Difference between revisions of "Sakurasou no Pet na Kanojo (Indonesia):Jilid 1 Bab 1"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 454: Line 454:
   
 
Sambil melihat kucing meringkuk di kakinya, dia membayangkan seorang gadis kecil duduk menatapnya dari dalam kardus. Itu saja sudah cukup membuat Sorata hampir jatuh pingsan.
 
Sambil melihat kucing meringkuk di kakinya, dia membayangkan seorang gadis kecil duduk menatapnya dari dalam kardus. Itu saja sudah cukup membuat Sorata hampir jatuh pingsan.
  +
  +
  +
=== <small>Bagian 2</small> ===
  +
  +
Jalan tercepat dari Sakurasou menuju stasiun adalah melewati 'Lajur Perbelanjaan Bata Merah'. Tempat itu menakjubkan, bergaya retro, dan tempat bersejarah. Dilahirkan dan dibesarkan di sini, Sorata teringat jalan ini sebagai salah satu dari banyak tempat dia bermain ketika dia kecil. Dengan begitu, kebanyakan orang di sini menyapanya ketika dia pergi melewati jalanan di situ.
  +
  +
Penjual ikan akan berkata :
  +
  +
"Oh, bukankah kau si bocah Kanda? Ikan makarel hari ini bagus."
  +
  +
Pemilik toko daging jauh di bagian depan akan berkata:
  +
  +
"Yahaa, bukankah kau Sorata? Apa yang ingin kau beli hari ini? Aku bisa memberimu sepotong kroket, ada di rumah."
  +
  +
Sorata tidak membeli apapu, tapi dia mengambil sepotong kroket dari seorang wanita baik hati.
  +
  +
"Sorata, aku sudah lama tidak melihatmu. Sekolahmu yang sekarang di Suiko, bukan?"
  +
  +
Itu adalah temannya dari sekolah menengah yang sedang menjaga toko sayur sekarang.
  +
  +
Ikatan antar tetangga yang menghilang dari kota-kota urban masih ada di jalan ini.
  +
  +
Mungkin mengembangkan kembali jalan ini tidak memberi banyak keuntungan untuk siapapun. Selain itu : Setiap orang menyukai kota dari Universitas Seni Suimei sebagaimana adanya.
  +
  +
Sekitar tiga tahun yang lalu, di situ dibuka sebuah supermarket besar yang menawarkan produk yang murah dan sangat bervariasi. Akan tetapi, Sorata masih menyukai lajur perbelanjaan ini. Ini adalah tempat yang nyaman baginya.
  +
  +
Dan perasaan semacam inilah yang orang-orang yang tinggal di sekitar sini menopang lajur perbelanjaan hingga kini juga rasakan
  +
  +
Mengisi mulutnya dengan kroket tersebut, Sorata tiba di stasiun sebelum dia menyadarinya.
  +
  +
Sekalipun stasiun tersebut dinamai sebagai Stasiun Universitas Seni, bahkan orang dewasa membutuhkan waktu lima belas menit untuk berjalan dari sini menuju universitas. Setiap tahun ada murid tidak dikenal yang terburu-buru pada menit terakhir, akan jatuh korban dan meratapi kesialannya. Hal ini menjadi sebuah cerita terkenal di sekitar sini.
  +
  +
Ada hanya ada satu pembatas di stasiun ini, jadi penduduk di sisi lain harus berjalan menyeberang untuk membeli tiket, yang sangat menyusahkan.
  +
  +
Sorata menunggu pada pagar bundar besi yang berada di depan pembatas.
  +
  +
Dia mengeluarkan foto dari dompetnya dan menatap pada gadis tersebut lagi.
  +
  +
''Namanya adalah Mashiro Shiina.''
  +
  +
''Nama yang aneh.''
  +
  +
''Chihiro bilang dia adalah sepupunya, tapi perbedaan usia mereka terlihat besar.''
  +
  +
Ketika dia sedang memikirkan ini, kereta berikutnya telah memasuki stasiun.
  +
  +
Normalnya murid-murid SMP dan SMA akan turun dari kereta dalam kelompok-kelompok sekitar waktu ini, yang mana setelah waktu sekolah. Akan tetapi, sekarang adalah waktu libur musim semi. Hanya ada sekelompok penumpang tak dikenal yang seseorang tidak dapat tebak umur dan apa yang mereka kerjakan dari cara mereka terlihat.
  +
  +
Walau begitu, Sorata mengenali sebuah wajah dari beberapa. Pemilik dari wajah tersebut juga mengenalinya. Dia melebarkan matanya dengan terkejut dan berjalan kepadanya dengan langkah-langkah ringan.
  +
  +
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak sedang menungguku, 'kan?"
  +
  +
"Tidak."
  +
  +
"Tentu saja tidak."
  +
  +
Mitaka Jin tersenyum. Sorata tidak berpikir ada sesuatu lucu walau begitu.
  +
  +
Jin memiliki rambut berwarna coklat, jangkung dan ramping. Seseorang dapat merasakan kegagahannya ketika dekat dengannya, tapi kelembutannyalah yang terpancar secara keseluruhan.
  +
  +
Kacamata bening dan bercahaya yang dia kenakan memberi kesan intelektual. Dia tampan tanpa cacat, bahkan dalam pendapat Sorata.
  +
  +
Karena ini Sorata dapat mengerti mengapa dia begitu populer. Tidak mengherankan untuk melihat tanda ciuman di lehernya, itu adalah urusan sehari-hari.
  +
  +
Jin tinggal di kamar Sakurasou nomor 103. Keahliannya adalah menebak ukuran dari pakaian wanita.
  +
  +
Apa yang sedang kau pegang di tanganmu? Sangat wangi."
  +
  +
Jin mengintip ke dalam kantung kecil berisi kroket. Rasa ingin tahu seperti anak kecil muncul di wajahnya, meskipun sikapnya tidak membingungkan dan dewasa.
  +
  +
"Ini adalah kroket yang tukang daging berikan padaku dalam perjalananku kemari."
  +
  +
"Bagus. Tolong beri aku sedikit. Aku baru makan sarapan hari ini."
  +
  +
Jin memasukkan kroket ke dalam mulutnya, terlihat seakan dia memakannya dengan bersemangat.
  +
  +
"Kau hebat, Sorata."
  +
  +
"Eh?"
  +
  +
"Kau mendapatkan kroket seenak ini hanya dengan berjalan melewati lajur perbelanjaan tersebut. Kau jenius. Aku salut padamu."
  +
  +
"Kau lebih hebat karena bisa membuat wanita-wanita hamil hanya dengan melewati jalanan."
  +
  +
"Hei. Aku sudah menggunakan tindakan pencegahan bagus."
  +
  +
"Dan apakah anime Misaki-sempai diterima dengan baik?"
  +
  +
Jin menulis naskah anime.
  +
  +
"Itu hanya karena dibuat oleh Misaki. Dia sudah aneh sejak lama. Mmm...enak. Aku suka kroket di sini."
  +
  +
Merasa bahwa Jin ingin mengubah subjek pembicaraan, Sorata berhenti menggali lebih jauh dengan pertanyaannya.
  +
  +
"Aku akan menyampaikan rasa terima kasihku pada wanita yang telah memberiku kroket nanti. Biar kukatakan padanya bahwa kaulah yang memujinya."
  +
  +
"Benar. Kau adalah penduduk di sini."
  +
  +
"Ya."
  +
  +
"Lalu kenapa kau masih tinggal di dalam asrama?"
  +
  +
"Kenapa kau memikirkan pertanyaan seperti itu di saat ini? Tapi tak usah dipikirkan, bukan hal yang khusus.
  +
  +
Itu terjadi sekitar setahun yang lalu. Saat itu adalah hari ketika dia mendapat hasil dari ujian SMA-nya.
  +
  +
  +
Sorata bahkan tidak bermimpi bahwa dia diterima masuk sebuah universitas. Untuk merayakannya, dia pergi karaoke dengan teman-temannya, menyanyi dan bermain dengan gembira luar biasa.
  +
  +
Menyanyi hingga tengah malam dan pulang setelah itu, dia disambut oleh ayahnya yang berdiri di ruang keluarga bagaikan Nryana<ref>'''Nryana''': Seorang dewa kuno yang memiliki kekuatan hebat.</ref>.
  +
  +
"Kau sudah menjadi murid SMA. Kurasa ayah akan memberimu hak untuk memilih."
  +
  +
"Apa?"
  +
  +
"Baik ikut dengan kami ke Fukuoka, atau tinggal di sini sendiri."
  +
  +
Apa yang ayahnya katakan sambil menyilangkan lengannya di depan dada sama sekali tidak dapat dipahami.
  +
  +
Sorata menatap tanpa daya pada ibunya yang sedang mencuci piring sambil menyenandungkan sebuah lagu.
  +
  +
"Begini, ayah tiba-tiba dipindahkan ke tempat kerja yang baru."
  +
  +
"Oke. Lalu?"
  +
  +
"Lalu kau harus memilih untuk ikut dengan kami atau tinggal di sini."
  +
  +
"Tunggu. Bukankah ayah akan ke sana seorang diri?"
  +
  +
"Apa yang kaubicarakan? Nak, jika ayah melakukannya, ayah akan kesepian."
  +
  +
"Ayah seharusnya menahan diri membicarakan hal menjijikkan seperti kesepian, ayah!"
  +
  +
"Dan karena itu, ayah juga akan membawa ibu dan Yuuko dengan ayah."
  +
  +
"Kenapa ayah tidak membawaku juga?"
  +
  +
"Karena baik kau ada atau tidak, tidak berdampak pada ayah kesepian atau tidak."
  +
  +
"Oh, begitukah? Bagaimana dengan sekolah Yuuko?"
  +
  +
"Dia sudah pindah sekolah."
  +
  +
"Itu terlalu cepat!"
  +
  +
Bagaimanapun, Sorata tidak keberatan. Dia bisa mendapatkan kehidupan mandiri yang dia inginkan akhirnya.
  +
  +
"Ngomong-ngomong, ayah sudah pergi ke agen perumahan dan sudah memutuskan untuk menjual rumah ini."
  +
  +
"Tunggu! Ayah memutuskan terlalu cepat!"
  +
  +
"Ayah sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup ayah yang dipenuhi dengan Mentaiko<ref>'''Mentaiko''' (明太子): Telur ikan cod dengan saus cabai.</ref>."
  +
  +
"Apa ayah sudah gila?! Sadarlah! Dunia apa yang dipenuhi dengan Mentaiko? Segera minta maaf pada Fukuoko! Ada lebih banyak hal baik di situ!"
  +
  +
"Tenang. Ayah mendukung Hawks<ref>'''Hawks''': Fukuoko softbankhawks adalah tim bisbol terbaik di Jepang.</ref>.
  +
  +
"Siapa peduli?!"
  +
  +
"Ibu, aku tidak tahan lagi. Aku sama sekali tidak bisa bicara dengan anak lelakiku dalam masa pubertasnya. Aku tidak pernah tahu masa pubertas begitu sulit."
  +
  +
"Tunggu sebentar! Kenapa ayah ingin mengakhiri percakapan kita seakan ini salahku?!"
  +
  +
Ayahnya pergi dan memasuki kamar mandi dengan terburu-buru, terlihat tidak ingin berbicara lagi. Tapi Sorata tidak ingin mengejarnya. Bagaimanapun, siapa yang mau melihat ayah sendiri telanjang?
  +
  +
Ibunya kemudian duduk di depannya.
  +
  +
"Jadi, apa yang akan kau lakukan? Ini adalah pilihan seumur hidup."
  +
  +
"Apakah brosur promosi sekolah masih ada? Berapa biayanya untuk hidup di asrama?"
  +
  +
"Disebutkan biayanya lima puluh ribu yen untuk sarapan dan makan malam."
  +
  +
Ibunya menyunggingkan senyum jahat di wajahnya.
  +
  +
"Sial. Masih ada jalan jika aku bekerja atau semacamnya."
  +
  +
"Eh. Kenapa? Kenapa? Kenapa Onii-chan tidak ikut dengan kita?"
  +
  +
Yuuko, adiknya, dalam piyama kekanakan berwarna merah muda menyela tiba-tiba.
  +
  +
Dia menyambar tangan Sorata dan menangis: 'Kenapa? Kenapa' Kemudian dia bergulingan di lantai.
  +
  +
"Aku ingin bersamamu, Onii-chan. Tidakkah kau peduli tentang terpisah dariku? Tidak bisa dipercaya!"
  +
  +
Adik perempuan Sorata akan berada di tahun keduanya di SMP bulan April ini, tapi sifat kekanak-kanakannya cukup mengkhawatirkan. Kondisi tubuhnya lemah sejak lama, dan sebagai hasilnya dia selalu bergantung pada Sorata untuk melindungi dan menjaganya. Dan karena itu orang pertama yang akan tidak setuju pada kepindahan ayahnya adalah adiknya.
  +
  +
"Aku tidak ingin menyerahkan sekolah yang telah kuusahakan keras untuk masuk juga."
  +
  +
"Motivasimu untuk masuk sekolah itu hanyalah karena yang paling dekat dengan rumah kita! Kalau begitu menemukan sekolah terdekat di Fukuoka sudah cukup! Bagaimanapun, motivasimu tidak murni!"
  +
  +
Setelah itu, Yuuko masih tidak mau menyerah. Dia terus-menerus mencoba membujuk Sorata, mencoba membawa Sorata dengannya bagaimanapun juga.
  +
  +
Yuuko melihat tatapan teguh Sorata dan hampir menangis. Sorata merasa amat sangat tidak nyaman tentang ini. Pada akhirnya, Yuuko menjadi diam karena perkataan ibunya:
  +
  +
"Sudah cukup. Berhenti keras kepala, kalau tidak kakakmu akan membencimu."
  +
  +
Dia sudah bersama ibunya selama tiga belas tahun bagaimanapun. Dia tahu bagaimana menanganinya.
  +
  +
"Aku mengerti... Aku akan menyerah pada Onii-chan kalau begitu..."
  +
  +
Yuuko kembali ke kamarnya, dengan mata yang terlihat seperti seekor kuda poni yang terjual.
  +
  +
Hari berikutnya, Sorata telah menyelesaikan prosedur untuk masuk Suiko dan untuk tinggal di asramanya. Di sisi lain, keluarganya sibuk bersiap-siap untuk pindah.
  +
  +
  +
Ini baru terjadi setahun yang lalu, tapi Sorata merasa seperti itu terjadi jauh lebih lama.
  +
  +
Ketika dia mencapai puncaknya, Jin tertawa dengan kepala tertunduk.
  +
  +
"Keluargamu benar-benar membuat iri."
  +
  +
"Itu semua karena ayahku yang bodoh."
  +
  +
"Tapi setidaknya itu bukan karena alasan serius. Aku tidak siap untuk cerita tragis apapun."
  +
  +
"Seperti keluargaku yang terpecah, atau ayahku yang menghilang?"
  +
  +
"Benar."
  +
  +
Jin tersenyum tulus. Dia pasti biasa menggunakan wajah ini untuk menundukkan wanita, pikir Sorata.
  +
  +
"Jadi, apa yang kaulakukan di sini?"
  +
  +
"Ah, ini."
  +
  +
Sorata menunjukkan foto yang dia dapat dari Chihiro kepada Jin.
  +
  +
"Gadis yang manis."
  +
  +
"Ya."
  +
  +
"Dia sekitar lima tahun, 'kan?"
  +
  +
"Kupikir juga begitu."
  +
  +
"Apakah dia adikmu?"
  +
  +
"Bukan."
  +
  +
"Yah. Oke. Aku mengerti."
  +
  +
"Apa yang kaumengerti?"
  +
  +
"Pergilah ke polisi, Sorata. Akui bahwa kau adalah seorang pedofil. Dan katakan pada mereka kau adalah seorang penghasut hal-hal mesum yang diduga di sini. Aku akan pergi denganmu."
  +
  +
"Kenapa kau mengatakan hal itu dengan wajah serius begitu?! Bukan itu maksudku! Ini hanya seorang guru yang ingin aku untuk pergi ke stasiun untuk menyambut gadis ini!"
  +
  +
"Apa? Itu yang terjadi? Membosankan."
  +
  +
"Kau pikir akan lebih menarik jika aku seorang mesum?"
  +
  +
"Itu lebih menarik dari kenyataan membosankan di mana kita berada, bukan begitu?"
  +
  +
Sorata tidak dapat memutuskan bagaimana seriusnya Jin ketika mengucapkan perkataan tersebut dengan ekspresi ini.
  +
  +
Setelah percakapan bodoh mereka terhenti sejenak, sebuah taksi hitam dikemudikan dalam dan berhenti di stasiun taksi sekitar sepuluh meter dari Sorata.
  +
  +
Sorata tidak sengaja menangkap sekelebat bayangan seorang gadis muda mengenakan seragam Suiko yang akran dari bangku belakang.
  +
  +
Itu adalah sebuah seragam baru, karena dia tidak terlihat terbiasa memakainya. Dia membawa sebuah koper coklat di kedua tangannya dan melihat pada taksi yang pergi dengan ekspresi bosan.
  +
  +
Mata yang berwarna sedikit merah bagaikan burung phoenix memberinya sedikit kesan penampilan dewasa. Tetap saja, dia seharusnya berada di generasi yang sama dengan Sorata karena dia mengenakan jenis seragam yang sama.
  +
  +
Kulit putih pucatnya terlihat seakan mewarnai sekelilingnya dengan warna putih.
  +
  +
Sangat terpesona dengan pemandangan menakjubkan ini, pandangan mata Sorata terpaku padanya, menghalangi segala sesuatu di pikirannya, dan hanya pada dunia putih yang ada di hatinya. Dia secara bertahap mulai tidak mampu melihat hal lain di sekeliling gadis itu, dan menjadi sulit bernapas. Dia bahkan lupa di mana dia berada saat ini.
  +
  +
Gadis muda itu terlihat seakan dia sedang berdiri di atas lapisan es sendirian. Sorata telah menjadi budak dari kesalahpahaman tersebut.
  +
  +
[[Image:Sakurasou v1 p045.jpg|thumb]]
  +
  +
"Gadis itu terlihat unik. Aku benar 'kan, Sorata?"
  +
  +
"[...]"
  +
  +
"Sorata?"
  +
  +
Sorata merasa bahwa Jin mengatakan sesuatu, tapi dia memperhatikan untuk mendengar apa itu.
  +
  +
Gadis tersebut berjalan ke arahnya perlahan dan tenang. Jika seseorang menggunakan kucing untuk menggambarkannya, dia seperti seekor kucing Iriomote<ref>'''Iriomote cat''': Sebuah subspesies langka kucing macan tutul, asli dari Jepang .</ref>... Dia memiliki kelimpahan di dalam dan memancarkan perasaan keberadaan yang kuat, namun juga memiliki suasana yang berbahaya di sekelilingnya yang membuatnya menjadi salah satu spesies yang terancam punah. Seolah menghilang di udara yang tipis jika seseorang melihat ke arah lain, dia memberikan kegelisahan kepada siapapun yang melihatnya.
  +
  +
Dia duduk di bangku panjang di sebelah lingkaran tanpa suara seperti boneka.
  +
  +
Dia sekitar enam meter jauhnya dari Sorata.
  +
  +
Karena rasa gugup yang aneh, Sorata menelan keras ludahnya.
  +
  +
"Meskipun dia begitu menggemaskan, tidak sopan hanya memelototinya dengan rakus. Aku bisa sangat setuju kalau dia adalah tipe yang kausukai."
  +
  +
"[...]"
  +
  +
"Dia memancarkan perasaan dari seseorang yang sehingga orang akan ingin lindunginya."
  +
  +
"Baiklah. Biarkan aku menggunakan kekuatan spesialku untuk membantumu. Yah. Tinggi : 162 cm. Berat : 45 kilogram. Ukurannya dari atas ke bawah adalah 79, 55, 78. Aku tidak mungkin salah untuk hal ini. Apakah kau khawatir dia rata? Jangan menjadi pesimis. Karena pinggulnya kecil, ukuran dadanya seharusnya lebih besar dari apa yang dibayangkan setelah dia melepaskan bajunya. Percaya padaku."
  +
  +
Sorata akhirnya mulai mendengarkan apa yang Jin katakan.
  +
  +
"Apa yang kau katakan, Jin-senpai?"
  +
  +
"Itu karena kau begitu mudah untuk dimengerti."
  +
  +
Bahkan meskipun dia diseret balik ke dunia nyata dari dunia mimpinya, Sorata tidak dapat melepaskan pandangannya dari gadis tersebut. Wajah gadis tersebut terlihat akrab, sehingga dia mulai mencari jawaban darinya.
  +
  +
Yang mengejutkan, jawabannya ditemukan dengan cepat.
  +
  +
"Ah. Ya."
  +
  +
"Oke. Oke. Kau tidak perlu malu."
  +
  +
"Bukan. Dia."
  +
  +
Dia menjadi semakin percaya pada dirinya sendiri setelah mengucapkannya.
  +
  +
"Hah? Itu dirimu yang seharusnya kutanyakan. Apa yang kaubicarakan?"
  +
  +
"Aku selalu berpikir dia akan tiba dengan kereta."
  +
  +
"Apakah otakmu tidak apa-apa?"
  +
  +
"Mak-sud-ku. Foto. Ini!"
  +
  +
Sorata mengangsurkan foto yang dia dapat dari Chihiro ke Jin.
  +
  +
"Aku tidak mengerti dirimu, serius."
  +
  +
"Lupakan."
  +
  +
Sorata bangkit dari pagar besi dan mendekati gadis muda yang sedang duduk di bangku.
  +
  +
"Kau ingin jadi warna apa?"
  +
  +
Sorata tidak tahu itu adalah suara gadis itu mulanya.
  +
  +
Dia pasti mendengarnya jika dia tidak terlalu memfokuskan diri padanya.
  +
  +
Sorata bertemu mata dengannya, yang melihat ke atas. Itu membuatnya ragu-ragu.
  +
  +
"Aku?"
  +
  +
Dia mengangguk ringan.
  +
  +
"Aku tidak pernah memikirkannya."
  +
  +
"Silakan."
  +
  +
"Aku tidak begitu yakin apa yang akan kupikirkan di masa depan, tapi hari ini adalah iridescent <ref>'''Iridescent''': Bagian dari permukaan yang berubah warna ketika dilihat dari sudut yang berbeda.</ref>..."
  +
  +
"Apakah itu warna?"
  +
  +
"Sebenarnya itu adalah warna yang seperti pelangi. Dalam pengertian lain itu adalah sebuah warna ambigu."
  +
  +
"Sangat menarik."
  +
  +
"Bagaimana denganmu?"
  +
  +
"Eh?"
  +
  +
"Kau ingin menjadi warna apa?"
  +
  +
"Aku tidak pernah memikirkannya."
  +
  +
"Apa?"
  +
  +
"Mungkin putih saat ini."
  +
  +
"Itu sama dengan namamu."
  +
  +
"[...]"
  +
  +
Dia melihat Sorata dengan terkejut.
  +
  +
"Maaf. Aku bukan orang yang mencurigakan. Aku Kanda Sorata, dan Chihiro-sensei memanggilku untuk menyambutmu. Kau pasti tahu tentang ini, ya 'kan?"
  +
  +
"Dipanggil Chihiro-sensei?"
  +
  +
"Apa...Sensei benar-benar tidak masuk akal."
  +
  +
Sorata mengeluarkan foto tersebut dan membandingkannya dengan gadis yang ada di depannya. Hal yang mustahil untuk mengenalinya hanya dengan melihat ke foto. Sorata dapat mengenalinya karena perasaan yang sama yang dia pancarkan padanya.
  +
  +
Gadis muda di depannya adalah Mashiro Shiina.
  +
  +
"Dari berapa tahun yang lalu foto ini sensei berikan padaku? Umurnya sudah tiga kali lipat sekarang."
  +
  +
   
 
===Catatan Penerjemah===
 
===Catatan Penerjemah===

Revision as of 01:39, 28 March 2014

Selamat datang di Sakurasou

Bagian 1

Saat dia terbangun, hal yang pertama kali dilihatnya adalah bokong putih yang lebat.

"...Hikari, kau lagi?"

Setelah dia memanggil namanya, Hikari menjawab dengan suara 'meong'-nya.

Kanda langsung mengangkat bokong Hikari yang menempel di wajahnya dan beranjak dari karpet abu-abu tempat dia berbaring.

Hikari memasang wajah cemberut saat dia dipaksa minggir, tapi Sorata hanya membalasnya dengan menghela nafas.

"Tragis sekali..."

Sorata menyipitkan mata saat dia melihat ke luar jendela yang cerah, langit di bagian timur serasa terbakar seolah meramalkan akhir dari dunia.

"Bangun tepat di bawah bokong kucing... masa mudaku tragis sekali."

Dengan rasa keputusasaan yang menyelubungi dirinya, Sorata menutup wajahnya dengan tangannya.

"Ya... mungkin mengatakan ini sebagai 'masa muda' rasanya lebih buruk..."

Hikari Si Kucing Putih yang ada di pangkuan Sorata menguap seolah dia setuju padanya, lalu enam kucing lain yang tinggal di kamar berukuran enam tatami [1] ini memulai paduan suara meong, meminta diberi makanan.

Kucing putih, hitam, cokelat, kuning, belang-belang, anggora, dan kucing yang terlihat seperti bule Amerika... kesemua tujuh kucing itu ditelantarkan oleh pemiliknya, lalu dipungut oleh Sorata.

Dia juga memberi mereka nama, yaitu Hikari, Nozomi, Kodama, Tsubasa, Komachi, Aoba, dan Asahi.

Dihadapkan dengan kucing yang merindukan makanan ini, Sorata menanggapinya dengan suara geraman perutnya sendiri. Pesannya jelas, "Tuanmu juga lapar, tahu."

Hari itu adalah hari terakhir liburan musim semi, 5 April pukul 5 sore...

Gedung apartemen berlantai dua dengan kayu yang compang-camping itu adalah asrama milik SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei.

Mungkin pohon sakura besar yang ada di halaman menjadi inspirasi nama bangunan ini menjadi Sakurasou[2].

Semua penghuni berbagi ruang dapur, ruang makan, dan kamar mandi.

Butuh waktu 10 menit untuk berjalan kaki ke sekolah. Ke stasiun terdekat juga butuh 10 menit berjalan kaki.

Dan kamar nomor 101 adalah markas Kanda Sorata, yang baru saja naik kelas menjadi kelas 2 pada musim semi itu.

Sebagai kaligrafi pertamanya dalam tahun ini, Sorata menulis sebuah pesan yang besar di dinding "TUJUAN: Keluar dari Sakurasou!!"

Masalah Sorata saat ini bukanlah mencari pacar, bukan juga untuk menuju Koushien[3]. Tentu saja dia tidak ada harapan mengikuti lomba sampai ke Stadion Nasional atau Soutai[4]. Keinginannya hanyalah pergi dari asrama ini.

Sakurasou sedikit berbeda dari asrama biasa.

Itu adalah tempat untuk rehabilitasi siswa yang telah diusir dari asrama biasa, yang lebih halusnya, dengan kata lain itu sarang bagi murid bermasalah.

Tidak seperti asrama biasa, tidak ada ibu asrama, dan karena tidak ada kantin, para murid harus memasak, mencuci, dan bersih-bersih sendiri. Itu sangat menjengkelkan. Sekolah mengatakan bahwa itu semua mendorong kemandirian, tapi Sorata merasa itu karena mereka tidak dapat menemukan seseorang untuk bekerja di sana.

Sakurasou... namanya saja sudah cukup untuk merusak suatu persahabatan.

Yang lebih menjengkelkan yaitu penghuninya dipaksa membersihkan lingkungan sekolah. Tentu saja mereka harus mengambil sampah dan membuangnya keluar sekolah, tapi ditambah mereka harus berjalan mengitari kampus universitas yang bahkan membutuhkan waktu setengah jam bagi orang dewasa, itu benar-benar melelahkan. Kaki Sorata selalu pegal keesokan harinya.

Dan di asrama memalukan itu tinggal empat siswa, baik laki-laki maupun perempuan, bersama dengan guru pengawas.

Sorata salah satu dari keempat itu.

Musim panas lalu, dia dipanggil langsung oleh Kepala Sekolah dan dipaksa membuat pilihan.

"Kanda Sorata, apa kau mau menyingkirkan kucing itu, atau keluar dari asrama? Pilihan ada di tanganmu."

"Saya lebih baik keluar dari asrama."

Berada dalam usia yang labil, Sorata membalas pertanyaan Kepala Sekolah yang belum selesai dikatakannya. Dan pada hari yang sama, Sorata diusir dari asrama biasa.

Dalam pikirannya, Sorata merasa bahwa dia sudah menuju jalan yang salah saat dihadapkan dengan pilihan yang sulit itu. Dalam perdebatan yang ada di dalam kepalanya, dia memikirkan kesalahannya.

Pada saat itu dia hanya memiliki Hikari, kalau dia menghabiskan waktu berusaha keras mencari orang yang mau memeliharanya, dia bisa menghindar dari suasana asrama yang ribut.

Saat Sorata diledek oleh Mitaka Jin, salah satu penghuni asrama yang sudah lama tinggal di Sakurasou, Sorata terkejut, dan tidak kembali selama tiga hari.

Untuk alasan itu, dia berusaha mencari pemilik untuk kucingnya.

Tapi entah kenapa, bukannya menurun, jumlah kucingnya bertambah menjadi tujuh. Dia mungkin melakukan sesuatu yang salah di sini...

Ya... apa boleh buat, mengingat ke mana pun Sorata pergi selalu ada kucing yang terlantar, dia sampai percaya kalau dia kena kutukan. Dia pernah mencoba mengabaikannya dan terus berjalan, tapi hanya butuh tiga langkah sampai dia terjatuh dan dipenuhi rasa berdosa.

Khawatir melihat Sorata begitu tenggelam dalam pikirannya, Hikari diikuti oleh Nozomi dan Kodama, datang meringkuk kepadanya.

"Kalian jangan sebegitu lengket padaku, aku sedang berusaha mencari pemilik untuk kalian, tahu. Kalian bisa buatku nangis saat aku melepas kalian, dan itu sangat menyedihkan, kalian pasti tidak ingin melihatnya."

Tidak begitu jelas apakah para kucing itu mengerti atau tidak, namun mereka beralih dan mulai mencuci wajah mereka.

Sambil menghela nafas, mata Sorata berpaling pada langit yang merah.

Hari itu adalah hari terakhir liburan musim semi, tapi Sorata sedang kebingungan soal bagaimana mengisi hari itu dengan hal yang bermakna.

Diterangi oleh sinar matahari dan senyum yang kering di wajahnya, Sorata tiba-tiba mendengar suara dari tempat tidur yang ada di belakangnya.

Dia berhenti menutup wajahnya dan mulai berbalik, dan tiba-tiba dia ingat alasannya dia tidur di lantai yang keras itu.

Di tempat tidur yang awalnya disediakan untuk Sorata, tertidur seorang gadis cantik dengan posisi seperti bayi yang masih dalam janin, mulutnya tersenyum seperti mulut kucing, kau bisa menyebut dia seperti Ratu Kucing.

Dia terlihat seperti orang Amerika berambut pendek yang cantik dan sehat, bokong lembutnya terlihat dari rok mini seragam sekolah, dan kau bisa melihat belahan dadanya yang terapit oleh lengannya dari kerah yang tak terkancing.

Kalau hal itu terjadi setahun yang lalu, Sorata mungkin akan menelan ludahnya sambil tertakjub oleh pemandangan itu, lalu dia kehilangan akal sehatnya dan mulai menjerit-jerit.

Tapi, karena sudah terbuang ke Sakurasou lebih dari setengah tahun yang lalu, Sorata tidak lagi terkejut oleh sesuatu seperti itu.

“Kak Misaki, tolong bangun.”

Dengan menahan rasa gelisahnya, Sorata memanggil nama penghuni lain yang ada di tempat tidurnya, yang membuat Kamiigusa Misaki terbangun dan meregangkan badan seperti seekor kucing.

Bajunya pun terangkat, pinggang ramping dan pusarnya pun menjadi kelihatan. Yang lebih anehnya, rambut berantakannya sehabis tidur malah membuatnya lebih menawan. Kalau dia berjalan melewati sepuluh orang di jalan, pasti mereka bakal mabuk kepayang.

Ukuran tubuhnya pun juga luar biasa, dengan tinggi badan 156cm dan berat 46kg, tiga ukuran tubuhnya adalah 87-56-85[5], sebagai seorang murid kelas tiga, tubuhnya sudah tumbuh seperti orang dewasa. Dengan pesona yang memenuhi kamar, Misaki tersadar dan mengalihkan matanya kepada Sorata.

“~Di masa depan nanti, aku ingin menikah!”

“Di dunia ini sudah menjadi aturan kalau mengigau itu hanya untuk saat tidur saja.”

“~Kalau begitu aku jadi istrinya, dan Junior jadi suaminya. Kau baru pulang dari kerja. Mulai!”

“Kenapa tiba-tiba berubah jadi seperti dialog komedi?!”

“~Selamat datang, sayang. Hari ini kau pulang cepat, ya.”

“Kau serius mau main itu sekarang?!”

“~Mau makan malam dulu? Atau mandi dulu? Atau... ma-wa-shi[6]?”

“Memangnya ini area sumo?!”

“~Ta-wa-shi[7]?”

“Sudah katakan ‘watashi[8]’ saja! Apa kau mencoba menyuruh suamimu membersihkan kamar mandi sepulang bekerja?! Dasar monster!”

“~Kira-kira apa beruang sloth bersemangat saat bercinta?”

“Jangan ubah topik seperti itu!!”

“~Reaksimu lamban, persahabatan kita bisa luntur kalau kau tidak mengikutiku.”

Berbicara dengan nada menggoda, Misaki menunjuk Sorata dan mengedipkan mata, seolah-olah dia sedang menasihati anak yang nakal.

Sakurasou v1 p019.jpg

Bagaimana seseorang bisa sesemangat ini padahal dia baru bangun?

“Tapi ya... selamat pagi. Aku sudah mengatakan ini berkali-kali, tapi... tolong tidur di kamarmu sendiri.”

“~Betina tidak akan mengalah kalau yang jantan malas-malasan.”

“Apa kita masih bicara soal beruang sloth?!”

“~Melihat sang betina tidak puas rasanya menyedihkan.”

“Mereka juga tidak responsif, jadi mereka dan aku sama saja.”

Sorata akhirnya menyerah, dan mulai mengikuti pembicaraannya.

“Baiklah... bisa kita lanjutkan yang kemarin?”

Tapi, Misaki mengabaikan aliran pembicaraan itu dan mulai duduk di depan TV, menyalakan video game dan mengambil controller. Sistem konsolnya pun hidup, dan berbunyi seperti sedang membaca memori.

Sebelum judul permainan muncul di layar, Sorata meraih tombol dan mematikannya.

"~Ahh... apa yang kaulakukaaan..."

Misaki mengembungkan pipinya sambil mengeluh, dia cukup imut juga kalau sedang marah.

Dihadapkan dengan matanya yang agak mengadah ke atas, Sorata bisa merasakan dirinya mulai tersenyum.

Namun dia tidak boleh tertipu.

"Bagaimana dengan beruang sloth-nya?!"

"~Eh... itu membosankan."

"Kau yang memulainya duluan!"

"Namun, ayo kita main game."

"Kau benar-benar memakai kalimat konjungsi yang salah! Dan juga, kita sudah main game tanpa henti sejak kemarin lusa, 'kan?! Selama 36 jam! Mataku rasanya mulai membusuk! Jika aku terkena gelombang elektromagnetik dari layar televisi lagi, kuyakin aku pasti bisa hancur jadi pasir atau garam!"

Alasan Sorata tertidur di lantai adalah karena dia kelelahan sampai pingsan.

Tanpa menunggu lama, Misaki langsung menyalakan konsol video game-nya lagi.

"~Baiklaaah... kalau kau merasa begitu, bagaimana kalau aku melepas bajuku satu per satu setiap kali kau menang? Itu juga bisa merawat matamu agar kembali sehat! Menenangkan pegal di mata! Hal yang menarik untuk mata! Bumbu masa muda! Kau akan menuju tangga kedewasaan! Itulah rantai nafsu!"

"Kalau bicara soal telanjang, 'menelanjangi' kulit bawang lebih membuatku bergairah."

"~Kau pasti berpikir 'Wah! Kurasa aku melihat cairan putih-putih yang keluar!' atau semacamnya, 'kan? Ya tidak ada salahnya, tapi biasanya orang-orang tidak akan terangsang oleh sayuran setelah kelas 2 SMP. Jangan jadi herbivora! Kau harus lahap semua yang ada di depanmu! Saat kau sudah SMA, kau harus banyak makan daging! Daging!"

"~Baiklah Junior, ikutlah denganku menuju dunia hawa nafsu!"

Sambil bicara begitu, Misaki membusungkan dadanya. Dadanya bergoyang-goyang seperti puding di balik bajunya.

Sedihnya, naluri pria Sorata memaksa pandangan dirinya terpaku pada dada Misaki.

Meski begitu, Sorata terus berusaha melawannya.

"Tahu tidak? Dengan rasa tidak tahu malu milikmu, aku benar-benar tidak percaya kalau Kak Misaki seorang wanita lagi! Tolong hentikan! Berhenti bersikap sok imut juga, bisa-bisa aku mulai meragukan semua wanita karena dirimu, sungguh!"

"~Ah... tapi hubungan pertemanan kita sudah semakin dekat! Selamat! Ayo kita rayakan dengan bermain video game sampai pagi!"

"Apa tidak ada hal lain yang lebih layak dirayakan?! Bagaimana kau bisa menyimpulkannya jadi seperti itu?! Kau ini seperti alien! Kembalilah ke planet asalmu!"

Selama liburan musim semi, aku dipaksa bergadang dengan Misaki sampai pagi. Setidaknya aku hanya ingin mengisi hari ini dengan damai dan tenang.

"~Apa itu saja yang ingin kaukatakan?!"

"Jika kau pikir aku sudah selesai bicaranya, kau benar-benar salah! Hei kak, kakak selalu egois! Memangnya kita hidup di negara mana?! Negara Lakukan Apa pun Sesukamu?!"

"~Kalau begitu ayo kita akhiri ini dengan game! Kita mulai pertempuran berdarah sampai salah satu dari kita hancur! Atau pertempuran ini tidak akan berakhir!"

"Tentu saj- Eh! Sudah kubilang aku tidak mau main!!"

Sorata berharap Misaki melototinya dengan ekspresi marah, tapi Misaki malah mengambil memori dari konsol video game dan memasukan kaset putih ke dalam konsol.

"Hmph! Oke, oke! Kalau kau benar-benar tidak mau main, kalau begitu bantu aku memeriksa contoh hasil pekerjaanku!"

Sorata penasaran dengan yang akan dilihatnya. Lalu muncul hitungan mundur pada layar televisinya, kau pasti juga pernah melihatnya dalam film-film lama.

"Ini hasil pekerjaan barumu?"

"~Aku baru mengeditnya kemarin lusa, jadi itu masih baru. Silakan dinikmati~"

"Tapi bagian hitung mundur itu tidak terasa baru..."

Setelah hitungan mundur selesai, anime asli buatan Misaki pun muncul di layar televisi. Tidak ada suara, musik, maupun bunyi efek spesial karena belum ada pengisi suara untuk anime itu. Meski begitu, animasinya sangat halus, gerakannya sangat dinamis, dan itu sudah cukup sebagai contoh hasil pekerjaan. Dia bahkan mencampurkan karakter 2 dimensi dengan latar 3 dimensi, menyajikan harmoni gambar modern yang sempurna. Karakter dan latarnya juga digambar sangat indah dan cermat. Seiring dengan sketsanya yang memiliki ritme dan komposisi yang unik. dia berani untuk mengatasi adegan yang intens, sulit memercayainya kalau itu hanya dibuat oleh satu orang saja. Tentu saja itu bukanlah hal yang bisa dibuat seorang pemula, itu benar-benar melampaui kualitas animator kelas atas.

SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei (sering disebut Suiko) tidak hanya memiliki kelas biasa yang dimasuki Sorata, tetapi juga ada kelas jurusan musik dan seni yang ditunjukan untuk segelintir golongan elit. Golongan elit ini datang dari seluruh negeri. Mereka harus memiliki nilai yang sangat tinggi untuk bisa masuk ke sekolah yang memiliki tingkat penerimaan yang sulit itu.

Dan Misaki salah satu dari mereka, dia murid kelas 3 di jurusan seni.

Dia satu-satunya murid yang layak menerima beasiswa dalam sepuluh tahun terakhir sejarah sekolah, namun dia juga satu-satunya murid yang haknya dirampas karena keinginannya yang terus menerus memproduksi anime, dan karena itu dia cukup terkenal di sekolah.

"Luar biasa."

Itulah kesan yang mungkin semua orang akan katakan, tapi Misaki tidak menanggapi Sorata. Dia sepertinya sedang sibuk mengimprovisasikan efek suara dan musik dari mulutnya sendiri.

"~Duar! Duar! Wush! Dor dor dor! 'Takdirmu telah datang!' Brak! Brak! Dang! Dang! Dang! 'Kau terlalu naif, semua yang kaukatakan itu bohong!', 'A-Apa katamu?!', 'Lepas celanamu dan coba lain kali, bocah!' Bruuuuum! Ta-da!"

Tapi, pertunjukan suara yang diberikan Misaki benar-benar tidak cocok dengan videonya.

Dunia macam apa yang ada di pikirannya?

Misaki berhenti sejenak bersamaan dengan layar yang perlahan menjadi hitam.

Durasi videonya berkisar selama lima menit, tapi mungkin karena begitu mengesankan, rasanya durasinya lama sekali.

"Ternyata masih banyak yang harus kukerjakan ulang lebih dari yang kukira."

Misaki mengambil memori dari konsol, rasa heran dan kecewa pun dapat terdengar dari dirinya. Meski dia selalu bicara yang aneh-aneh, tapi dia benar-benar serius dalam melakukan pekerjaannya, aku sangat terkejut.

"Aku tidak lihat bagian yang perlu diperbaiki."

"~Jangan naif, Junior. Pertempuran sesungguhnya bisa dimulai jika kau pikir segalanya sudah sempurna! Dan musuhmu ada di dalam dirimu sendiri!"

"Ah... jadi begitu..."

"~Baiklah... menurutmu apa aku bisa minta bantuan Nanamin mengisi suara anime ini?"

Nanamin yang dia maksud adalah Aoyama Nanami, salah satu teman sekelasnya Sorata sejak kelas satu. Dia ingin menjadi seorang pengisi suara di masa depan, jadi saat ini dia mengikuti les pengisi suara. Dalam angket survei karirnya saat kelas satu, dia dengan antusiasnya mengisi Jurusan Drama saat kuliah nanti. Dan juga dia sama sekali tidak suka dipanggil Nanamin.

Mungkin karena lingkungan unik yang ada di SMA yang berafiliasi dengan Institut Seni Suimei ini, banyak murid yang sudah menetapkan cita-cita mereka dan berusaha mencapainya.

Di Sakurasou ada juga murid kelas tiga yang bertujuan masuk Jurusan Bahasa karena cita-citanya yang ingin menjadi penulis naskah. Ada juga murid kelas dua yang sudah bekerja sebagai programmer dalam perusahaan game, dan dia juga bertujuan untuk masuk ke Jurusan Media.

Tidak seperti murid lain yang sudah memiliki tujuan mereka masing-masing, Sorata mengumpulkan angket survei karirnya tanpa mengisi apa pun. Sepulang sekolah dia di panggil ke ruang guru, dan dipaksa mengisinya kembali sebagai PR musim seminya.

Di sisi lain, Misaki, yang satu tahun lebih tua darinya, mengisi angket survei karirnya 'Masa depanku terlalu cerah, aku tidak bisa melihatnya!' juga dipanggil ke ruang guru, dan dia diceramahi tiga kali lebih banyak dari yang diterima Sorata. Tetapi orang yang menceramahi Misaki terkena serangan balik oleh kata-katanya yang aneh, dan dia terluka sangat dalam olehnya. Saat ini dia sedang cuti, dan mungkin tidak akan kembali dalam waktu yang dekat. Itu kedua kalinya Misaki membuat wali kelasnya trauma, dan Sorata bisa merasakan penderitaan mereka.

"Kalau mau, aku bisa minta bantuan padanya."

"~Kalau begitu tolong ya, bantu aku mengedit bagian perekaman juga."

"Sebagai gantinya traktir aku di kantin sekolah."

"~Tidak masalah~"

Bagi Misaki itu bukan hal yang berat, bahkan jika Sorata memintanya membayari makanannya selama setahun, mungkin dia tidak akan terganggu sedikit pun. Selama musim panas tahun lalu, Misaki mengunggah anime berdurasi 30 menit buatannya ke berbagai situs video, dan itu sukses besar, dia menerima reaksi positif dari satu juta penonton. Berbagai perusahaan pun segera menghubungi Misaki untuk menawarkan pekerjaan untuknya. DVD hasil pekerjaannya mulai dijual Januari ini, dan terjual lebih dari 100.000 kaset, seolah-olah mengejek kondisi ekonomi yang sedang jelek. Sorata pernah mengintip tabungan rekeningnya, dan jumlahnya sudah cukup bagi Misaki untuk bersenang-senang selama sisa hidupnya.

Naskahnya sudah diurus oleh Mitaka Jin, teman masa kecil Misaki dan juga penghuni Sakurasou.

Ceritanya terjadi di sebuah pulau buatan yang jauh dari bumi. Itu adalah kisah fiksi ilmiah yang dimulai dengan seorang laki-laki muda yang tenang yang tinggal di pulau buatan itu, dia bertemu seorang gadis muda dari luar pulau.

Pada awalnya hubungan mereka berjalan baik, tapi lama kelamaan tidak begitu baik dan malah menjadi membosankan. Laki-laki itu sangat cuek, jadi gadis itu mengambil inisiatif untuk mengutarakan perasaan padanya, dia juga berinisiatif pada ciuman pertama mereka. Tapi laki-laki itu sama sekali tidak peduli.

Namun ada sesuatu yang misterius di sekitar mereka yang mengubah titik balik pada tengah cerita.

Suatu hari laki-laki itu mengetahui kalau dunia yang dia tempati adalah kebohongan belaka. Dia tidak tinggal di bumi, melainkan sebuah pulau buatan, sebuah pulau dengan skala yang besar yang mengapung di alam semesta. Bumi yang dia pikir sedang dia tempati telah menjadi planet yang tidak dapat dihuni karena perang mengerikan yang dimulai para manusia.

Laki-laki itu sadar bahwa dia selalu bersikap tak acuh selama 16 tahun hidupnya. Dia berpikir kalau dia hidup di bumi, tapi itu semua kebohongan besar. Dan bukan hanya itu saja, orangtuanya juga bahkan bukan orangtua asli, teman sekelasnya mengetahui hal itu, namun mereka berbohong padanya. Jadi keberadaan gadis itu pun juga suatu kebohongan yang telah dirancang untuk laki-laki itu. Selama 16 tahun hidup yang dia jalani berasal dari naskah yang dibuat seseorang, yaitu pemerintah dunia. Untuk mengakhiri perang yang tak ada habisnya itu, mereka membuat sebuah rencana yang disebut 'Noah's Ark[9].' Seharusnya itu mengurangi rasa sensitif pada kesakitan, kesedihan, kebencian, dan kemarahan pada anak-anak. Atau dengan kata lain, untuk menghilangkan naluri peperangan pada umat manusia. Pulau buatan dalam rencana ini adalah sebagai 'perahu', dan anak laki-laki itu adalah sebagai kelinci percobaan dalam eksperimen mereka.

Rencana mereka bisa dibilang berhasil, anak laki-laki itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah mengetahui kebenaran itu. Dia menjadi panik dan menggigil ketakutan. Akhirnya dia kehilangan akal sehatnya dan menjadi gila karena pikirannya yang kacau. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menghancurkan segalanya yang ada di hadapannya. Dia mengambil kendali dari salah satu senjata raksasa berkaki dua yang melambangkan dunia palsu ini, dan mengubah pulau buatan manusia itu menjadi lautan api.

Saat pemerintah dunia memutuskan untuk memusnahkan anak itu, hanya gadis itu yang datang kepadanya. Gadis itu ingin melindunginya yang telah terkepung oleh tentara, tetapi gadis itu tertembak di dadanya dan meninggal dalam pelukan laki-laki itu.

Setelah gadis itu meninggal, laki-laki itu sadar bahwa di dunia palsu itu masih ada suatu kebenaran. Yaitu perasaan yang dia miliki pada gadis itu, dan kelembutan sikap yang gadis itu tunjukan padanya.

Lalu laki-laki itu menangis untuk pertama kali dalam hidupnya. Itu adalah air mata penyesalan, yang secara ajaib membawa para penonton pada adegan kehangatan yang klasik.

Sorata juga meneteskan air matanya saat dia pertama kali melihatnya, dia benar-benar tidak berdaya melawan kisah yang dibuat oleh kinerja yang luar biasa.

Itu adalah hasil pekerjaan Misaki sendiri. Setiap tata letak, konsep, sketsa, komposisi, gambar, animasi, pewarnaan, paduan latar belakang, potretan, efek gambar, pemotongan, rekaman, campuran audio, dan bahkan pengeditan video yang harus dilakukan pekerja yang berbeda dalam setiap perusahaan, semua dilakukan sendiri oleh Misaki.

Dia tidak hanya pandai menggambar animasi 2 dimensi, tapi juga 3 dimensi. Dia menciptakan kinerja yang dipadukan dengan keterampilan dan seleranya.

Meskipun bagian audionya diserahkan pada temannya yang ada di kelas musik, Misaki tetap harus menyelesaikan banyak hal lain dalam standar yang sangat tinggi.

Anime buatan Misaki membuat Sorata merasa di dalam lubuk hatinya bahwa Tuhan itu tidak adil, Misaki diberkahi bakat yang sangat abnormal, sedangkan dia tidak diberkahi apa pun.

"~Baiklah! Ayo kerjakan ulang sekarang!"

Misaki berdiri dan meregangkan badannya. Dia tiba-tiba tidak tertarik lagi dengan Sorata dan keluar dari kamar. Suara nafas yang berat terdengar bersamaan dengan Misaki yang menaiki tangga lalu berjalan di lantai dua, kebetulan kamar Sorata berada tepat di bawah kamar Misaki.

"Aku benar-benar harus segera keluar dari sini sebelum aku jadi gila..."

"Maaf mengganggu."

Tepat setelah Misaki pergi, sosok lain muncul di depan pintu. Dandanannya benar-benar terlihat tebal, dan pakaiannya seperti terlihat sudah siap untuk pertarungan. Dia adalah guru seni rupa, Sengoku Chihiro. Dialah satu-satunya guru yang ditugaskan menjadi pengawas di Sakurasou dan tinggal bersama Sorata dan yang lain. Tapi dia tidak serius mengerjakan tugasnya sebagai pengawas...

"Ih... dandanan Ibu... seperti kupu-kupu malam saja, tapi Ibu terlihat seperti ngengat malam."

"Bocah sepertimu tidak akan mengerti hal dewasa seperti ini."

Yang lebih buruknya, Chihiro mengedipkan satu matanya, kau bisa mendengar suara maskara tebalnya.

Menahan rasa jijiknya, Sorata mengeluarkan senyum yang kaku.

"Ya... pokoknya, jangan bilang aku tidak pernah memperingatkanmu."

"Jangan khawatir, hari ini aku pasti akan menemukan suami masa depanku, jadi tunggu saja."

"Jadi, itu saja yang ingin Ibu katakan padaku?"

"Kenapa aku repot-repot ke sini hanya untuk mengatakan itu padamu?"

"Kenapa aku repot-repot mau mendengarkan Ibu mengatakan itu padaku?"

"Kau tidak perlu membalas semua perkataanku. Tapi... ini..."

Dia memberi foto seseorang kepada Sorata, seorang gadis berumur lima atau enam tahun.

"Ibu kebanyakan mengigau, ya?"

"Itu sepupuku, mulai hari ini dia akan pindah ke Sakurasou."

"Ahh."

"Namanya Shiina Mashiro, dia akan tiba di stasiun jam 6 sore, jemput dia."

"Hah?"

"Kubilang dia akan tiba di stasiun jam 6 sore, jadi aku ingin kau pergi menjemput dia. Kau mendengarkanku, 'kan?"

"Aku sudah dengar, makanya aku bingung!"

"Ayolah, aku ada acara minum-minum, mereka semua dokter, tahu, dokter! Itu jarang sekali. Jadi ayolah, kau tahu 'kan kalau aku tidak bisa merubah jadwalku. Dan kalau dilihat-lihat, sepertinya kau sedang tidak ada kerjaan, 'kan? Malah sejujurnya, kau tidak pernah terlihat sibuk."

"Dan Ibu bicara hal yang tidak pantas dikatakan seorang guru... Suasana hati ibu sedang baik sekali, ya? Aku terkejut. Tapi aku tidak bisa membantumu hari ini, karena aku harus mencari tahu keinginanku untuk masa depan."

"Apa maksudmu?"

"Ibu yang menyuruhku mengisi ulang angket survei karirku, 'kan?!"

"Ah... tulis saja 'pilot' atau sesuatu, dan masalah beres."

"Memangnya aku anak SD?!"

"Kalau begitu tulis saja ingin jadi kaya."

"Itu bahkan lebih buruk!"

"Dasar anak pelit. Kalau kau bingung tulis saja 'Melanjutkan ke sekolah tinggi' lalu para guru akan senang."

"Bisa Ibu minta tolong pada Jin saja? Dia juga sedang tidak ada kerjaan."

"Si tukang menginap itu sedang tidak ada di sini. Mungkin hari ini dia sedang memakai wajah tampan yang dibanggakannya itu untuk menggoda wanita, dan memakai bagian bawah tubuhnya untuk membuat wanita melayang."

"Apa Ibu ini benar-benar seorang guru?! Astaga, apa Ibu tidak punya rasa malu?! Aku bahkan tidak tahu harus bilang apa!!"

"Malu? Maaf, kutinggalkan di testis Ayahku."

"Uwah! Astaga! Pertama kalinya aku mendengar seorang wanita bilang testis! Seseorang yang sudah melewati masa level 30 dan berubah jadi Amazoness[10] memang beda. Kekuatan umur 30 tahunnya sangat hebat."

Alis Chihiro mengerut.

"Siapa yang 30 tahun?! Umurku masih 29 tahun dan 15 bulan!"

Dia menginjak lantai sekuat tenaga sampai terasa mengguncang, Sorata sampai tidak jadi ingin menjawab 'Pejuang Amazoness memang hebat.'

"Ya... bagaimana dengan Akasaka? Dia pasti ada di sini, 'kan?"

Sorata melihat ke arah dinding kamar. Di kamar nomor 102 tinggal seorang programmer yang seangkatan dengannya, Akasaka Ryuunosuke.

"Tidak mungkin pengurung diri mau keluar. Cobalah pikirkan dulu sebelum bicara. Ah... aku bisa telat kalau tidak berangkat sekarang. Kuserahkan sepupuku padamu. Pastikan kau menjemputnya!"

Chihiro membanting pintu dengan keras, membuat engsel pintu menjadi longgar sehingga menjadi miring. Para kucing mencoba menenangkan Sorata dengan suara 'meong'-nya, seolah ingin mengatakan kalau memperbaiki pintu itu akan sia-sia saja.

Sorata memelototi Chihiro dari belakang, sambil berharap Chihiro akan gagal dalam pencariannya.

Setelah itu dia mengambil ponselnya di lantai dan mengirim pesan pada Ryuunosuke.

Dia menerima balasan yang sangat cepat.

「Saat ini Tuan Ryuunosuke sedang mengembangkan middleware untuk PT. S yang digunakan sebagai kompresor audio. Kedengarannya membosankan, tapi dia terus melakukannya karena tanggung jawabnya. Jadi meskipun Sorata mengirim pesan, aku tidak bisa memberinya pada Tuan Ryuunosuke. Maaf atas gangguan ini, kuharap kau mengerti.

- Dari Maid-chan yang juga bertanggung jawab sebagai sekretaris~」

Maid-chan[11] adalah AI[12] yang dikembangkan oleh Ryuunosuke untuk menjawab pesan secara otomatis. Sorata tidak tahu jelas bagaimana dia dibuat, tapi Maid-chan benar-benar emosional, dan sangat cerdas. Dia memiliki cara bicara yang tidak terlalu formal, dan sedikit membuat kesalahan ejaan di sana-sini. Meski begitu, balasannya sangat akurat dan cocok.

Dan itu sangat menarik, terkadang dalam waktu senggangnya, Sorata sering meminta nasihat soal kehidupan darinya, bahkan dia pernah mencoba menggodanya.

Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermain-main dengan penjawab pesan otomatis.

Dia mengirim pesan lagi, dan berharap balasan lain.

Kali ini dia langsung mendapat balasan dengan sekejap.

「Kalau kau terus mengganggu, akan kukirimkan virus kepadamu. (Hihi)

- Dari Maid-chan yang mampu membuat virus~」

"Wah, gawat!"

Takut ada apa-apa, Sorata langsung mengirimkan pesan minta maaf.

Dia telah mengirimnya sebelum mendapat sebuah program yang dapat menghancurkan sistem ponselnya, mengubah ponsel barunya jadi sampah.

「Baguslah jika kau sudah mengerti. Ah... tapi sayang sekali aku tidak bisa memakai virus ini, padahal aku sudah berjuang keras membuatnya.

- Dari Maid-chan yang berharap menjadi manusia~」

Sorata mengirimkan pesan minta maaf lagi, dia merasa harus lebih berhati-hati kepada AI ini. Kemudian dia menghela nafas...

"Ah... semua murid dan guru di sini benar-benar aneh. Aku benar-benar harus segera keluar dari sini, pikiranku lama-lama rasanya jadi gila... Aku hanya ingin kembali ke kehidupanku yang biasa..."

"Seseorang tolong aku."

Dia melihat foto yang diberikan padanya.

Seorang gadis yang berkulit putih itu mengenakan topi jerami yang besar dengan pakaian yang putih bersih. Ekspresinya pucat, dan meskipun dihadapkan pada kamera, dia tidak tersenyum. Dia memiliki ekspresi yang kosong, dan sepertinya dia menatap pada sesuatu yang ada di balik lensa kamera.

Mungkin karena ekspresi kosong yang terlihat darinya, Sorata merasakan rasa sakit di dalam dirinya.

Gadis itu mengingatkan Sorata pada sesuatu.

Lalu kucing di sebelahnya mengeong.

"...Begitu, dia mengingatkanku pada saat pertama kali aku menemukan kalian."

Sambil melihat kucing meringkuk di kakinya, dia membayangkan seorang gadis kecil duduk menatapnya dari dalam kardus. Itu saja sudah cukup membuat Sorata hampir jatuh pingsan.


Bagian 2

Jalan tercepat dari Sakurasou menuju stasiun adalah melewati 'Lajur Perbelanjaan Bata Merah'. Tempat itu menakjubkan, bergaya retro, dan tempat bersejarah. Dilahirkan dan dibesarkan di sini, Sorata teringat jalan ini sebagai salah satu dari banyak tempat dia bermain ketika dia kecil. Dengan begitu, kebanyakan orang di sini menyapanya ketika dia pergi melewati jalanan di situ.

Penjual ikan akan berkata :

"Oh, bukankah kau si bocah Kanda? Ikan makarel hari ini bagus."

Pemilik toko daging jauh di bagian depan akan berkata:

"Yahaa, bukankah kau Sorata? Apa yang ingin kau beli hari ini? Aku bisa memberimu sepotong kroket, ada di rumah."

Sorata tidak membeli apapu, tapi dia mengambil sepotong kroket dari seorang wanita baik hati.

"Sorata, aku sudah lama tidak melihatmu. Sekolahmu yang sekarang di Suiko, bukan?"

Itu adalah temannya dari sekolah menengah yang sedang menjaga toko sayur sekarang.

Ikatan antar tetangga yang menghilang dari kota-kota urban masih ada di jalan ini.

Mungkin mengembangkan kembali jalan ini tidak memberi banyak keuntungan untuk siapapun. Selain itu : Setiap orang menyukai kota dari Universitas Seni Suimei sebagaimana adanya.

Sekitar tiga tahun yang lalu, di situ dibuka sebuah supermarket besar yang menawarkan produk yang murah dan sangat bervariasi. Akan tetapi, Sorata masih menyukai lajur perbelanjaan ini. Ini adalah tempat yang nyaman baginya.

Dan perasaan semacam inilah yang orang-orang yang tinggal di sekitar sini menopang lajur perbelanjaan hingga kini juga rasakan

Mengisi mulutnya dengan kroket tersebut, Sorata tiba di stasiun sebelum dia menyadarinya.

Sekalipun stasiun tersebut dinamai sebagai Stasiun Universitas Seni, bahkan orang dewasa membutuhkan waktu lima belas menit untuk berjalan dari sini menuju universitas. Setiap tahun ada murid tidak dikenal yang terburu-buru pada menit terakhir, akan jatuh korban dan meratapi kesialannya. Hal ini menjadi sebuah cerita terkenal di sekitar sini.

Ada hanya ada satu pembatas di stasiun ini, jadi penduduk di sisi lain harus berjalan menyeberang untuk membeli tiket, yang sangat menyusahkan.

Sorata menunggu pada pagar bundar besi yang berada di depan pembatas.

Dia mengeluarkan foto dari dompetnya dan menatap pada gadis tersebut lagi.

Namanya adalah Mashiro Shiina.

Nama yang aneh.

Chihiro bilang dia adalah sepupunya, tapi perbedaan usia mereka terlihat besar.

Ketika dia sedang memikirkan ini, kereta berikutnya telah memasuki stasiun.

Normalnya murid-murid SMP dan SMA akan turun dari kereta dalam kelompok-kelompok sekitar waktu ini, yang mana setelah waktu sekolah. Akan tetapi, sekarang adalah waktu libur musim semi. Hanya ada sekelompok penumpang tak dikenal yang seseorang tidak dapat tebak umur dan apa yang mereka kerjakan dari cara mereka terlihat.

Walau begitu, Sorata mengenali sebuah wajah dari beberapa. Pemilik dari wajah tersebut juga mengenalinya. Dia melebarkan matanya dengan terkejut dan berjalan kepadanya dengan langkah-langkah ringan.

"Apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak sedang menungguku, 'kan?"

"Tidak."

"Tentu saja tidak."

Mitaka Jin tersenyum. Sorata tidak berpikir ada sesuatu lucu walau begitu.

Jin memiliki rambut berwarna coklat, jangkung dan ramping. Seseorang dapat merasakan kegagahannya ketika dekat dengannya, tapi kelembutannyalah yang terpancar secara keseluruhan.

Kacamata bening dan bercahaya yang dia kenakan memberi kesan intelektual. Dia tampan tanpa cacat, bahkan dalam pendapat Sorata.

Karena ini Sorata dapat mengerti mengapa dia begitu populer. Tidak mengherankan untuk melihat tanda ciuman di lehernya, itu adalah urusan sehari-hari.

Jin tinggal di kamar Sakurasou nomor 103. Keahliannya adalah menebak ukuran dari pakaian wanita.

Apa yang sedang kau pegang di tanganmu? Sangat wangi."

Jin mengintip ke dalam kantung kecil berisi kroket. Rasa ingin tahu seperti anak kecil muncul di wajahnya, meskipun sikapnya tidak membingungkan dan dewasa.

"Ini adalah kroket yang tukang daging berikan padaku dalam perjalananku kemari."

"Bagus. Tolong beri aku sedikit. Aku baru makan sarapan hari ini."

Jin memasukkan kroket ke dalam mulutnya, terlihat seakan dia memakannya dengan bersemangat.

"Kau hebat, Sorata."

"Eh?"

"Kau mendapatkan kroket seenak ini hanya dengan berjalan melewati lajur perbelanjaan tersebut. Kau jenius. Aku salut padamu."

"Kau lebih hebat karena bisa membuat wanita-wanita hamil hanya dengan melewati jalanan."

"Hei. Aku sudah menggunakan tindakan pencegahan bagus."

"Dan apakah anime Misaki-sempai diterima dengan baik?"

Jin menulis naskah anime.

"Itu hanya karena dibuat oleh Misaki. Dia sudah aneh sejak lama. Mmm...enak. Aku suka kroket di sini."

Merasa bahwa Jin ingin mengubah subjek pembicaraan, Sorata berhenti menggali lebih jauh dengan pertanyaannya.

"Aku akan menyampaikan rasa terima kasihku pada wanita yang telah memberiku kroket nanti. Biar kukatakan padanya bahwa kaulah yang memujinya."

"Benar. Kau adalah penduduk di sini."

"Ya."

"Lalu kenapa kau masih tinggal di dalam asrama?"

"Kenapa kau memikirkan pertanyaan seperti itu di saat ini? Tapi tak usah dipikirkan, bukan hal yang khusus.

Itu terjadi sekitar setahun yang lalu. Saat itu adalah hari ketika dia mendapat hasil dari ujian SMA-nya.


Sorata bahkan tidak bermimpi bahwa dia diterima masuk sebuah universitas. Untuk merayakannya, dia pergi karaoke dengan teman-temannya, menyanyi dan bermain dengan gembira luar biasa.

Menyanyi hingga tengah malam dan pulang setelah itu, dia disambut oleh ayahnya yang berdiri di ruang keluarga bagaikan Nryana[13].

"Kau sudah menjadi murid SMA. Kurasa ayah akan memberimu hak untuk memilih."

"Apa?"

"Baik ikut dengan kami ke Fukuoka, atau tinggal di sini sendiri."

Apa yang ayahnya katakan sambil menyilangkan lengannya di depan dada sama sekali tidak dapat dipahami.

Sorata menatap tanpa daya pada ibunya yang sedang mencuci piring sambil menyenandungkan sebuah lagu.

"Begini, ayah tiba-tiba dipindahkan ke tempat kerja yang baru."

"Oke. Lalu?"

"Lalu kau harus memilih untuk ikut dengan kami atau tinggal di sini."

"Tunggu. Bukankah ayah akan ke sana seorang diri?"

"Apa yang kaubicarakan? Nak, jika ayah melakukannya, ayah akan kesepian."

"Ayah seharusnya menahan diri membicarakan hal menjijikkan seperti kesepian, ayah!"

"Dan karena itu, ayah juga akan membawa ibu dan Yuuko dengan ayah."

"Kenapa ayah tidak membawaku juga?"

"Karena baik kau ada atau tidak, tidak berdampak pada ayah kesepian atau tidak."

"Oh, begitukah? Bagaimana dengan sekolah Yuuko?"

"Dia sudah pindah sekolah."

"Itu terlalu cepat!"

Bagaimanapun, Sorata tidak keberatan. Dia bisa mendapatkan kehidupan mandiri yang dia inginkan akhirnya.

"Ngomong-ngomong, ayah sudah pergi ke agen perumahan dan sudah memutuskan untuk menjual rumah ini."

"Tunggu! Ayah memutuskan terlalu cepat!"

"Ayah sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup ayah yang dipenuhi dengan Mentaiko[14]."

"Apa ayah sudah gila?! Sadarlah! Dunia apa yang dipenuhi dengan Mentaiko? Segera minta maaf pada Fukuoko! Ada lebih banyak hal baik di situ!"

"Tenang. Ayah mendukung Hawks[15].

"Siapa peduli?!"

"Ibu, aku tidak tahan lagi. Aku sama sekali tidak bisa bicara dengan anak lelakiku dalam masa pubertasnya. Aku tidak pernah tahu masa pubertas begitu sulit."

"Tunggu sebentar! Kenapa ayah ingin mengakhiri percakapan kita seakan ini salahku?!"

Ayahnya pergi dan memasuki kamar mandi dengan terburu-buru, terlihat tidak ingin berbicara lagi. Tapi Sorata tidak ingin mengejarnya. Bagaimanapun, siapa yang mau melihat ayah sendiri telanjang?

Ibunya kemudian duduk di depannya.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan? Ini adalah pilihan seumur hidup."

"Apakah brosur promosi sekolah masih ada? Berapa biayanya untuk hidup di asrama?"

"Disebutkan biayanya lima puluh ribu yen untuk sarapan dan makan malam."

Ibunya menyunggingkan senyum jahat di wajahnya.

"Sial. Masih ada jalan jika aku bekerja atau semacamnya."

"Eh. Kenapa? Kenapa? Kenapa Onii-chan tidak ikut dengan kita?"

Yuuko, adiknya, dalam piyama kekanakan berwarna merah muda menyela tiba-tiba.

Dia menyambar tangan Sorata dan menangis: 'Kenapa? Kenapa' Kemudian dia bergulingan di lantai.

"Aku ingin bersamamu, Onii-chan. Tidakkah kau peduli tentang terpisah dariku? Tidak bisa dipercaya!"

Adik perempuan Sorata akan berada di tahun keduanya di SMP bulan April ini, tapi sifat kekanak-kanakannya cukup mengkhawatirkan. Kondisi tubuhnya lemah sejak lama, dan sebagai hasilnya dia selalu bergantung pada Sorata untuk melindungi dan menjaganya. Dan karena itu orang pertama yang akan tidak setuju pada kepindahan ayahnya adalah adiknya.

"Aku tidak ingin menyerahkan sekolah yang telah kuusahakan keras untuk masuk juga."

"Motivasimu untuk masuk sekolah itu hanyalah karena yang paling dekat dengan rumah kita! Kalau begitu menemukan sekolah terdekat di Fukuoka sudah cukup! Bagaimanapun, motivasimu tidak murni!"

Setelah itu, Yuuko masih tidak mau menyerah. Dia terus-menerus mencoba membujuk Sorata, mencoba membawa Sorata dengannya bagaimanapun juga.

Yuuko melihat tatapan teguh Sorata dan hampir menangis. Sorata merasa amat sangat tidak nyaman tentang ini. Pada akhirnya, Yuuko menjadi diam karena perkataan ibunya:

"Sudah cukup. Berhenti keras kepala, kalau tidak kakakmu akan membencimu."

Dia sudah bersama ibunya selama tiga belas tahun bagaimanapun. Dia tahu bagaimana menanganinya.

"Aku mengerti... Aku akan menyerah pada Onii-chan kalau begitu..."

Yuuko kembali ke kamarnya, dengan mata yang terlihat seperti seekor kuda poni yang terjual.

Hari berikutnya, Sorata telah menyelesaikan prosedur untuk masuk Suiko dan untuk tinggal di asramanya. Di sisi lain, keluarganya sibuk bersiap-siap untuk pindah.


Ini baru terjadi setahun yang lalu, tapi Sorata merasa seperti itu terjadi jauh lebih lama.

Ketika dia mencapai puncaknya, Jin tertawa dengan kepala tertunduk.

"Keluargamu benar-benar membuat iri."

"Itu semua karena ayahku yang bodoh."

"Tapi setidaknya itu bukan karena alasan serius. Aku tidak siap untuk cerita tragis apapun."

"Seperti keluargaku yang terpecah, atau ayahku yang menghilang?"

"Benar."

Jin tersenyum tulus. Dia pasti biasa menggunakan wajah ini untuk menundukkan wanita, pikir Sorata.

"Jadi, apa yang kaulakukan di sini?"

"Ah, ini."

Sorata menunjukkan foto yang dia dapat dari Chihiro kepada Jin.

"Gadis yang manis."

"Ya."

"Dia sekitar lima tahun, 'kan?"

"Kupikir juga begitu."

"Apakah dia adikmu?"

"Bukan."

"Yah. Oke. Aku mengerti."

"Apa yang kaumengerti?"

"Pergilah ke polisi, Sorata. Akui bahwa kau adalah seorang pedofil. Dan katakan pada mereka kau adalah seorang penghasut hal-hal mesum yang diduga di sini. Aku akan pergi denganmu."

"Kenapa kau mengatakan hal itu dengan wajah serius begitu?! Bukan itu maksudku! Ini hanya seorang guru yang ingin aku untuk pergi ke stasiun untuk menyambut gadis ini!"

"Apa? Itu yang terjadi? Membosankan."

"Kau pikir akan lebih menarik jika aku seorang mesum?"

"Itu lebih menarik dari kenyataan membosankan di mana kita berada, bukan begitu?"

Sorata tidak dapat memutuskan bagaimana seriusnya Jin ketika mengucapkan perkataan tersebut dengan ekspresi ini.

Setelah percakapan bodoh mereka terhenti sejenak, sebuah taksi hitam dikemudikan dalam dan berhenti di stasiun taksi sekitar sepuluh meter dari Sorata.

Sorata tidak sengaja menangkap sekelebat bayangan seorang gadis muda mengenakan seragam Suiko yang akran dari bangku belakang.

Itu adalah sebuah seragam baru, karena dia tidak terlihat terbiasa memakainya. Dia membawa sebuah koper coklat di kedua tangannya dan melihat pada taksi yang pergi dengan ekspresi bosan.

Mata yang berwarna sedikit merah bagaikan burung phoenix memberinya sedikit kesan penampilan dewasa. Tetap saja, dia seharusnya berada di generasi yang sama dengan Sorata karena dia mengenakan jenis seragam yang sama.

Kulit putih pucatnya terlihat seakan mewarnai sekelilingnya dengan warna putih.

Sangat terpesona dengan pemandangan menakjubkan ini, pandangan mata Sorata terpaku padanya, menghalangi segala sesuatu di pikirannya, dan hanya pada dunia putih yang ada di hatinya. Dia secara bertahap mulai tidak mampu melihat hal lain di sekeliling gadis itu, dan menjadi sulit bernapas. Dia bahkan lupa di mana dia berada saat ini.

Gadis muda itu terlihat seakan dia sedang berdiri di atas lapisan es sendirian. Sorata telah menjadi budak dari kesalahpahaman tersebut.

Sakurasou v1 p045.jpg

"Gadis itu terlihat unik. Aku benar 'kan, Sorata?"

"[...]"

"Sorata?"

Sorata merasa bahwa Jin mengatakan sesuatu, tapi dia memperhatikan untuk mendengar apa itu.

Gadis tersebut berjalan ke arahnya perlahan dan tenang. Jika seseorang menggunakan kucing untuk menggambarkannya, dia seperti seekor kucing Iriomote[16]... Dia memiliki kelimpahan di dalam dan memancarkan perasaan keberadaan yang kuat, namun juga memiliki suasana yang berbahaya di sekelilingnya yang membuatnya menjadi salah satu spesies yang terancam punah. Seolah menghilang di udara yang tipis jika seseorang melihat ke arah lain, dia memberikan kegelisahan kepada siapapun yang melihatnya.

Dia duduk di bangku panjang di sebelah lingkaran tanpa suara seperti boneka.

Dia sekitar enam meter jauhnya dari Sorata.

Karena rasa gugup yang aneh, Sorata menelan keras ludahnya.

"Meskipun dia begitu menggemaskan, tidak sopan hanya memelototinya dengan rakus. Aku bisa sangat setuju kalau dia adalah tipe yang kausukai."

"[...]"

"Dia memancarkan perasaan dari seseorang yang sehingga orang akan ingin lindunginya."

"Baiklah. Biarkan aku menggunakan kekuatan spesialku untuk membantumu. Yah. Tinggi : 162 cm. Berat : 45 kilogram. Ukurannya dari atas ke bawah adalah 79, 55, 78. Aku tidak mungkin salah untuk hal ini. Apakah kau khawatir dia rata? Jangan menjadi pesimis. Karena pinggulnya kecil, ukuran dadanya seharusnya lebih besar dari apa yang dibayangkan setelah dia melepaskan bajunya. Percaya padaku."

Sorata akhirnya mulai mendengarkan apa yang Jin katakan.

"Apa yang kau katakan, Jin-senpai?"

"Itu karena kau begitu mudah untuk dimengerti."

Bahkan meskipun dia diseret balik ke dunia nyata dari dunia mimpinya, Sorata tidak dapat melepaskan pandangannya dari gadis tersebut. Wajah gadis tersebut terlihat akrab, sehingga dia mulai mencari jawaban darinya.

Yang mengejutkan, jawabannya ditemukan dengan cepat.

"Ah. Ya."

"Oke. Oke. Kau tidak perlu malu."

"Bukan. Dia."

Dia menjadi semakin percaya pada dirinya sendiri setelah mengucapkannya.

"Hah? Itu dirimu yang seharusnya kutanyakan. Apa yang kaubicarakan?"

"Aku selalu berpikir dia akan tiba dengan kereta."

"Apakah otakmu tidak apa-apa?"

"Mak-sud-ku. Foto. Ini!"

Sorata mengangsurkan foto yang dia dapat dari Chihiro ke Jin.

"Aku tidak mengerti dirimu, serius."

"Lupakan."

Sorata bangkit dari pagar besi dan mendekati gadis muda yang sedang duduk di bangku.

"Kau ingin jadi warna apa?"

Sorata tidak tahu itu adalah suara gadis itu mulanya.

Dia pasti mendengarnya jika dia tidak terlalu memfokuskan diri padanya.

Sorata bertemu mata dengannya, yang melihat ke atas. Itu membuatnya ragu-ragu.

"Aku?"

Dia mengangguk ringan.

"Aku tidak pernah memikirkannya."

"Silakan."

"Aku tidak begitu yakin apa yang akan kupikirkan di masa depan, tapi hari ini adalah iridescent [17]..."

"Apakah itu warna?"

"Sebenarnya itu adalah warna yang seperti pelangi. Dalam pengertian lain itu adalah sebuah warna ambigu."

"Sangat menarik."

"Bagaimana denganmu?"

"Eh?"

"Kau ingin menjadi warna apa?"

"Aku tidak pernah memikirkannya."

"Apa?"

"Mungkin putih saat ini."

"Itu sama dengan namamu."

"[...]"

Dia melihat Sorata dengan terkejut.

"Maaf. Aku bukan orang yang mencurigakan. Aku Kanda Sorata, dan Chihiro-sensei memanggilku untuk menyambutmu. Kau pasti tahu tentang ini, ya 'kan?"

"Dipanggil Chihiro-sensei?"

"Apa...Sensei benar-benar tidak masuk akal."

Sorata mengeluarkan foto tersebut dan membandingkannya dengan gadis yang ada di depannya. Hal yang mustahil untuk mengenalinya hanya dengan melihat ke foto. Sorata dapat mengenalinya karena perasaan yang sama yang dia pancarkan padanya.

Gadis muda di depannya adalah Mashiro Shiina.

"Dari berapa tahun yang lalu foto ini sensei berikan padaku? Umurnya sudah tiga kali lipat sekarang."


Catatan Penerjemah

  1. Tatami: Tikar yang dipakai sebagai lantai pada kamar tradisional Jepang.
  2. Sakurasou: Asrama Sakura, saya akan menyebutnya Sakurasou.
  3. Koushien (甲子 园):. Koshien adalah lokasi Stadion Koshien, tempat diadakannya Turnamen Basket SMA Tingkat Nasional di Jepang
  4. Soutai: Lomba Olahraga SMA (Di Indonesia ibaratnya O2SN).
  5. 87-56-85: Adalah ukuran payudara, pinggang, dan paha.
  6. Mawashi: Kain pinggang pesumo.
  7. Tawashi: Sikat.
  8. Watashi: Aku.
  9. Noah's Ark: Perahu Nuh, sejarahnya >en.wikipedia.org/wiki/Noah's_Ark.
  10. Amazoness: Amazoness adalah prajurit Amazon yang tinggal di distrik Saitama, bersama para bawahannya yang bertopeng Tengu (semacam setan).
  11. Maid-chan: Saya memakai -chan karena itu nama penuh yang dibuat Akasaka.
  12. AI(Artificial Inteligence): : Kecerdasan buatan.
  13. Nryana: Seorang dewa kuno yang memiliki kekuatan hebat.
  14. Mentaiko (明太子): Telur ikan cod dengan saus cabai.
  15. Hawks: Fukuoko softbankhawks adalah tim bisbol terbaik di Jepang.
  16. Iriomote cat: Sebuah subspesies langka kucing macan tutul, asli dari Jepang .
  17. Iridescent: Bagian dari permukaan yang berubah warna ketika dilihat dari sudut yang berbeda.
Mundur ke Prolog Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 2