Difference between revisions of "Hakomari (Indonesia):Jilid 1 Ke-27753 kali"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 3: Line 3:
 
Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.
 
Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.
   
Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk
+
Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba, meski sedikit, untuk menarik perhatianku?
   
  +
Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar ketika aku memandangnya.
membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba,
 
 
meski sedikit, untuk menarik perhatianku?
 
 
Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar
 
 
ketika aku memandangnya.
 
   
 
“…Mogi-san”
 
“…Mogi-san”
Line 21: Line 15:
 
“Eh?”
 
“Eh?”
   
Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya
+
Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang kuajukan adalah wajah yang kebingungan.
 
tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang
 
 
kuajukan adalah wajah yang kebingungan.
 
 
Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan
 
   
saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?
+
Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?
   
 
Kenapa Aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?
 
Kenapa Aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?
Line 45: Line 33:
 
“T-tidak…Tidak ada!”
 
“T-tidak…Tidak ada!”
   
Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu
+
Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.
 
hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku
 
 
tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.
 
   
 
Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.
 
Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.
Line 59: Line 43:
 
Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.
 
Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.
   
Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini?
+
Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini? Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.
 
Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.
 
   
 
Tapi—itu tidak mungkin.
 
Tapi—itu tidak mungkin.
   
Kau lihat, berapa kalipun kucoba—<u>Aku tetap tidak bisa
+
Kau lihat, berapa kalipun kucoba—<u>Aku tetap tidak bisa mengingatnya</u>.
 
mengingatnya</u>.
 
 
Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku
 
 
tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku
 
 
jatuh cinta padanya!
 
 
Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau Aku memang
 
 
tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian
 
 
spesial apapun?
 
 
Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku
 
 
tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.
 
   
  +
Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku jatuh cinta padanya!
Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena
 
   
  +
Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau Aku memang tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian spesial apapun?
fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan
 
   
  +
Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.
apa-apa.
 
   
  +
Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan apa-apa.
Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini
 
   
adalah cinta yang tiba-tiba—
+
Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini adalah cinta yang tiba-tiba—
   
 
“—Tidak mungkin…”
 
“—Tidak mungkin…”
   
Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa
+
Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa kupikirkan. <u>benar-benar cinta yang tiba-tiba</u>.
   
  +
“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang UKS?”
kupikirkan. <u>benar-benar cinta yang tiba-tiba</u>.
 
   
  +
Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini tidaklah bohong.
“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang
 
 
UKS?”
 
 
Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja
 
 
senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini
 
 
tidaklah bohong.
 
   
 
“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”
 
“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”
   
Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah
+
Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah suatu kesalahan. Tapi semakin Aku menimbangnya, semakin terlihat kebenarannya bagiku.
 
suatu kesalahan. Tapi semakin Aku menimbangnya, semakin
 
 
terlihat kebenarannya bagiku.
 
   
 
Aku belum tertarik pada Mogi-san.
 
Aku belum tertarik pada Mogi-san.
Line 127: Line 79:
 
“—Ah, begitu rupanya.”
 
“—Ah, begitu rupanya.”
   
Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di
+
Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.
 
tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.
 
 
Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-
 
 
san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah
 
   
  +
Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah jatuh cinta. Jadi kapan?
jatuh cinta. Jadi kapan?
 
   
 
Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.
 
Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.
   
<u>Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang
+
<u>Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang terjadi karena ‘Rejecting Classroom’</u>.
   
  +
Ah, Aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.
terjadi karena ‘Rejecting Classroom’</u>.
 
   
  +
Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku — bagaimana Aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya Aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya perasaanku yang akan semakin kuat.
Ah, Aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin
 
   
  +
Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting Classroom’.
mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan
 
   
  +
Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada keraguan dalam cinta ini.
saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.
 
   
  +
Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya tidak ada?
Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku —
 
   
  +
Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi Aku sedikit merasa kalau Aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru muda itu.
bagaimana Aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya
 
 
Aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa
 
 
membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak
 
 
bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya
 
 
perasaanku yang akan semakin kuat.
 
 
Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang
 
 
segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta
 
 
ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting
 
 
Classroom’.
 
 
Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada
 
 
keraguan dalam cinta ini.
 
 
Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya
 
 
tidak ada?
 
 
Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal
 
 
itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi Aku sedikit
 
 
merasa kalau Aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru
 
 
muda itu.
 
   
 
Tidak, Aku memang tahu itu.
 
Tidak, Aku memang tahu itu.
   
Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari
+
Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari ini.
 
ini.
 
 
Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih
 
   
dari siapapun untuk mengambil kembali ingatannya.
+
Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih dari siapapun untuk mengambil kembali ingatannya.
   
   
Line 207: Line 117:
 
Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.
 
Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.
   
Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya
+
Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.
   
  +
Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah rotinya dengan bosan.
mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.
 
 
Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah
 
 
rotinya dengan bosan.
 
   
 
Kali ini Akulah yang mendatanginya.
 
Kali ini Akulah yang mendatanginya.
   
Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku
+
Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah membuat dinding besar, cukup untuk menambahkan tekanan sendirian.
 
meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah
 
 
membuat dinding besar, cukup untuk menambahkan tekanan
 
 
sendirian.
 
   
 
“…Otonashi-san.”
 
“…Otonashi-san.”
   
Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi,
+
Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi, Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi Aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.
 
Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak
 
 
mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi
 
 
Aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.
 
   
 
“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”
 
“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”
Line 243: Line 137:
 
“Otonashi-san.”
 
“Otonashi-san.”
   
Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah
+
Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah hati.
 
hati.
 
 
Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang Aku
 
 
katakan. Kalau begitu Aku cukup membuat dia tidak bisa
 
 
mengindahkanku.
 
   
  +
Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang Aku katakan. Kalau begitu Aku cukup membuat dia tidak bisa mengindahkanku.
Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika Aku
 
   
  +
Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika Aku memikirkannya.
memikirkannya.
 
   
 
“…Maria.”
 
“…Maria.”
Line 263: Line 149:
 
“Ada yang ingin kubicarakan.”
 
“Ada yang ingin kubicarakan.”
   
Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak
+
Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak mengatakan apapun.
   
  +
Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya melihat kami sambil menahan napas mereka.
mengatakan apapun.
 
   
  +
Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan menghela.
Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya
 
   
  +
“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu. Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”
melihat kami sambil menahan napas mereka.
 
 
Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan
 
 
menghela.
 
 
“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu.
 
 
Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”
 
   
 
“Yeah, karena itu—”
 
“Yeah, karena itu—”
Line 287: Line 165:
 
“Kenapa!”
 
“Kenapa!”
   
Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika Aku
+
Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika Aku dengan refleks mulai berteriak.
 
dengan refleks mulai berteriak.
 
 
“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau
 
 
lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau
 
   
  +
“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau mencoba mendengarkanku!?”
mencoba mendengarkanku!?”
 
   
 
“Kenapa, kau tanya?”
 
“Kenapa, kau tanya?”
Line 301: Line 173:
 
Otonashi-san memicingkan matanya.
 
Otonashi-san memicingkan matanya.
   
“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh,
+
“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh, beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri. Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”
   
  +
“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan.”
beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri.
 
   
  +
“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”
Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”
 
   
  +
“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan memberimu bantuan. Kalau begitu—”
“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah
 
 
kulakukan.”
 
 
“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat
 
 
ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”
 
 
“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan
 
 
memberimu bantuan. Kalau begitu—”
 
   
 
“Tidak peduli.”
 
“Tidak peduli.”
   
Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku
+
Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku selesai berbicara.
   
  +
Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.
selesai berbicara.
 
   
  +
“Karena kau tidak membuat proposal ini hanya dua atau tiga kali saja.”
Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku
 
 
terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.
 
 
“Karena kau tidak membuat proposal ini hanya dua atau tiga
 
 
kali saja.”
 
   
 
“Eh—?”
 
“Eh—?”
   
Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu.
+
Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu. Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang sudah termakan setengah dan berbicara:
   
  +
“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan aku katakan.”
Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang
 
 
sudah termakan setengah dan berbicara:
 
 
“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan
 
 
cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan
 
 
aku katakan.”
 
   
 
Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.
 
Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.
Line 355: Line 203:
   
   
Seperti biasa dia mengajakku menuju ke belakang gedung
+
Seperti biasa dia mengajakku menuju ke belakang gedung sekolah. Dan Otonashi-san seperti biasa menyandarkan diri di dinding.
 
sekolah. Dan Otonashi-san seperti biasa menyandarkan diri di
 
 
dinding.
 
 
“Saat ini aku akan mengatakannya sekarang. Aku tidak akan
 
 
berdialog denganmu. Kau hanya akan mendengarkan kata-kataku
 
   
  +
“Saat ini aku akan mengatakannya sekarang. Aku tidak akan berdialog denganmu. Kau hanya akan mendengarkan kata-kataku seperti seorang idiot.”
seperti seorang idiot.”
 
   
 
“…Aku bisa memutuskannya sendiri.”
 
“…Aku bisa memutuskannya sendiri.”
   
Aku mengatakannya supaya sedikit menentang, tetapi Otonashi-
+
Aku mengatakannya supaya sedikit menentang, tetapi Otonashi-san hanya melemparkan tatapan dinginnya kearahku.
   
  +
“Hoshino, apa kau tahu sudah berapa kali saat ini? Tidak, kau tidak tahu. Kali ini pengulangan ke 27.753 kali.”
san hanya melemparkan tatapan dinginnya kearahku.
 
 
“Hoshino, apa kau tahu sudah berapa kali saat ini? Tidak, kau
 
 
tidak tahu. Kali ini pengulangan ke 27.753 kali.”
 
   
 
Angka itu terlalu fantastis.
 
Angka itu terlalu fantastis.
Line 381: Line 217:
 
“…apa kau selalu menghitungnya dengan detil?”
 
“…apa kau selalu menghitungnya dengan detil?”
   
“Yeah, karena tidak mungkin aku bisa mengetahui hal ini kalau
+
“Yeah, karena tidak mungkin aku bisa mengetahui hal ini kalau aku berhenti menghitung bahkan kalau hanya sekali saja. Kalau aku lupa, aku akan kehilangan pandangan pendirianku. Karena itu aku menghitung.”
   
  +
Tentu saja, hal itu sedikit menenangkan kalau seseorang tahu berapa banyak langkah yang sudah dilakukan menuju tujuan akhir yang tidak diketahui.
aku berhenti menghitung bahkan kalau hanya sekali saja. Kalau
 
   
  +
“Aku sudah mengulangnya sampai saat ini. Aku sudah mencoba hampir semua cara untuk mendekatimu. Aku sedang berada dalam situasi ketika aku bahkan tidak lagi memikirkan cara yang tidak pernah kucoba sebelumnya.”
aku lupa, aku akan kehilangan pandangan pendirianku. Karena
 
   
  +
“Karena itukah kau berpikir tidak ada gunanya berbicara denganku?”
itu aku menghitung.”
 
 
Tentu saja, hal itu sedikit menenangkan kalau seseorang tahu
 
 
berapa banyak langkah yang sudah dilakukan menuju tujuan akhir
 
 
yang tidak diketahui.
 
 
“Aku sudah mengulangnya sampai saat ini. Aku sudah mencoba
 
 
hampir semua cara untuk mendekatimu. Aku sedang berada dalam
 
 
situasi ketika aku bahkan tidak lagi memikirkan cara yang
 
 
tidak pernah kucoba sebelumnya.”
 
 
“Karena itukah kau berpikir tidak ada gunanya berbicara
 
 
denganku?”
 
   
 
“Yeah.”
 
“Yeah.”
   
“Karena itu kau bahkan tidak mencoba mendesakku menyerahkan
+
“Karena itu kau bahkan tidak mencoba mendesakku menyerahkan ‘box’ kepadamu?”
 
‘box’ kepadamu?”
 
   
 
“Aku sudah menyerah pada hal itu sejak dulu sekali.”
 
“Aku sudah menyerah pada hal itu sejak dulu sekali.”
   
“Kenapa? Entah dimana saat pengulangan berlangsung, disana
+
“Kenapa? Entah dimana saat pengulangan berlangsung, disana seharusnya ada aku yang bekerjasama.”
   
  +
“Yeah, tentu saja. Ada saat kau memperlakukanku dengan permusuhan, dan ada juga saat kau bekerjasama denganku. Tapi kau tahu? Hal itu tidak berarti lagi. Kau tidak menyerahkan ‘box’ dengan dua cara tersebut.”
seharusnya ada aku yang bekerjasama.”
 
   
  +
Aku tidak menyerahkan ‘box’ bahkan saat Aku bekerjasama?…tapi yah, itu logis. Kalau Otonashi-san sudah mendapatkan ‘box’, maka yang «sekarang» ini didalam ‘Rejecting Classroom’ tidak akan ada.
“Yeah, tentu saja. Ada saat kau memperlakukanku dengan
 
   
  +
“Hanya mengonfirmasi: kau yakin kalau aku mempunyai ‘box’, benar?”
permusuhan, dan ada juga saat kau bekerjasama denganku. Tapi
 
   
  +
“Aku sudah berkali-kali meragukannya. Tetapi kesimpulannya tetap sama. Kazuki Hoshino adalah, tanpa ragu, si ‘pemilik’.”
kau tahu? Hal itu tidak berarti lagi. Kau tidak menyerahkan
 
 
‘box’ dengan dua cara tersebut.”
 
 
Aku tidak menyerahkan ‘box’ bahkan saat Aku bekerjasama?…tapi
 
 
yah, itu logis. Kalau Otonashi-san sudah mendapatkan ‘box’,
 
 
maka yang «sekarang» ini didalam ‘Rejecting Classroom’ tidak
 
 
akan ada.
 
 
“Hanya mengonfirmasi: kau yakin kalau aku mempunyai ‘box’,
 
 
benar?”
 
 
“Aku sudah berkali-kali meragukannya. Tetapi kesimpulannya
 
 
tetap sama. Kazuki Hoshino adalah, tanpa ragu, si ‘pemilik’.”
 
   
 
“Kenapa kau berpikir seperti itu?”
 
“Kenapa kau berpikir seperti itu?”
   
  +
“Disana tidak terlalu banyak tersangka seperti yang kau pikirkan. Penjelasannya terlalu panjang jadi aku akan mempersingkatnya. Tidak mungkin untuk beberapa orang mengelabuiku selama 27.753 kali. Karena itu, cuma kau yang mungkin adalah si ‘pemilik’. Selain itu, tidak terhubung dengan ‘Rejecting Classroom’, disitu secara tidak langsung ada bukti yang tidak terbantahkan, ya kan?”
“Disana tidak terlalu banyak tersangka seperti yang kau
 
 
pikirkan. Penjelasannya terlalu panjang jadi aku akan
 
 
mempersingkatnya. Tidak mungkin untuk beberapa orang
 
 
mengelabuiku selama 27.753 kali. Karena itu, cuma kau yang
 
 
mungkin adalah si ‘pemilik’. Selain itu, tidak terhubung
 
 
dengan ‘Rejecting Classroom’, disitu secara tidak langsung ada
 
 
bukti yang tidak terbantahkan, ya kan?”
 
 
Seperti yang dia katakan. Aku sudah bertemu dengan penyalur
 
 
‘box’—“*”.
 
 
“Meski begitu, kau tidak melepaskan ‘box’ sama sekali. tentu
 
   
saja, kau tidak bisa. Aku sudah menandaimu sebagai si ‘pemilik
+
Seperti yang dia katakan. Aku sudah bertemu dengan penyalur ‘box’—“*”.
   
  +
“Meski begitu, kau tidak melepaskan ‘box’ sama sekali. tentu saja, kau tidak bisa. Aku sudah menandaimu sebagai si ‘pemilik’ lebih dari 20.000 kali.”
’ lebih dari 20.000 kali.”
 
   
 
“Jadi kau masih belum menyerah?”
 
“Jadi kau masih belum menyerah?”

Revision as of 10:16, 6 January 2012

Sepak bola saat jam olahraga.

Karena Aku mimisan, Aku tidur di pangkuan Mogi-san.

Kemudian Aku mulai memikirkan tentang perasaannya untuk membolehkanku tidur di pangkuannya. Apa mungkin dia mencoba, meski sedikit, untuk menarik perhatianku?

Aku tidak mempunyai ide apapun; ekspresinya tetap saja datar ketika aku memandangnya.

“…Mogi-san”

“Ada apa?”

“Apa yang sedang kau pikirkan sekarang?”

“Eh?”

Mogi-san memiringkan kepalanya. Tetapi jawaban dia sepertinya tidak akan keluar. Satu-satunya reaksi atas pertanyaan yang kuajukan adalah wajah yang kebingungan.

Hal itu membuatku berpikir. Kalau merasakan perasaan pasangan saja sangat sulit, apa cinta bisa berjalan mulus?

Kenapa Aku bisa jatuh cinta dengan gadis yang sulit?

Lagipula — sejak kapan Aku jatuh cinta?

Aku mencoba mengingat.

“…………Huh?”

“…Ada apa?”

Mogi-san bertanya saat Aku tiba-tiba mengeluarkan suara.

“T-tidak…Tidak ada!”

Wajahku mungkin tidak mengatakan ‘tidak ada’. Mogi-san tahu hal itu. Tap karena dia tidak punya kemampuan untuk menanyaiku tentang hal itu, dia tetap diam tanpa melakukan apapun.

Aku berdiri tanpa memberitahu Mogi-san.

“Ah, um…sepertinya mimisanku sudah berhenti.”

“…mh.”

Pembicaraan kami terhenti dengan kata-kata datar.

Kenapa Aku rela meninggalkan situasi yang nyaman ini? Kenyamanan ini mungkin tidak datang dua kali.

Tapi—itu tidak mungkin.

Kau lihat, berapa kalipun kucoba—Aku tetap tidak bisa mengingatnya.

Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya. Aku tidak bisa mengingatnya!…Aku tidak bisa mengingat kapan Aku jatuh cinta padanya!

Kenapa aku jatuh cinta? Apa pemicunya? Atau Aku memang tertarik dengan dia tanpa kusadari, bahkan tanpa ada kejadian spesial apapun?

Aku seharusnya tahu; Tidak mungkin aku melupakannya, tapi…Aku tidak bisa mengingatnya, berapa kalipun kucoba.

Itu bukanlah cinta pada pandangan pertama. Kecuali karena fakta bahwa kami sekelas, kami hampir tidak punya hubungan apa-apa.

Tetap saja, kenapa ya? Jangan-jangan kau bilang kalau ini adalah cinta yang tiba-tiba—

“—Tidak mungkin…”

Meski sulit untuk dipercaya, cuma itu alasan yang bisa kupikirkan. benar-benar cinta yang tiba-tiba.

“Ada apa? Apa kau baik-baik saja?…Perlukah kita pergi ke ruang UKS?”

Mogi-san memberi saran dengan suara kalemnya. Aku tentu saja senang dia mengkhawatirkanku. Hanya bahagia. Perasaan ini tidaklah bohong.

“…Aku baik-baik saja. Aku cuma sedang memikirkan sesuatu.”

Aku berulangkali bertanya pada diriku apakah ini bukanlah suatu kesalahan. Tapi semakin Aku menimbangnya, semakin terlihat kebenarannya bagiku.

Aku belum tertarik pada Mogi-san.

Sampai kapan? Benar—

Aku belum tertarik padanya sampai kemarin.

“—Ah, begitu rupanya.”

Aku memandang si murid pindahan yang sedang berdiri di tengah-tengah lapangan — Aya Otonashi.

Sejak kapan ada kejadian yang membuatku tertarik dengan Mogi-san? —ah, itu mudah. Bukan kemarin. Tapi hari ini Aku sudah jatuh cinta. Jadi kapan?

Hal itu cuma bisa terjadi—antara kemarin dan hari ini.

Hanya selama lebih dari 20.000 kali pengulangan yang terjadi karena ‘Rejecting Classroom’.

Ah, Aku ingat. Cuma pecahan saja, tetapi aku mungkin mengingatnya lebih dari biasanya. Tetap saja, itu cuma pecahan saja, jadi ingatanku banyak yang terlupakan.

Aku sudah melupakan hal yang paling penting untukku — bagaimana Aku bisa jatuh cinta dengan Mogi-san. Dan pastinya Aku tidak akan mendapatkannya kembali. Aku tidak bisa membaginya dengan Mogi-san. Cinta sebelah tangan yang tidak bisa kuapa-apakan, tak peduli lamanya waktu berjalan; hanya perasaanku yang akan semakin kuat.

Tidak, mungkin lebih dari itu. Cinta ini mungkin menghilang segera setelah ‘Rejecting Classroom’ berakhir. Maksudku, cinta ini seharusnya tidak pernah ada tanpa adanya ‘Rejecting Classroom’.

Ini aneh. Sesuatu seperti ini sangatlah aneh. Tidak ada keraguan dalam cinta ini.

Tapi tetap saja cinta ini adalah kepura-puraan yang seharusnya tidak ada?

Angin yang tiba-tiba berhembus sebelum pelajaran berakhir. Hal itu mengangkat rok Mogi-san. Kenapa ya? Tapi Aku sedikit merasa kalau Aku sudah mengetahui celana dalam berwarna biru muda itu.

Tidak, Aku memang tahu itu.

Fakta bahwa Mogi-san mengenakan celana dalam biru muda hari ini.

Dan fakta bahwa Aya Otonashi mengorbankan Kasumi Mogi lebih dari siapapun untuk mengambil kembali ingatannya.


Karena itu Aku memutuskan.

Untuk mempertahankan ‘Rejecting Classroom’ ini.



Kali ini Aya Otonashi tidak mendatangiku.

Tidak, kupikir sama saja dengan waktu sebelumnya. Aku hanya mengingatnya sedikit, tapi sudah seperti ini sampai sekarang.

Selama jam makan siang, Aya Otonashi sendirian, mengunyah rotinya dengan bosan.

Kali ini Akulah yang mendatanginya.

Hnaya melakukannya saja, tubuhku menegang dan detak jantungku meningkat. Penolakan Otonashi-san terhadap yang lain sudah membuat dinding besar, cukup untuk menambahkan tekanan sendirian.

“…Otonashi-san.”

Aku mempersiapkan diriku dan memanggil namanya. Tetapi, Otonashi-san bahkan tidak menoleh. Tapi seharusnya tidak mungkin dia tidak mendengarnya dari jarak seperti ini, jadi Aku terus melanjutkan perkataanku tanpa peduli.

“Aku punya sesuatu untuk dibicarakan.”

“Aku tidak mau.”

Dia menolakku tanpa menggerakkan mata.

“Otonashi-san.”

Tidak ada reaksi. Dia terus mengunyah rotinya dengan setengah hati.

Dia sepertinya berencana tidak mempedulikan apapun yang Aku katakan. Kalau begitu Aku cukup membuat dia tidak bisa mengindahkanku.

Hal itu langsung terlintas didalam pikiranku ketika Aku memikirkannya.

“…Maria.”

Kunyahannya terhenti.

“Ada yang ingin kubicarakan.”

Meski begitu dia bahkan tidak melirik kearahku. Dia juga tidak mengatakan apapun.

Ruang kelas benar-benar sunyi. Teman-teman sekelasku hanya melihat kami sambil menahan napas mereka.

Dan akhirnya Otonashi-san sudah kehilangan kesabaran dan menghela.

“Aku tidak pernah menyangka kau akan mengatakan nama itu. Sepertinya kau sudah mengingat banyak hal kali ini.”

“Yeah, karena itu—”

“Karena itu, tidak ada yang bisa dibicarakan denganmu.”

Sekali lagi dia mulai mengunyah rotinya tanpa peduli.

“Kenapa!”

Pandangan teman-teman sekelasku fokus pada diriku ketika Aku dengan refleks mulai berteriak.

“Kenapa?! Apa aku ini bukanlah seseorang yang mesti kau lakukan sesuatu padanya?! Jadi kenapa kau bahkan tidak mau mencoba mendengarkanku!?”

“Kenapa, kau tanya?”

Otonashi-san memicingkan matanya.

“Kau benar-benar tidak tahu? Ha! Benar. Kau selalu bodoh, beraksi seperti ini. Kau tidak memikirkan dirimu sendiri. Kenapa aku harus bersama dengan orang seperti itu?”

“…well, kadang-kadang aku sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan.”

“Kadang-kadang? Payah. Apa yang berbeda dengan keadaanmu saat ini, huh? Kau sama saja, ya kan?”

“Bagaimana kau bisa menyatakan hal itu? Mungkin aku akan memberimu bantuan. Kalau begitu—”

“Tidak peduli.”

Otonashi-san mengeluarkan kata-kata itu tanpa menungguku selesai berbicara.

Aku baru akan memprotesnya secara refleks. Tetapi protesku terhapus oleh kata-kata Otonashi-san berikutnya.

“Karena kau tidak membuat proposal ini hanya dua atau tiga kali saja.”

“Eh—?”

Aku sangat terkejut sehingga wajahku mungkin terlihat lucu. Sedikit membuka mulutnya, Otonashi-san menaruh rotinya yang sudah termakan setengah dan berbicara:

“Baiklah. Kali ini penuh dengan hal yang sia-sia. Ini bukan cuma kedua atau ketiga kalinya aku menjelaskannya, tapi akan aku katakan.”

Otonashi-san berdiri dan mulai berjalan menjauh.

Aku tidak punya pilihan selain mengikutinya.



Seperti biasa dia mengajakku menuju ke belakang gedung sekolah. Dan Otonashi-san seperti biasa menyandarkan diri di dinding.

“Saat ini aku akan mengatakannya sekarang. Aku tidak akan berdialog denganmu. Kau hanya akan mendengarkan kata-kataku seperti seorang idiot.”

“…Aku bisa memutuskannya sendiri.”

Aku mengatakannya supaya sedikit menentang, tetapi Otonashi-san hanya melemparkan tatapan dinginnya kearahku.

“Hoshino, apa kau tahu sudah berapa kali saat ini? Tidak, kau tidak tahu. Kali ini pengulangan ke 27.753 kali.”

Angka itu terlalu fantastis.

“…apa kau selalu menghitungnya dengan detil?”

“Yeah, karena tidak mungkin aku bisa mengetahui hal ini kalau aku berhenti menghitung bahkan kalau hanya sekali saja. Kalau aku lupa, aku akan kehilangan pandangan pendirianku. Karena itu aku menghitung.”

Tentu saja, hal itu sedikit menenangkan kalau seseorang tahu berapa banyak langkah yang sudah dilakukan menuju tujuan akhir yang tidak diketahui.

“Aku sudah mengulangnya sampai saat ini. Aku sudah mencoba hampir semua cara untuk mendekatimu. Aku sedang berada dalam situasi ketika aku bahkan tidak lagi memikirkan cara yang tidak pernah kucoba sebelumnya.”

“Karena itukah kau berpikir tidak ada gunanya berbicara denganku?”

“Yeah.”

“Karena itu kau bahkan tidak mencoba mendesakku menyerahkan ‘box’ kepadamu?”

“Aku sudah menyerah pada hal itu sejak dulu sekali.”

“Kenapa? Entah dimana saat pengulangan berlangsung, disana seharusnya ada aku yang bekerjasama.”

“Yeah, tentu saja. Ada saat kau memperlakukanku dengan permusuhan, dan ada juga saat kau bekerjasama denganku. Tapi kau tahu? Hal itu tidak berarti lagi. Kau tidak menyerahkan ‘box’ dengan dua cara tersebut.”

Aku tidak menyerahkan ‘box’ bahkan saat Aku bekerjasama?…tapi yah, itu logis. Kalau Otonashi-san sudah mendapatkan ‘box’, maka yang «sekarang» ini didalam ‘Rejecting Classroom’ tidak akan ada.

“Hanya mengonfirmasi: kau yakin kalau aku mempunyai ‘box’, benar?”

“Aku sudah berkali-kali meragukannya. Tetapi kesimpulannya tetap sama. Kazuki Hoshino adalah, tanpa ragu, si ‘pemilik’.”

“Kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Disana tidak terlalu banyak tersangka seperti yang kau pikirkan. Penjelasannya terlalu panjang jadi aku akan mempersingkatnya. Tidak mungkin untuk beberapa orang mengelabuiku selama 27.753 kali. Karena itu, cuma kau yang mungkin adalah si ‘pemilik’. Selain itu, tidak terhubung dengan ‘Rejecting Classroom’, disitu secara tidak langsung ada bukti yang tidak terbantahkan, ya kan?”

Seperti yang dia katakan. Aku sudah bertemu dengan penyalur ‘box’—“*”.

“Meski begitu, kau tidak melepaskan ‘box’ sama sekali. tentu saja, kau tidak bisa. Aku sudah menandaimu sebagai si ‘pemilik’ lebih dari 20.000 kali.”

“Jadi kau masih belum menyerah?”