Aku tiba-tiba berdiri.

Aku melirik ke arah Mogi-san. Seluruh pandangan di kelas tertuju kepadaku, begitu juga pandangannya. Tapi seperti yang kuduga, Aku tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya dibalik wajahnya yang tanpa ekspresi itu.

Dia pasti tidak akan menjawabnya jika Aku bertanya apa yang dia pikirkan tentang apa yang sedang kulakukan sekarang. Kami telah menghabiskan waktu yang sungguh panjang di dalam ruang kelas ini. Meski begitu, hubungan kami sama sekali tidak berubah.

Hari esok harus datang agar hubungan kami berubah.

Ya, Mogi-san tidak ada disini.

Tidak ada seorangpun disini.

Itulah kenapa, ini semua sudah cukup.

Aku akan meninggalkan semua teman sekelasku yang nantinya juga akan melupakan kelakuanku hari ini.

Aku hanya melihat ke arah Otonashi-san. Aku berjalan ke depan kelas dimana dia berdiri.

Apa yang kulakukan sama anehnya seperti saat Aku menyatakan cintaku kepada Mogi-san.

Aku berdiri di depan Otonashi-san.

Otonashi-san tidak menunjukkan sedikitpun rasa terkejut dan terus melihat ke arahku. Aku menjadi sangat kesal karena melihat ekspresi wajahnya yang seperti baru pertama kali melihat wajahku.

"Hey, ada apa, Hoshino?"

Suara Kokubo-sensei terdengar tenang, tapi Aku merasakan adanya kegelisahan di dalam suaranya. Teman sekelasku juga bertanya hal yang sama.

Aku mengabaikan mereka semua dan berlutut di depan Otonashi-san. Aku menghadapkan kepalaku kebawah dan menjulurkan tanganku padanya,

"Apa yang kau lakukan?"

Otonashi-san bertanya padaku dengan nada sopan yang tidak pernah dipakai didepanku sebelumnya.

"Saya datang untuk bertemu dengan Anda,"

Kalau dia begitu, Aku juga akan melakukannya.

"...Apa yang kau katakan?"

"Saya kemari untuk bertemu dengan Anda, Tuan Putri Maria. Saya, Hathaway, orang yang telah bersumpah untuk melindungi Anda, meskipun itu berarti bahwa Saya akan mengkhianati semua orang dan menjadi musuh dunia."

Suara dari orang-orang di sekelilingku menghilang seketika. Ya, itu bagus untuk dapat berbicara dengan Otonashi-san. Langkah pertama adalah dengan membuatnya berpikir kalau orang lain itu tidak nyata. Situasi sekarang sangat mudah dipahami.

Tanpa mengangkat wajahku, Aku menunggu Aya Otonashi untuk mengambil tanganku. Aku terus menunggunya untuk menaruh tangannya diatas tanganku seperti sedang memintanya untuk berdansa denganku.

Tapi itu tidak berhasil.

Otonashi-san tidak mengambil tanganku.

Aku malah mendengar suara sesuatu terjatuh, dan Aku terbaring di lantai.

"...Kau menjijikkan."

Karena kepalaku sejak tadi menghadap kebawah, Aku tidak tahu apa yang dia lakukan. Tapi saat Aku sedang terbaring dan mendongakkan kepalaku keatas, Aku akhirnya menyadari apa yang tadi ia lakukan. Dia menendangku dengan lututnya di bagian kanan wajahku.

Aah, ya. Tentu saja dia akan melakukan hal itu. Kenapa Aku begitu naifnya berfikir kalau dia akan mengambil tanganku?

"---Heh,"

Tak diragukan lagi, dia memang <<Aya Otonashi>> yang asli. Dia tidak mungkin sebaik itu hingga mau memegang tanganku.

"Ha, hahaha..."

Sepertinya dia tidak tahan lagi dan tertawa terbahak-bahak. Mungkin selama 20.000 kali pengulangan ini Aku belum pernah melihatnya seperti itu.

Aku masih terbaring di lantai dan kepalaku sakit. Tapi wajahku melemas karena lega.

"Kau benar-benar membuatku menunggu lama, Hathaway-ku yang tercinta. Aku terkejut karena kau berani membuat gadis lemah sepertiku yang bahkan hanya kuat mengangkat sendok ini menunggu. Aku tidak pernah mengira kau akan membiarkanku sendirian di medan perang sebanyak 27753 kali!"

Otonashi-san membungkuk dan menjulurkan tangannya kearahku.

Dia menarik tanganku dengan paksa.

Ya, begitu.

Itulah bagaimana Aya Otonashi biasanya bertindak.

"...Tapi karena itu, kau jadi lebih kuat, Maria."

Terkejut, Otonashi-san membuka matanya lebar-lebar. Kemudian dia tersenyum.

"Sebaliknya, kau jadi lebih baik dalam menggunakan kata-katamu, Hathaway."

Setelah berbicara, Otonashi-san menarikku keluar dari kelas tanpa sekalipun melepas pergelangan tanganku.

Tidak mempedulikan pelajaran. Tidak mempedulikan guru. Tidak mempedulikan murid lainnya. Tidak mempedulikan apapun. Kami meninggalkan ruang kelas, tanpa mempedulikan apapun yang telah kutinggalkan.

Setelah menarikku keluar dari ruang kelas, Otonashi-san menyuruhku untuk duduk di jok belakang motor yang lumayan besar dan menyuruhku untuk mengenakan helm.

Aku merasa ketakutan karena kecepatan yang tidak pernah kurasakan selama ini.

Aku bertanya dengan suara yang agak gemetar apakah dia punya SIM atau tidak. Pinggangnya cukup ramping (Yah, orang-orang juga bisa mengetahui kalau dia langsing hanya dengan sekali lihat, tapi entah kenapa tanpa sadar Aku merasa kalau dia itu dapat diandalkan). Dia dengan simpelnya menjawab pertanyaanku tadi dengan, "Tidak mungkin aku punya kan?"


Back to 27753th time (2) Return to Main Page Forward to 3087th time