Hakomari (Indonesia):Jilid 3 Putaran Pertama

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Utsuro no Hako vol3 pic1.jpg


▶Hari Pertama <A> Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

Hal pertama yang kulihat adalah bohlam yang tergantung di langit-langit beton yang polos. Aku tidak tau di mana aku, dan aku bangun dengan terkejut.

“… Di mana aku?”

Ketika aku mencoba membendung kebingunganku yang bertambah, aku mencoba mengingat bagaimana aku kemari.

Aku tidur di kasur bawah seperti yang biasa kulakukan. Aku tidak ingat pergi ke mana setelahnya. Tidak ingat kalau aku pergi ke suatu tempat, juga tidak ingat aku telah bertemu seseorang.

Aku melihat-lihat ruangan sebesar 6 tatami[1]ini. Aku melihat sebuah toilet dan wastafel. Di tengah-tengah, ada sebuah meja yang diatasnya ada sebuah kantong kecil[2].

Tapi, yang paling menarik perhatian adalah TV 20 inci di tembok. Karena tidak terlihat sesuai di ruangan macam penjara ini.

Aku memfokuskan perhatianku pada tubuhku. Aku memakai seragam sekolahku, dan semua isi sakuku kosong.

Aku menghampiri kantong kecil itu dan mengeluarkan isinya satu per satu.

Sebuah pulpen.

Sebuah buku memo.

Sebuah jam digital biru.

Tujuh porsi makanan berat.

Dan ada juga sebuah perangkat portable yang mirip dengan «iPod» touch.

Yang terakhir—

"——"

Sebuah pisau.

Aku perlahan melepas sarungnya. Itu adalah sebilah pisau dengan gerigi tajam di sisinya. Itu adalah pisau tempur yang biasa muncul di tangan tentara dalam film.

"…Apa…? Kenapa aku butuh…"

Ini adalah senjata. Alat yang digunakan untuk membunuh.

Seseorang ingin aku bertarung? Apa bertarung adalah satu-satunya jalan untukku?

Aku menggelengkan kepalaku dan memasukan pisau tadi kedalam tas kecil itu. Aku gemetaran, jadi aku mengambil nafas panjang dan mencoba lebih tenang.

Aku melihat-lihat ruangan sekali lagi. Tidak ada jendela, dan aku tidak melihat ada ventilasi. Hanya ada satu pintu, dan kelihatannya sangat berat. Aku ingin membukanya, tapi ternyata tidak ada kenop nya. Aku mencoba mendorongnya sedikit, tapi tidak bergerak sedikitpun.

Dengan terhuyung-huyung aku kembali ke kasur dan menjatuhkan diriku.

"Apa yang terjadi di sini…?"

Aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti… tapi ini adalah situasi yang abnormal.

—Abnormal - sangat jauh dari arti keseharianku.

Ah, mungkin ini—


«Selamat - pagi»


Mendengar suara yang tak disangka membuatku terkejut.

Aku mengalihkan pandanganku pada asal suara itu. —Apa yang terjadi?— sebuah makhluk aneh muncul di layar kosong tadi.

«HaHaHa - Selamat - pagi - Kazuki-kun»

Dilihat dari caranya menyebutkan namaku, suaranya seperti robot dan tidak memiliki intonasi sama sekali. Benda hijau yang muncul di layar itu seperti beruang… mungkin. Mungkin. Karena matanya yang juling dan tubuhnya yang jelek, itu membuatnya tidak manis sama sekali. Terus terang saja itu kelihatan buruk.

«YaYaYa - kau - baik-baik - saja? Aku - Noitan - si maskot! SenanG bertemu - denganmu!»

—Noitan—si beruang? Mulutnya naik turun. Itu dianimasikan dengan buruk, hanya dagu yang naik turun, mengulangi hal yang sama: sangat buruk.

"…Maskot yang begitu mengerikan. Itu akan membuat anak-anak menangis…"

«Siapa yang kau sebut mengerikan, kau brengsek?! Haruskah kulumpuhkan kau dengan menendang kemaluanmu? Itu akan setimpal!»

"……Uah!"

Beruang itu merespon apa yang kukatakan! Terlebih, ia memiliki mulut yang sangat kotor! Dan kenapa ia tiba-tiba berbicara dengan biasa!? Juga, gambaran mata yang berdarah itu sangat mengerikan!

"…U-uh… kamu bisa berbicara denganku?"

«Ya - aku - bisa!»

Nada awalnya kembali.

Kelihatannya ia akan berbicara dengan biasa kalau ia sedang marah saja.

"Noitan."

«Dasar anak biadab yang sok kenal, kenapa tidak tambahkan "-san"[3] pada namaku!? Juga, bicaralah dengan hormat!»

"……Noitan-san. Aku tidak tau bagaimana aku ada di sini, jadi di mana aku?"

«Kau beRada di dalam - permainan - yang disebut - [Perebutan Kerajaan]! Akan - kuJeLaskan nanti - di tempat - di mana seMuanya ada, tapi—»

"Semuanya…? Jadi bukan aku yang satu-satunya di sini?!"

«Tutup mulutmu saat aku bicara atau kupotong lidahmu!»

"……Aku minta maaf."

«Pintunya - akan terbuka! Kamu akAN pergi ke - tempat di mana - semua pemain - permainan ini berKuMpuL! Aku akan - menJeLaskannya padamu - mohon - tunggu sebentar. »

Setelah Noitan berhenti berbicara, pintu berat itu terbuka, namun dengan tanpa suara.

"…Boleh aku pergi?"

«Silahkan jika - kau sudah - menyiApkan diRimu!»

"Menyiapkan diriku…?"

«DiBalik pinTu iNi - adalah ruAngan uTAmA - Apakah kAu siaP - untuk bErtemu manusia - yang aDa di posisi yang sAma - denganmu?»

"Apa yang akan kami lakukan?"

Noitan mengubah wajahnya ke yang mengerikan dan berkata,

«Bertarung sampai Mati!»

"……Eh? Apa yang—"

Layarnya mati sebelum aku menyelesaikan kata-kataku. Di waktu yang sama, pintunya telah sepenuhnya terbuka.

—Ada apa ini?

Selimut kegelapan berada di sisi lain dari pintu ini.

Tapi kuyakin aku tidak mungkin menolak.

Aku mengenakan jam biru yang ada diatas meja dan berdiri di ujung pintu. Mengabaikan keraguan yang ada di fikiran, aku mencoba meyakinkan diriku bahwa aku ada di jalan yang tepat:

…tenang, aku pasti baik-baik saja.

Aku tidak yakin hal baik menungguku di sana. Tapi, aku ada di dalam 'kotak', jadi dia pasti di sini.

-Maria di sini.

Jadi, takkan apa-apa.

Itu adalah yang kufikirkan saatku memasuki kegelapan ini.

▶Hari Pertama <B> Ruangan utama[edit]

Tiba-tiba, semua yang ada di sekitarku berubah.

Semua yang bisa kulihat hanya putih, putih yang tidak biasa, yang membuatku merasa seperti seorang pengunjung rumah sakit kosong yang baru saja dibuat, tanpa dokter, suster, maupun pasiennya.

Saat aku menyadarinya—

"Eh?"

—Aku terjatuh.

Tanpa mendapat waktu untuk merasakan rasa sakit dari lantai yang menghantam punggungku, ujung pisau menusuk cepat hingga ke depan mataku.

"Namamu?"

Melihat seorang gadis dengan rambut sepanjang pundaknya sedang menodongkan pisau di hadapanku, aku tersadar apa yang sedang terjadi.

"H-HII…!"

"Namamu «Hii»? Serius? Bukannya aku tanya namamu?"

S-Siapa ini?

"H-Hoshino Kazuki."

Aku lihat dia mengenakan seragam yang sama denganku, di tangan kirinya, sebuah jam digital oranye. Warnanya berbeda denganku.

Jadi dia adalah pemain permainan ini? …eh? Mungkin, permainan hidup dan matinya baru saja dimulai dan aku langsung saja di check-mate? T-Tunggu dulu! Bukannya itu terlalu kejam!?

Kufikir situasiku ini sudah tidak ada harapan—

"Kazuki!"

—Ah, hanya dengan mendengar suara ini saja aku bisa tenang.

"Mm, Otonashi-san, ini kenalanmu?"

"Ya."

Mengembalikan pandangannya, gadis dengan rambut sepanjang pundaknya ini mengamatiku dengan matanya yang cermat.

"...Heh."

Lalu, dia berdiri tanpa mengubah ekspresinya dan melangkah mundur. Aku tidak mengerti, tapi mungkin aku sudah bebas.

"Kamu baik-baik saja, Kazuki?"

"Y-Ya..."

Aku menjawab saatku mengambil tangan Maria setelah dia berlarimenghampiriku.

"S-Sebenarnya kenapa dia—"

"—Uaa!"

Aku menghentikan suaraku ketika muncul suara lain, dan berbalik karena penasaran. Gadis tadi menodongkan pisaunya pada lelaki dengan rambut coklat yang baru datang.

"...uh, ada, apa ya?"

Tanya lelaki itu, sambil melihat sekitar hanya dengan matanya. Ia terkejut, tapi kelihatannya cukup tenang untuk mengamati kami.

"... Kamu sangat tenang, ya?"

Setelah menyadarinya, dia mengatakan itu pada lelaki dengan rambut coklat itu.

"B-Bukan begitu, sebenarnya... yah, aku sadar kalau 'Ah, kau tidak begitu serius', jadi entah kenapa aku bisa tetap santai."

Gadis itu menjawab dengan "Ohoo", lalu dia menjauhkan pisaunya dan melepas lelaki itu.

"...Ah, kau melepasku?"

"Terserah."

...Gadis itu langsung melepasnya juga, ya? Aku penasaran kenapa dia melakukannya.

Lelaki berambut coklat yang baru dilepaskan itu sudah tersenyum seakan ia melupakan hal sebelumnya dan berkata,

"Oh, ada tiga gadis cantik! Aku beruntung!"

Tiga...? Umm, Maria, gadis yang menyerangku dengan pisau, dan—

Aku menemukan seorang gadis dengan rambut panjang yang duduk dan memeluk lututnya seperti anak yang ketakutan di samping monitor besar di ruangan ini. Dengan kulitnya yang putih dan rambutnya yang sangat hitam, gadis itu terkesan datar bagiku.

"Jangan kuatir, Yuuri!"

Gadis yang membawa pisau itu menepuk kepala gadis yang berambut hitam dan tersenyum padanya, menunjukkan kebaikannya yang tidak dia tunjukkan pada kami. Gadis dengan rambut hitam yang berada dalam rasa takut itu menjadi tenang sedikit, tapi ini hanya bertahan untuk waktu yang pendek.

"...Apa yang akan terjadi pada kita...?"

"Kita akan baik-baik saja!"

...Sepertinya mereka berdua saling kenal.

"Kau Hoshino-senpaiKakak, 'kan?"

Karena dipanggil, aku melepaskan pandanganku dari kedua gadis tadi. Itu si lelaki dengan rambut cokelat tadi.

"Kamu tau aku?"

"Tentu! Senpai, bukankah kau terkenal karena Maricchi? Jangan bilang kau lupa tentang upacara pembukaan yang legendaris itu!"

Ia mengenakan seragam yang kusut, sebuah kalung perak, dan jam tangan hijau di pergelangannya... Benar juga, semuanya mengenakan seragam sekolah.

"Umm, siapa namamu?"

"Aku— ah! Kaichou, sepertinya semua sudah ada di sini, bagaimana dengan perkenalan?"

Ia bertanya pada gadis dengan pisau. Ketua*Kaichou*? Apakah dia itu ketua OSIS? Salah satu dari ketiga Manusia Super yang Kokone bicarakan?

"Hm, benar. Itu tidak buruk."

Setelah dia mengatakannya, rasanya aku sering mendengar suara ini di pengumuman dari mic. Gadis yang tersenyum percaya diri ini... ya, tanpa diragukan dia adalah ketua osis.

Jadi—

Aku harus bertarung hidup dan mati melawan tiga orang ini?

"Kamu fikir ini sudah semua?"

Tanya Kaichou pada lelaki itu.

"Ada enam kursi, jadi mungkin begitu."

"Ya."

...Eh? Enam?


"Kazu, matamu terbuat dari kaca?"


Aku menahan nafasku saat mendengarkan suaranya.

Di tengah ruangan ini, terdapat sebuah meja dengan enam kursi yang diletakkan secara runtut. Dan di tempat yang terjauh dariku, adalah ia.

"...Daiya."

Daiya yang memakai seragamnya sedikit mengangkat ujung mulutnya, dan mengangkat tangannya yang mengenakan jam tangan hitam, seperti memberiku sapaan yang ringan.

Walaupun ini adalah pertama kalinya kita bertemu dalam hampir dua bulan, walaupun di tempat seperti ini, sapaannya sama seperti saat kita biasa bertemu.

"Apa? Kalian saling kenal? ......begitu."

"Kaichou. Bisakah kuanggap kalau itu adalah kecurigaanmu terhadap kami yang mungkin bersekutu untuk melawanmu?"

Kaichou kehilangan ketenangannya untuk sesaat, tapi kemudian dia berdeham. Dia melanjutkan.

"Itu terserah bagaimana kamu menilainya."

Sekarang Daiya yang menyeringai terhadap perkataannya.

Hal apa yang mereka perbincangkan...? Hampir seperti mereka sudah siap berperang.

...Tidak, atau justru sudah dimulai? Apakah itu alasan kenapa dia menodongkan pisau padaku?

"Jadi, aku satu-satunya yang tidak punya kenalan? Aku sangat kesepian~"

Lelaki berambut cokelat itu bertingkah berlebihan dengan memeluk kepalanya seperti ia tidak menyadari ketegangan yang terjadi di antara mereka berdua. ...Aku penasaran apa dia sadar dalam situasi apa ia ini sekarang?

"Baiklah, kita perkenalkan diri masing-masing. Kita akan melakukannya, 'kan? Untuk sekarang, mari duduk dulu selagi ada kursi di sini."

Aku duduk di depan Daiya dan Maria duduk di sampingku. Dia mengenakan jam tangan juga. Warnanya merah.

"Oke, seharusnya kalian sudah kenal aku, tapi kumulai dengan perkenalan dariku. Aku—"

"Sebelumnya, bisa aku tanya satu hal?"

Maria menatap Kaichou dan bertanya.

"Apa?"

"Aku bukan memotong karena aku merasakan keinginan untuk menyakiti darimu...tapi apa maksud dari ancaman dengan pisau tadi?"

"Ah, itu?"

Dengan tidak terlihat peduli pada Maria, Kaichou mulai menjelaskan.

"Kalau kamu dapat penjelasan dari beruang menyebalkan itu, kamu seharusnya tau kalau permainan «kematian» ini terjadi di sini, 'kan? Juga, aku fikir akan ada seseorang yang berinisiatif menyakiti di saat semua orang masih kebingungan. Jadi kurasa dengan melakukannya, aku bisa menghindari itu. Singkatnya; jalan tengah."

"Ha!"

Daiya menolak penjelasan ini. Kaichou kelihatan tidak suka.

"Umm... Oomine Daiya-kun, ya, 'kan? Aku sudah dengar rumor tentangmu. Jadi, apa maksudmu?"

"Aku yakin ini hanya kebohongan. Jalan tengah? Kau fikir ada pemimpin yang akan membunuh secara besar-besaran hanya karena alasan semacam itu? Kau hanya berusaha melakukan gerakkan pertama agar secara psikologis kau ada di posisi yang tertinggi, 'kan? Santai, yang bisa melakukan itu hanya kau, yang bisa berfikiran seperti itu!"

"Sebuah strategi untuk berada di posisi yang tinggi, kah? Kamu salah besar. Aku tidak akan menggunakan cara semacam itu untuk membalikkan keadaan. Kalau aku bertingkah dengan ceroboh dan menghancurkan kepercayaan orang lain, aku dalam bahaya, 'kan?"

"Jadi kau ingin mencoba menyalakan apinya? Ingin mencari tau orang yang sebenarnya melemparkan minyak pada kita dari reaksi mereka?"

"Aku tidak seperti itu. Kejam sekali."

Jawabannya tenang. Tetapi, hawa keraguannya tidak bisa ditutupi dengan itu.

"Wow, santai-santai! Kalian menyeramkan!"

Lelaki berambut coklat itu menghentikan mereka.

"...Oke. Tapi kau juga harus tenang. Kau cukup aneh."

"Jangan begitu! Aku begini karena aku susah untuk diam. Biasanya, aku bertingkah dewasa, tapi bagaimana ya? Ada ketegangan sekarang ini... tapi kufikir aku tidak setegang temanmu di sana, Kaichou."

Setelah perbincangannya mulai membicarakannya, gadis yang mungkin akan melakukan apapun kalau kamu menyuruhnya sedang ketakutan dibalik pundaknya.

"M-Maaf..."

"Tidak, Yuuri. Kamu tidak perlu minta maaf."

"M-Maaf, Iroha."

Kaichou tertawa dan mengangkat bahunya saat melihat dia meminta maaf lagi.

"Aah~...entah kenapa aku kehilangan rasa tegangku."

"Yuuri-chan, bagus!"

Dia memberinya jari jempol.

"Eh? Eh? Apa aku melakukan sesuatu...?"

Dia berkedip-kedip kebingungan, yang membuat Kaichou tertawa lagi.

"Kita kembali ke pembicaraan awal dan mulai perkenalannya, ya? Aku murid kelas tiga, Shindou Iroha dan seperti yang kalian tau, aku menjabat sebagai ketua OSIS. Kehebatanku adalah bisa tidur di mana saja. Hobiku adalah berlari dan atletik."

"Meski bisa mengikuti semua pertandingan yang ada, berlari dan atletik satu-satunya hobimu? Aku yakin kau tidak populer, ya?"

Daiya masuk dalam pembicaraan.

"Kamu punya lidah yang tajam, ya? Tapi memang sudah kenyataan bahwa itu hobiku. Soalnya, aku tidak cocok di bidang lari dan atletik. Di pertandingan seperti itu kamu hanya bisa menggunakan kemampuan fisikmu. Dan aku tidak diberkati itu. Jadi, aku tidak cocok. Itu hanya hobi."

"Itu namanya 'sarkasme'!"

"'-Kata si gadis dengan sarkastis'."

Kaichou menjawabnya dengan tenang. Karena bisa menandingi Daiya, dia benar-benar manusia super.

Dia mencolek gadis yang ada di sampingnya dengan sikutnya, memaksanya bicara.

"Ah, a-aku, um, murid kelas tiga dan, umm, dan dekat dengan Iroha sewaktu kelas satu saat kami di kelas yang sama...umm, keahlian dan semacamnya, Iroha? Umm... Aku tidak tau keahlianku...tapi hobiku membaca. Namaku Yuuri — Yanagi Yuuri."

"Eh?"

Tanpa kusengaja aku menggumam.

Apa dia bilang «Yanagi»?

"......Eh? Umm, a-apa aku bilang sesuatu yang aneh?"

Gadis yang bernama «Yanagi Yuuri» menjadi bingung karena sikapku.

"Ah"

Aku kembali sadar dan melambai-lambaikan tanganku.

"B-Bukan apa-apa! Hanya saja aku kenal dengan orang yang punya nama keluarga yang sama."

"O-Oh..."

Yanagi-san—mungkin akan membingungkan, jadi aku akan menggunakan Yuuri-san—masih menatapku dengan kebingungan, tapi kemudian,

"Yuuri, selesai?"

"Ah, umm..."

Dia ditanya Kaichou dan melepaskan pandangannya dariku.

"Se-Senang bertemu denganmu."

...Oh tidak, mungkin dia mengira aku aneh.

Si lelaki berambut coklat menyeringai padaku.

"Yuuri-chan sangat manis. Dia tipeku."

"Hue!"

"Hei, kelas satu, jangan menyakiti Yuuri! Juga, jangan sok kenal dengan menambah 'chan'."

"Sayang kamu bukan tipeku, Kaichou. Kamu terlalu tegas."

"Aku tidak peduli. Sekarang kenalkan dirimu."

"Oke. Aku Kamiuchi Koudai dari kelas satu, senang berkenalan dengan kalian. Ah, terutama denganmu, Yuuri-chan. Dan hobiku adalah memainkan permainan dengan koin. ...ah, gampangnya, yang ada di timezone."

Tiba-tiba, Daiya memotong perkenalan dari si lelaki berambut coklat, Kamiuchi Koudai.

"Aah, kau Kamiuchi itu. Aku sering dengar rumor tentangmu. Kau tidak pernah kalah di mesin Pachinko[4], ya?"

"Tidak begitu, sih. Yah, tapi aku pasti menang. Lagipula aku punya mata yang bagus."

"Orang bernama Usui Haruaki memata-mataimu sewaktu kau ikut klub baseball, 'kan? Karena kau terkenal sebagai yang luar biasa di turnamen olah raga waktu SMP."

"Mata-mata? Entahlah...tapi tidak, tidak, baseball SMA itu terlalu sulit buatku! Dan lagi, mustahil orang sepertiku terus ikut latihan gila-gilaan itu, 'kan? Klub langsung pulang lebih cocok denganku."

Apakah Kamiuchi-kun, meski tidak setingkat dengan «Tiga Manusia Super», adalah orang yang luar biasa...?

"...umm, Yuuri-san."

"Y-Ya?"

"Apa kamu juga sangat pintar?"

"Eh? A-Aku, um... Tidak begitu."

"Yuuri selalu ranking satu di kelas satu."

Kaichou berkata dengan datar.

Tahun ketiga, kelas satu[5]? Itu adalah kelas elit dalam kesenian yang mengincar universitas Tokyo dan Kyoto. Dia nomor satu di sana...?

"I-Itu karena kamu ada di kelas sains, Iroha. Kalau kamu masuk kelas kesenian, aku pasti akan dikalahkan..."

"Ah, omong-omong, kelihatannya dari hasil ujian masuk, aku menduduki posisi kedua. Yuuri-chan, kita yang berada di posisi kedua tidak bisa melawan si posisi pertama yang bertalenta, ya, 'kan?"

"H-Haah..."

Jadi Kamiuchi-kun juga bukan orang biasa.

"Hmm. Kurasa aku menangkap kesamaan dari kita semua. Murid unggulan...yah, karena sains dan kesenian itu agak berbeda, jadi aku tidak begitu yakin, tapi kelihatannya kita punya murid unggulan dari setiap angkatan. Jumlahnya cocok."

"Ah, tapi nilaiku hanya sedikit diatas rata-rata? Nilaiku di ulangan belakangan ini cukup bagus, tapi aku masih dibawah—"

Aku menelan kata-kataku.

Karena Kaichou, Yuuri-san, dan Kamiuchi menatapku.

...Kenapa? Apa aku mengatakan hal yang aneh?

"Hanya memastikan: Otonashi-san dan Oomine-kun itu murid unggulan, 'kan?"

Kaichou berkata dengan tatapan yang terkunci padaku. Aku mengangguk dengan pelan.

"Oh."

Dia kemudian bertanya dengan senyuman dengan tatapan yang tidak selaras:

"Jadi kenapa hanya kamu yang berbeda, ya?"

Aku hanya mengedipkan mataku terhadap kekasaran yang tidak dia tutupi.

Ada apa ini? Kenapa mereka melihatku seperti itu?

"Ketergesaan itu ada batasnya."

Mendengar kata-kata itu, Kaichou memindahkan pandangannya dariku. Dariku — pada Maria.

"Kenapa kamu begitu takut meski tidak tau permainan apa ini? Apa ini artinya kamu menerima «permusuhan» ini dan ingin mengikuti permainan ini? Kalau iya, maka kamu yang harusnya dikuatirkan."

"A-Aku setuju. Dan ini memang masih belum dimulai..."

Setelah mendengar Maria, Yuuri-san mengatakannya sembari mengintip dibelakang Kaichou.

Kaichou sendiri, mengerutkan bibirnya sesaat. Bukan karena dia mencibir - ini lebih terlihat seperti kebiasaannya ketika dia berfikir.

Dia mengembalikan mulutnya dan berkata dengan desahan.

"Bisa jadi. Cuma hipotesis saja kita mengumpulkan murid-murid unggulan, jadi aneh kalau mencurigai orang lain karena orang itu tidak cocok. Juga, mungkin aku akan dijebloskan seseorang kalau aku terus mencurigai semua orang tanpa alasan."

"Yah, dan dari caraku melihatnya, kau yang paling mencurigakan, Kaichou, karena tindakanmu terlalu cepat."

"Hahaha, aku mencurigakan? Tolong ngaca dulu deh."

Daiya menyeringai dengan senang setelah mendengar kata-katanya.

"...Umm, apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah mulai mencari pelakunya?"

Ujung mulut Kaichou naik setelah aku menanyakannya karena aku tidak bisa mengikuti pembicaraannya.

"Aku tidak mencari pelakunya, aku hanya mencari orang yang harusku perhatikan. Si pemicu api yang merencanakan permainan ini pasti salah satu diantara kita atau si pembantu dari orang itu bisa saja di sini untuk menyalakan permainan «kematian» ini. Aku ingin menghentikan ini secepat mungkin kalau aku menemukan sesuatu - sebelum terlambat."

Pemicunya, kah?

Pemicu, apanya — aku tau siapa penyebab semua ini.

Oomine Daiya. Hanya orang itu yang mungkin jadi pelakunya

...Tapi aku sadar aku tidak bisa langsung mengatakan hal ini.

Pernyataan bodoh tidak diperbolehkan di sini. Aku saja langsung dicurigai hanya karena aku bukan murid unggulan. Tindakan yang berlawanan dengan orang lain akan membuat kecurigaan.

Apa yang akan terjadi kalau kukatakan «ini akibat 'kotak' yang digunakan Daiya»?

Akan terlihat lebih absurd dari sekarang. Tapi kalau begitu, mereka mungkin saja berfikir kalau aku hanya mencoba membuat Daiya lah orang yang jahatnya.

Tetapi, tidak peduli seberapa benarnya itu, aku tidak bisa memberitau mereka tentang 'kotak'.

Ini juga mungkin alasan kenapa Maria tetap diam dengan ekspresi yang tegang.


«YaH, yAh, yah - KelIhatannya - kAlian sudah - sAling - mEncuRigai - sAtu sAma laIn - sepErti yang - dihaRapKan»


Kami semua melihat ke monitor besar di tengah ruangan ini.

Layarnya menampilkan beruang yang tidak ada manis-manisnya. Kemenjijikkannya jauh lebih parah di layar yang besar.

Kaichou menunjukkan senyum yang canggung ketika melihat monitornya.

"Si beruang jelek muncul lagi."

«Jaga mulutmu dan panggil aku "Noitan-san"! Jangan bangga hanya karena kau ketua OSIS sialan dari sekolahmu!»

Kaichou tersenyum dengan lebar, tapi Yuuri-san ketakutan oleh mulut kasarnya dan gambar juga kengeriannya terlukis dengan teriakkan kecil.

...Bukan karena tubuhnya yang kecil, tapi dia memang kelihatan seperti binatang kecil...aku memang tidak sepatutnya bilang itu, sih, karena orang lain juga menyebutku begitu.

"Jelaskan sekarang, beruang jelek."

«Apa kau terlalu bodoh untuk bisa memikirkan kata-katamu!? Kuharap kau mati duluan, bangsat!»

"Oi, Kaichou-sama! Bisa tolong tenang sedikit. Kalau begini terus tidak akan maju-maju.

"Ya, ya.."

Kaichou hanya mengangkat bahunya pada sarkasme Daiya dan menutup mulutnya. Setelah beberapa lama dalam ketenangan, Noitan bersuara lagi, gambarnya kembali seperti biasa dan mulai bicara lagi dengan suara aneh.

«Aku aKan - mEnjelasKan aPa - mAksuD dAri - [Perebutan Kerajaan]!»

Dengan diam aku menatap monitornya.

«PadA dAsarnya - hanya PermAinan kEmatian - lEbih tePAtnya - pErmaInan - dimaNa sEmuA - oRanG mEncoba - mEnCuri - tAhta sAnG rAJA!»

Kami saling menukar pandangan saat mendengarnya.

«[Kelas] tElah - diPiliH unTuk - kAlian pAra pesErta - [kelas] bisa sAJA [Raja], [Pangeran], [Si Kembar], [Penyihir], [Ksatria] dan [Revolusioner]! SeMuanyA puNya - kaRaktEristik kHusus - mAsing-mAsing»

"Bagaimana cara tau [kelas] kami?"

«BiSa kAlian pEriksa - di MOnitOr - kAmarMu! OMong-oMong - iTu - laYar seNTuh dAn - biSa diKendaliKan teRgantUng - [kelas]-mu»

Kaichou mengerutkan dahinya dan menunggu lanjutan penjelasannya.

«Oke, sEbElum - kuJelasKan - [kelas]-nya - kUbEri - bEBErapa inFormasi - soAl siTuAsi - [Perebutan Kerajaan] ini! JADI - nEgara INI - adALah neGara - yAng bUKAn penGanUt - dEMOkrasi - dAn tELAh - dISerang neGara lAIn - dan—»

"Noitan."

Maria memotong Noitan yang mulai menjelaskan yang juga sangat ingin dilewati oleh player kalau itu hanya game.

«AdA - ApA - Maria-chan - ?»

"Kita tidak butuh itu. Jelaskan saja apa yang perlu kami tau tentang permainan ini."

«Berani-beraninya kau bersikap seperti itu saatku mau berbaik hati menjelaskannya padamu! Kau bangsat, anjing kampung!»

Gambarnya berubah lagi menjadi mata yang berdarah.

"Bukankah kamu sudah pakai 'bangsat' tadi untuk Shindou? Penguasaan katamu rendah."

«Kalau kau punya waktu untuk mencari kesalahan, sebaiknya kau pakai itu untuk mencari cara untuk tetap hidup, kau makhluk menyedihkan!»

Karena puas, gambarnya kembali seperti biasa.

«BAIklAh- akAn kuJelaSkan - hAnyA - baGian pEntinGnya! - pErtama - kAu haRuS - meMaTuhI - atURAn wAktunya - atAu kAu akan - lanGSUng [kalah] - jaDi - haTi-haTilah»

"...apa yang terjadi saat kita [kalah]?"

«Dieksekusi»

Udaranya membeku.

«DiPEnggal - tepAtnya! AdiL - bukAn? - orAng yang - tiDAk bisa - memATuHi - aturan wAkTunya - lEbiH baik - mATI - saja»

Bahkan Yuuri-san tidak berkedip. Dan di saat dia menyadarinya, wajahnya menjadi jauh lebih pucat.

Noitan mengabaikan reaksinya dan terus melanjutkan.

«Juga, -adA - bATAs wakTu UtAMA! Pasokan mAkANAnmu - berJuMlah tujuh poRsi - makANAn bErat - iNi cukup - unTuk seminGGu - KAU tiDAk akan Lapar - kalAu kAu makAn - satU poRSi - mAkanan AjAib ini - sehARinya! TetApi - kalAu kau - tidak meMAkannya - sETIAp Hari - kAU AkAn menjaDi - MuMi kaREna - keLAParan!»

"Mumi...kah."

Kaichou menggarukkan kepalanya dengan bibir yang dikerutkan.

"Jadi bagaimana cara menangnya? Jujur, aku tidak tau caranya."

«OkE - cARA menanGnya - teRgAntung paDa - [kelas]-mu - miSAl - kalAu - kAU [Raja] - kAu bisA menAnG denGAn - mEMbunuh sEMUA peMAIn - yang mEnGincar - tahTAnya! AkAn ku tampilkAn - lebIh rinCinya»

Noitan menghilang dari layar, huruf-huruf menggantikannya.


[Raja]
Ia adalah seorang raja yang mendapatkan tahtanya dengan membantai pemimpin sebelumnya dan telah melakukan banyak serangan. Memiliki sifat yang tidak bisa dipercaya, ia merencanakan pembunuhan pada siapapun yang mengancam tahtanya. Ia tidak menyadari kalau kecurigaannya membuat orang-orang kehilangan kesetiaan mereka untuknya.
Ia bisa meminta bawahannya untuk melakukan [Pembunuhan], tetapi ia tidak bisa memaksa mereka karena ia takut kebencian mereka akan ditujukan pada dirinya.
Negeri yang dikuasai oleh lelaki yang tidak percaya orang lain tidak akan memiliki masa depan yang cerah.
Kemampuan sang [Raja]
  • [Pembunuhan]
    Ia bisa memilih seorang pemain yang ia ingin bunuh dan meminta [Penyihir] atau [Ksatria] untuk melakukannya. Ia tidak perlu memilih.
  • [Pertukaran]
    Untuk sekali, ia bisa menghindari [Pembantaian] dengan mengganti perannya dengan [Si Kembar] untuk sehari. Kalau ia dipilih menjadi targetnya di hari itu juga, [Si Kembar] akan mati menggantikan sang [Raja].
Kondisi kemenangan untuk [Raja] Untuk melindungi tahtanya. (Membasmi semua yang mengancam tahta kerajaan - [Pangeran] [Revolusioner])
[Pangeran]
Orang yang ambisius. Ia tadinya berada di peringkat ketiga dalam urutan pewarisan tahta menurut sang raja. Tapi memanfaatkan keuntungan dari kecurigaan si raja, ia membuat sang raja membunuh pangeran lain sehingga mencapai posisi pertama. Ia mendapatkan pelindung sihir untuk melindungi dirinya dari si pencuriga.
Kalau ia menjadi penguasa kerajaan, negeri ini akan menjadi negeri anti-demokrasi yang lebih buruk dari sebelumnya.
Kemampuan sang [Pangeran]
  • [Pewarisan Tahta]
    Ia bisa menggunakan [Pembunuhan] setelah sang [Raja] dan [Si Kembar] mati.
  • [Anti-sihir]
    Ia tidak bisa dibunuh oleh [Sihir].
Kondisi kemenangan untuk [Pangeran] Menjadi raja. (Membasmi [Raja] [Si Kembar] [Revolusioner])
[Si Kembar]
Mantan petani yang setia pada sang [Raja] dan memiliki paras yang sama persis dengannya. Ia tidak begitu ambisius, tapi ia tidak akan membiarkan [Pangeran] menjadi raja karena ia selalu dibodohi olehnya.
Kalau ia, dengan tanpa keinginan menjadi rajanya, negeri ini akan hancur tak lama lagi.
Kemampuan [Si Kembar]
  • [Warisan]
    Kalau [Raja] mati atau [Pertukaran] dilakukan, ia jadi bisa menggunakan [Pembunuhan].
Kondisi kemenangan untuk [Si Kembar] Kematian dari orang-orang yang berusaha membunuhnya. (Kematian [Pangeran] [Revolusioner])
[Penyihir]
Bawahan sang [Raja]. Ia adalah guru sihir sang [Pangeran] dan juga sangat akrab dengan [Pangeran]. Ia sudah senang selama ia bisa terus belajar sihir dan tidak memiliki keinginan terhadap tahtanya atau apapun.
Tidak peduli seberapa banyak kemampuan sihirnya meningkat, tidak ada orang yang akan menghargai orang yang terus mengurung dirinya dalam cangkang.
Kemampuan [Penyihir]
  • [Sihir]
    Ia bisa membunuh karakter yang dipilih oleh [Pembunuhan]. Karakter yang dipilih akan terbakar menjadi mayat.
Kondisi kemenangan untuk [Penyihir] Bertahan hidup.
[Ksatria]
Bawahan sang [Raja]. Meski seorang bawahan, ia memiliki dendam dengan keluarga kerajaan karena mereka telah menghancurkan kampung halamannnya. Ia percaya kalau ia hanya bisa bahagia dengan membasmi keluarga kerajaan.
Masalahnya, seseorang yang telah tenggelam ke dalam perasaan kekalahan hanya akan jatuh ke dalam kegagalan.
Kemampuan sang [Ksatria]
  • [Penghabisan]
    Ia bisa memilih untuk membunuh karakter yang telah dipilih oleh [Pembunuhan]. Hanya bisa dilakukan apabila [Penyihir] telah mati. Karakter yang dituju akan mati dipenggal.
Kondisi kemenangan untuk sang [Ksatria] Balas dendam. (Death of [Raja] [Pangeran])
[Revolusioner]
Ia adalah tangan kanan sang [Raja]. Karena semangatnya, ia sadar kalau negerinya akan jatuh jika terus seperti itu. Jadi, ia menyiapkan diri untuk mengambil alih negeri itu.
Pemimpin yang telah merasakan kepahitan karena membantai saja belum cukup untuk memimpin kerajaan. Kalau sudah terlalu kacau, ia siap membantai dirinya sendiri.
Kemampuan si [Revolusioner]
  • [Pembantaian]
    Ia bisa membantai karakter yang dipilih. Ia tidak perlu memilih. Karakter yang terpilih akan dicekik dan menjadi mayat.
Kondisi kemenangan [Revolusioner] Menjadi raja. (Kematian [Raja] [Pangeran] [Si Kembar])
* Permainan berakhir jika semua kondisi kemenangan dari pemain yang masih tersisa telah terpenuhi.


Semuanya hanya membaca tulisannya dengan diam dan mencoba mengerti maksudnya.

Aku, menatap monitornya dengan segenap hati, tapi aku gagal faham akan apa yang harus kulakukan. Aku hanya mengerti kalau kata seperti [Pembunuhan] dan [Pembantaian] adalah bukti bahwa [Perebutan Kerajaan] adalah permainan saling membunuh.

"Hei, Beruang jelek. Bagaimana cara kita menggunakan [Sihir] atau [Pembantaian]?"

Tanya Kaichou.

«PeRintahnya - diTAMpilkan - di mOnitOr kAmAr - sETIap peMAin - kAu hAnyA perLU - menEKan toMbol - di laYAr - unTUk menggUnakan - pERIntahnya! JaDI - memBUnuh - iTU semUDah - meMBEli tikEt..»

Semua orang selain aku berubah pucat setelah mendengarnya. Aku tidak mengerti kenapa semua orang bereaksi seperti itu dan menatap Maria.

"...Maria, umm."

"Kamu tidak merasakan bahaya besar di sini?"

Aku menggelengkan kepalaku dengan pelan. Melihatnya, Daiya tertawa. ...entahlah, mau bagaimana lagi.

"Oke, anggap saja kamu dalam bahaya. ...bukan, itu terlalu lembut. Anggap saja kamu tau kalau kamu pasti akan mati. Untunk menghindarinya kamu perlu membunuh orang tertentu. Apa kamu akan membunuh orang ini dengan pisau, Kazuki?"

"T-Tidak mungkin aku akan melakukannya!!"

"Jadi bagaimana kalau kamu hanya perlu menekan sebuah tombol?"

"Eh...?"

Hanya menekan sebuah tombol aku bisa mempertahankan hidupku. Dengan mencuri nyawa orang lain.

"......m-masih tidak bisa! Hal seperti membunuh itu..."

"Yah, ini menurutmu. Tapi, bagaimana dengan orang lain di sini. Apa mereka memiliki pemikiran yang sama?"

Secara spontan aku langsung melihat sekitar.

Kaichou. Yuuri-san yang kelihatan gugup. Orang yang kelihatan santai, Kamiuchi-kun. Lalu, si 'pemilik' - Daiya.

"Apa kamu punya bukti kalau semua peserta di sini, termasuk kamu, tidak akan mencuri nyawa orang lain jika nyawa mereka sendiri terancam? ...jujur saja, aku tidak."

Orang lain pun mungkin begitu.

"Kita mungkin berfikir kalau seseorang mungkin akan membunuh salah satu dari kita. Dan aku bahkan tidak perlu berkata kalau kecurigaan ini akan memperburuk situasi kita lebih buruk lagi, 'kan?"

"T-Tapi hanya karena kamu bisa membunuh seseorang dengan menekan sebuah tombol tidak berarti kamu siap untuk melakukannya!"

"Tapi apa yang akan terjadi jika batas waktunya sudah menipis?"

"...Batas waktu?"

"Bukankah si beruang hijau bilang? Kalau ada batas waktu utama; dengan kata lain kita akan mati di saat pasokan makanan kita habis. Ini artinya semua orang kalah di saat tidak ada pemenang...intinya, kita semua akan mati."

Aku menahan nafasku.

"Tujuan kita bukan menjadi pemenang. Tapi untuk keluar dari permainan ini. Saat batas waktunya sudah tipis, semua akan kacau. Akan ada orang yang menyerah mengejar tujuan ini. Mereka mungkin lebih ingin bertahan hidup. Mereka mungkin akan berfikir kalau akan lebih baik mengejar kondisi kemenangan mereka daripada sekarat bersama yang lainnya. Dan setelah mayat pertama muncul—itulah akhirnya."

"......kenapa?"

"Ada mayat. Pemain lain sadar kalau ada seseorang yang memainkan permainan ini. Kalau mereka tetap diam, semua orang mungkin akan mati. Jadi, pemain lain tidak punya pilihan lain selain mengikuti permainannya juga. Kalau begitu, permainannya akan terus berlanjut hingga ada pemenang."

Jelas Maria dengan datar - tidak ada yang merasa keberatan. Yang lainnya mungkinn setuju dengannya.

"Setelah mayat pertama muncul, itulah akhirnya..."

Singkatnya, kita harus mencari jalan keluar dari permainan ini sebelum seseorang membuat kesalahan.

«Jadi JAdi JaDI - kALian mEnGerti - cArA KerJA - pERMainan iNI? AkAN kutAMpilkan - jADWalnya! - pATuhi - jadWAlnya dAN - iKUTi dALAm - mAKSimal 5 MENit - oKe?»

Layarnya mengosong dan sebuah jadwal ditampilkan di sana


~12 <A>
- Istirahat, diam di kamar masing-masing
12~14 <B>
- Berkumpul di ruangan utama
14~18 <C>
- Pemilihan rekan untuk [Pertemuan Rahasia] sampai 14:40. Menghabiskan 30 menit di kamar karakter yang dipilih.
- Sang [Raja] bisa memilih target untuk [Pembunuhan].
- [Penyihir] bisa menggunakan [Sihir] ([Ksatria] bisa menggunakan [Penghabisan]).
(Karakter yang ditargetkan oleh [Sihir] atau [Penghabisan] akan mati pada 17:55)
18~20 <D>
- Berkumpul di ruangan utama.
20~22 <E>
- Makan malam di kamar masing-masing.
(Kalau tidak ada pasokan lagi, mati karena menjadi mumi)
- [Revolusioner] bisa menggunakan [Pembantaian].
(Karakter yang ditujukan oleh [Pembantaian] akan langsung mati)
22~ <F>
- Istirahat, tidur


«KaLIAn tIDak - perLu - menULIsnya! InfoRMASi - SecARa rinCinya - AKan dItamPiLKAn - daLAm peRANgKAt - POrtAbLemu - terMASuk Juga - iNFO soAL keLaS-KeLAsnya - jaDI kuHarAp - aKAn beRGuna»

"Uee, jadi pembicaraan ini direkam ke dalam benda ini?"

"Memangnya kamu mengatakan hal yang tidak boleh direkam?"

Kaichou menyindir Kamiuchi-kun tepat setelah seruannya.

"Tidak, sebenarnya apa yang kau coba sindir...?"

"Kamu harus hati-hati jangan sampai orang lain tau [kelas]-mu, 'kan? Karena kelihatannya kamu ingin mengikuti permainan ini!"

Kamiuchi-kun tersenyum dengan canggung.

"Haha, yah, tidak ada orang yang mau menunjukkan kelemahan mereka di keadaan yang seperti ini.."

Aku mengerti kenapa Kamiuchi-kun berhati-hati. Bahkan aku ingin tau [kelas] pemain lain, meskipun aku tidak berniat mengkuti permainan ini. Terutama salah satu lawanku adalah si [Revolusioner] yang berbahaya.

Untuk alasan ini kita mungkin akan terus membaca riwayat ini.

Tapi melakukan ini saja bisa jadi berbahaya. Aku berfirasat kalau kita jadi gugup dan membaca riwayatnya sementara masih diserang oleh kecurigaan, bahkan pernyataan sepele saja akan dipedulikan dan membuat kecurigaannya makin bertambah buruk.

Mungkin, karena tidak bisa menahan kecurigaannya, seseorang akan menekan tombolnya dan—

...Ya. Aku yakin bahkan riwayat ini bisa menjadi alasan kami mengikuti permainan ini.

«BaIKlah - kuHArAp - PertArungan kALIan - mENYenaNGKAn! JaNGAn akHIRI - pErMainannya - deNGan melAkuKan - hAl mEMBOsanKAn - sepERTi - meMBuAT seMUa orAnG jaDI mUMI - OKE?»

Setelah itu, Noitan menghilang dari monitor.

"Beruang jelek sialan itu..."

Kaichou mengejeknya.

Suara mekanis menyebalkan itu menghilang dan ruangannya menjadi tenang. Semua orang tetap diam dan tidak membuka mulutnya. Ini mungkin karena semua orang tau kalau pembicaraan kita akan disimpan, jadi sangat sulit untuk bicara.

Kaichou memecah keheningannya.

"Otonashi-san."

"Apa?"

"Kamu bilang kalau «keluar dari permainan ini» adalah tujuan kita. Tapi apa kamu fikir ini mungkin?"

"Tentu. Bukan begitu?"

"Aku...jujur, aku fikir itu akan sangat sulit. Soalnya semua yang kuterima dengan akal dan perasaanku adalah kenyataan kalau lingkungan ini «abnormal». Aku yakin kalau ini bukan hanya dariku, tapi kalian juga, ya, 'kan?"

Yuuri-san and Kamiuchi-kun mengangguk. Aku cepat-cepat mengangguk juga.

"Apa kamu fikir ada jalan keluar untuk kita di tempat [absurd] begini? Kalau kamu fikir begitu, tolong beri kami penjelasannya."

Meski nadanya terdengar ringan, suaranya seperti sebuah interogasi.

Bahkan semua orang melihat Maria seperti juri.

...Maria memiliki alasan untuk pernyataannya, Maria tau kalau keluar dari 'kotak' ini bisa terjadi, tidak peduli seberapa absurdnya tempat ini.

Dia melirik padaku untuk sesaat.

"...mungkin sulit, sih. Tapi itu satu-satunya tujuan yang kita punya. Jadi aku rasa kita harus percaya kemungkinan itu, tidak peduli seberapa buruknya situasi yang ada...ya, 'kan?"

Seperti yang kukira, dia menutupi keberadaan 'kotak'.

"Benar juga. Aku setuju."

Kaichou kelihatannya mengiyakan kepastian Maria yang tidak ragu-ragu dia keluarkan.

"Kaichou. Ungkapanmu yang isinya kira-kira «keluar dari permainan ini sulit» tadi adalah pengumuman partisipasimu ke dalam permainan pembunuhan ini, 'kan?"

Daiya bertanya dengan sarkastis, ditambah dengan wajah yang kelihatan senang.

"Mencoba mencari kesalahan lagi? Kamu salah! Aku tidak akan membunuh orang lain. Bahkan, hanya sebagai argumen, meski membunuh tidak memberikan dosa di sini dan seseorang bisa membunuh hanya dengan sebuah tombol, kenyataan bahwa aku telah membunuh tidak akan pernah menghilang. Aku tidak bisa memikul beban ini di pundakku dan menghancurkan hidupku. Jadi aku tidak bisa melakukannya, fikirku sampai sejauh ini."

Daiya membunyikan lidahnya pada jawaban yang terlihat sempurna ini.

"Aku juga...begitu."

"Kami tau kau tidak akan melakukannya, Yuuri-chan~! Ah, omong-omong, jawabanku begitu juga."

"Kamu ikut-ikutan saja... Yuuri kemarilah, aku tidak bisa mempercayaimu, Kamiuchi-kun."

"Uhe... Jangan begini, Kaichou!"

"Yah, tapi Daiya-lah orang yang sulit kita percaya."

Daiya menjawabnya dengan senyum sinis terhadap reaksi Kaichou atas komentarnya tadi.

Kemudian ia berkata,

"Ya. Lagian aku membunuh untuk diriku sendiri."

Ia membeberkan pernyataan yang membuat semua orang menjadi musuhnya, dengan tenang.


▶Hari Pertama <C> kamar [Hoshino Kazuki][edit]

«[Kelas]-mu adalah [Penyihir].»

Aku melihat pesan ini saatku kembali ke ruanganku.

Tentunya, [Penyihir] adalah satu-satunya yang tidak punya musuh dari kelima lainnya.

"...haa"

Aku mendesah dengan kelegaan.

Tujuan kami adalah mencegah [Perebutan Kerajaan] agar tidak terjadi. Tapi masih terlalu cepat untuk menganggap kalau aku tidak punya musuh.

"...hm?"

Sebuah pesan ditunjukkan di bawah monitor.

«Belum ada target untuk [Pembunuhan].»

―[Pembunuhan]. Perintah di mana [Raja] bisa memilih siapa yang ingin dia bunuh.

Mungkin kalau si [Raja] memilih target untuk [Pembunuhan], perintah untuk menggunakan [Penyihir]―dengan kata lain perintah untuk membunuh seseorang―akan ditunjukkan di sana.

Aku tidak ingin membayangkannya. Begitu pula situasi di mana seseorang mencoba membunuh orang lain, juga saat di mana aku akan menekan tombol ini.

"......tenang, tenang."

Aku meyakinkan diriku dengan menggumamkannya. Bukan kami ingin mulai saling membunuh. Karena semua orang pasti tidak mau hal itu.

Setidaknya di saat-saat pertama di mana tidak ada yang memikirkan batas waktu, tidak akan ada yang terjadi.

"......"

'Kah?

Aku tidak boleh lupa kalau Daiya adalah salah satu dari kami.

«Ya ya ya - Kazuki-kun - saatnya - untUk - [Pertemuan Rahasia]!»

Noitan tiba-tiba muncul seperti biasa.

Karena aku sudah terbiasa, aku tidak begitu terkejut dan mengangkat kepalaku lalu melihat monitornya. Seperti biasa, beruang hijau yang jelek membuka dan menutup mulutnya.

«Tolong - pilIh seorang pEmain - yang kAu - ingIn tEmui - Lalu - kau bisA - masUk - ke ruangan - pemAin ini - untuk - sEtengAh jAm! Kalau - lebIh dari sEsEOrang - yaNG meMilih - mAKA - pErtemuannya - dimUlai dari yang - meMiLih tErcepat - ke yang terlAmbat!»

Noitan menghilang dan enam nama muncul dengan masing-masing fotonya.

"...Apa yang akan terjadi kalau orang yang kupilih juga memilihku?"

«Tidak ada - bEdanya! Kau hAnya - akAn - bersAmA - dua kAli - lebih lAma»

Noitan menjawab hanya dengan suaranya.

Setelah kulihat perangkat portable di atas meja, aku bertanya,

"...umm, apa orang lain bisa dengar pembicaraan di [Pertemuan Rahasia]?"

«TidAk - bisA! - hanya - perAngkat portAble - pEndIskusinya - yAng bisA. Misal - jIka - sEseorang di tEmpat yAng - sama dEnganmu - sEbelUmnya - percAkapannya tIdAk - akan sampai - tApi infOrmasi tentAng - orAng yang - bertemU di [Pertemuan Rahasia] - akAn terSimpan - jadi hAti-haTi»

Orang yang kupilih...yah, hanya satu.

Tentunya, aku menekan tombol «Otonashi Maria».

«Oke - tunggu - samPai semUa - memIlih - rEkan mEREka»

Kira-kira siapa saja yang akan orang pilih...?

...Mungkin hanya firasatku, tapi Maria tidak akan memilihku. Aku yakin dia fikir kalau aku akan memilihnya.

Karena itu, dia memilih―Daiya.


«OkE - sEmuA sudah - mEmilihnya - akan KutAmpilkan - siapa - memilih SIApa»

Noitan menghilang lagi dan nama-nama muncul di layar.

[Shindou Iroha] -> [Kamiuchi Koudai] 16:20~16:50 [Yanagi Yuuri] -> [Shindou Iroha] 15:40~16:10 [Oomine Daiya] -> [Hoshino Kazuki] 15:40~16:10 [Hoshino Kazuki] -> [Otonashi Maria] 15:00~15:30 [Kamiuchi Koudai] -> [Yanagi Yuuri] 15:00~15:30 [Otonashi Maria] -> [Oomine Daiya] 16:20~16:50

Seperti yang kukira, Maria memilih Daiya.

Dan Daiya―

"...Ah!"

Daiya memilih...ku?

"Kenapa...?"

Aku tidak tau maksudnya. ...memang, aku tidak tau rencananya.

Tapi untungnya, pertemuanku dengan Maria dilakukan pertama.

Aku senang karena bukan sebaliknya. Kalau [Pertemuan Rahasia] dengan Daiya terjadi sebelum Maria, aku mungkin akan bertindak seperti keinginan Daiya. Tapi sekarang aku bisa membangun strategi bersama Maria.

Aku memastikan pilihan yang lain. Yuuri-san dan Kamiuchi-kun memilih yang masuk akal, tapi cukup mengejutkan Kaichou memilih Kamiuchi-un.

«PintUnya - akan terbUka - ini dIA! Kalau kAU - maSuk - ke dalam - kAu akan lAnGsung - samPAI di - ruAngan orang terSEBut - jAdi - tEnanG sAJa»


▶Hari Pertama <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Otonashi Maria], kamar [Otonashi Maria][edit]

Aku takut jatuh pada kekosongan ketikaku berjalan di kegelapannya, tapi aku sampai di sebuah ruangan yang mirip dengan kamarku. Bentuk dan isinya sangat mirip sampai aku merasa kalau kamarku hanya diputar.

"Sudah sampai?"

Maria duduk di atas kasur dengan tatapannya terkunci padaku dan memaksaku untuk duduk di samapingnya dengan menepukkan sisi kosongnya.

"Kita tidak punya waktu untuk ngobrol biasa, jadi aku akan langsung membicarakan bagian pentingnya."

"...umm, bagian pentingnya...?"

"Bagaimana cara kita mencuri 'kotak' dari Oomine, tentu. Jangan bilang kamu ingin ikut [Perebutan Kerajaan]?"

Setelahku duduk di sampingnya, aku menggelengkan kepalaku.

"Tujuan kita akan selalu sama: mengakhiri 'Permainan Kebosanan'. Yah, ini mungkin mudah karena kita tau siapa si 'pemilik'-nya."

"...Tapi mustahil Daiya akan memberikan 'kotak'-nya pada kita..."

Maria menaikkan alisnya setelah mendengar perkataanku.

"...ya. Kita cuma bisa meyakinkannya, tapi..."

"...ini akan sulit?"

"Kamu fikir ini mudah?"

Aku menggelengkan kepalaku lagi.

Gagal meyakinkannya berarti kita tidak akan bisa mengambil 'kotak'-nya.

Kalau situasinya memburuk, kita harus menghancurkan 'kotak'-nya―bersama dengan Daiya.

"...Maria. Kalau Daiya kalah dalam [Perebutan Kerajaan], apa kamu yakin ini juga akhir dari 'Permainan Kebosanan'?"

"Tergantung dari desainnya sendiri, jadi aku belum bisa menjelaskan...tapi aku punya banyak kesempatan untuk mengetahui sifat Oomine berkat 'Kelas Penolakan'. Setelah melihatnya dalam waktu yang lama di sana, mungkin, karena kekalahan semua orang berarti kematian, kekalahan Oomine dalam permainannya akan berarti hasil yang sama. Ya, 'kan?"

Aku mengangguk. Kami belum bisa yakin karena masih belum tau tujuannya... Tapi sulit dipercaya orang seperti Daiya akan jadi satu-satunya yang tidak mematuhi peraturannya.

"......Hei,"

Maria menatap mataku saatku diserap oleh fikiranku.

"Apa kamu...ingin Oomine mati?"

"Eh?"

Maria menatapku dengan ekspresi yang sangat kelihatan tenang, tapi terdapat kegelisahan yang kecil di dalamnya.

...Tentu saja, pertanyaanku sebelumnya pasti terdengar seperti permohonan untuk membunuh Daiya.

"Tidak! Aku tidak ingin Daiya mati."

"...oh."

Senyuman darinya datang bersamaan dengan perasaan lega.

...Ya. Mustahil Maria akan menggunakan cara seperti itu.

"Keluar dari sini dengan kematian Daiya; itu bukan caranya!"

"Ya. Kamu benar."

"Yah, mungkin aku mengatakan itu, tapi aku masih belum tau apa yang perlu dilakukan, sih..."

Saatku menggumamkannya, Maria mulai bicara dengan serius.

"......aku enggan mengatakannya, tapi dengar. Kita mungkin perlu...meminta tolong, terutama pada Shindou, kecuali pada Oomine. Kalau kita semua bisa berpendapat sama, tidak perlu lagi ada yang ditakutkan dari [Perebutan Kerajaan]."

"...apa maksudmu?"

"Kalau kita bisa membuat mereka mempercayai konsep 'kotak' dan kenyataan kalau Oomine itu si 'pemilik', kita bisa menjelaskan pada semua, siapa musuh kita yang sebenarnya. Kita bisa menghindari kemungkinan terburuk di mana kecurigaan menguasai kita. [Perebutan Kerajaan] adalah permainan yang tidak akan dimulai selama kita percaya satu sama lain."

"...tapi sulit untuk memberitau mereka soal 'kotak'-nya, 'kan?"

"Ya, memberi tau mereka soal 'kotak' saja sangat sulit di situasi begini, di mana setiap tindakan langsung dihubungkan dengan tanda bahaya."

"Ya...aku sangat mengerti kenapa kamu enggan!"

"...aku enggan bukan karena sulit."

"Eh?"

"Kamu belum faham? Bilang pada mereka kalau musuh mereka Oomine Daiya. Dengan begitu, semua orang akan tau kalau mereka akan terbebas saat Oomine mati. Dan jangan lupa kita bisa membunuh orang lain dengan satu hanya tombol."

Aku menahan nafasku.

"Oomine bukan orang yang mudah dipengaruhi. Aku tidak yakin ia akan menghentikan 'Permainan Kebosanan' meskipun Shindou dan yang lainnya mengetahuinya. Tapi bagaimana reaksi orang-orang terhadap hal itu? Memangnya yang lain mau menunggu dengan sabar hingga ia mengubah fikirannya, dalam tempat dengan waktu nan terbatas, di mana mereka bisa terbunuh kapan saja? Aku yakin mereka tidak akan. Kalau kita menemui jalan buntu, mungkin―"

Dia berbisik dengan perasaan tidak enak.

"―Shindou akan membunuh Oomine."

"Musta―"

Aku menghela nafasku dan melanjutkan.

"Tidak mungkin...bukankah Kaichou telah bilang sendiri? Dia tidak bisa membunuh."

"Apa pernyataan ini menenangkanmu?"

"...kamu fikir itu kebohongan, Maria?"

"Aku tidak tau itu kebohongan atau bukan. Tetapi, Shindou akan berbahaya jika dia katakan kenyataannya."

"K-Kenapa...?"

Maria perlahan berdiri, mengambil perangkat portable di mejanya dan mulai mengendalikannya. Kemudian dia memainkan sebuah berkas suara.

«Aku tidak bisa memikul beban ini di pundakku dan menghancurkan hidupku. Jadi aku tidak bisa melakukannya, fikirku sampai sejauh ini.»

"Apa ada tanda bahaya dalam pernyataannya?"

Aku menggelengkan kepalaku.

"Maksud Shindou―dia bisa membunuh kalau dia siap menghancurkan hidupnya."

Ini terdengar berlebihan, tapi...masuk akal untuk menganggapnya seperti ini, mungkin?

"T-Tapi kamu tidak bisa semudah itu siap menghancurkan hidupmu kecuali ada alasan kuat!"

"Kamu fikir itu mustahil? Aku bisa sebut beberapa contohnya. Yah...misalnya, bukankah menyelamatkan Yanagi itu sudah cukup kuat?"

Dia berkata dengan datar, membuatku terdiam. Ini tentunya jadi satu hal yang bisa memaksa Kaichou melewati batasnya.

Ya, ini bukan keseharian. Ini keanehan yang dikacaukan 'kotak'. Banyak alasan yang kuat untuk jelaskannya.

"Kazuki, seharusnya kamu sadar, aku tidak bisa membunuh siapapun, apapun alasannya."

"Ya, aku tau."

"Kita punya pendapat yang sama. Bisakah kamu beri alasannya dengan cepat seperti Shindou?"

Aku mulai berfikir ketika dia menanyaiku.

Kenapa aku tidak bisa membunuh?

―Karena mustahil untuk berfikir kalau membunuh orang lain itu baik?

―Karena aku mengasihani mereka?

―Karena dilarang?

Aku bisa memikirkannya, tapi tidak ada yang cocok. Tidak ada yang salah, tapi tidak benar juga. Itu semua alasan sampingan yang ada bersamaan dengan alasan yang nyata.

"Susah difikirkan...?"

"...ya."

Tatapanku jatuh saatku menjawabnya.

"Memang seharusnya begitu."

"Eh?"

"Yang Shindou bilang soal imajinasi dan semacamnya itu salah. Seseorang yang tidak bisa membunuh tidak punya alasan. Kamu dan aku―kita hanya tidak bisa membunuh."

...Ya. Tepat, ini sangat terasa benar.

"Salah kalau kamu bisa mencari alasan kenapa kamu tidak bisa membunuh, dan bisa mengatakannya dengan gampang pada orang lain. Shindou hanya meyakinkan kita kalau dia tidak berbahaya. Yah, tapi ini mungkin masih lebih berguna ketimbang permusuhan yang dibuat Oomine."

"Aneh kenapa Daiya seperti ini, padahal ia dalam bahaya..."

"Yah, ia tidak akan jadi terlihat meyakinkan meski ia bilang «aku takkan menyakiti lalat» seperti Shindou dan yang lain, karena sikapnya sendiri tidak menunjukkannya. Kalau dilihat seperti itu, ia sedang dalam kerugian yang sangat besar dalam ini [Perebutan Kerajaan]."

...Benar, memang begitu, nyawanya sangat terancam.

Di sisi lain, Yuuri-san mungkin berada di posisi yang paling aman.

"Ah, benar. Baru terfikir: 'Permainan Kebosaanan' ini 'kotak' dalam atau luar?"

Tatapan Maria menjadi lebih tajam setelah mendengar pertanyaan ini.

"M-Maaf. Aku bodoh. P-Pastinya, 'kotak' gila semacam ini pasti dalam―"

"Ini 'kotak' luar."

"...eh?"

"'Permainan Kebosanan' adalah 'kotak' luar, dan nilainya 5."

'Tujuh Hari dalam Lumpur' adalah kotak 'dalam' dengan nilai 4 seingatku, yang artinya box ini punya nilai yang lebih tinggi dengan tingkat kekompleksan yang lebih tinggi.

Tapi kalau ini 'kotak' luar―

"Ini artinya ia percaya hal ini...mungkin, si 'pemilik' bisa menguasai 'kotak'-nya."

Aku menahan nafasku. Ini...luar biasa, 'kan?

"Mempengaruhinya jadi sulit karena itu. Si 'pemilik' yang kita temui sekarang punya akal lebih atau kurang dari biasanya saat dia menggunakan 'kotak'-nya. Karena ini, 'keinginannya' tidak sempurna dan tidak tepat. Kita masih bisa membuat mereka memberikan 'kotak' mereka dengan kecacatan itu."

"...tapi tidak untuk yang ini."

Jujur saja, aku tidak percaya Daiya bisa menguasai 'kotak' ini. Karena Daiya itu realis. Ia tidak cocok untuk menggunakan 'kotak' yang membuat 'keinginan' yang menjadi nyata karena keraguannya.

"Ini artinya, pengaruhnya dengan di dunia nyata tidak bisa dihindari. Jadi ingatan yang kita rasakan di [Perebutan Kerajaan] ini akan tetap ada dan akan berpengaruh di dunia nyata."

"Intinya, jika kita mati di sini, kita juga mati di dunia nyata...?"

"Ya, begini. ...untuk informasimu; bukan hanya luar, tapi di 'kotak' dalam juga, pengaruh dari «kematian» tetap besar! Memang aku di sini tanpa ada luka sedikitpun, padahal aku sudah mati beberapa kali di 'Kelas Penolakan', itu karena karakterisik spesial dari 'kotak' yang membuat «kematian» itu sendiri tidak ada. Kalau aku mati di 'Pindah Sekolah' yang ke-27,756 kali, aku bisa saja benar-benar mati atau setidaknya menderita karena kematiannya."

"...ah."

Intinya:

«Kematian» di sini berarti «kematian» di dunia nyata.

"Jadi, jangan sampai [Perebutan Kerajaan] dimulai."

Jujur, mungkin kita tidak bisa merasakan bahaya. Hal seringan 'permainan', dan «kematian» yang bisa terjadi hanya karena menekan sebuah tombol―aku menganggap 'kotak' yang terlihat palsu ini hanya sebuah game.

Tapi ini salah.

Kalau aku terbunuh karena seseorang menekan sebuah tombol atau kalau aku membunuh seseorang; «kematian» ini tidak bisa dihindari seperti dalam game.

"...kita tidak punya banyak waktu. Pertama-tama kita fikirkan apa yang perlu kamu lakukan dengan Oomine di [Pertemuan Rahasia]."

"Baiklah."

Sekarang sulit untuk mendapatkan solusi, kami masih harus memikirkan yang bisa dilakukan sekarang.

"Umm, kurasa Daiya akan menanyakan [kelas] dulu. Menurutmu?"

"Tentunya. ...aah, hanya mengingatkan, selama kamu tidak punya alasan khusus, jangan sampai kamu memberitau [kelas]-mu."

"Baik."

Aku menyadari resikonya melakukan ini sekarang. Tapi―

"Tapi akan kukatakan, Maria. Aku [Penyihir]."

"...Apa yang akan kamu lakukan kalau [kelas]-ku berlawanan denganmu?"

"Tidak ada. Seperti biasa."

"...oh. Benar juga. Masalah kecil seperti itu bukan yang bisa kita sembunyikan satu sama lain."

Kata Maria dan tersenyum. Pipiku tiba-tiba saja menjadi lebih tenang setelah melihat senyumannya.

Maria baru menyebut masalah ini, yang akan membahayakan nyawa kami kalau diketahui orang lain, 'masalah kecil'.

"Omong-omong [kelas]-ku [Pangeran]. Padahal aku ingin [Revolusioner], sih."

Benar juga. [Revolusioner] adalah yang paling mungkin melakukan pembunuhan, karena bisa membunuh sesuka hatinya. Tapi Maria mustahil akan membuat kesalahan seperti itu meski batas waktunya sudah dekat.

Maria tidak akan membunuh siapapun.

"......Ah"

Aku tersadar.

"A-Ada apa?"

"U-Umm......"

Dengan lirikkan Maria, yang menatapku dengan rasa curiga, aku berfikir:

Maria lemah dalam 'kotak' ini.

Itu karena [Perebutan Kerajaan] adalah permainan bertema membunuh dan mengelabui. Maria, yang tidak bisa melakukannya, tidak punya kesempatan untuk menang.

Sampai sekarang aku selalu mengandalkan Maria dalam semua pertarungan yang melibatkan 'kotak'. Bahkan kali ini mungkin aku akan menggunakannya lagi.

Tapi―kali ini aku akan melakukannya dengan kekuatanku.

"......Bukan apa-apa!"

Maria terus menatapku dengan serius setelah jawaban ini.

Dia percaya aku tidak akan membunuh siapapun. Tapi kalau aku tau Maria akan mati, dan aku tau aku bisa menghindarinya dengan membunuh seseorang―

―Apa yang harus kulakukan?

▶Hari Pertama <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Oomine Daiya], Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

Yang harus kulakukan untuk menghadapi Daiya; Kami memutuskan kalau aku harus tetap diam.

Daiya pasti akan berusaha membingungkanku, hanya memberi reaksi padanya saja berbahaya. Karena aku tidak yakin bisa melawan rencananya, aku tidak punya pilihan lain selain menutup telingaku.

Duduk di kasurku, aku menyapa Daiya. Dengan mengangkat tanganku ketika ia memasuki kamarku. Dengan cepat Daiya mengamati sekitar dan duduk di meja.

"Kazu, biar kutanya―"

"Daiya,"

Aku langsung memotongnya.

"Aku tau kalau kami ada di dalam 'kotak' milikmu. Aku yakin kamu menganggapku mudah dipengaruhi, dan, karena itu, kamu mendekatiku untuk mengelabuiku. Jadi, dari sekarang ini, aku tidak akan bicara lagi."

Daiya terkejut setelah melihatku menutup rapat bibirku sesaat, tetapi ekspresinya dengan cepat berubah jadi senyuman.<!—‘form a thin line with my mouth itu kujadikan ‘menutup rapat bibir’. Aku rasa ini bener, mungkin? -->

"Apa maksudmu, Kazu?"

"......"

"Memangnya apa tujuannya? Bukankah kau ingin menanyakanku tentang 'kotak'-nya? Kau harus melakukan sesuatu pada 'kotak'-nya, 'kan!"

"......"

Aku tidak akan berkata lagi. Itu yang sudah kami putuskan. Kalau aku menjawabnya dengan perhitunganku karena 'ini mungkin bukan masalah', ia pasti akan mengeksploitasi kelengahanku. Ia akan memberikan isyarat padaku bahwa 'tak apa untuk bicara' dan akan membuatku bicara.

Jadi aku tidak akan bicara.

"...aah, jadi kau menyerahkan semua tugasnya pada Otonashi, eh? Yang mengatakan padamu agar tetap diam itu pasti dia, 'kan? Kau bahkan bukan pakan burung. Kalau kau tetap diam, itu artinya serangga jauh lebih baik meski mereka tidak bisa bicara selamanya."

Aku menutup kedua telingaku dengan tanganku.

"Kau masih bisa mendengarku. Hmph, biar kukatakan hal yang menarik, Kazu!"

Daiya berdiri, mendekatiku dan berbisik.

"'kotak' ini tidak sesuai dengan 'keinginan'-ku."

Aku langsung membuka lebar mataku setelah mendengarnya dan melihat Daiya.

Daiya tertawa.

"'Kan! Kau kalah oleh serangga."

"Uh..."

Jangan terpengaruh, aku! Atau aku tidak bisa tetap diam.

Saat ia berhenti tertawa, Daiya kembali ke meja. Kemudian menatap padaku dan menyatakan:

"Yang kukatakan tadi itu benar."

...Aku tidak akan terpengaruh. Tidak mungkin aku akan mempercayainya. Meski aku sebaik ini.

"Yah, kurasa mustahil untukku memaksamu percaya. Isi kepalamu mungkin taman bunga besar, tapi tidak mungkin kau percaya semuanya seperti orang bodoh. Tapi kenapa kau fikir aku akan menyatakannya seperti tadi?"

Daiya menaikkan ujung mulutnya.

"Karena itu kenyataannya."

...Aku tidak akan percaya. Aku pasti tidak akan percaya padamu.

"Kau seharusnya tau kalau aku tidak melakukan apapun setelah kudapatkan 'kotak'. Dengan kata lain, aku masih memiliki 'kotak' tapi belum kugunakan. Hei, Kazu, bagaimana kau bisa begitu yakin aku tidak memilikinya sekarang?"

...Mustahil. ...aku yakin ini salah.

"Kau tidak perlu mempercayaiku. Memang, sejak awal, percaya padaku itu mustahil. Tetap saja, Kazu, kau memikirkan ini tadi, 'kan? Aku mungkin bohong, tapi bagaimana jika aku benar? Kalau begitu, bukanakah perlu untuk memikirkan kemungkinan adanya 'pemilik' lain, tanpa memikirkan aku mengatakan kebenarannya atau tidak? ...huh, bukan kata yang pantas kukatakan, ya."

...Sial. Benar seperti yang ia katakan.

Aku tidak yakin itu hanya kebohongan. Malahan, aneh untukku kalau Daiya telah menguasai 'kotak'. Ini tidak diragukan lagi hanya bsia terjadi kalau bukan Daiya si 'pemilik'-nya.

Kalau ada 'pemilik' lain selain Daiya, maka ia dapat dengan mudah membunuh kami.

Daiya dengan mudahnya berhasil menggoncangku seperti ini.

Tentu, ia tidak menyia-nyiakan gangguan di dalamku, kekosongan kecil dalam hatiku ini.


"Kazu, kau si [Penyihir], 'kan?"


"......Eh?"

Aku mengeluarkan suaraku dengan spontan.

"K-Kenapa b-bisa―?"

Kenapa bisa ia mengetahuinya? Aku tidak melakukan kesalahan yang akan―

Setelah memikirkannya, aku menyadari sesuatu.

Aku membuat kesalahan ―baru saja.

Daiya tertawa dengan santai, mungkin karena raut wajah kebingungan yang kubuat.

"Hahaha! Sudah kutau dari awal, tapi kau memang terlalu tidak penting dalam permainan ini 'kan!"

Saatku mendengar tawanya, aku menggigit bibirku.

Meski Maria mengarahkanku dengan baik, aku membawanya ke dalam kehancuran. Aku berada dalam kubangan Daiya.

"......kamu beruntung, ya, Daiya."

Daiya hanya menebak saat menyebutku [Penyihir]. Kemungkinannya adalah 1:6 ― bukan, 1:5 karena ia tau [kelas]-nya sendiri. Ia hanya secara acak menyebut [Penyihir] yang kebetulan adalah [kelas]-ku. ...kalau aku memiliki [kelas] lain, hanya kenyataan kalau aku bukanlah si [Penyihir] akan ketahuan...

"Aku beruntung? Tidakkah kau mengerti kenapa aku menanyaimu apakah kau ini si [Penyihir]?"

"...apa maksudmu?"

Daiya tetap diam sesaat dan lalu menggaruk kepalanya.

"Yah, sekarang anggap aku bukan si 'pemilik' 'kotak' ini."

"Aku tidak berfikir begitu."

"Diam dan dengarkan. Kalau ini bukan milikku, maka ini artinya aku tidak menginginkan «permainan kematian» ini. Juga, aku tidak ingin kau, orang yang kukenal, untuk mati."

"...Ya."

"Jadi, aku ingin menanyaimu apakah [kelas]-mu itu [Penyihir]."

"......bukankah kedua pernyataan itu sedikit tidak ada hubungannya?"

Daiya melihatku dengan mata yang menghinaku.

"Jangan bilang kau fikir kau sangat aman karena [Penyihir] tidak punya musuh? Kalau kau fikir begitu, maka kau sama sekali tidak punya otak, tapi hanya sampah."

Aku tidak bisa menjawab karena ia menebaknya dengan bernar.

"Biar kujelaskan dengan sangat sopan sampai monyet pun bisa mengerti! Pertama, tentu saja [Penyihir] adalah yang tersulit untuk bertahan."

"...Kenapa? Hidup-matinya [Penyihir] tidak ada hubungannya dengan kondisi kemenangan dari [kelas] lain."

"Bahkan kau mengerti kalau [Revolusioner] adalah yang paling berbahaya, 'kan?"

Aku mengangguk. Tanpa disebutkan pun [Revolusioner] adalah yang paling berbahaya, bisa memiliki kemampuan untuk membunuh orang lain atas kehendaknya.

"Yang sangat ingin [Revolusioner] singkirkan adalah si [Penyihir]. Kau tau? Hanya [Ksatria] yang bisa memilih untuk membunuh atau tidak, selain si [Penyihir]. Tetapi, kondisi kemenangan dari [Ksatria] dan [Revolusioner] cukup mirip, jadi mereka bisa saja berkonspirasi. Kalau si [Penyihir] mati, bahaya untuk [Revolusioner] akan jatuh dengan cepat."

Aku mengeluarkan perangkat portable di meja dan membaca kembali penjelasan tentang [kelas].

...Benar. Meski [Revolusioner] membunuh [Raja] yang jelas-jelas berlawanan dengannya, si [Pangeran] dan [Si Kembar] hanya akan akan mengambil alih tempatnya; jadi kondisinya tidak akan berubah banyak. Tetapi, jika si [Penyihir] menghilang, [Revolusioner] akan langsung mendapat posisi yang sangat menguntungkan.

"Hei, tapi bukankah...itu artinya [Revolusioner] sangat mungkin menang jika si [Penyihir] mati...?"

"Tidak semudah itu juga. Untuk beberapa orang mungkin akan menebak [kelas] milik orang lain dengan salah dan tidak akan menjadi rekan dari [Revolusioner]. Dan juga,―"

Daiya menggeledah kantong kecilku dan mengeluarkan pisau itu keluar.

"Tidak peduli dalam keuntungan atau tidak kau dalam permainan ini, di saat-saat buruknya kau bisa pakai ini. Hah, kau bisa bertahan hidup dalam [Perebutan Kerajaan] kapanpun, kau hanya perlu keyakinan untuk membunuh orang lain dengan langsung!"

Aku menahan nafasku.

...Aku yakin sekarang. 'Pemilik' dari 'Permainan Kebosanan' ini gila.

"...Kazu, biar kukatakan ini seperti ini."

Daiya mengatakannya sambil menyimpan pisaunya.

"Kau tidak bisa terus membujuk si 'pemilik' sampai saling bunuh-membunuh dimulai. Kalau kau berharap hanya sedikit kerusakan saja yang terjadi, kau harus membunuh si 'pemilik'. Jadi―"

Daiya melihatku. Ia mengatakannya dengan wajah yang jujur, tanpa ada kebohongan:

"Tidak peduli seberapa banyak perlawananmu, sudah pasti satu orang akan mati karena 'kotak' ini."

Aku menggelengkan kepalaku perlahan dan menggumam,

"Itu tidak, benar―"

Daiya tidak mengatakan apapun.

Sebenarnya, telaha kussadari itu sejak lama.

Itulah kenyataannya. Sejak lama.


▶Hari Pertama <D> Ruangan utama[edit]

Tidak ada siapapun saatku sampai di ruangan utama.

Aku ingat [Pertemuan Rahasia] dengan Daiya. Ujung-ujungnya, aku mengungkapkan padanya kalau akulah [Penyihir] dan aku bahkan jadi tidak percaya kalau ialah si 'pemilik'.

Tidak perlu lagi kufikirkan dengan Maria hal yang harus kulakukan nantinya. Sebenarnya aku cepat-cepat kemari agar bisa dengan cepat bertemu dengannya, tapi―di saat kumemikirkannya, dia muncul dari pintu kamarnya.

"Maria!"

Dia melihatku dengan wajah kuatir saatku memanggilnya dan duduk di depanku.

Maria telah melakukan [Pertemuan Rahasia] dengan Daiya, setelah ia melakukan [Pertemuan Rahasia] denganku. Dilihat dari ekspresinya, dia telah diguncang sepertiku.

"...Apa sesuatu terjadi denganmu dan Daiya?"

"......mungkin sama sepertimu. Aku menganggap Daiya lah si 'pemilik', tapi aku mulai berfikir orang lainlah yang mungkin si 'pemilik' ini. Jadi akan buruk kalau kita membicarakan 'kotak'."

"Padahal kita tidak punya waktu..."

"Ya, itu memang meresahkanku. Aku ingin menggunakan waktu ini untuk berbincang-bincang dengan orang lain untuk mengetahui kepribadian mereka, tapi...aku sendiri tidak bisa membicarakanku. Itu karena aku tidak bisa mengatakan lingkunganku tanpa menyebut 'kotak'."

Lingkungan Maria, ya?

Aku sendiri hampir tidak tau apa-apa tentangnya. Dia tidak pernah membicarakan dirinya sendiri dan aku langsung melihat 'Kebahagiaan yang Tak Sempurna'[6] miliknya, aku masih jauh darinya.

"Hei, Maria―"

"Halo!"

Kamiuchi-kun memasuki ruang utamanya dan mengangkat tangannya pada kami. Aku menunjukkan senyuman canggung dan melambaikan tangan.

Aku menutupi telinga Maria dengan tanganku agar ia tidak bisa mengengar perkataanku selanjutnya.

"Kazuki, tidak perlu berbisik. Menunjukkan pada mereka kalau kita punya rahasia di saat seperti ini justru menimbulkan kecurigaan."

"Ah, iya..."

"Jangan khawatir, Maricchi. Kalian ini pacaran, jadi tentu saja hal biasa kalau kamu punya rahasia, 'kan?"

"Mungkn begitu, tapi tidak berarti orang lain berfikiran sama."

"Kamu fikir begitu? Omong-omong tentang itu, mereka ini menyeramkan, ya? Terutama Kaichou dan Oomine-senpai."

"...Maria, apa kamu sudah kenal dengan Kamuchi-kun?"

Aku bertanya karena nadanya yang sok akrab meragukanku.

"Tidak sama sekali."

"Wow, bukannya itu kejam? Kita sudah bicara beberapa kali, 'kan, sebelum ini?"

"Kamu berbicara langsung denganku beberapa kali, memang, tapi tidak pernah ada pembicaraannya."

Kamiuchi-kun mengangkat bahunya dengan tampang yang terkejut.

"Aku hanya ingin disembuhkan dengan bicara sama cewek super cantik, jadi jangan begitu berhati-hati... Bukan berarti aku merencanakan untuk mencurinya darimu Hoshino-senpai, sungguh!"

"...Dengar, Kamiuchi-kun. Supaya kamu tau saja, Maria dan aku tidak pacaran, loh."

"Tidak, terlalu terlambat untuk mengekang atau merendah atau semacamnya sekarang."

Ia tidak mempercayaiku, seperti yang kukira.


Saat kami membicarakan ini, semua orang datang di ruangan utama ini. Kami duduk di kursi seperti yang ditunjukkan Kaichou.

"Oke, apa ada yang sudah tau cara untuk keluar dari [Perebutan Kerajaan]?"

Setelah dia mengatakan ini di permulaannya. Kaichou menyilangkan kedua tangannya dan menunggu pendapat dengan sebuah senyuman.

Aku melirik Daiya; ia melihat ke arah lain seperti ia tidak mendengarkan pembicaraan kami.

Kalau tiga orang yang mengetahui soal 'kotak' tidak mengatakan apapun, tidak ada yang akan mengatakan apapun. ―adalah yang kuyakini, tapi ada orang yang tak disangka-sangka mengangkat tangannya dengan lugu.

"Oh, Yuuri, kamu tau sesuatu?"

"Umm, bukan cara untuk keluar, tapi bertahan... Tidak apa, 'kan?"

"Ooh, bagus! Ceritakan pendapatmu dan jangan kuatir!"

Dipaksa Kaichou, Yuuri-san mengangguk pelan.

"Uumm... Kurasa kita semua setuju kalau kecurigaan akan memperburuk situasi kita. Aku tidak salah, 'kan?"

Setelah melihat kami mengangguk, Yuuri-san melanjutkan.

"Kita tidak tau siapa yang punya [kelas] apa. Kita tidak tau siapa musuh kita di permainan ini. Aku yakin ini penyebab keraguan. Tidak ada yang mau permainan ini berlangsung begitu saja, 'kan? Jadi, mau tidak menghitung sampai tiga dan mengungkapkan [kelas] kita?"

Semua orang cukup terkejut akan permintaan datar ini yang berbeda dengan nada penakut yang ada berasal dari suaranya.

Yuuri-san sedikit bimbang setelah melihat reaksi kami, tapi dengan beraninya membuka mulutnya lagi.

"Tapi kalau kita melakukannya, tidak ada lagi yang bisa menarik pelatuknya. Aku yakin kita akan bisa percaya semua orang. Juga mustahil untuk berbohong karena kita semua mengatakannya sekaligus. Jadi kalau dua orang memiliki [kelas] yang sama, kita akan tau kalau salah satu dari mereka berbohong. Bagaimana...menurut kalian?"

"Aah, Yuuri-chan kamu jenius! Ini tentu sangat benar!"

Setelah mendapatkan pujian dari Kamiuchi-kun, wajah Yuuri-san menjadi malu dan memerah.

"Juga, kita hanya bisa melakukannya kalau kita berenam ada. Karena kalau satu orang menghilang bisa saja ada yang berbohong. ...ah, 'menghilang' terdengar tidak menyenangkan, ya, maaf."

Ya, lumayan...mungkin. Tapi aku tidak bisa langsung menyetujuinya. Mungkin ada sesuatu yang kulupakan.

Maria seharusnya berfikiran sama. Setelah berfikir beberapa saat dengan tangan yang disilangkan, dia membuka mulutnya dan berkata,

"Aku setuju."

Bahkan Maria tidak curiga? Maka tidak masalah.

Aku baru saja akan menyetujuinya, saat―

"Hmph"

Daiya mendengus dengan menghina.

Yuuri-san memasang wajah kebingungan karena reaksinya.

"...kamu tidak suka, Daiya-san?"

"Sama sekali."

"Aku minta maaf kalau pemikiranku ini salah...tapi bolehku tanya alasannya?"

"Aku tidak suka kau memainkan peran gadis baik."

Yuuri-san melebarkan matanya dan menjadi kaku karena kata-kata yang tidak terbayangkan itu.

"Apa-apaan ringisanmu itu? Apa telinga kalian dibuat untuk mendengar kata-kata yang selalu terdengar meyakinkan saja? Aku hanya ingin bilang tidak mau mematuhimu karena aku membencimu, ayam kampus."

Air mata berkumpul dalam mata Yuuri-san.

"Oomine-senpai. Bukankah kau terlalu berlebihan? Minta maaflah pada Yuuri-chan."

"Hah? Minta maaf? Harusnya kalian yang berterimakasih! Ayolah, kujelaskan pada kalian kalau dia ini pengecut. Ya, 'kan, Yanagi?"

Bahu Yuuri-chan gemetaran; dia ada di ambang tangisannya.

"P-Pengecut? Aku? Kenapa...?"

"Biar kutanya: kau [Revolusioner] atau [Penyihir]?"

Yuuri-san langsung memucat.

"Kau bukan satupun dari itu, 'kan?"

"...K-Kenapa, kamu―"

"Sebenarnya kau sendiri sudah tau. Kau tau resiko dari kemungkinan-kemungkinan yang yang ada dari setiap [kelas]. Jadi, kau pastinya bukanlah salah satu dari kedua [kelas] paling berbahaya. Aku yakin kau dapat [kelas] yang sangat aman. Bagaimana?"

Wajahnya masih memutih sampai dia terlihat menyedihkan.

"Gadis nakal sepertimu meminta ini hanya untuk dirimu dan bukan untuk memperbaiki situasinya, 'kan?"

Akhirnya dia menangis setelah mendengar kata-kata menyakitkannya.

"Oi oi, kau fikir kita akan memaafkan tipuanmu karena tangisanmu? Wow, tangisan cewek itu sangat penting, ya? Karena jadi pelacur seperti itu, kau bisa membuat mereka dikendalikan olehmu, ya?"

"Jahat...kamu begitu jahat..."

"Kau hanya ingin cepat tau siapa pemilik [kelas] yang berbahaya - untuk bertahan hidup."

"Bukan... Itu... Aku hanya, tidak ingin kita saling membunuh, jadi, uuu..."

Yuuri-san masih tidak bisa menghentikan aliran air matanya dan menjatuhkan pandangannya.

...Ya, Yuuri-san itu lugu, jadi dia tidak mungkin membuat permintaan yang berbahaya ini kalau dialah si [Revolusioner] atau si [Penyihir].

Tapi tetap, dia mengusulkan itu dengan seluruh kemampuannya untuk memperbaiki situasinya. Hasil yang dia dapat memang terlalu kejam. Dan mungkin juga, Kamiuchi-kun memiliki pemikiran yang sama; ia menatapi Daiya dengan sangat tajam sampai tidak mengejutkan lagi kalau ia langsung menyerang Daiya.

"Apa kau cuma tidak mau bilang itu karena kaulah si [Revolusioner]? Maaf, Senpai, tapi kalau kaulah si [Revolusioner], jujur aku tidak akan membiarkanmu bertingkah semaumu, oke?"

"Oke, jadi aku [Revolusioner], ya. Kalau begitu aku akan [membantai]-mu di blok <E> selanjutnya."

Kamiuchi-kun kelihatan terkejut oleh Daiya yang mengatakan dengan jelas kata yang lebih menyakitkan, dan langsung berhenti bicara. Ia kehilangan keinginan untuk membalasnya dan hanya menutup mulutnya.

"Pada dasarnya juga, aku tidak perlu menolak pernyataan-pernyataan itu! Ya, 'kan, Kaichou-san?"

Yuuri-san mengangkat wajah yang ibasahi oleh air matanya dan untuk melihat Kaichou. Kaichou tersenyum dengan masam dan menyatakan,

"...ya, begitulah. Maaf Yuuri, tapi aku sebenarnya tidak setuju juga."

"Ke, napa...?"

"Tentunya, ada untungnya seperti yang kamu bilang. Tapi, keburukkannya jauh lebih besar. Contohnya, memangnya kita akan tetap tenang setelah kita tau Oomine-kun, yang bertingkah kejam ini, adalah si [Revolusioner]? Dalam kemungkinan terburuknya, kecurigaan kita bisa saja bertambah, 'kan?"

"Yah..."

"Aku juga yakin Oomine-kun akan mulai bertindak kalau itu terjadi. Ia mungkin membuat kita di bawah kendalinya dengan menunjukkan kekuatannya... Ada beberapa kemungkinan buruk lain yang tidak bisa kufikirkan. Jadi, aku menolak hal ini."

"......aku mengerti."

Yuuri-san menjadi putus asa ketika usulannya ditolak temannya sendiri.

"Ya, orang bodoh sepertiku sebaiknya tetap diam... Maaf, karena telah merepotkan kalian."

Air mata lain jatuh dari matanya.

"Y-Yuuri-san, tolong jangan begitu! Aku fikir itu ide yang bagus, loh? Dan lihatlah; bukankan Maria sendiri menerimanya?"

"...Hoshino-san."

Aku harus akui kalau ini penyemangat yang payah, tapi Yuuri-san sedikit tersenyum padaku.

"Omong-omong, kenapa kamu menerima usulan ini, Otonashi-san?"

Kaichou menanyai Maria.

"Karena aku yakin saling percaya itu jauh lebih penting dari apapun. Selama kita tidak mengungkapkan [kelas] kita pada yang lain, tidak akan ada yang benar-benar jujur, bukan begitu? Aku sendiri tidak yakin kalau hal semacam itu akan menyebabkan perlawanan satu sama lain. Jadi bagaimana menurutmu?"

"Bukankah itu karena kamu tidak punya rasa takut? Kami tidak sekuat dirimu, tau? Aku cukup ketakutan, kalau boleh jujur."

"Tidak kelihatan begitu."

"Karena aku membuatnya tidak begitu. Karena semua orang akan memanfaatkan kelemahan yang kutunjukkan sebagai keuntungannya...oh, justru percuma kalau aku tetap tenang setelah kukatakan ini, ya?"

Dia berkata dengan tenang. ...ya, aku juga percaya kalau dia berbohong soal ketakutan.

"Kamu mungkin benar bahwa penting untuk mengungkapkan [kelas] kita agar mengerti satu sama lain. Tapi terlalu cepat untuk itu karena situasinya sendiri terlalu tidak meyakinkan sekarang ini."

"Tapi akan sangat terlambat kalau mayat pertama muncul."

"Benar. Kita ingin memecahkan masalah ini secepat mungkin..."

Dia menggumam dan mengerutkan bibirnya. Kebiasaan Kaichou saat dia berfikir.

"Oke, kita simpan ini untuk hari ini. Tidak akan ada yang mati di hari pertama, mungkin."


Pada akhirnya, tidak ada orang yang memiliki usulan yang lebih baik daripada Yuuri-san.

Tentu kita terus berbicara satu sama lain agar bisa saling mengerti, tapi waktu berakhir tanpa kami bisa mendapat sesuatu untuk memperbaiki keadaan.

«SudAh - saATnya! - kAlAu kaliAn - tidak kEMBali - kalian - akan - mati!»

Tepat pada «20:00» saatku lihat arlojiku setelah mendengar pengumuman Noitan. Akhir dari blok <D>.

Daiya dengan cepat kembali ke kamarnya, dan Kaichou juga Kamiuchi-kun dalam perjalanan ke kamar mereka.

Baiklah, aku harus cepat kembali juga.

Saatku mau melewati pintunya, seseorang menggenggam lengan bajuku.

"Apa, Maria?"

Aku berbalik.

Bukan Maria, tapi Yuuri-san yang berdiri di sana dengan mata yang terbelalak. Aku menyadari kesalahanku dan wajahku memerah. Melihatku seperti ini, dia menyipitkan matanya dan membentuk sebuah senyuman yang lembut.

"U-Umm... Ada apa, Yuuri-san?"

"Hm, aku ingin mengucapkan terimakasih padamu."

"...? Terimakasih untuk...?"

Yuuri-san kelihatan lebih tenang saatku memiringkan kepalaku karena bingung.

"Kamu tidak langsung mengerti, yang artinya... Kamu tidak begitu baik untuk jadi rekanku..."

"...Eh?"

"Ah, bukan, lupakan. ...apa kamu benar-benar tidak tau? Begini, tadi kamu menghiburku saatku menangis, 'kan?"

"...Ah... Itu."

"Sekali lagi, terima kasih."

Yuuri-san membungkuk padaku, di mana aku langsung menjawab,

"J-Jangan...aku tidak melakukan hal hebat, sungguh."

"Tapi kamu sangat membantuku, loh."

"Kalau begitu... Baguslah..."

Terlalu memalukan untuk diberi terimakasih dengan formal seperti ini.

Yuuri-san tersenyum untuk suatu alasan terhadap wajahku yang memerah.

"...aku yakin tak apa untuk mempercayaimu dalam permainan ini."

"Eh?"

Dia terlihat segan sedikit, tapi kelihatannya dia telah mempersiapkan dirinya dan melihat langsung mataku.

"Kalau kita percaya satu sama lain, tidak akan ada yang membunuh siapapun. Aku percaya itu. ...Hoshino-san. Apa kamu fikir aku ini naif?"

Aku langsung menggelengkan kepalaku untuk menjawab tatapan seriusnya.

"Tentu tidak! Aku percaya itu juga."

"Serius?"

Dia tanpa kusadari menggenggam tanganku dengan kedua tangannya karena kesenangan, atau seperti itulah kelihatannya bagiku. Wajahku berubah lebih panas saatku merasakan kehangatan ini, sensasi yang lembut ini.

"Aku yakin kita tidak akan kalah pada permainan ini kalau kita saling menyatukan tangan kita dan saling percaya satu sama lain. Jadi, pertama-tama kita harus saling percaya dengan diri kita sendiri."

"Y-Ya..."

Aku tidak bisa melihat langsung senyuman riangnya dan langsung menjatuhkan pandanganku.

Yuuri-san ini, meski kakak kelas... Um, sangat imut.

"Kazuki."

Aku mengangkat kepalaku saatku dipanggil seseorang. Maria menonton kami tanpa ekspresi. ...belakangan ini aku sadar kalau dia sering menunjukkan wajah ini saat dia dalam mood yang jelek.

"Waktunya sudah menyempit. Cepatlah kembali."

"Ah, ya..."

Yuuri-san mengerti aku saatku melihatnya dan melepas tanganku. Ekspresinya terlihat sedikit kesepian bagiku.

"Yanagi, kamu juga seharusnya memikirkan waktunya juga."

"Y-Ya..."

Yuuri-san masih takut terhadap Maria.

"...Um, Yuuri-san. Tak apa, kamu bisa percaya Maria!"

"Ah, ya. Kalau kamu bilang begitu, Hoshino-san..."

"Jadi kita harus kembali ke kamar kita masing-masing."

"Ya, kamu benar... Ah, satu hal."

Dengan kata-kata ini, dia mendekatkan bibirnya ke telingaku.


"Aku akan mengunjungi tempatmu untuk [Pertemuan Rahasia] besok."

Dia berbisik ke telingaku. Nafasnya menyentuh telingaku.

Yuuri-san memasuki kamarnya dengan dansaan kecil dan menghilang di balik pintunya dengan senyum nakal.

Ditinggal sendiri di ruangan utama, aku mengingat namanya.


«Yanagi Yuuri»


«Yanagi-san»


"......mereka mirip, mungkin."

Wajahnya tidak mirip. Tapi aku merasa kalau senyuman nakal terakhir tadi―mirip dengannya.

Mirip «Yanagi» lain yang kutau.

Dia, yang mungkin tidak akan bertemu denganku lagi.


▶Hari Pertama <E> Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

«[Yanagi Yuuri] dicekik oleh [Pembantaian]»


Kata-kata itu ditampilkan monitor di kamarku.

Seperti aku tidak bisa mengerti kata-kata itu, aku tidak bisa menunjukkan reaksi apapun. Aku hanya terus mengulang pesan ini terus menerus.

Dia mati?

Yuuri-san, mati...?

"......ini tidak masuk akal, 'kan?"

Aku menggumam tanpa kusadari dan mengeluarkan tawaan kecil.

Maksudku, bukankah kami semua telah mengatakannya?

Tidak akan ada yang mati di hari pertama. Ini akan baik-baik saja. Kata mereka.

Ya, mereka mengatakannya! Hei, ...mereka mengatakannya, 'kan?

«Yaa yaa yaa»

Kata-kata yang tidak dapat kupahami itu menghilang dari monitor dan digantikan beruang hijau itu.

«KaSIHan - Yuuri-chan - maTi!»

"Jangan berbohong!!"

Aku berteriak tanpa kusadari pada Noitan.

« - bohong?»

Saat itu juga―

Gambar Noitan berubah menjadi yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ia membuka mulutnya sampai terputus.

«UHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYA - bohong? - kalau saja itu bohong, 'kan? - tapi kau tau? - Dia mati! - Dia dicekik, jadi bola matanya keluar - wajahnya menjadi ungu - dan mengeluarkan kencing dan kotoran! - Dia mati dengan pemandangan yang meeenjijikan dan sangat bau, padahal dia sangat cantik sebelumnya!»

Aku selalu menganggap kalau beruang ini menjijikan.

Tapi ini pertama kalinya aku merasakan kebencian terhadapnya.

Ini mungkin sifat asli Noitan―bukan, sifat asli 'kotak'. Sifat asli dari 'keinginan' busuk; sia-sia; dan menyedihkan.

«Sayang sekali, 'kan? - Kau hampir mengenalnya - Kau bisa saja berada di bawah selimut bersamanya kalau berlangsung dengan baik - tapi sayang dia mati, ya!!! - UHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYA»

Aku menutup telingaku karena tawaannya.

Tidak akan kuterima 'keinginan' semacam ini. Aku tidak peduli keadaan si 'pemilik'. Aku tidak peduli ada celah atau tidak. Aku tidak akan menerimanya, tidak peduli alasan yang ia miliki.

«UHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYAHYA»

Jadi, orang ini adalah musuhku.

"......tunjukkan buktinya!"

«Hm?»

Mulut Noitan kembali normal.

"Tunjukkan padaku buktu bahwa Yuuri-san telah mati! Kalau tidak, aku tidak akan percaya."

«Bukti - 'kah?»

"Ya! Ini hanyalah kebohongan, kamu tidak akan―"

«Oke!»

Noitan menghilang. Dan di saat yang sama, pintunya terbuka.

"...apa...?!"

Kegelapan yang biasa berada di balik pintu.

Aku berdiri di belakang kegelapannya dan menelan ludahku. Aku mulai ragu. Bagaimana jika Noitan mengatakan kenyataannya dan «bukti»-nya yang ada di sana adalah―

Meski begitu, aku harus melalui pintu ini―ke dalam kegelapan.


Aku melompat masuk ke dalam pintunya.


Di tengah kamar yang seperti hanya dipantulkan cermin, ada ― itu.

"Ah"

― «XXXXX» Yanagi Yuuri

"A, Aah"

Ini bukti yang sempurna.

Ini membuatku sadar. Sadar akan kenyataan.

Meski aku tau apa ini, aku tidak bisa menghubungkannya. Aku tidak bisa menghubungkannya dengan sosok gadis manis itu.

Aku mungkin tidak bisa menghubungkannya dengannya, tapi pertunjukkan buruk ini menghancurkan hatiku.


Aku kehilangan kendali tubuhku sembari berteriak dan terjatuh. Saatku terjatuh, jarak dariku dan «XXXXX»-nya berkurang. Yang seharusnya adalah wajah cantiknya, sekarang-

"―ugh, ghu"

Wajah ungu yang sangat jelek sampai aku tidak bisa merasa kasihan.

Ya, tidak ada penjelasan Notian yang dibuat-buat. Dia sama seperti yang Noitan katakan.

Lalu, aku bisa mengingatnya lagi.

Yanagi Yuuri mati.


Aku tidak bisa menyelamatkan «Yanagi-san» lagi


―dengan begini, [Perebutan Kerajaan] dimulai
dengan kematian dari gadis yang mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja asal kita saling menghubungkan tangan.

- [Yanagi Yuuri], mati karena [Pembantaian]

▶Hari Kedua <B> Ruangan utama[edit]

Sebuah kantong kecil berada di atas meja di ruang utama.

Isinya hampir sama dengan yang kumiliki di kamarku. Hanya saja jamnya bukan biru, tapi krem. Perangkat portablenya pun sudah tidak bisa digunakan.

Juga ada enam porsi makanan. Dengan kata lain, jika seseorang mati, kamu bisa mencuri makanan mereka dan menambah batas waktumu. Mungkin ini akan jadi alasan lain untuk melakukan pembunuhan.

Ini menjijikan.

Kami hanya duduk terdiam di atas tempat duduk kami dan menatapi kantong kecil itu.

Di sampingku, Daiya menyeka darah yang ada di mulutnya. Ia dipukul Kamiuchi-kun tak lama setelah blok <B> dimulai. Kamiuchi-kun percaya bahwa si [Revolusioner]―yang membunuh Yuuri-san―adalah Daiya.

"...setidaknya ia tidak menggunakan pisaunya."

Kaichou, yang menghentikan kemarahan Kamiuchi-kun bersama dengan Maria, berbisik pada Daiya.

―tidak aneh kalau orang-orang mulai saling membunuh sekarang.

"Hei, kita coba tenang dan fikirkan lagi. Pertama: si [Revolusioner] membunuh Yuuri. Ia membunuh gadis baik itu. Juga, pelakunya ada di antara kita. Sudah pasti."

Awalnya, dia kelihatan tenang seperti kemarin, tapi ekspresinya terlihat seperti dipaksakan dan kehilangan ketenangannya.

Dan tatapannya terasa sangat tajam.

"Tujuan kita adalah untuk keluar dari [Perebutan Kerajaan]. Tapi sekarang kita punya tujuan kedua. Ini adalah, untuk mencari dan membunuh si [Revolusioner]. Itu oke, 'kan?"

"Tunggu, Shindou. Kenapa kamu yang menyetujuinya sendiri?"

"Otonashi-san. Maaf, tapi keberatan tidak kuterima. Perlu kujelaskan? Pertama, kita akan dibunuh olehnya kalau kita tetap diam. Kedua, aman kalau kita menganggap ialah si pembawa masalah atau antek-anteknya, karena ia melakukan pembunuhan saat ini. Ketiga, aku tidak akan puas sampai ia dapat hukumannya."

"Kamu bilang hidupmu akan hancur dengan membunuh orang lain. Jadi, dengan kata lain, kamu sekarang mau menghancurkan hidupmu?"

Tanya Maria. Kaichou kehilangan kata-katanaya untuk sesaat. Tapi kemudian dia menjawab dengan lancar.

"Entahlah. Tapi aku tidak bisa memaafkannya yang membunuh Yuuri dengan cara yang begitu keji."

"......begitu."

Karena mungkin mengira bahwa mustahil dan tidak wajar untuk membujuknya seperti itu. Maria berhenti bicara.

"Tujuan kita sudah ditentukan. Atau ada yang ingin menambahkan?"

Kaichou melihat pada kami, yang hanya duduk dengan diam.

"Tidak ada? Oke, kalau begitu aku sampaikan pendapatku soal―"

Dia menghentikan kata-katanya dan membelalakkan matanya, kelihatan terkejut.

Daiya, yang tidak ikut memperhatikan pembicaraan kami tadi, mengangkat tangannya.

"Kamu ingin bilang sesuatu?"

"Ya. ...aku akan diam kalau kalian tak tertarik omongan si tersangka, sih."

"Aku tidak akan bilang begitu. ...tapi ada apa? Dari tadi, 'kan, kamu terus diam?"

"Dalam situasi begini, tidak mungkin aku akan tetap diam kalau aku pasti jadi orang yang akan dibunuh selanjutnya."

"Yah, itu tidak mengejutkan, 'kan?"

Kamiuchi-kun tersenyum pada perbincangan mereka.

"Silahkan saja. Tapi apapun yang kau katakan, aku tidak akan mengganti keputusanku, jadi setiap perkataanmu hanya akan jadi suara yang mengganggu saja, tau?"

"Aku tidak peduli."

Daiya mengeluarkan kata-kata itu dan mengalihkan pandangannya pada Kaichou.

"Satu pertanyaan: kenapa si [Revolusioner] memilih Yanagi Yuuri?"

"Sebenarnya aku sendiri tidak tau."

Kamiuchi-kun menggemertakkan giginya pada Kaichou, yang mengatakannya dengan tidak serius.

"Apa maksud kalian, Senpai? Bukankah itu sama saja? Apa kita perlu tau lebih dari orang itu, yang merupakan si [Revolusioner], si bangsat yang pantas dibunuh?"

"...Kamiuchi, maukah kau membunuh Yanagi dulu kalau kau itu si [Revolusioner] dan harus membunuh seseorang?"

"Bisakah sampah sepertimu berhenti bicara denganku? Satu-satunya alasan aku duduk di sini dengan patuh hanya karena kau pasti akan dibunuh oleh [Sihir]!"

"Hah... Kau bahkan tidak bisa mengerti bahasa manusia, 'kah?"

Daiya mengangkat bahunya.

"Bagaimana menurutmu, Kaichou? Maukah kau membunuh Yanagi terlebih dulu?"

"...tidak jika aku hanya ingin bertahan hidup. Sebenarnya, yang pertama ingin kuhabisi adalah kamu, Oomine-kun. Karena mungkin saja aku atau Otonashi-san dijadikan target, aku rasa tidak akan ada yang mau langsung membunuh Yuuri."

"'Kan? Atau mungkin si [Revolusioner] tau kalau Yanagi adalah si [Penyihir] dan... Yah, itu mustahil karena kemarin aku menyadari kalau dia ini bukan."

Kaichou bertanya dengan sedikit jengkel.

"Oke, aku mengerti. Terus apa?"

"Singkatnya, tujuan si [Revolusioner] adalah untuk menciptakan situasi ini."

Aku tidak mengerti maksudnya. Tapi yang lain langsung paham. Untuk sesaat, terjadi sebuah keheningan total di ruangan ini.

"...Haha"

Tawaan Kamiuchi-kun menghentikan keheningan ini.

"Maaf, tapi aku tidak mengerti maksudmu. Kenapa ia harus mengambil jalan memutar? Kalau ia ingin membunuhmu, ia akan langsung [membantai]-mu, 'kan? Tapi si [Revolusioner] tidak melakukannya, jadi bukankah itu jadi bukti kalau kau ini si [Revolusioner] itu sendiri?"

"Tidakkah kamu mengerti kalau Oomine-kun akan jadi tersangka sebagai [Revolusioner] kalau aku mati?"

Kamiuchi-kun membelalakkaan matanya dan kehilangan kata-kata. Jadi Kaichou yang membuka mulutnya.

"Karena terlihat seperti si [Revolusioner], kamu bermain sebagai kambing hitamnya―itu yang ingin kamu bilang, 'kan, Oomine-kun? Tapi bisakah kamu buktikan kalau itu bukan kebohongan agar nyawamu selamat?"

"Kalau aku si [Revolusioner], aku tidak punya alasan untuk membunuh Yanagi lebih dulu."

"Begitu juga untuk kita semua, 'kan?"

"Tidak juga."

Daiya mengeluarkan perangkat portablenya dari sakunya dan memainkan sebuah suara.

«―Jadi, mau tidak menghitung sampai tiga dan mengungkapkan [kelas] kita?»

"Yanagi ingin mengungkap [kelas]-nya. Mungkin dia sangat ingin menghilangkan kecurigaan. Kalau begitu, sangat mungkin kalau Yanagi Yuuri mengungkapkan [kelas]-nya kepada seseorang yang sangat dia percaya."

Baik Kaichou dan Kamiuchi-kun tetap diam.

"Jadi? Kira-kira apa yang kedua orang yang melakukan [Pertemuan Rahasia] dengan Yanagi Yuuri kemarin ingin katakan?"

Tiba-tiba, aku mengingat kalau Yuuri-san berencana untuk melakukan [Pertemuan Rahasia] denganku.

Kalau kami melakukan [Pertemuan Rahasia] ini hari ini, dia mungkin akan memberitauku [kelas] miliknya.

Tapi―itu benar.

Tentu dia lebih percaya Kaichou daripada aku, yang hanya baru bertemu dengannya. Jadi kenapa dia perlu memberitau padaku [kelas]-nya sebelum mengatakannya pada Kaichou?

"...tapi meski aku tau [kelas] Yuuri, kenapa aku ingin langsung membunuhnya?"

"Oh, apakah Ketua OSIS yang cerdas masih belum bisa mengetahui apapun? ...huhuhu, kuberitau! Alasannya...untuk mencuri [kelas] Yanagi."

...Tidak ada peraturan semacam itu dalam [Perebutan Kerajaan].

Tanpa bisa mengerti, aku mendengarkan Daiya dengan serius.

"Ia ingin membuat kita percaya kalau akulah [Revolusioner]. Tentu ia ingin berpura-pura menjadi [kelas] lain karena ialah si [Revolusioner]. Tapi kalau ia menyatakan kalau [kelas]-nya adalah [kelas] Yanagi, pemain lainnya sulit untuk melihatnya. Yang sudah mati tidak bisa melakukan apapun. Meski kalau kita mengungkapkan kelas kita, ia bisa saja menggunakan [kelas] Yanagi."

Semuanya tetap diam dan menunggu Daiya melanjutkan.

Tapi aku masih belum mengerti. Apakah alasan itu saja cukup untuk membunuhnya pertama kali?

"Perlu kuperinci lagi? Pertama, ia menggunakan keuntungan dari kenyataan kalau ia bisa menggunakan [kelas] Yanagi dan menyarankan untuk mengungkapkan kelas kita. Kondisi kemenangan [Revolusioner] adalah untuk membunuh sang [Raja], [Pangeran] dan [Si Kembar]. ...hm, Yanagi mungkin sang [Pangeran] atau [Si Kembar]."

"...kenapa kau bisa menyimpulkannya sampai seperti ini?"

Tanya Kamiuchi-kun dengan tatapan yang masam.

"Kalau sang [Raja] terbunuh, [Si Kembar] akan tau karena [Pembunuhan] jadi bisa digunakannya. Jadi, ia tidak akan berpura-pura menjadi [Raja] di hadapan [Si Kembar]."

"Tapi masih ada [Ksatria]!"

"Kalau Yanagi adalah [Ksatria], akan lebih menguntungkan untuk menggunakan Yanagi daripada membunuhnya. Dan bahkan tidak perlu kukatakan kenapa dia tidak mungkin si [Revolusioner] atau [Penyihir], 'kan?"

"......"

"Si [Revolusioner] hanya perlu membunuh dua pemain lagi untuk menang karena ia telah membunuh Yanagi. Selama kalian semua percaya akulah si [Revolusioner], si [Revolusioner] yang sebenarnya tidak akan ditargetkan pemain lain. Kalau ia berhasil menemukan [kelas] milik pemain lain, ia akan tau siapa yang perlu ia bunuh. Aku bisa menjelaskannya lebih rinci, tapi...akan melelahkan, jadi tidak."

Daiya melanjutkannya dengan senyuman kecil,

"Tapi kalian sadar kalau itu keuntungan yang besar untuknya kalau ia bisa membuatku kelihatan sebagai si [Revolusioner], 'kan? Dengan begini ia akan dapat dengan mudah untuk menang."

Setelah mengatakannya, Daiya―

menatap tajam Shindou Iroha.

"Aku yakin ia sedang tertawa di belakang. Baginya, yang lain hanyalah sampah tak berotak yang bertindak sebagai penghalangnya. Ia dengan senang hati akan membunuh sampah itu kalau ia bisa bertahan hidup dengan melakukannya. ...ya ampun, kurang ajar."

Ia menyeringai dan menyatakan,

"Dan orang bodoh itu menjadikanku musuhnya."


"......"

Sebuah pemikiran muncul di fikiranku.

Hanya karena aku tidak ikut ambil bagian di perbincangan ini, karena masih terkejut karena kematian Yuuri, aku tersadar.

―apa yang terjadi di sini?

Melawan satu sama lain, membenci, mencurigai - apa-apaan situasi ini? Tidakkah ini situasi yang kita anggap akan menjadi awal dari [Perebutan Kerajaan]?

Ini buruk. Ini sangat buruk! Maksudku, ini artinya semuanya akan berlangsung seperti yang direncanakan. ― seperti yang si 'pemilik' dari 'Permainan Kebosanan' rencanakan!

Kalau terus berlangsung seperti ini, kami akan saling membunuh dan hidup kami akan berakhir.

Hal buruk ini harus dihilangkan. Untuk itu, kami yakin harus menemukan si 'pemilik'. Kami harus bersatu. ...akan tetapi―

"Hentikan itu, Oomine-kun."

Suara Kaichou terlihat sangat berbeda sekarang.

Kemarahan yang tak tertahankan dan kebencian mengisi wajah Kaichou.

"Aku terkejut karena kau bisa dengan pedenya mengatakan omong kosong tak beralasan itu. Anggaplah orang itu bodoh seperti yang kau mau, tapi aku tidak mengerti kepercayaan dirimu untuk menunjukkan sikap itu. Kalau masalah nilai di sekolah, Otonashi-san jauh lebih baik. Masalah kekuatan fisik, Kamiuchi-kun lebih baik. Kalau tentang kepercayaan, Hoshino-kun jauh lebih baik. Daya tarik, Yuuri lebih baik. Katakan, apa ada bagian yang mana kau tidak kalah dari siapapun di antara kami? Selain kemampuan untuk memotong rambut, tentu."

Dia menunjukkan seringaian, hampir seperti Daiya.

"Kau tidak lebih baik dari makhluk rendahan yang melampiaskan amarahnya pada orang lain, tidak bisa menerima kenyataan. Tidak...kau sebenarnya telah melakukan pembunuhan, jadi kau jauh lebih rendah dari mereka."

Reaksi Daiya sama dengan senyuman seperti Kaichou. Dia bahkan tidak ingin menutupi kebenciannya lagi.

"Kita hidup di dunia di mana orang-orang menghindarimu kalau kau terlihat pintar... Karena kesalahpahaman yang menyedihkan, kau membuat kesalahan di mana kau tidak mau melepas sifat 'sok dewasa' mu. Kau membunuh Yuuri. ...masih belum sadar? Ini akhir untukmu! Orang yang tidak berguna dan lemah sepertimu dapat dengan mudah dihancurkan seperti semut."

Dia melanjutkannya dengan suara yang lembut,

"Aku sudah menganggapmu sebagai musuhku, tau? Aku akan mengerahkan semua kemampuanku untuk menghancurkanmu! Hei, aku bilang―aku akan membunuhmu, paham?"

"Lalu kenapa?"

"......oke, kita buat kamu mengerti. Pertama, akan kutunjukkan kalau khayalanmu hanyalah khayalan saja! Kamu bilang kalau Yuuri mungkin [Si Kembar] atau sang [Pangeran]. Tapi itu salah. Kau mencari sesuatu yang jelas. Sang [Raja] akan tau kematian [Si Kembar] karena ia tidak lagi bisa menggunakan [Pertukaran]. Uwaa, kesalahan yang kecil! Yang artinya [kelas] Yuuri harus [Pangeran] kalau si [Revolusioner] ingin memalsukan [kelas]-nya."

Aku melihat Maria setelah mendengarnya, Maria, yang merupakan sang [Pangeran], hanya dengan diam melihat mereka berdua berargumen.

"Aku akui! Aku tau [kelas] Yuuri. Hebat 'kan, Oomine-kun? Setidaknya hipotesismu benar. Tapi 'gini, itu bukan [Pangeran]. Yang artinya [Pangeran] itu salah satu dari kita sekarang. Hei, [Pangeran]-sama, kamu sudah tau kalau itu semua hanya khayalan Oomine-kun, 'kan?"

Daiya hanya terdiam, mungkin tidak bisa melawan.

"Terlebih, kalau kamulah si [Raja] atau [Si Kembar], kamu seharusnya tau ini, jadi kamu pasti bukan salah satu dari kedua [kelas] itu. Yah, jadi apa saja [kelas] sisanya?"

Sisanya adalah [Ksatria] dan [Revolusioner]. Kemungkinan [kelas] milik Daiya diperkecil sampai sejauh ini oleh Kaichou.

Tetapi, Daiya, yang tetap diam sampai sekarang, mulai menertawakannya.

"Kau melakukan sampai sejauh ini hanya untuk membuatku orang jahatnya? Kau memang menyedihkan."

"Apa?"

"Aku terkejut karena kau bisa berkata sampai sejauh ini karena menemukan lubang kecil dari hipotesisku. Aku bukanlah [Revolusioner], jadi masuk akal kalau aku hanya bisa berasumsi. Dengan omonganmu kau hanya menunjukkan keburukan sifat manusia. Aku bisa membentuk banyak hipotesis lain seperti yang kau mau! Lalu kau bisa menyela sesuka hatimu, dengan sia-sia."

"Hentikan kepura-puraan menyedihkan ini! Atau aku akan marah karena kepayahanmu terlalu berlebihan."

Melihat perbincangan yang seperti pertarungan dengan pedang di hadapanku membuatku berfikir:

―ini sudah sangat terlambat.

[Perebutan Kerajaan] menjadi tidak bisa dihentikan setelah mayat pertama muncul, dari saat Yuuri-san dibunuh.

Tapi... Aku tidak bisa menerimanya.

Yuuri-san berkata kalau kami akan baik-baik saja kalau kami saling percaya atu sama lain. Dan sekarang mayatnya adalah alasan kenapa kami tidak bisa saling percaya lagi. Aku tidak bisa menerima hasil yang buruk ini.

Pemikiran itu terlalu memalukan sampai air mata mengalir dari mataku. Kaichou melihatnya dan membelalakkan matanya. Tangan yang lembut mengalungi leherku saat aku berusaha menahan tangisanku.

Rambut panjang menyentuh pipiku dan menghentikan tangisanku.

"......tak apa, Kazuki."

Tapi aku tau. Kata-kata yang Maria keluarkan tidak berasal dari hatinya.

"Hoshino-kun."

Kaichou menyebut namaku.

"Aku suka sifatmu ini."

Kaichou melanjutkannya dengan suara lembut seperti sedang menghibur anak kecil,

"Tapi tidak akan kubiarkan kebaikkanmu menghalangiku, paham?"

Kata-kata itu telah lebih dari cukup untuk membuatku sadar kalau tidak akan ada kedamaian lagi.


▶Hari Kedua <C> Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

«Belum ada target yang dipilih untuk [Permbunuhan].»

Waktunya saatku bisa merasa lega telah berlalu.

Aku tidak tau siapa yang bisa menggunakan [Permbunuhan]. Tapi orang ini pasti akan membunuh seseorang.

Ia akan memaksaku membunuhnya.

«Yah yah yah - sEBentar - lAGi - [Pertemuan Rahasia]! - silahkan pILih - pemAIn - yAng kAMu ingIn agAR - melakuKan [Pertemuan Rahasia] dengAnmu»

Aku langsung menyentuh layar tempat «Otonashi Maria» tertulis.

«Tolong tunGGu - samPAi yang lAin - telAh meMilih - rekAN meReka»

Setelah menunggu lebih lama dari sebelumnya, pasangan untuk [Pertemuan Rahasia] ditunjukkan. ...mungkin seseorang memilih sedikit lebih lama untuk memastikan pilihannya.


[Shindou Iroha] -> [Hoshino Kazuki] 15:40~16:10
[Yanagi Yuuri] mati
[Oomine Daiya] -> [Hoshino Kazuki] 16:20~16:50
[Hoshino Kazuki] -> [Otonashi Maria] 15:00~15:30
[Kamiuchi Koudai] -> [Oomine Daiya] 15:00~15:30
[Otonashi Maria] -> [Shindou Iroha] 16:20~16:50


"......"

Jadi kali ini Daiya dan Kaichou memilihku. Daiya bolehlah, tapi kenapa Kaichou memilihku?

Aku yakin Daiya adalah [Revolusioner] dan si 'pemilik' dari 'Permainan Kebosanan' ini. Itu karena aku tidak percaya ada 'pemilik' lain.

...Tapi kalau Daiya bukanlah si [Revolusioner] maupun si 'pemilik', maka tentunya itu Kaichou.

Kedua yang kucurigai itu akan menemuiku.

Aku ingat argumen mereka di ruangan utama dan itu membuatku ngeri. Bagiku mustahil bisa bertahan melawan mereka.

Aku menunggu waktu untuk bertemu dengan Maria sembari memegang tanganku.


▶Hari Kedua <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Otonashi Maria], Kamar [Otonashi Maria][edit]

Maria duduk di kasur dengan tangan yang menyilang dan wajah serius.

Di saat kududuk di sampingnya, dia mulai bicara.

"Kazuki, kita tidak boleh membiarkan ada korban lagi setelah Yanagi. Kamu tau itu, 'kan?"

"Ya."

"Tetapi, ini akan jadi lebih sulit. Kalau kita tetap diam, si [Revolusioner] akan membunuh orang lagi. ...kita harus menghentikan siklus ini."

"Apa yang harus kita lakukan...?"

"Saat kutanya, Maria mengemertakkan giginya sekali dan menyatakan,

"Kita akan menceritakan 'Permainan Kebosanan' pada Shindou."

"Eh...?"

Bisa saja Kaichou itu 'pemilik' lainnya, 'kan?

"Aku mengerti. Tapi kita tidak bisa tetap mengabaikan semua resiko. ...ini mungkin akan membuatmu dalam bahaya, tapi maafkan aku."

"......apa itu alasan kenapa kamu tidak memberitau mereka soal 'kotak'?"

"Apa lagi alasannya?"

Maria menaikkan alisnya, berfikir.

...Jalan fikirnya ini membuatku gelisah...tapi karena ini bukan saatnya untuk mengatannya, aku bertanya:

"Umm... Kita akam memberitau Kaichou soal 'kotak', jadi itu artinya kita akan bertingkah dengan anggapan kalau Daiya lah si 'pemilik' dari 'Permainan Kebosanan', 'kan?"

"Begitulah."

"Aku akan menganggap Kaichou percaya cerita 'kotak' ini, oke? Kalau begitu, kurasa Kaichou yang sekarang...mungkin akan membunuh Daiya...?"

Wajah Maria memuram.

"......Ya, kamu mungkin benar. Tapi adalah hal penting untuk menunjukkan Shindou dan Kamiuchi kalau ada cara lain untuk keluar dari sini ketimbang memenangkan [Perebutan Kerajaan]. Untuk mencegah mereka membunuh Daiya, aku juga harus menyatakan keinginanku dengan jelas pada mereka. ...tentunya ini akan sulit."

"...ah, tapi kalau Daiya si 'pemilik', Kaichou bukanlah si [Revolusioner], dan dia tidak bisa melakukan apapun berkenaan Daiya dengan menggunakan [Pembunuhan]. Karena aku [Penyihir], aku punya hak veto. Semuanya akan baik-baik saja selama tidak kutekan tombolnya."

"Kenapa Shindou bukan [Revolusioner] kalau Oomine-lah si 'pemilik'?"

"Eh...? Bukan, makusdku, kalau dia tidak tertarik untuk memulai [Perebutan Kerajaan], apa lagi motifnya membunuh Yuuri-san...?"

Maria tidak mengangguk pada alasan logis ini.

"Oomine mengatakan sesuatu tentang tidak ada alasan untuk membunuh Yanagi...tapi fikirkan itu seperti ini: menguasai permainannya bukan berarti hanya untuk si [Revolusioner]. Ia selalu membenci Yanagi; itu saja cukup untuk membunuhnya. Jadi, ia mengambil keuntungan dari situasi ini, di mana membunuh dibolehkan, dan melakukannya dengan langsung."

"Eh...?"

Pertama aku rasa ini hanyalah leluconnya yang buruk, tapi wajah seriusnya tidak berubah, tidak peduli berapa lama aku menatapnya.

"......mustahil. Maksudku, kita membicarakan Yuuri-san. Tidak mungkin seseorang punya dendam padanya."

"Yanagi itu menarik. Daya tariknya itu mengacaukan perasaan orang lain dan terkadang bisa menarik emosi negatif. Misalnya, aku yakin ada gadis yang membencinya karena dia populer di kalangan lelaki. Juga, aku yakin ada lelaki yang cintanya menjadi dendam setelah ditolak."

"...itu..."

"...ini tidak lebih dari sebuah kemungkinan, sih. Bukan aku merasakan sesuatu yang aneh dari sikap Shindou pada Yanagi. Terlebih, Shindou juga diberikan bakat. Aku tidak yakin dia cemburu pada Yanagi. Aku hanya ingin bilang kalau bahaya untuk langsung memutuskan sesuatu lagi."

Dia benar. Aku hanya berfikir seperti: «[Revolusioner] = 'pemilik'». Kalau aku tidak memikirkan masalah lain, aku bisa saja salah.

Aku bingung akan apa yang harus kulakukan. Jumlah pertanyaannya meningkat bersamaan dengan berkurangnya waktu. Aku harus percaya kalau kami bisa melakukannya. Tapi situasi kali ini — tidak ada harapan.

"......Kazuki."

Beban yang terasa nyaman berada di kepalaku. Maria mengelus rambutku.

"Aku tidak tau soal Shindou, tapi aku cemburu!"

"Eh...?"

Aku langsung mengangkat wajahku dan melihat Maria.

Maria terus bicara tanpa berekspresi sembari mengelus rambutku,

"Butuh waktu lama untukmu berhenti memanggilku «Otonashi-san», tapi untuk suatu alasaan kamu langsung memanggil Yanagi dengan nama depannya, «Yuuri-san» dengan langsung. Yanagi juga langsung sok kenal, dan memegang tanganmu, dan bahkan berbisikkan denganmu! Terakhir, kamu bahkan menyiapkan [Pertemuan Rahasia]? Ya ampun, ini menyebalkan!"

"......?"

"Apa yang kamu ingin katakat dengan wajah kebingunganmu?"

"Apa hubungannya dengan kecemburuan...?"

Tangannya menghentikan pergerakkannya dengan langsung.

"...kamu serius menanyakan ini?"

"U-Umm..."

"Kalau 'gitu biar kujelaskan dengan sopan. Aku baru saja bilang kalau aku fikir alasan Yanagi ada di sisimu ini memalukan."

Dengan kata-kata ini, Maria menaruh tangannya di atas tanganku. Lalu dia mendekati wajahku. Aku seharusnya terbiasa dengan ini sekarang, tapi wajahnya masihlah terlalu cantik, sehingga wajahku memerah.

"Umm... W-wajahmu ini, terlalu dekat...?"

"Apa kamu tau kenapa [Pertemuan Rahasia] dengannya ini menggangguku...? Kalian berdua, lelaki dan perempuan, berdua dalam ruangan yang tertutup...kamu tau?"

Hembusan lemah bisikkan Maria menyentuh telingaku dengan lembut. Lalu, Maria memasukkan jari telunjuknya ke dalamnya.

"Hya!"

Pesona dari ekspresi Maria menghilang langsung dari wajahnya saat dia mendengar teriakkan kecil yang kukeluarkan dan tawaan puas. Saatku masih keheranan, dia munduk sedikit dan masih tersenyum padaku

"Kamu masih terlalu mudah dipermainkan gadis muda, Kazuki."

Dengan kata-kata itu aku akhirnya sadar kalau aku sedang dipermainkan.

Uuh...aku masih belum menerima kalau Maria lebih muda dariku...

"Ya ampun, kenapa kamu jadi bingung karena candaan kecil?"

......Candaan - dari mana...?

Saat aku terjatuh ke dalam keheningan, Maria berhenti tersenyum dan berkata,

"Jangan khawatir, Kazuki."

Lalu dia tersenyum dengan lebih lembut dari siapapun.

"Aku akan melindungimu!"


▶Hari Kedua <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Shindou Iroha], Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

"Ke...napa...?"

Kata ini tanpa kusadari keluar dari mulut saatku kembali dari kamar Maria.

Aku hanya menatap monitor dengan kaku.

«Seorang target untuk [Pembunuhan] telah dipilih»

Bukan itu maslahnya. Aku sudah mengira orangnya, yang bisa menggunakan [Pembunuhan], akan menggunakan perintah ini. Tapi orang yang dipilih berbeda dari yang kukira.

«Maukah kamu membakar [Shindou Iroha] sampai mati dengan [Sihir]?»

Di bawah pesan ini ada gambar wajah Kaichou dengan tulisan «BUNUH?» tertulis di depan matanya. Kalau aku menekan gambar ini, Kaichou akan dibakar sampai mati.

Kenapa bukan Daiya, tapi Kaichou sebagai target untuk [Pembunuhan]...?

Aku berusaha menjaga fikiranku yang mulai menggila. Hanya sang [Raja] atau [Si Kembar] yang bisa memilih target untuk [Pembunuhan]. Baik aku maupun Maria bukanlah salah satu dari keduanya. Juga, tidak mungkin Kaichou menggunakan [Pembunuhan] untuk dirinya sendiri. Yang artinya Daiya atau Kamiuchi-kun memilihnya.

...Tapi Kamiuchi-kun seharusnya yakin kalau Daiya adalah si [Revolusioner]. Aku tidak habis fikir ia memilih Kaichou.

Jadi apakah itu Daiya...? Tidak, Kaichou 'kan sudah bilang kalau ia pasti bukan [Raja] maupun [Si Kembar]?

Tunggu dulu!

Lalu siapa si [Revolusioner]...?


"Ya, ini aku."


"HII!"

Aku hampir melompat karenanya.

"Hm? Kok lebay 'gitu? Kamu tau 'kan aku akan datang."

Kaichou berdiri di depan pintu dan mengangkat tangannya dengan wajah terkejut.

"M-Maaf, Kaichou."

"...aku 'gak akan maksa, tapi bisa tolong hentikan 'Kaichou'-nya? Aku gak suka itu, karena rasanya aku yang merupakan orang dibaliknya dilupakan."

"...jadi, Shindou-san...?"

"'Iroha' akan lebih cocok."

"......Iroha-san."

"'San'-nya tidak penting, tapi...yah terserah...aku akan duduk!"

Meski berkata dia tidak akan memaksaku, Kaichou—bukan, Iroha-san memaksakan pendapatnya tentangku dan duduk di meja seperti yang Daiya lakukan di hari sebelumnya.

"Umm...kenapa kamu memilihku, Iroha-san?"

Kaichou menjawab dengan senyuman pada pertanyaan ini.

"Untuk minta perlindungan."

".........eh?"

"Belum paham? Kalau aku 'gak membunuh Oomine Daiya hari ini di blok <C>, pasti aku akan [terbantai]. Dengan kata lain, nyawaku ada di tanganmu, Kazuki-kun. Kyaa~ selamatkan aku~, Kazuki-KUN!"

"...kenapa kamu mengatakan ini padaku...?"

"Kamu [Penyihir], 'kan?"

Dengan sekuat tenaga aku menahan kekacauan yang akan menyerangku. Ini trik yang sama seperti yang Daiya gunakan padaku. Membuat kesalahan sama untuk yang kedua kali akan sangat buruk.

"Oh, kamu 'gak kena itu? Kamu sangat berhati-hati, ya? Oke, kalau Oomine Daiya tidak [dibunuh] hari ini, aku akan mati. Oh tidak!!!"

"...umm, apa kamu bisa menggunakan [Pembunuhan]?"

"'Gak!"

Iroha-san langsung menolaknya.

"Jadi aku tidak bisa menyelamatkanmu meski aku [Penyihir]! Itu karena aku tidak bisa memilih target[Pembunuhan]."

"'Gak bisa? Setelah perbincangan itu di ruangan utama, apa kamu fikir Kamiuchi-kun atau Otonashi-san tidak akan [membunuh] Oomine Daiya? Orang itu menggali kuburannya sendiri tadi, ya, 'kan? Jadi pasti akan berhasil kalau kamu melakukan sesuatu, 'kan?"

Setidaknya Maria tidak akan memilih «target untuk dibunuh» dan, malah, Iroha-san sendiri adalah targetnya.

Tapi karena aku tidak bisa mengatakannya, aku tetap diam.

"Aku memilihmu sebagai rekan untuk [Pertemuan Rahasia] karena kemungkinan untuk membiarkan Oomine-kun pergi akan sangat tinggi untukmu! Maksudku, aku tau kalau Oomine-kun dan kamu sudah saling kenal dan lihatlah, kamu sangat baik!"

Aku hanya bisa mendengar sarkasme dari perkataannya.

"'Gini, aku akan gelisah kalau kamu biarkan Oomine-kun. Jadi, aku ingin memberikanmu dorongan.

Dorongan untuk membunuh Daiya—ya.

"......tapi kamu tadi bilang kalau membunuh akan menghancurkan hidupmu?"

"Ya, tepat! Dengan memaksakan pembunuhan seperti ini, aku pastinya akan menghancurkan hidupku. Jujur, aku tidak tau berapa lama lagi aku akan menderita di masa nantinya karena ini, soalnya aku 'gak bisa berimajinasi! 'Gak, aku memang lebih suka untuk 'gak memikirkannya. Itu karena—"

Iroha-san menyatakannya dengan senyuman, dan juga tatapan tajam di matanya.

"Ini jauh lebih baik daripada mati."

Setelah melihat matanya yang tidak ada keraguan, aku akhirnya tau—

—bahaya yang dia hadapi.

Apa yang membuatnya manusia super bukan hanya kemampuannya. Tapi psikisnya. Karakteristiknya yang mengejar tujuan dengan lurus tanpa jalan lain mungkin mirip dengan Maria. Tetapi, ketimbang Maria, yang menambahkan yang lain dan mungkin juga mengganti tujuannya, Iroha-san memprioritaskan tujuannya dan pasti tidak akan menggantinya. Untuk tujuannya, dia mungkin akan menumbangkan yang lain dari waktu ke waktu. Dengan biasa, tanpa menyadarinya, seperti kereta yang menghancurkan kerikil di bawah rodanya.

Dan tujuannya kali ini adalah «bertahan hidup».

Tiba-tiba, aku mengingat saat kami bertemu, yang membuatku merinding.

"......Hei"

Iroha-san berkata kalau dia ingin aku menekan tombol untuk membunuh Daiya. Tapi apa rencananya kalau aku menolak permintaan ini?

Apa yang akan dia lakukan di situasi di mana dia percaya kalau dia akan mati kalau aku tidak melakukannya?

"Kamu membawaa pisaumu, ya?"

Iroha-san melebarkan matamu.

"Oho"

Lalu dia melihatku dengan ketertarikan dan bertanya,

"Darimana kamu tau?"

Dia menusukkan tangannya ke dalam roknya, mengambil pisau dan melemparnya ke pintu.

"Atau kamu tau itu saat kamu mencoba mengintip CD-ku? Dasar mesum!"

"......"

"Haha, bercanda! ..ah yah, aku yang menyembunyikan pisau itu 'gak bisa dianggap main-main, ya? Aah~... Bisakah kamu membuat pengecualian? Bukan aku memakai pisau ini karena untuk [Pertemuan Rahasia] denganmu! Aku selalu membawanya saat aku tidak sendiri di kamarku. Serius."

"Tapi kalau aku menolak permintaanmu untuk [membunuh] Daiya, kamu mau mengancamku dengan pisau ini, 'kan?"

"Ya. Tapi itu normal, 'kan?"

Aku menggelengkan kepalaku padanya, yang dengan mudah mengakuinya. Tidak mungkin hal itu normal.

"Serius? Oh baiklah. Jadi ini artinya aku tidak bisa mengancammu lagi."

"Kantong kecilnya..."

"Hm?"

"Serahkan kantong kecil yang ada di meja itu, karena pisauku ada di sana."

Iroha-san membelalakkan matanya sekali pada kata-kataku dan tersenyum masam. Seperti yang dia katakan, dia melemparkan kantongnya padaku.

Aku menangkap kantongnya, mengeluarkan pisaunya keluar dan melemparnya ke pintu seperti yang Iroha-san lakukan.

"...apa kamu juga duduk di meja karena kamu fikir pisauku ada di sana?"

"Ahaha, aku tidak fikir sejauh itu. Omong-omong, bisa aku pastikan sesuatu?"

"Apa?"

Iroha-san menatap lurus pada mataku dan bertanya,

"Soal kamu mau bekerja sama denganku untuk membunuh Oomine Daiya atau tidak!"

Dia mengatakannya semudah itu dan senyum yang cerah.

"......um,"

"Apa?"

"Aku tidak akan membunuh siapapun! Tidak pedulit itu Daiya atau siapapun."

Saatku jawab seperti ini, Iroha-san tetap diam dengan senyum dan pandangannya yang mengarah padaku. Aku mengalihkan mataku dan menjatuhkan pandanganku tanpa kuketahui karena peringatan hening ini.

"Kamu belum mengerti. Yang ingin kubilang itu:"

Iroha-san berhenti sesaat dan melanjutkannya,

"Kamu mau membunuh Oomine Daiya atau membunuhku? - itu yang ingin kutanyakan!"

Aku mengangkat wajahku dan menatap Iroha-san. Dia melihat padaku seperti aku anak yang keterlaluan.

"Jangan fikir kamu bisa terbebas dari perasaan berdosa kalau kamu tidak menekan tombolnya, kamu akan membunuh Oomine-kun, pasti. Tapi kalau tidak kamu tekan, kamu pastinya akan membunuhku!"

"I-Itu—"

"Terserah kamu, tapi itulah rasanya untukku. Kalau aku [terbantai], aku akan menganggap kalau kamu telah membiarkan aku mati!"

"Uh..."

Sebenarnya, aku tau. Aku tau kalau mustahil untuk tetap tidak bersalah dalam permainan kematian ini, tidak peduli apapun tindakkan yang diambil.

"...aku mengerti maksudmu. Tapi aku tidak bisa [membunuh] Daiya di blok <C> hari ini. ...tapi, aku tidak bisa jelaskan alasannya."

"Apa ini artinya [kelas]-mu 'gak ada hubungannya dengan [Pembunuhan]? ...tunggu, jangan bilang kalau Oomine-kun tidak dipilih?"

Dia hampir marah padaku saat dia menanyakannya. Tentu aku tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Dilihat dari ekspresimu, kelihatannya yang kedua benar! Wow, hei! Kalau begitu pasti aku akan mati!"

Saat aku tetap diam pada kesenangan anehnya, Iroha-san mendesah dan kembali duduk di meja.

Lalu dengan tanpa gairah dia menutup matanya dengan kedua tangannya.

"...hei, Hoshino-kun?"

Sambil tetap seperti itu, dia berbisik dengan suara yang sangat berbeda dari yang sebelumnya.

"Yuuri itu cantik, ya, 'kan?"

Bingung kenapa dia menanyakan ini, aku hanya melihatnya dengan diam.

"Kamu tau, aku tidak pernah bertemu dengan seseorang yang bisa membuatku cemburu sampai aku bertemu Yuuri. Karena aku fikir aku bisa mendapatkan pencapaian, rasa suka, semuanya. Orang pertama yang kuhormati dan mengirikan hatiku...dan mungkin, yang kucemburui, adalah Yuuri."

Kecemburuan.

Aku mengingat kata-kata Maria, 'daya tarik bisa saja menimbulkan emosi negatif'.

"Karena itu seperti menunjukkan kelemahanku, aku belum pernah memberitau siapapun sampai sekarang, tapi di kehidupan SMA-ku, aku pernah jatuh cinta. Aku berhubungan dekat dengannya dari awal...dan yah, karena aku tidak berpengalaman dalam hal percintaan dan semacamnya, aku rasa cukup jadi hanya sebatas teman."

Iroha-san tersenyum dengan pahit dan berkata,

"Sampai ia pacaran dengan Yuuri."

Aku tidak bisa membaca perasaannya dari senyuman pahitnya ini.

"Dan sebagai teman mereka berdua, aku mencoba membantu mereka dengan nasehat-nasehat dalam berhubungan. Berkatnya aku tau seberapa jauh hubungan mereka! Misalnya saat pertama mereka berpegangan tangan atau saat mereka ciuman. Mendengarnya, aku hanya berfikir: —kalau saja hubungan mereka hancur."

"......"

"Dan seperti doaku dikabulkan, mereka putus tiga bulan kemudian. Apa aku bodoh? Aku mengharapkannya, tapi aku tidak dapat apapun dari putusnya Yuuri dengannya. Itu karena mustahil ia mau pacaran denganku dan bahkan aku diasingkan karena hanya jadi temannya Yuuri...kenapa aku mengharapkan hal yang berbeda? Dengan kata lain, aku hanya mengharapkan kemelaratan mereka! Padahal mereka ini penting buatku. Singkatnya sih, aku sangat buruk."

Akhirnya Iroha-san melihat padaku.

"Apa kamu fikir ini hanya cerita murahan yang membosankan?"

Aku menggelengkan kepalaku.

"Yah, kalau begitu artinya aku punya rasa kuatir yang terkesan klise...masa aku ini manusia super?"

Iroha-san mengalihkan tatapannya menuju bohlam di langit-langit dan mengatakan,

"...aku sudah lupa soal rasa kuatir yang kekanak-kanakan ini. Sungguh. Karena aku senang hanya dengan tau kalau Yuuri penting bagiku."

Dia menunjukkan senyuman yang menertawakan dirinya sendiri.

"Tapi aku ingat saat Yuuri mati. Buruknya, aku tidak bisa mengeluarkannya dari kepalaku lagi. Aku tidak bisa membuat masalah ini keluar dari kepalaku. Tepat dari saat Yuuri-ku tersayang mati, aku hanya bisa memikirkannya."

Iroha-san dengan perlahan mengarahkan kepalanya padaku.

"Hei, Hoshino-kun, bagamana menurutmu?"

Dia bertanya dengan lembut dalam sebuah bisikkan.

"Apa aku — menyukai Yuuri?"

Aku tidak bisa menjawab apapun pada pertanyaan ini.

Iroha-san menatapku tanpa berekspresi untuk sesaat. Tapi setelah dia melihatku diam, dia langsung menaikkan ujung mulutnya dengan senang.

"Huhu... 'Gimana? Strategiku?"

"...eh?"

"Kamu belum mau jadi rekanku setelah mendengar sisi kemanusiaanku?"

Dia mengatakannya dan tertawa.

Tapi aku mengerti. Dia mungkin telah mencoba mengakhirinya dengan candaan, tapi semua yang dia katakan adalah perasaannya yang sebenarnya. Dia tidak punya orang lain untuk dia tunjukkan kelemahannya. Dan aku yakin dia tidak bisa menunjukkannya pada dirinya sendiri. Jadi, dia bahkan tidak mengerti isi hatinya.

Ini kelemahannya. Dia hanya bisa mengeluarkannya hanya karena dia akan mati.

Saat Iroha-san melihatku menjatuhkan pandanganku dan menutup mulutku, dia berhenti tertawa.

Lalu dia berkata, dengan nada yang bermain-main—

"Aku baru saja mengutukmu."

Dengan ekspresi yang senang.

"Sekarang kamu akan mengingat ceritaku meski aku mati."

Strateginya berhasil.

Bahkan kalau dialah pusat masalahnya, aku tidak mengharapkan kematiannya.


▶Hari Kedua <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Oomine Daiya], Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

Daiya duduk di meja dan memainkan perangkat portablenya.

"Kau tau, Kazu? Perangkat ini tidak bisa dikendalikan orang lain selain pemiliknya."

Saat mengatakannya, ia mencari kantong kecilku di meja, mengeluarkan perangkat portablenya dan menunjukkan padaku kalau ia memang tidak bisa menggunakannya.

"...kamu kelihatan tenang."

Berbeda dengan Kaichou yang berada di bawah tekanan.

"Yah, karena aku tau kalau aku tidak akan [Dibunuh]."

"Eh...?"

Daiya menaikkan ujung mulutnya.

"Jangan menanyakan hal bodoh seperti kenapa aku mengetahuinya. Tentu karena aku memilih target untuk [Pembunuhan]."

"...jadi [kelasmu] adalah..."

"Aku [Raja]."

Ia mengatakannya dengan tenang. Aku baru saja akan mempercayainya—tapi, aku seharusnya tidak boleh. Ini pasti hanya tipuan.

Aku mengobrak-abrik otakku untuk mencari keraguan.

"...umm, kalau kamu [Raja], lalu itu artinya kamu tau kalau Iroha-san [Revolusioner], 'kan? Jadi kenapa kamu tidak memilih Iroha-san langsung dari saat blok <C> dimulai? Kenapa kamu memilihnya setelah melakukan [Pertemuan Rahasia] dengan Kamiuchi-kun?"

"Jujur, sewaktu di blok <B>, aku diam-diam menganggap Shindou-lah si pelaku, tapi aku tidak begitu yakin. Karena aku sama-sama mencurigainya dan Kamiuchi di tingkatan yang sama."

"Kamiuchi-kun?"

Padahal ia begitu marah karena kematian Yuuri?

"Jadi apa kau pernah memikirkan alasan kemarahannya?"

"Ia bahaya dengan caranya sendiri. Kau sendiri tau 'kan orang ini cukup licik?"

Aku mengangguk dengan perlahan.

"Dan ingat. Rekan pertama Shindou untuk [Pertemuan Rahasia] adalah Kamiuchi. Alasannya adalah karena Shindou merasa ialah yang sangat berbahaya."

Iya, Iroha-san mungkin telah memilihnya, tapi...

"...omong-omong, Daiya, kelihatannya kamu sudah kenal Kamiuchi-kun."

"Ya, aku sudah tau. Kami ada di SMP yang sama. Aku hanya tidak mengingat wajahnya."

"......eh? Tapi kelihatannya Kamiuchi-kun tidak mengingatmu.

"Mau-maunya semut sepertiku di perhatikan oleh Tuan Kamiuchi yang luar biasa. Tidak sepertiku, yang hanya punya nilai bagus, ia ini selebriti. Aku bisa dengan fasih menyebut semua rumor jelek tentangnya, tapi tidak penting membicarakan ini, 'kan?"

Aku memutuskan kalau aku akan menganggap 'ada rumor jelek yang membuat Iroha-san dan Daiya berhati-hati terhadap Kamiuchi-kun'.

"Oke, sekarang biar kuberitau padamu beberapa hal menarik lain."

"...apa?"

"Si [Revolusioner] tidak berniat membunuh Yanagi."

"...eh?"

Mulutku terbuka dengan lebar.

"Hah...perlu kujelaskan dari awal hingga akhir? Si [Raja] punya perintah lain selain[Pembunuhan], 'kan?"

"Ah!"

Benar, [Pertukaran].

Menggunakan perintah ini, mungkin saja [Pembantaian] menyerang target yang salah.

"Si [Revolusioner] ingin membunuhku, bukan Yanagi!"

Daiya curiga dan menggunakan [Pertukaran] di hari pertama. Dengan begitu, Yuuri-san terbunuh karena dialah [Si Kembar].

Kalau memang begitu, maka kita tidak bisa menyebut kemarahan Kamiuchi-kun sebagai akting kalau ialah si [Revolusioner]. Itu karena Yuuri-san yang ia cintai terbunuh tanpa diketahui karena Daiya.

"Aku jadi yakin kalau Kamiuchi bukanlah si [Revolusioner] di [Pertemuan Rahasia] tadi. Jadi, hanya Shindou-lah yang bisa jadi [Revolusioner]."

Kalau Daiya mengatakan kebenarannya, maka ini berarti Iroha-san membunuh Yuuri-san tanpa sengaja.

Kalau begini...perbedaan yang sangat halus dari pernyataan Iroha-san tadi mungkin berubah sedikit.

Untuk menenggelamkan perasaan berdosanya, dia dengan menyedihkannya mencoba mencari alasan yang akan menjadi alasan kematian Yuuri-san.

—inilah arti dari hal itu, mungkin.

"T-Tapi...kenapa kamu begitu tertutup di blok <B>? Kalau kamu mengatakan kalau kamulah [Raja], itu bisa menghilangkan kecurigaan terhadapmu, 'kan?"

"Adalah hal yang bodoh untuk menunjukkan [kelas] miliknya sendiri."

"Tapi bukankah kamu sendiri—"

"Itu karena aku percaya kamu tidak akan pernah membunuhku."

"Eh...?"

Saatku membelalakkan mataku, Daiya memberikan tatapan serius seperti berkata kalau ia mengatakannya tanpa sengaja. Ia kemudian mengalihkan pandangannya seperti ia merasa malu.

...Ia baru saja bilang kalau ia 'percaya padaku', 'kan? Daiya ini?

"...akan kujelaskan apa yang kuingin sampaikan dengan pernyataanku di blok <B>."

Daiya memulai penjelasannya, dengan cepat menusuk pernyataannya yang sebelumnya.

"Mari mulai dengan maksudku. Mencari tersangka. Si [Revolusioner] tau kalau Yanagi mati karena [Pertukaran]. Jadi, aku mendapat pertanyaan kenapa Yanagi yang ditargetkan, untuk membuat si tersangka membuat kesalahan. Yah, ini gagal, sih."

Aku mengangguk dan memaksanya melanjutkan.

"Lalu maksudku yang lain. Membuat mereka berfikir aku bukanlah sang [Raja]."

"...kenapa kamu melakukan itu?"

"Si [Revolusioner] menjadikanku kambing hitam. Karena ia ingin aku menjadi target [Pembunuhan]. Tapi karena akulah [Raja] itu sendiri, ini sangat tidak berarti. Yah, itu karena aku yang memilih target untuk [Pembunuhan]."

Dan memang, Iroha-san yang dipilih untuk [Pembunuhan] dan bukan Daiya.

"Jadi bagaimana menurutmu tentang anggapan si [Revolusioner] tentangku, saatku tak berharga seperti kambing hitam dan bahkan menyadari kebohongannya?"

Daiya menaikkan ujung mulutnya, kelihatan puas.

"Ia akan membunuhku dengan [Pembantaian]."

Tanpa kusadari aku menelan ludahku.

"Jadi akan lebih baik kalau ia tidak menganggap kalau akulah sang [Raja]."

Aku ingat kata-kata Iroha-san.

«Terlebih, kalau kamulah sang [Raja] atau [Si Kembar], kamu akan menyadari ini, jadi kamu pasti bukanlah salah satu dari kedua [kelas] itu.»

Aah, begitu.

Argumen ini mereka buat untuk membuat Iroha-san percaya kalau Daiya bukanlah sang [Raja].

"——ah"

Aku menyadarinya saatku baru akan tersedot pemikiran cepat Daiya.

Tapi—akan lebih baik kalau aku tersedot dan mengkutinya. Maksudku, aku tidak pernah membayangkan Daiya akan merasa malu saat ia mengatakan ia percaya padaku. ...aku tidak ingin membayangkan itu.

Itu karena kita adalah teman.

Haruskah aku percaya Daiya? Dan haruskah aku menganggap Iroha-san adalah [Revolusioner] dan juga si 'pemilik'?

"Kazu."

Saatku tetap diam, Daiya berkata padaku,

"Bunuh Shindou Iroha."

"—itu,"

"Kalau kau menggunakan [Sihir], baik kau maupun Otonashi tidak perlu menempuh es tipis lagi untuk melawan 'kotak' ini. Kita akan terbebas dari semuanya dengan satu keputusanku. —tidak, kau harus membunuhnya. Atau kau ingin mengatakan kalau keputusanku ini hanya sia-sia?"

Aku sadar kalau usulan ini memberikanku solusi terbaik.

Tapi,

"Aku tidak akan menggunakan [Sihir]."

Jawabanku tidak akan berubah.

"Kalau Iroha-san adalah si 'pemilik', aku akan memintanya dengan suatu cara agar menyerahkan 'kotak'-nya pada kami."

"Meskipun kau dan Otonashi akan mati karena keraguanmu?"

"Ya!"

Daiya mendengus saatku mengatakannya.

"Wow, betapa naifnya kalian berdua, bertingkah macam anak baik bahkan di permainan kematian ini. 'Dia kelihatan seperti orang baik, jadi percayalah dia!' - atau apa? Itu terlihat seperti pemikiran pendek yang terburuk. Lihatlah tanganku! Bulu romaku menegak sampai mungkin tidak bisa kuhilangkan lagi; bagaimana kau akan menggantinya?"

"......maaf."

Untuk suatu alasan aku meminta maaf, meskipun akulah yang dibicarakannya. Tapi...itu malah terdengar seperti pembicaraan biasa kami di kelas.

"Untuk suatu alasan, aku tau."

Daiya mengatakannya saat mengelus tangannya dengan perlahan,

"Kalau kau akan menjawabnya seperti ini."

Daiya tersenyum dengan masam seperti ia telah menyerah.

"...huhu."

"Wow, menjijikan. Kenapa kau tertawa padahal aku sudah membodohimu? Apa-apaan yang terjadi dengan otakmu?"

Tanpa kusengaja, yah, itu karena, menghinaku saat mengeluh itu memang seperti dirimu.


Lalu aku yakin.

Daiya mengatakan kebenarannya.


▶▶Hari Kedua <D> Ruangan Utama[edit]

Si [Revolusioner] dan si 'pemilik' dari 'Permainan Kebosanan' adalah ― Shindou Iroha.

Ini kesimpulanku. Aku harus memaksanya agar dia tidak membunuh siapapun.

Harus bisa kulakukan. Itu karena dia bukan orang jahat yang menganggap nyawa orang lain ecek-ecek. Jadi kami pasti bisa menyelesaikan semuanya, tidak peduli sesulit apa itu.


――Mau-maunya!

Kenapa aku sangat naif?


“Ah, AaaAh...―” Bernafas dengan dalam. Di kakiku, cairan berwarna merah tersebar. Tapi aku terus berdiri, bahkan tidak berfikiran untuk melarikan diri.

“Kamiuchi!”

TeriakkanMaria mengembalikanku pada kenyataan. Aku jadi sadar akan apa yang telah terjatuh di depan kakiku.

“Ah, ―”

Cairan merah itu, darah.

Aku tau. Ya, aku sudah menyadarinya. Tapi aku tidak mau tau apa arti dari cairan merah itu yang menyebar dengan perlahan.

Aku berjongkok dengan perlahan dan menyentuh wajah orang ini dengan hati-hati. Ada senyuman darinya, seperti orang ini mudah tersenyum.

Ekspresi ini sangat «mirip dengannya», yang namanya kusebut tanpa kusadari.

“.......Iroha-san.”

  • pak* *pak* *pak*―

Suara apa ini

  • pak*. Ini suara langkah kaki. Menyisakan jejak kaki merah di setiap langkahnya. *pak* *pak*. Lelaki yang membuat suara ini duduk seperti tidak ada yang terjadi.

Padahal ia sendiri yang menusuk Iroha-san.

“Kamiuchi-kun, kenapa...?”

“Kenapa? Kau menanyakan pertanyaan aneh, Hoshino-senpai. Karena Kaichou akan membunuh kita kalau kita biarkan dia hidup~! Jadi menghentikannya tentu cara yang benar, 'kan?"

“Tapi tidak seharusnya sa—"

Tanpa kusadari aku menghentikan kata-kataku.

Tangan Kamiuchi gemetaran dengan kencang. Ia sendiri menyadari gemetaran yang terjadi pada dirinya dan, "hu, huhu,"mengeluarkan tawaan yang tertahan, yang tidak cocok dengan pemandangannya.

Mungkin ia telah sadar kalau Iroha-san adalah si [Revolusioner] di saat [Pertemuan Rahasia] dengan Daiya, karena itu ia fikir akan mati kalau tidak melakukan apapun.

Tapi alasan itu saja tidak pantas untuk langsung membunuhnya... Aah, aku mengerti. Inilah kenapa Iroha-san dan Daiya berhati-hati terhadap Kamiuchi-kun.

“Uh...”

Setelah mendengar erangan ini, Maria sadar dari lamunannya dan berlari pada Iroha-san. Untuk memberinya sedikit pertolongan, dia memeriksa seluruh tubuhnya dan―

―mundur tanpa berkata-kata

“......aku...mengerti, kambing hitam..."

Katanya dan―membatukkan darah.

“Uwa, muntah darah......di sepatuku......tidak keren..."

Dia membisikkan itu dengan suara yang lemas.

“――”

Aku tidak bisa mengatakan apapun.

Maksudku, padahal ada seorang gadis yang muntah darah di depan mataku, padahal dia hampir mati, aku justru berfikir seperti ini:

mungkin akan lebih baik seperti ini. “Maaf.”

Iroha-san menutup matanya. ...karena dia tidak punya kekuatan lagi itu terus membukanya. ".......maaf...aku mengutukmu."

Dia mengumpulkan segenap kekuatan terakhirnya dan berkata dengan suara yang lemah,

“...maaf aku tidak bisa menyelamatkanmu..."

“――eh?”

Itu kata-kata terakhirnya.

―maaf aku tidak bisa menyelamatkanmu?

Sambil terus menatapi tubuhnya yang tidak bisa bergerak, aku memikirkan arti kata-kata itu.

Iroha-san tau kalau ada orang yang berbahaya di antara kami yang dengan siap akan membunuh Yuuri-san. Setelah mengetahuinya, Iroha-san harus membunuh orang ini, apapun yang terjadi.

Dia mengambil peran pemimpin dalam [Perebutan Kerajaan] ini, padahal itu artinya dia akan terus diragukan oleh yang lain. Untuk mengubah situasinya jadi lebih baik, gadis yang bertanggung jawab ini membawa dirinya ke dalam mara bahaya.

―meski siap menghancurkan hidupnya. Untuk melindungi nyawanya. Untuk melindungi nyawa kami.

"......Ah"

Aku menyentuh wajahnya sekali lagi.

Tapi dia tidak tersenyum lagi. Dia tidak bergerak lagi. Dia tidak bernafas lagi. Dia tidak hidup lagi.

Akan tetapi, 'Permainan Kebosanan' masih berlanjut.

“――”

Aku berdiri.

Dengan perlahan mataku menatapnya.

Oomine Daiya menyentuh anting telinga kanannya tanpa berekspresi.



- [Shindou Iroha], dadanya ditusuk oleh [Kamiuchi Koudai], mati

▶Hari Kedua <E> Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

«[Kamiuchi Koudai] dicekik oleh [Pembantaian]»

Sekarang ia berkuasa.



- [Kamiuchi Koudai], mati karena [Pembantaian]


▶Hari Ketiga <B> Ruangan utama[edit]

"Pertarungannya telah berakhir setelah aku tau kaulah si [Penyihir]!"

Daiya mulai mengungkapkan tipuannya di ruang utama, di mana hanya tersisa tiga pemain lagi.

Maria dengan elegannya duduk di kursinya. Seperti dia mengetahui segalanya, dia berusaha dengan semua kemampuannya untuk memberitau Kamiuchi-kun tentang 'kotak', tapi ia tidak mau mendengarkan lagi.

Lalu, Kamiuchi Koudai terbunuh seperti yang diperkirakan.

Hebatnya, kami tidak bisa menghindari kematian seseorang.

Lalu kenapa aku percaya Daiya? Padahal aku tau Daiya adalah si 'pemilik', kenapa aku percaya kebohongan murahan itu, yang malah akan menimbulkan tersangka lain?

Padahal aku tau kalau [Perebutan Kerajaan] adalah permainan tentang menipu...

Jadi, aku tau kalau semua ini adalah kesalahanku. Tapi, tetap—

"Tidakkah kamu bilang kamu percaya padaku?"

Saatku mengeluhkannya, Daiya menaikkan ujung mulutnya,

"Ya, kukatakan itu. Aku percaya kau tidak akan membunuhku.

"...jadi itu hanya kata-kata kosong untuk menipuku, ya?"

"Itu hanya secara lisan. Kau seharusnya tau arti di balik kata-kata itu kalau kau tajam."

Aku mengerutkan dahiku.

"Kau masih tidak paham? Aku mengatakan kalau kau, si [Penyihir], tidak bisa membunuhku. Dengan kata lain, aku mengejekmu dengan mengatakan aku bisa melakukan sesukaku, lagipula kau tidak akan membunuhku.."

Aku menggigit bibirku.

...Dengan kata lain, ia mempermainkanku. Saat itu kufikir ia merasa malu karena memalingkan pandangannya. Tapi kenyataannya, ia hanya sadar kalau ia salah bicara dan jadi gugup.

"Karena akulah [Revolusioner], tentunya aku ingin tau siapa si [Penyihir], karena ia juga punya kemampuan untuk membunuh."

"Jadi itu kenapa kamu bertanya apakah aku si [Penyihir]..."

Ia tidak khawatir tentangku, ia hanya ingin tau orang yang memiliki [kelas] yang paling berbahaya.

"Dan kaulah [Penyihir], Kazu. Jadi aku tidak akan [dibunuh] kalau kubiarkan kau hidup."

Daiya menunjukkan seringaian dan menyatakan,

"Karena aku mempercayaimu!"

Jadi itu kenapa pertarungannya telah berakhir di saat ia tau kalau akulah [Penyihir]...

"Tapi kalau kau yakin kalau akulah si [Revolusioner], bisa saja kau menggunakan [Sihir]. Dan meski tidak, kau bisa melakukan sesuatu tentangku. Aku hanya perlu membuatmu yakin kalau aku bukanlah [Revolusioner]."

Jadi aku berdansa pada musiknya dan percaya kalau Iroha-san adalah si [Revolusioner].

—Oh. Kenyataannya, semuanya simpel.

Apa yang seharusnya kulakukan adalah yang Maria dan aku bicarakan dari awal. Tentang mempengaruhi Daiya dan mendapatkan 'kotak'-nya.

Ini menjadi sulit karena Daiya membuatnya terlihat seperti ini.

"...tidak semuanya berlangsung tanpa masalah, sih. Terutama Yanagi ini sangat mengganggu."

"Yuuri-san?"

"Ya. Dia ingin aku menjadi rekannya. Sebenarnya, dia mungkin berhasil membuatku menjadi rekannya. Kalau aku membiarkannya hidup, ini tidak akan berlangsung dengan lancar."

...Begitu. Bagi Daiya yang ingin memulai permainan ini, keberadaan Yuuri-san adalah kesulitan baginya, karena dia ingin menghentikan [Perebutan Kerajaan]. Jadi, Daiya menolak usulannya dan membunuhnya secepat mungkin.

"Kalau begitu—"

Ia berhenti mengungkapkan kebohongannya.

Daiya menarik nafas panjang dan menatap Maria yang duduk di tempat duduknya sendiri.


"Aku hanya perlu membunuh satu pemain lagi untuk menyelesaikan permainannya."

Hanya satu lagi musuh [Revolusioner] yang masih ada.

Hanya [Pangeran] - Otonashi Maria.

Maria tidak mengangkat kepalanya saat ia mengungkapkan niatnya untuk membunuhnya.

...Ah, begitu.

[Revolusioner] tidak perlu membunuh [Penyihir] untuk menang. Jadi, aku akan bertahan hidup. Maria tidak perlu melakukan apapun, karena aku akan tetap hidup. Dan Maria tidak tertarik untuk hidup juga.

Jadi, Maria tidak ada ketertarikan lagi pada [Perebutan Kerajaan].

Dia tidak peduli kalau dia terbunuh seperti ini.

"......"

—jangan bercanda.

Aku tidak akan membiarkannya!

Kalau Maria berencana untuk menyelamatkanku, membuang hidupnya, menyebut dirinya 'kotak', menganggap enteng dirinya—

"Daiya..."

Aku pasti akan—menolaknya!

Aku menatap tajam Daiya dan menyatakan,

"Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Maria!"

Benar, di saat aku menyadari kelemahan Maria dalam 'kotak' ini, bukankah aku sadar aku harus melakukan sesuatu? Inilah saatnya untuk itu!

Saat itu aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Tapi sekarang,

"Kalau kamu akan membunuh Maria, aku akan menghentikanmu. Aku akan menghentikanmu apapun yang terjadi. Ya, bahkan—"

Aku langsung sampai pada keputusanku.


"—meski aku harus membunuhmu."


Maria, yang tidak bergerak sedikitpun saat Daiya mengatakan akan membunuhnya, membelalakkan matanya dan melihat padaku.

Maaf, Maria. Aku akan mengkhianati kepercayaanmu kalau aku tidak akan membunuh siapapun.

"...kau terlihat serius."

Setelah mengatakannya, Daiya hanya terdiam.

Terlebih, Daiya telah mengatakannya sendiri. Kemungkinan aku akan menggunakan [Sihir] itu ada saat aku tau siapa si [Revolusioner].

Daiya membuat kesalahan. Karena Kamiuchi-kun membunuh Iroha-san, ia tidak jadi bisa membuatnya kambing hitamnya dan membuka kenyataan kalau ialah si [Revolusioner].

"Serahkan 'kotak'-nya, Daiya. Dengan begitu, kamu tidak perlu mati."

Daiya melawannya dengan ekspresi yang tenang. Tapi karena telah menjadi temannya, aku tau.

Daiya tidak bisa lebih gugup.

"Tidak perlu mati, ya?"

Ia mengulangi kata-kataku dan tersenyum masam.

"...Kazu. Kau tau tipe 'kotak' apa 'Permainan Kebosanan' ini?"

Karena ia tiba-tiba mengganti pembicaraannya, aku menatapnya dengan serius.

"'Permainan Kebosanan' hanyalah 'kotak' yang bertujuan untuk menghabiskan waktu yang membuat si pemain memainkan permainan pembunuhan, [Perebutan Kerajaan]."

"...jadi?"

"Kau fikir ini hanya berakhir seperti ini, padahal tujuannya hanya untuk menghabiskan waktu? Apa kau fikir aku akan senang dengan hanya satu ronde?"

"......"

"Ini hanyalah pertarungan sampai mati yang tak ada artinya. Jadi, perasaanmu yang ingin menyelamatkan Otonashi, juga keputusanmu untuk membunuhku juga tak berarti. Hasilnya akan sangat berbeda. Ronde selanjutnya akan jadi perubahan yang berbeda, hanya dengan mengganti pemainnya. Aku mungkin bisa menjadi rekanmu.

Apa yang ia bicarakan...?

"Tetapi, dosa dari permainan bodoh ini akan tetap ada. Kalau aku membunuhku, perasaan bersalahnya akan tetap ada."

".......jadi aku tidak seharusnya membunuhmu?"

"Ya."

......Hah.

Jadi ini hanya obrolan biasa untuk membuatku membiarkannya hidup, ya? Bahkan sampai sekarang ia masih ingin mengelabuiku.

"Menyakitkan untuk terus melihatmu seperti ini! Tolong, berikan saja 'kotak' milikmu!"

Karena telah menjadi temanku, Daiya seharusnya tau betapa seriusnya aku soal ingin membunuhnya.

Dan tetap—

"Itu tidak akan kulakukan."

Daiya menyatakannya dengan dingin.

"...kamu sadar sedang dipojokkan, 'kan?"

"Tidak peduli. Aku telah merasakan «harapan» bernama 'kotak'. Karena telah kurasakan, tidak mungkin aku akan membiarkan seseorang mengambilnya dariku. Manusia yang tidak punya fikiran tidak berbeda dari mesin pembuat CO2, 'kan?"

"'Kotak' ini «harapan», kamu bilang...?"

'Kotak' yang menyiksa Mogi-san, Asami-san dan Miyazawa-kun ini...?

"Itu bukan hal baik!"

"Berisik, kau mengganggu! Aku tidak tertarik soal kemurahanmu yang bisa dijual di supermarket!"

Apa yang salah dari Daiya ini serius. Ia benar-benar berkata kalau 'kotak' ini adalah harapan. Padahal ia seharusnya tau soal kedua insiden sebelumnya.

Berfikir soal itu, tiba-tiba ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku. Mungkin—

"Apa itu ada hubungannya dengan Kokone?"

Daiya tidak langsung melawannya.

"...apanya?"

"Kubilang, apakah 'keinginan'-mu ada hubungannya dengan Kokone?"

"Kenapa kau tiba-tiba menyebutnya? Aku hampir merasa kasihan karena otakmu hanya membuat pemikiran yang tak ada hubungannya."

Tapi aku tidak mengabaikan ekspresi terkejutnya yang ia buat sampai ia mengatakan kata-kata itu.

Tidak diragukan lagi. 'Keinginan' Daiya ada hubungannya dengan Kokone.

Lalu aku yakin.

"Kamu tidak berniat...memberikan 'kotak'-nya, 'kan?"

Aku jadi yakin kalau Daiya tidak akan menyerahkan 'kotak'-nya.

"Ya, itulah yang kukatakan selama ini."

Tidak peduli seberapa keras ancamanku untuk membunuhnya, Daiya tidak akan menyerahkan 'kotak'-nya. Dengan kata lain, kami—

"......"

Maria melihat padaku saat aku menyadarinya.

Maria tersenyum.

"......hentikan."

Dia tersenyum. ...tersenyum seperti dia telah menyerah melawan semua.

Tapi mungkin itulah ekspresi yang tepat untuk situasi ini.

Aku tau itu dari awal. Aku tidak bisa menghancurkan 'kotak'-nya, melawan keinginannya dengan membunuh Daiya. Aku tidak bisa menggunakan [Sihir] apapun yang terjadi.

Itu bukan karena aku tidak punya keinginan membunuh Daiya. Tidak ada hubungannya dengan keinginanku.

Masalahnya adalah aku tidak bisa menggunakan [Sihir] sesukaku. Ya—

Aku tidak bisa menggunakan [Sihir] karena Maria tidak akan membunuh siapapun.


Jadi,

Kami kalah dari Oomine Daiya.


▶Hari Ketiga <C> [Pertemuan Rahasia] dengan [Otonashi Maria], Kamar [Otonashi Maria][edit]

Aku tau itu, tapi percobaanku untuk membuatnya menggunakan [Pembunuhan] diabaikannya untuk 30 menit.


Aku mengingat pernyataan Maria di hari sebelumnya.

«Aku akan melindungimu!»

Aku menerimanya begitu saja.

Betapa bodohnya aku menerima kebaikannya dan kekuatannya dengan langsung seperti ini?

Tidakkah kusadari dari awal? Tidakkah aku tau dari awal kalau Maria lemah di dalam sini, karena [Perebutan Kerajaan] adalah tentang membunuh dan menipu orang lain?

Ini salah.

Seharusnya aku yang mengatakannya.

«Aku akan melindungimu, Maria!»

Tapi sudah terlambat.


▶Hari Ketiga <E> Kamar [Hoshino Kazuki][edit]

«[Otonashi Maria] dicekik oleh [Pembantaian]»



- [Otonashi Maria], mati karena [Pembantaian]

















*********** GAME OVER ***********


Pemenang

[Oomine Daiya] (Pemain)
[Revolusioner], telah membunuh Yanagi Yuuri, Kamiuchi Koudai dan Otonashi Maria dengan [Pembantaian], hidup.
* Kondisi kemenangan telah terpenuhi karena kematian Yanagi Yuuri, Kamiuchi Koudai dan Otonashi Maria.


[Hoshino Kazuki]
[Sorcerer], hidup.
* Kondisi kemenangannya telah terpenuhi karena bertahan hidup.


Pecundang

[Shindou Iroha]
[Ksatria], dadanya ditusuk oleh Kamiuchi Koudai di hari kedua, mati karena pendarahan.


[Yanagi Yuuri]
[Si Kembar], mati di hari pertama karena [Pembantaian] oleh Oomine Daiya.


[Kamiuchi Koudai]
[Raja], membunuh Shindou Iroha dengan langsung di hari kedua. Mati di hari yang sama karena [Pembantaian] oleh Oomine Daiya.


[Otonashi Maria]
[Pangeran], mati di hari ketiga karena [Pembantaian] oleh Oomine Daiya.













Catatan[edit]

  1. ukuran tatami beda-beda. Dan berdasarkan wikipedia, dan karena mereka tinggal di Shinjuku, jadi kamarnya 'mungkin' sekitar 10,56x5.28 meter, persegi panjang.
  2. gak tau harus bilang apa, tapi bentuknya begini
  3. ditambah akhiran 'san' supaya lebih sopan.
  4. menurut kamus bahasa inggris, Pachinko itu pinball dari Jepang
  5. Intinya dia kelas 3 dan masuk grup/rombongan belajar pertama
  6. 'Kotak' punya Maria



Sebelumnya (Permulaan) Halaman Utama Selanjutnya (Ronde Kedua)