Tate no Yuusha Jilid 4 Bab 10 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 85 : Rekan-Rekan Pahlawan Tombak[edit]

Bagian 1[edit]

Setelah turun dari perahu dan melewati area kolam air panas, kami pun tiba di wilayah moster.

Baiklah... Ayo kita segera menaikkan level dengan para wanita Motoyasu ini, agar aku bisa segera pulang...


"Aku ingin kalian tahu, tidak ada gunanya kalian menolak bekerjasama denganku. Karena aku ini seorang Pahlawan, mau tidak mau kalian harus membantuku."


"Tidak kau beritahu pun, aku sudah tahu."

"Kau ini bodoh atau apa?"


"...Kalian yang bodoh."


Yang benar saja... Kenapa aku dikumpulkan dengan para wanita sialan ini untuk berburu monster...?



Kami tengah berada dalam event untuk meningkatkan Level.

Di sana sini, aku melihat beberapa petualang yang sedang bertarung melawan monster. Rasanya keadaan ini sangat mirip dengan event dalam online game di Bumi. Yah, yang jadi masalah di sini adalah ‘rekan-rekan’ku.


"Hmm... "


Wilayah ini ditinggali monster Violet Blob, Magenta Frog, Yellow Beetle, dan Cactus Worm. Mereka kelihatannya tidak begitu kuat.

Saat aku sedang memantau area sekitar, seekor Magenta Frog melompat dari dalam semak, dan menyerang kami.


"Baiklah!"


*Bukk!*

Aku hantam perut Magenta Frog dengan perisaiku, hingga monster itu terpental ke udara. Setelah suara dentingannya menghilang, Magenta Frog itu tersangkut di perisaiku.


"Hei!"


Aku menoleh ke arah para wanitanya Motoyasu.


"Apa maumu?"

"Gunakan pedang atau sihirmu untuk bertarung."

"Aku tahu!"


Ayolah, Jalang... Kalau kau tahu, kenapa kau tetap membuatku menjelaskannya.


"Fire Slash!"


Saat Si Jalang merapalkan mantra sihirnya, pedangnya segera terselimuti api. Api yang muncul itu melesat keluar dari ujung pedangnya, dan merobek tubuh Magenta Frog.


95 EXP


Hmm... Seperti yang kuduga, monster yang tidak begitu kuat namun menghasilkan EXP besar, sangat menguntungkan.


"Baiklah... Untuk sementara, ayo kita berburu dengan benar."

"... terserah."

"Yang benar saja..."


Dalam sikap tidak mau bekerja sama sekalipun, tetap saja ada batasannya. Lari dari tanggung jawab seperti tidak ikut serta dalam kelompok, masih bisa dimaafkan dalam beberapa keadaan. Tapi... Sebanyak apapun aku memikirkannya... Kalau begini terus, tidak mungkin kami bisa menjadi lebih kuat.


"Jujur saja, aku tidak memiliki kekuatan serangan yang memadai -"

"Ya. Sungguh payah."

"... Hah?!"


Siapa yang kau anggap payah itu!?


"Aku jadi ingat, bukankah pahlawan idamanmu itu hanya orang bodoh? Yang berpikir dengan selangkangannya dalam memburu setiap wanita?"

"Bicara apa kau! Apa kau sedang menghina Tuan Motoyasu!?"

"Apa aku salah? Kalau memang aku salah, tunjukkan bagaimana kau biasanya bertarung."

"Baiklah, lihat ini."


Si Jalang, Wanita 1, dan Wanita 2. Mereka bertiga adalah rekan Motoyasu.

Wanita 1 menggunakan sebilah pedang, dan dari penampilannya... dia terlihat kuat. Aku lihat refleks-nya cukup bagus. Dia adalah wanita yang pernah ditikam pleh Raphtalia. Rambutnya berwarna coklat dan agak panjang.

Ekspresi wajah Wanita 2 sering berubah-ubah, dan senjatanya adalah sebuah tongkat. Apa dia itu seorang pengguna sihir? Sejauh ini, aku tidak melihat mereka merapalkan sihir pendukung... Seperti apa biasanya mereka bertarung?

Saat giliran si Jalang untuk berbicara, dia tidak menjelaskan cara bertarungnya, dan berkata.


“Tugas kami adalah membantu Tuan Motoyasu dalam keadaan darurat."

"Apa!?"


Tanpa sadar aku berteriak.

Sebenarnya Si Jalang ini bicara apa?


"Di samping itu Nona Mal... Nona Pelacur memerintahkan kami, untuk melindungi Tuan Motoyasu dengan sihir kami."

"... Kalian tidak ikut bertarung?"

"Aku akan ikut bertarung kalau ada monster yang mendekat. Tapi Tuan Motoyasu selalu melindungi kami. Jadi aku tidak perlu ikut bertarung."


Melindungi mereka bertiga... Rasanya tiba-tiba aku terkena sakit kepala.

Berarti... Saat Motoyasu bertarung, ketiga wanita ini hanya duduk dan bersorak untuknya saja? Kadang-kadang membantunya dengan sihir... Apa semua pertarungan mereka ditangani oleh Motoyasu seorang?


"Seperti itulah garis besarnya. Kadang-kadang aku tebas monster-monster lemah dengan pedangku, di saat rekan yang lain menggunakan sihir."

"Bagaimana dengan Si Pelacur?"

"Nona Pelacur akan membakar monster-nya."


Motoyasu yang melenyapkan semua monster yang kuat, sedangkan monster yang lemah ditangani oleh para wanitanya. Ini seperti cara bermain seorang “Puteri”[1] dalam game online...

Oh, tunggu... Sebelumnya Si Jalang memang seorang Puteri.


"Tuan Motoyasu selalu mengatakan ini pada kami, ‘Kalian para gadis manis tidak cocok dengan pertarungan penuh darah seperti ini. Jadi mundurlah, dan bersoraklah untukku’."

"Karena itu, tugas kami adalah mendukung dan memulihkan semangat bertarungnya."


"Itu benar! Jadi aku pun membantunya dengan membersihkan perlengkapan, dan mempelajari sihir-sihir pendukung."


"Setelah pertarungan selesai, sudah menjadi tugas kami untuk memulihkan semangat Tuan Motoyasu. Setiap menit dan detik waktu yang kami punya, kami pusatkan perhatian kami untuk Tuan Motoyasu."

Bagian 2[edit]

Begitulah yang dikatakan Si Jalang, Wanita 1, dan Wanita 2... Terdengar menjijikan. Aku hanya bisa membayangkan saat bertarung, mereka bertiga akan terus berada di belakangku.

Padahal para wanita ini cukup kuat untuk menghajar semua monster di sini... Jika mereka bertiga ikut bertarung, apa Motoyasu masih perlu ikut mengangkat senjata?


“Aku harap Tuan Motoyasu lebih mengandalkan dan mempercayai kami.”

"Ya. Bahkan tanpa kekuatan dan dukungan kami sekalipun, dia tetap terlihat keren."


"Yah, sangat berbeda dengan si Perisai yang tidak bisa melakukan apapun, dan hanya bisa bergantung pada rekan-rekannya."


Begitulah komentar Wanita 1, Wanita 2, dan Si Jalang. Setiap kali Si Jalang berbicara, dia selalu membandingkanku dengan Motoyasu.


"Apa benar begitu!? Tapi, sekarang kalian berburu monster denganku. Aku tidak tahu tentang Motoyasu, tapi kalian harus ikut bertarung saat satu party denganku."

"... Kau payah."

"Kau yang payah!"


Si Jalang ini... Sungguh, apa Motoyasu benar-benar menikmati saat-saat dia bersama para ‘parasit’ ini?


"Tuan Motoyasu akan membantu kami menyerang semua monster ini."

"Dia benar-benar luar biasa!"


"Iya kan~ "

"Iya kan~ "

"Iya kan~ "


"Bagaimana mungkin si Perisai bisa menanding Tuan Motoyasu? Dia bahkan memaksa kita mengalahkan monster untuknya."


"Iya kan~ "

"Iya kan~ "

"Iya kan~ "


Menjengkelkan!

Aku ingin kembali sekarang juga! Ada apa dengan ketiga wanita ini? Selain itu, mereka bersikap ramah hanya pada Motoyasu. Rasanya, mereka akan berkata...’Hebat! Peluk aku!’ pada Motoyasu. Pasti seperti itu ‘kan?

Aku tidak mengerti, bagian mana yang menjadi daya tarik para wanita jalang seperti mereka...? Bagiku, mereka terlihat seperti pemeran pembantu, atau hanya menjadi hiasan saja.

Tiba-tiba seekor monster yang kuat muncul, dan aku segera menghadangnya! Suatu sosok yang bertarung dengan elemen angin dan terbang dengan bebas, terbersit di pikiranku.

Maksudku, kenapa aku dikritik habis-habisan oleh para wanita jalang ini? Mungkin karena sejak awal, Si Jalang dan kedua pengikutnya telah mempengaruhi Motoyasu.

Menjijikan.

Setidaknya, sekarang Si Jalang, Wanita 1, dan Wanita 2 bertarung melawan monster sesuai perintahku.

Aku tidak bisa bertarung.

Meski begitu... Si Jalang berulang kali merapalkan sihir, lalu membatalkannya. Entah kenapa... Dia terlihat sedang menunggu kesempatan yang tepat. Aku mencoba memikirkan apa alasannya, tapi...



Dengan firasat itu tetap mengganjal di benakku, 30 menit telah berlalu. Aku ingin tahu, Shadow sedang berada di mana sekarang...?

Saat aku menghadang seekor monster dengan perisaiku, dan menunggu dukungan sihir dari rekan-rekan Motoyasu...


"Aku adalah Ratu selanjutnya yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam. Serang dia dan-"


“Aku adalah seorang yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam...”

“Aku adalah seorang yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam...”


Selagi mereka bertiga merapalkan sihir kuat dan hampir ditembakkan, dalam sekejap Shadow muncul di belakang Si Jalang, dan menodongkan sebilah pisau di depan leher Si Jalang.


"Hiie!?"


Karena kemunculan Shadow, Si Jalang segera menghentikan rapalan sihirnya.


"Nona Pelacur dan kedua rekannya, sihir kalian memancarkan aura membunuh yang terlalu besar, degozaruyo."

"Kami tidak berbuat apa-apa, kami hanya bekerja sama dengan si Perisai."

"Bagi saya tidak terlihat seperti itu, degozaru."


"Ada apa, Shadow?"

“Belum lama ini, saya mendengar Nona Jalang bergumam sendiri, degozaru.”

"Lalu? Apa kau mengerti apa yang dia gumamkan?"

"Saya mengerti, degozaru."

"Apa yang dia gumamkan?"

"Nampaknya dia sedang meneliti batasan dari aktif-nya tanda kutukan budak, degozaru."

"Ah... Aku mengerti."


Ada beberapa syarat dan keadaan agar tanda kutukan budaknya aktif. Aku tahu itu, karena aku telah mencobanya pada Raphtalia dan Filo.

Karena Raphtalia cukup kuat, tanda kutukan di tubuhnya kadang-kadang tidak berfungsi saat dia bersikap “terlalu akrab” padaku, seperti mencengkeram lenganku dengan keras dan sebagainya. Dan aku sendiri sering lupa dengan keberadaan kutukan pada tubuh Raphtalia, karena aku tidak lagi mengaktifkannya secara langsung.


"Sang Ratu tidak menggunakan kontrak budak, degozarukara. Karena itu Nona Jalang sepertinya berusaha mencari celah dari sistem tanda kutukan, degozarou."


Syarat yang Sang Ratu tentukan... Mungkinkah...

Aku ingat-ingat kembali syarat yang telah ditentukan Sang Ratu.


”Syaratnya adalah menyerang Tuan Iwatani. Dengan serangan langsung melalui fisik atau sihir, ataupun serangan tidak langsung dengan racun, semuanya tidak diizinkan!” 


Suatu serangan yang diarahkan padaku... Jika saja serangan itu sengaja dilancarkan...


"Apa saat aku menghalangi jalur serangan mereka, baru mereka mengarahkan sihir pada monster agar serangannya mengenaiku?"

"Itu benar, degozaru."


"K-kalian salah!"

"Kalau begitu, kenapa Nona Jalang menghentikan rapalan sihir anda lebih awal, dan bergerak ke posisi lain, degozaru?"

"I-Itu karena... Agar seranganku tidak menghalangi gerak-gerik si Perisai!"


Sungguh pembelaan diri yang menyedihkan.


"Itu benar! Kami merapalkan sihir sesuai perintah Pahlawan Perisai!"

"Itu benar! Kami merapalkan sihir sesuai perintah Pahlawan Perisai!"


"Rapalan sihir yang kuhentikan tadi, telah mencapai kekuatan penuh, degozaruna."

"Kalau tidak begitu, kami tidak mungkin bisa mengalahkan monster-nya!"


Apa benar begitu...?

Nyatanya, bahkan 5 Cactus Worm pun tidak mampu melukaiku sedikitpun. Jujur saja, monster-monster itu masih terhitung lemah.

Mereka akan dengan mudah menjadi “santapan” Filo.

Bagian 3[edit]

"Apa benar semua monster itu tidak bisa menyakiti Tuan Pahlawan Perisai, degozaru?"

"Sama sekali tidak."

"Anda sungguh perkasa, degozaruna... "


Shadow baru saja mengatakan sesuatu dengan nada yang konyol.


"Di samping itu, sepertinya Nona Jalang masih belum menyesal, degozaruna."

"Aku tidak tahu!"

“Haah...”


Tujuan Si Jalang sudah terlihat seluruhnya. Shadow pun mendesah.


"Sepertinya tidak ada cara lain, degozaruna."


Kemudian Shadow[2] mengarahkan jari telunjuknya ke depan, dan mengaktifkan sihir status.

Tanda kutukan pada tubuh Si Jalang pun muncul.


"Eh!? Kenapa bisa!?"

"Sang Ratu telah mempercayakan kendali tanda kutukan pada Tuan Puteri sebelumnya, Si Jalang, padaku degojaru."


Yah, sepertinya memang itulah yang telah terjadi.


"Kyaaaaaaaaaa!"


Pola lambang kutukan pun bersinar, dan Si Jalang berguling-guling di tanah karena kesakitan.

Yang benar saja... Si Jalang masih nekat melakukan hal bodoh seperti ini. Selagi menyaksikan semua ini, wajah Wanita 1 dan 2 menjadi pucat.


"Saya harap anda mengerti, degozaruka. Anda harus menghormati Tuan Pahlawan. Jika tidak, saya akan menghukum anda sampai anda paham, degozaruyo. Dan setelahnya, saya akan melaporkan tindakan anda pada Sang Ratu, degozaru."

"I-Itu..."

"Kalau anda sudah paham, selanjutnya patuhi perintah Tuan Pahlawan Perisai, degozaruyo."


Kedua wanita lainnya terlihat menghela napas.

Satu menit hukuman saja masih belum cukup. Aku juga sudah tidak bisa menahan diri lagi.


"Shadow."

"Ada apa, degozaru?"

"Kesabaranku telah habis."

"..."


Kelihatannya Shadow sedang memikirkan tentang janjiku dengan Sang Ratu dengan gelisah.


"Shadow, tolong batalkan sementara semua larangan pada tindakan Si Jalang."

"Apa anda masih ingat, saya harus melaporkan setiap tindakan yang anda lakukan pada Tuan Puteri sebelumnya, degozaru?"

"Yah, aku tahu itu... Hei, Jalang. Kau benar-benar ingin membunuhku? Kalau begitu, akan kuladeni kau. Kali ini, kita tidak perlu memakai siasat picik lagi."

"Kuh..."


Saat “segel” dari tanda kutukan budak telah dibatalkan, Si Jalang menatapku dengan kebencian yang mendalam.


"Hei, tunjukkan kehebatanmu."


Kalau kau menyerang di dalam jangkauanku, akan kubakar kau dengan Perisai Kemurkaan.


"Ah, aku akan bertarung dengan Si Jalang seorang. Hei kalian berdua, saksikan saja pertarungan kami dari sana."


"Ah, baiklah..."

"B-Baik."


Wanita 1 dan 2 mengangguk, lalu menjauh dari area pertarungan kami.


"Dengan ini, aku pasti akan membunuhmu!"


Sembari memelototiku, Si Jalang tidak sedikitpun menutupi ekspresi haus darahnya, lalu dia segera merapalkan sihir.


" Aku adalah Ratu selanjutnya yang memerintah inti dari kekuatan. Aku telah membaca dan memahami satu hukum alam. Bakar habis dia dengan api neraka!"


Sihir itu... Yah, pilihannya boleh juga. Mungkin itu adalah sihir terkuat yang dimiliki Si Jalang.

Baiklah, aku penasaran sihir macam apa yang akan ditembakkannya.


"Dreifach - Hellfire!"


Si Jalang memanggil sebuah bola api raksasa ke hadapannya.


"Mati kaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaau !!!"


Segera kusiapkan perisaiku untuk menangkis bola api yang melesat ke arahku.


*Trangg...*


"Apa kau bodoh? Sihir terkuatmu hanya segini saja... Apa!?”


*Wuuusssh... BRAKK!!!*


"Uuaaaaaaaaaaaaah!"


Bola api yang menghantam perisaiku, terpental kembali hingga melesat dan menabrak Si Jalang.

Dari pertarungan dengan berbagai teknik, dan banyaknya pengalaman yang didapat hingga sekarang, aku tahu kalau menangkis serangan sihir pada titik tertentu, akan melempar kembali sihir tersebut. Jadi, kupikir mungkin aku bisa melempar serangan sihir ke arah lawan.

Wanita itu dengan bodohnya menembakkan sihir dengan lurus, hingga aku teringat dengan teknik ini.


"E-Enyahlah---gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"

Bagian 4[edit]

Si Jalang telah “ditelan” oleh bola api itu, dia pun menjatuhkan diri dan terus berguling-guling di tanah.


"Hahaha! Apinya membakarmu dengan sempurna!"


Melegakan rasanya melihat Si Jalang kesusahan seperti ini.

Oh... Aku sendiri tidak setuju saat Sang Ratu memberi kendali hukuman pada Shadow. Akhirnya aku hukum Si Jalang dengan tanganku sendiri.


"Nona Mal... Nona Jalang!"


Wanita 2 langsung merapalkan sihir elemen air, untuk memadamkan api yang membakar Si Jalang.


"Sampai berbuat setega ini pada seorang gadis, kau memang parah!"

" Pepatah bilang ‘Kau tuai apa yang kau tanam’ , kan? Bahkan dia sendiri tidak mewaspadai serangan sihirnya akan dibalikkan ke arahnya."


Wanita 2 menerapkan sihir penyembuhan untuk menyembuhkan luka Si Jalang.

Yah, lagipula tidak mungkin lukanya itu bisa disembuhkan dengan mudah.


"Baiklah, sekarang aku akan mengaktifkan hukumannya, degozaru."

"Gyaaa!! Uuuuuuuuuuuuugh!!!"


Si Jalang kembali berguling-guling karena luka bakar, ditambah rasa sakit dari tanda kutukan.


"Tunggu sebentar! Ini terlalu kejam!"

"Hukuman tetap harus diberikan degozaru. Lebih jauh lagi, saya akan memberi tahu Tuan Pahlawan Tombak agar hukuman untuknya ditambahkan, degojaru. Bersiaplah, degojaruyo."

"Aku tidak percaya ini!"


"Baiklah, apa kita bisa teruskan perburuan monster-nya?"

"Siapa juga yang akan menurutimu!?"


Wanita 2 memapah Si Jalang, dan pergi tanpa persetujuanku.


"Terserah. Pergi kalian!"


Ini sepenuhnya salah Si Jalang. Kelihatannya Shadow memahaminya, dan kemudian berbicara dengan suara yang pelan.


"Sang Ratu telah memperkirakan hal seperti ini akan terjadi, degozaruga... Setidaknya kejadian yang separah ini."

"Ngomong-ngomong, karena sekarang mereka tidak bisa diandalkan, apa kita bisa menghabiskan waktu bersama, Shadow?”

"... Haah. Saya mengerti, degozaru. Saya tidak ahli sebagai pengganti rekan petualang, tapi saya akan membantu Tuan Pahlawan Perisai, degozaruyo."

"Oh...? Jadi kau mau membantuku?"

"Jika situasi seperti ini terjadi, saya diperintahkan untuk membantu anda, degozaru."

"Ternyata kau telah mempersiapkan diri."


Walau harusnya dia mencegah hal ini terjadi...

Sejak awal, apa pertukaran rekan ini memang perlu dilakukan?


"Hei... "


Saat aku berbicara pada Shadow, pundakku ditepuk oleh seseorang.


"Hm?"


Saat aku berbalik, aku melihat Wanita 1 menyilangkan tangan dengan ekspresi tidak senangnya.


"Ada apa? Kau tidak kembali ke penginapan bersama mereka berdua?"

"Kembali? Jangan bercanda. Aku akan menyusahkan Tuan Motoyasu kalau melakukannya."

"Eeh..."


Entah kenapa, wanita ini terlihat teguh pada pendiriannya. Meski dia membenci tindakanku, aku tidak yakin dia akan pergi tanpa izin.

Dibandingkan dengan Si Jalang dan Wanita 2, nampaknya Wanita 1 memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.


"Haah... Banyak hal yang membuatku harus menahan diri, dan aku tetap harus menyesuaikan diri dengan para bocah itu."


Sembari menggaruk kepalanya, Wanita 1 mengatakan itu dengan kesal.

Apa yang dia maksud?


"Jangan sampai ini membuatmu salah paham, ya? Aku masih membenci Pahlawan Perisai."

"Aku hanya merasa heran, karena kukira kau sama saja dengan kedua wanita bodoh itu. Tapi sepertinya kau ini sedikit berbeda."

"... Tidak sopan. Aku selalu jujur pada diriku sendiri. Aku tidak ingin bertarung... Dan kalau bisa, aku ingin hidup dalam kemewahan. Misi yang diemban para Pahlawan atau takdir Dunia, itu bukan urusanku."

"Aku juga setuju denganmu."


Kalau bisa, aku akan segera mundur dari misi semacam ini. Nyatanya, aku lebih memilih tidak ikut serta dalam pertarungan melawan gelombang.


"Apa kau mengerti? Kalau aku kembali sekarang, akan menutup peluangku hidup dalam kemewahan."

"Kau cukup perhitungan juga ya."

"Dan kau cukup menjengkelkan. Aku suka saat bisa bersantai dibalik seseorang yang kuat. Tapi, memang sebatas itulah tujuanku."

"Lalu kenapa kau tidak pergi dengan mereka berdua?"

"Karena kau juga seorang yang kuat. Meski aku membencinya, aku akan mengikutimu."


Wanita 1 mengernyitkan kedua alisnya, saat dia mengatakan itu dengan serius dan tidak senang.


"Aku tetap akan mengakui mereka yang memang kuat."

“Prinsip yang aneh."

"Jangan berkata begitu. Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang? Kalau aku tidak membuat masalah di sini, perhatian Tuan Motoyasu padaku akan meningkat. Aku tidak mau disamakan dengan ‘Puteri Parasit’ itu."


Aku mengerti. Orang seperti wanita ini, juga ada di duniaku.

Banyak perempuan yang terlibat dalam kelompok “berandalan” di sekolah, dan selalu ikut dengan mereka yang dianggap berkuasa... Mungkin seperti itu. Selalu mengikuti ketua berandalan, lalu terpaksa harus berbohong dan mengesampingkan keinginan pribadi.

Umumnya, dia ini termasuk tipe seorang yang berpikiran panjang, dan menyikapi keadaan apapun dengan santai. Karena aku ini orang Jepang, kurang lebih aku bisa memahami itu.


"Aku pikir si ‘Mantan Puteri’ itu akan meninggalkan Tuan Motoyasu saat ada kesempatan yang tepat. Dari apa yang kulihat, Tuan Motoyasu tidak akan menyukai wanita yang merepotkan, dan akan ada batasan tentang seberapa besar dia membanggakan para wanita."

Bagian 5[edit]

Ada kemungkinan kalau Motoyasu akan lebih mempercayai mereka yang tidak membuat masalah, ketimbang mereka yang membuat masalah. Dan bagi Motoyasu, kelihatannya si Jalang telah menjadi nomer satu dalam urutan “perempuan favorit” -nya.

Apa Wanita 1 ini ingin menjadi yang pertama bagi Motoyasu?


"Ayahku adalah seorang bangsawan yang mendapatkan jabatan tinggi dari prestasi-nya dalam kemiliteran, dan ibuku adalah puteri dari seorang saudagar yang sukses dalam berbisnis. Saat kau menawar harga perhiasan itu, kau membuatku terkesan. Meski menawar harga untuk seorang gadis dengan memakai ancaman, tidak akan membuat kebanyakan gadis senang."

"Ya ya."


Kita abaikan saja yang terakhir itu, karena mengingatnya saja sudah membuatku naik pitam.


"Aku juga mengerti kenapa pertukaran rekan ini diadakan. Aku akan mengamati bagaimana Pahlawan Perisai bertarung, lalu melaporkan semuanya pada Tuan Motoyasu."

"... Kau benar-benar berambisi menjadi yang terbaik."

"Kita sudahi saja pembahasan ini. Ayo kita segera melanjutkan perburuannya."


Tidak ada pilihan lain, aku harus mengubah pendapatku tentang Wanita 1.

Dia ini seorang yang perhitungan. Tapi tidak seperti Si Jalang, nampaknya dia tidak merasa senang saat memandang rendah orang lain.

Aku malah memikirkan Si Jalang lagi.

Kurasa Wanita 1 bisa dipercaya dalam urusan bisnis. Meski aku tidak mau mempercayainya sebagai sosok teman.


"Baiklah, kita lanjutkan perburuan hari ini. Shadow, apa kau akan bergabung?"

"Saya mengerti, degozaruyo..."


Aku mengirim undangan party pada Shadow, dan mengeluarkan Si Jalang dan Wanita 2 dari party. Dengan begitu, kami bertiga pun kembali membasmi monster.

Wanita 1 adalah seorang petarung sihir, jadi dia bisa bertarung jarak dekat maupun jauh. Shadow adalah seorang penyerang yang gesit. Seperti yang diduga dari seorang anggota kelompok “pembunuh rahasia” negeri ini, dia cukup kuat.

Ngomong-ngomong... Karena kedua anggota party-ku sekarang bukan seorang budak, jadi aku tidak bisa melihat status maupun level mereka berdua.


" Kau benar-benar kuat. Aku takjub saat melihat betapa berbedanya cara bertarungmu dibanding Tuan Motoyasu."


Wanita 1 mengalahkan seekor monster sembari mengatakan itu.

Dari perbincangan kami yang sebelumnya, aku tahu kalau Si Jalang dan kedua temannya hanya menyoraki Motoyasu dari belakang.


"Meski begitu... Wanita rakun itu terlihat bisa diandalkan."


Wanita rakun... maksudmu Raphtalia?

Kalau Raphtalia mendengarnya, mungkin itu akan mengusik emosi-nya.

Ngomong-ngomong, Wanita 1 cukup pandai memanfaatkanku seperti perisai. Dia juga memantau pergerakan monster, dan menyesuaikan diri dengan situasi pertarungan. Sudah jelas dia terbiasa dalam pertarungan.

Caranya menarik semua monster ke arahku sangat efisien, dibandingkan Raphtalia dan Filo yang memilih mengalahkan sendiri monster yang mereka hadapi. Walau sebenarnya bagiku tidak terasa mengenakkan, saat banyak monster “sengaja digiring” ke arahku.

Meski begitu, Wanita 1 kurang terampil dalam pertarungan jarak jauh, dia kurang fokus saat sedang merapalkan sihir, hingga Shadow berkali-kali harus melindunginya.

Semua monster di area ini pun telah dikalahkan, dibongkar, dan diberikan pada perisaiku untuk diserap.


"Ooh...? Kau bisa membuat senjatamu menyerap bagian-bagian tubuh monster?"

"Apa Motoyasu tidak tahu tentang hal ini?"

"Biasanya dia tidak melakukannya. Dia hanya menyerap mangsa yang besar, seperti seekor Chimera atau monster kuat lainnya."


Harusnya Motoyasu menyerap beberapa bagian tubuh monster biasa ke dalam tombaknya... Apa dia tidak mau dibuat repot dengan membongkar daging dan tulang monster? Tapi... tetap saja terasa tidak masuh akal.

Aku telah membuka sebagian besar bentuk perisai dasar. Karena itu, kemampuanku telah bertambah banyak.

Bentuk perisai yang membutuhkan item tipe “daging”, lebih lemah dibanding bentuk perisai yang membutuhkan item tipe “tulang”. Mungkin itulah kenapa aku tidak bisa mengalahkan Motoyasu, kecuali kugunakan bentuk Perisai Kemurkaan.

Tentu saja, mungkin bisa juga dikarenakan aku yang paling terlambat mulai menaikkan level. Tapi dari atribut dasarku saja, bisa kurasakan perbedaan kekuatanku dan Motoyasu.

Hal yang sama juga berlaku pada Ren dan Itsuki. Lucu rasanya di waktu itu, aku pikir perisai ini lemah. Setidaknya dalam keadan yang sekarang, perisai tidak kalah unggul dari ketiga senjata legendaris yang lain.

Atau karena jika diumpamakan dengan istilah dalam game, kami sebagai Empat Pahlawan, belum mencapai tingkatan kesulitan yang tinggi...? Aku tidak tahu.


"Oh, benar juga. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan."

"Apa itu?"

"Apa kau ini anggota party Motoyasu yang pertama?"


Entah kenapa, ingatanku saat pertama datang ke dunia ini, sangat samar.

Tapi kalau aku tidak salah ingat, Wanita 1 bukan rekan Motoyasu yang pertama.


"Bukan, bukan aku."

"Ah, begitu kah?"

"Aku bergabung dengan party Tuan Motoyasu, satu minggu setelah aku menjadi petualang. Saat aku bergabung, satu-satunya rekan pria dalam party Tuan Motoyasu, memutuskan untuk pergi."

"Jadi begitu."

"Si Mantan Puteri dan seorang ‘bawahan’nya, terus memberikan tekanan psikis pada pria itu hingga dia pergi. Setelahnya, semua orang yang bergabung ke dalam party, dimusuhi dan dijebak oleh mereka berdua."


Aku mengerti... Jika kau tidak berpura-pura bodoh, maka Si Jalang akan ‘menyiksa’mu hingga kau enyah dari party-nya. Sungguh party menjijikan yang dikuasai oleh para wanita.

Apa “harem” yang sebenarnya seperti ini?

Referensi :[edit]

  1. Kemungkinan peran “Puteri” ini selalu dilindungi oleh rekan yang lain karena menjadi primadona dalam party, hingga dia tidak perlu susah payah ikut bertarung. (Bagi yang lebih tahu maksud peran ini, mohon koreksinya)
  2. Ternyata Shadow ini seorang wanita... (Penerjemah baru tahu tentang ini)