Tate no Yuusha Jilid 2 Bab 17 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 42 : Desa Wabah[edit]

Bagian 1[edit]

Pada hari itu, kami bermalam di luar.


“Akhirnya kita bisa menjual makanan sebanyak itu, dengan harga tinggi.”


Karena masalah hama di selatan sudah teratasi, kami pun pergi ke utara untuk berdagang. Meski masih ada sisa makanan sebanyak satu gerobak, semua itu kuberikan untuk jatah seekor burung yang rakus.


“Makanan~~!”


Filo membenamkan kepalanya ke dalam gerobak, dan mulai melahap semua makanannya.


“Enak~!”


Di mana aku pernah mendengar kalimat menjengkelkan itu?

Walau pertumbuhan peliharaanku ini sudah berakhir, dia tetap saja menjadi monster yang rakus. Besarnya biaya makan sehari-harinya itu bukan main-main. Tapi sebagai gantinya, kami bisa dengan cepat sampai ke tempat tujuan kami.

Meski begitu, keretanya sudah sering menjadi korban, setiap kali terjadi keonaran dalam perjalanan. Biaya perbaikannya pun cukup besar...


“Apa yang harus kulakukan?”


Di saat seperti ini, mungkin kereta kayu kami harus diganti dengan kereta berbahan logam. Filo sering mengeluh tentang ringannya kereta kami, dan menyarankan untuk memperkuat daya tahan keretanya.

Raphtalia juga sudah bisa mengatasi mabuk perjalanannya, tapi guncangan pada kereta yang Filo tarik ini, tetap saja sangat tidak wajar. Mungkin dengan memasang pegas di keretanya, guncangannya bisa dikurangi.

Uangku pun telah terkumpul cukup banyak. Aku ingin segera menemui Paman pemilik toko senjata.

Toko senjata yang ada di pusat ibukota itu, menjual banyak senjata kualitas terbaik. Aku tidak tahu dimana Pahlawan lain membeli senjata dan zirah mereka, tapi aku belum menemukan sebuah toko, yang menjual perlengkapan lebih baik daripada toko senjata Paman.


“Tuan~”


*Wush*

Filo memelukku, dan menekankan bulu-bulunya ke wajahku.

Karena ini wilayah utara, jadi suhu udara di sini agak dingin. Karena itu, bulu-bulu Filo yang terkena suhu tubuhnya, terasa nyaman dan hangat.


“Ehehe~”

“Muu......”


Saat aku duduk, entah kenapa Raphtalia juga ikut menempel padaku.


“Hehehe, jadi terasa hangat kalau semuanya berpelukan.”

“Buatku malah mulai terasa panas......”


Tapi aku tetap tidak beranjak, karena udaranya masih terasa dingin.


“Filo, lepaskan Tuan Naofumi, agar dia tidak kepanasan.”

“Tidak~, harusnya kakak Raphtalia yang melepaskan Tuan. Kakak jangan terus-terusan mendekati Tuan!”

“Aku tidak bermaksud ‘mendekati’ siapapun!”


Berisik!


“Kalian berdua, cepat tidurlah!”

“Tapi...”

“Tuan~ ayo kita tidur bareng~!”

“Aku harus menyiapkan ramuan obat, sebelum kita sampai di wilayah timur.”


Karena sekarang aku punya tanaman obat dalam jumlah banyak, aku mulai meramu obat dengan semangat. Meski salah satu kesulitan dalam berdagang adalah, kau takkan tahu, apa persediaan daganganmu itu sudah cukup atau belum...


“Huuh...”


Filo pun melepaskanku dengan kesal, dan pergi tidur. Di waktu yang sama, Raphtalia pun masuk ke dalam kereta. Bukan berarti lebih nyaman, tapi saat ini aku lebih memilih tidur di tanah.


“Baiklah.”


Aku terus meramu obat, sambil menjaga nyala api unggun.


“Tuan Naofumi.”

“Hm?”


Aku mendengar suara Raphtalia dari dalam kereta. Lalu kulihat Raphtalia sedang memanggilku, agar ikut masuk ke kereta.


“Ada apa?”

Tate no Yuusha Volume 2 Image 10.jpg

“...Apa kita bisa tidur bareng?”

“Kau juga...? Ya ampun...”


Meski kedua rekanku ini terlihat seperti sudah dewasa, tapi sebenarnya mereka ini masih anak-anak. Wajar saja kalau mereka masih ingin ditemani saat tidur.


“Bagaimana kalau kau tidur dengan Filo, dalam wujud manusianya?”

“Bukannya aku merasa kesepian... Tapi...”


Raphtalia pun menunduk, dan menggesekkan kedua jari telunjuknya dengan malu-malu. Ini mengingatkanku pada saat dia menangis tanpa henti di malam hari... Dan kejadian itu sudah lama berlalu.


“Tuan Naofumi... apa ada seseorang yang kau sukai...? Di dunia asalmu?”

“Huh? Tidak, tidak ada.”


Kenapa dia mau membicarakan tentang dunia asalku? Aku tidak mengerti dengan yang dia pikirkan.


“Kau ini kenapa?”

“Um... Aku ingin tahu, Tuan Naofumi menganggapku sebagai apa.”


Apa?

Hmm... Wanita jalang itu tiba-tiba muncul di pikiranku, tapi tidak mungkin aku lampiaskan kemarahanku ini pada Raphtalia. Dan tak tahu kenapa, aku malah teringat pada wanita brengsek itu.


“Untuk saat ini, tidak sepantasnya kalau aku masih menganggapmu sebagai budak.”

“Kalau begitu... Apa ada anggapanmu yang lain tentangku?”

“Anggapan yang lain...?”


Saat kumiringkan kepalaku karena bingung, aku melihat Raphtalia yang menatapku dengan sayu.


“Karena kau percaya padaku, aku pun percaya padamu dan menghargaimu.”

“B-Baiklah!...hmm?”


Raphtalia mengangguk sambil tersenyum, dan kembali ke tempat tidur di dalam kereta, dengan ekspresi wajahnya yang sekarang menjadi kebingungan.


“Baiklah...”


Aku meneruskan meramu obat untuk perjalanan dagang kami nanti.

Bagian 2[edit]

Ngomong-ngomong, setelah pertarungan yang kadang-kadang kami lakukan di sepanjang perjalanan, level kami menjadi:

Aku : Level 37 
Raphtalia : Level 39 
Filo : Level 38

Bahkan level-ku sekarang lebih rendah dari Filo? Apa ini karena aku butuh lebih banyak EXP untuk naik level?

Tidak, peran mereka berdua adalah penyerang. Khususnya Filo, yang menjadi lebih agresif dan lincah dibandingkan Raphtalia, dan bisa mengalahkan musuh dalam sekejap mata. Jadi dia akan lebih cepat mendapatkan EXP. Serangan Raphtalia pun jadi semakin cepat, dan semakin bisa diandalkan.



Kami pun tiba di wilayah timur negeri.

Bagaimana cara menjelaskannya? Pepohonan di dekat kami semuanya telah mati, dan udara di sini terasa berat walaupun suhunya tidak dingin.

Aku pun memeriksa tanah di tempat ini, yang warnanya terlihat hitam pekat. Saat aku melihat ke langit, semua awannya yang terlihat tebal, perlahan menyingkap dan memperjelas pegunungannya di depan sana.

Perasaanku tidak enak.


“Umm.”


Aku harus memeriksa peta lagi, karena jalanan di sini telah rusak.


“Filo, kita akan pergi ke arah gunung itu.”

“Baik~!”

“Pastikan tutupi mulut kalian dengan kain. Sepertinya ada wabah penyakit yang menyebar di daerah ini.”

“Baik.”


Sebelum tiba di desa pertanian itu, aku juga menutupi mulutku dengan kain. Setidaknya untuk mengurangi kemungkinan tertular penyakit.


“...Apa mereka itu... pedagang?”

...

“Maaf, desa ini terkena wabah penyakit yang terus menyebar *uhuk*... Dimohon untuk segera mengungsi.”


Seorang penduduk desa menjelaskan itu pada kami, dengan suara batuknya yang menyakitkan.


“Aku tahu, Karena itulah aku datang untuk menjual obat pemulihan.”

“B-Benarkah?! Akhirnya ada pertolongan.”


Penduduk itu mulai berlari dan memberitahu para penduduk desa, kalau ada seorang pedagang obat yang datang.

... Keadaan di sini terasa bertambah tegang. Aku ragu, apa jumlah obat yang kubawa ini akan cukup nantinya.

Kegelisahanku pun akhirnya terbukti, sepertinya seluruh warga desa ini membutuhkan obat.


“I-Itu adalah kereta yang ditarik Burung Suci! Desa kita terselamatkan!”


Uwaaah...... Mereka sampai berharap banyak padaku. Kalau obat yang kuberikan tidak manjur, kepercayaan orang-orang yang susah payah kubangun, akan menurun dengan cepat.

Mau bagaimana lagi.


“Di mana orang-orang yang membutuhkan obat?”


Aku harus menggunakan metode paling efektif, yaitu langsung memberi mereka obat olehku sendiri.


“Lewat sini, Tuan Pendeta.”


Meski sudah agak lama aku dipanggil Pendeta, rasanya tetap sedikit aneh. Tapi, dipanggil begitu lebih baik daripada dipandang dengan jijik sebagai seorang Pahlawan Perisai.

Kami pun diantar ke sebuah bangunan, di mana para warga desa dengan gejala penyakit paling serius, dikumpulkan.



Mungkin ini adalah bangunan untuk mengumpulkan mereka yang dikarantina. Ada sebuah pekuburan di belakang bangunan ini, dan terlihat ada beberapa papan kuburan yang baru dibuat.

... Tidak heran kalau tempat ini hawanya kental dengan kematian. Aku yakin, suasana tidak mengenakkan ini berasal dari pekuburan dan rumah sakit dekat bangunan ini.

Aku ragu semua ini bisa diatasi hanya dengan obat pemulihan.

Aku tidak seharusnya bersikap sombong, karena baru bisa menerjemahkan resep obat tingkat menengah. Terlebih lagi, kalau obat pemulihanku tidak manjur, maka nasib kita semua akan tamat. Tapi kalau obat pemulihannya bekerja, aku bisa mendapatkan banyak uang.

Tapi... Tetap saja ini meresahkan. Meski menerjemahkan buku resepnya saja sudah sulit, mungkin pengaruh obat tingkat menengah sendiri takkan semanjur yang diharapkan. Lain kali saat aku mampir ke toko farmasi, aku akan meminta buku resep obat Tingkat Tinggi.


“Biar aku temui istrimu!”

“Baik.”


Aku bangunkan seorang wanita yang batuknya tidak kunjung berhenti itu, dan memberinya obat sedikit demi sedikit.

Kemudian suatu cahaya mulai menyelimuti badan wanita itu. Apa obatnya bekerja? Rona wajah wanita itu pun kembali pulih.

Baguslah, kelihatannya obatku cukup manjur.


“Berikutnya!”


Saat aku menoleh, semua penduduk desa yang memandangiku, membelalakkan mata karena terkejut.


“Ada apa?”

“Uh-Uhmm......”


Mereka menunjuk ke arah seorang anak laki-laki, yang terbaring di samping wanita yang kuberi obat. Barusan, batuk anak itu sama parahnya dengan wanita ini.

Hm? Apa dia sudah mati......?

Aku periksa tarikan napas anak itu. Syukurlah, dia masih hidup. Meski begitu, batuknya belum sepenuhnya hilang. Kenapa sekarang keadaannya menjadi lebih baik?


“Apa yang terjadi?”

“Saat Pendeta memberi obat pada istriku, pernapasan anak di sampingnya itu juga jadi semakin lancar.”

Bagian 3[edit]

Hm...... Apa ini dikarenakan keterampilan Perluasan Jarak Pengaruh Obat?

Kalau jarak penyembuhannya bertambah, ini akan sangat berguna. Sepertinya keterampilan itu akan menyebarkan pengaruh obat, dalam radius 1 meter di sekeliling pasien yang diberi obat. Sebenarnya, seberapa besar kekuatan yang tersimpan dalam perisai ini? Tapi dengan jarak sekecil ini, keterampilan ini akan sulit dipakai dalam pertarungan.

Aku pun memutuskan untuk mengumpulkan beberapa orang dalam radius 1 meter, sebelum pengaruh obatnya hilang.


“Obatnya bisa berpengaruh dalam jarak 1 meter. Berkumpullah! Akan kujelaskan nanti!”

“B-Baik!”


Karena kami kekurangan orang, aku menyuruh Filo dan Raphtalia untuk membawa semua pasiennya. Dengan cara ini, akan lebih menghemat pemakaian obatnya, dan pengobatan di ruangan karantina bisa selesai lebih cepat.

Tapi obatku hanya bisa meringankan gejala penyakitnya saja. Aku tidak mampu sepenuhnya menyembuhkan penyakit yang mereka derita.


“Apa sebatas ini pengaruh dari obat pemulihannya...?”


“Terima kasih banyak!”


Aku merasa tidak puas saat seseorang berterima kasih padaku, tapi aku sendiri tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Resiko tertular pun semakin membesar, dan aku tidak sanggup melenyapkan penyakitnya.


“Aku jadi ingat, dari mana penyakit ini berasal? Apa desa ini terkena wabah dari tempat lain atau semacamnya? Ini bukan penyakit biasa.”


Penyakitnya terlalu kuat untuk disembuhkan dengan obat pemulihan saja. Dan ada kemungkinan kami bertiga juga akan ikut tertular. Kami harus memecahkan masalah ini secepat mungkin.


“Umm... Sepertinya menurut Tabib Ahli, wabah ini berasal dari seekor monster yang tinggal di pegunungan.”

“Ceritakan lebih jelasnya.”

“Baiklah, Tabib itu...”


Tabib Ahli adalah orang yang mahir dalam sihir pemulihan dan obat-obatan, mirip seorang dokter di duniaku. Seorang Tabib Ahli sedang meramu obat untuk mengurangi pengaruh dari wabah penyakit, dan datang ke ruang karantina untuk ikut mengobati penduduk desa ini.


“Apa kau bisa membuat obat pemulihan Tingkat Tinggi?”

“Ya. Aku sedang meramunya sekarang. Berkat bantuan dari obat Pendeta, aku bisa kembali meramu obat ini.”

“Cepatlah, pengobatan pasiennya masih belum selesai. Cepat atau lambat, penyakit mereka bisa kembali kambuh.”

“B-baik!”

“Tunggu.”


Aku menghentikan Tabib Ahli yang hendak berlari itu.


“Aku dengar, kau tahu penyebab wabah ini berasal dari pegunungan. Coba jelaskan padaku.”

“Ah, ya. Sekitar sebulan yang lalu, Tuan Pahlawan Pedang telah menyingkirkan seekor naga raksasa di daerah pegunungan.”


Aku juga pernah mendengar rumor yang serupa.


“Para naga biasanya membuat sarang di wilayah yang terpencil. Tapi naga ini sepertinya tersesat, dan membuat sarangnya di dekat desa.”

“Lalu apa hubungannya dengan penyakit di desa ini?”

“Pada suatu hari, para warga desa berkumpul untuk menyaksikan kehebatan Pahlawan Pedang saat melawan naga itu. Jadi, para petualang yang pergi ke gunung, membawa kembali loot dari naga yang Tuan Pahlawan kalahkan.”


Sepertinya bahan mentah dari seekor naga, bisa dibuat menjadi senjata dan zirah yang kuat... Cukup membuat iri juga.


“Terus?”

“Di sinilah masalah utamanya terjadi. Semua loot yang bernilai tinggi itu telah diambil, dan berkatnya penduduk desa ini menjadi bersemangat. Meski begitu, bangkai naga tersebut mulai membusuk hingga menimbulkan masalah. Para petualang yang mendekati bangkai itu langsung terkena penyakit.”

“Aku mengerti. Jadi bangkai itu yang menyebabkan kemunculan wabah ini.”

“Kemungkinan besar, ya...”


Meski semua bahan mentah diambil dari naga itu, bangkainya tetap mereka tinggalkan di sana. Kalau daging naga itu membusuk, yang akan terkena dampak buruknya adalah lingkungan di sekitarnya. Mungkin beberapa juru masak akan menginginkannya, tapi para petualang takkan mau mengambil daging yang membusuk. Aku masih tidak tahu, apa kegunaan daging naga di dunia ini. Mungkin rasanya enak setelah dimasak, tapi kami masih belum tahu pasti.

Isi perutnya dibiarkan begitu saja, apalagi organ hati yang biasanya lebih cepat membusuk. Ren, si bajingan itu sepertinya hanya mengincar loot untuk membuat perlengkapan saja, jadi dia tinggalkan isi perut naga tersebut. Ada juga jantung naganya... yang sepertinya bisa dimanfaatkan untuk keperluan sihir.


“Karena penyebabnya masih tidak diketahui, harusnya kalian segera membuang badan naga yang tersisa.”

“Pembuangan itu mustahil dilakukan para petani di daerah ini... Pegunungan itu sekarang sudah dihuni banyak monster jahat.” “Kalau begitu, minta bantuan para petualang untuk melakukannya.”

“Saat kami sadar harus membuang bangkainya, ekosistem di daerah pegunungan telah berubah drastis, dan racun dari bangkai itu menyatu dengan udara di sana. Petualang biasa pasti akan segera terkena penyakit. Ditambah lagi, pemerintah sudah mengeluarkan larangan, agar para petualang tidak mendekati wilayah ini karena wabah yang menyebar ini.”


Ugh... Ren, bocah itu... Harusnya dia buang bangkai naga itu dengan benar.

Ren adalah Pahlawan termuda di antara kami berempat. Dan aku sendiri baru tahu bahan makanan bisa membusuk, setelah aku menjadi murid SMA. Di samping itu, orang itu adalah Pahlawan yang paling paham tentang game. Meski game yang dia mainkan, adalah hasil dari fiksi ilmiah yang disebut VRMMO.

Bisa dibilang, memang sulit membedakan game dan kenyataan di dunia ini. Jadi, kecelakaan seperti ini rasanya tidak bisa dihindari.


“Tuan Pendeta, apa yang akan anda lakukan?”

“Apa kau sudah melaporkan ini ke ibukota?”

“Ya. Bantuan obat dari mereka dijadwalkan akan tiba sebentar lagi.”

“...Bagaimana dengan para Pahlawan yang lain?”

“Kecil kemungkinan mereka datang ke mari, karena kelihatannya mereka masih sibuk.”


Yang dia maksud pasti Motoyasu dan Ren. Rasanya itu membuat darahku mendidih.


“Apa uang permintaan bantuan kalian sudah dibayar ke ibukota?”

“Ya...”

“Biskah kalian ambil lagi uang itu, dan membatalkan permintaannya?”


Tabib Ahli itu membelalakkan matanya saat melihatku.


“Apa Tuan Pendeta benar-benar akan pergi ke sana?”

“Ngomong-ngomong, berapa lama sampai kau selesai meramu semua obatnya?”

“Uhm... semua obatnya akan selesai dibuat dalam setengah hari.”

“Baiklah, akan kusingkirkan bangkai naganya. Lebih baik berikan uang permintaan itu padaku.”

“A-Aku mengerti.”


Dengan begitu, kami bertiga segera pergi untuk membuang bangkai naga di gunung itu.

Referensi :[edit]