A Simple Survey (Indonesia):Jilid 1 File23
File 23: Kali ini Jaman Es Benar-Benar Terjadi[edit]
Percakapan ini terjadi pada suatu bursa lowongan kerja di suatu universitas.
“Tidak, sepertinya kau salah paham. Tak ada lagi perusahaan yang menerima karyawan berdasarkan nilai akademik mereka,” kata sang wanita resepsionis muda dengan nada yang lebih datar daripada robot.
Mengenakan jas yang kupakai untuk wawancara, dengan penuh ketakutan, “Tunggu. Lalu apa gunanya ada perguruan tinggi?”
“Entah. Mungkin alasannya adalah karena para pegawai pemerintah yang keras kepala menolak untuk mengubah sistemnya. Aku tak tahu pasti, sih. Handphonemu punya kamus di dalamnya kan? Dengan itu, kau dapat berbaur dengan masyarakat meskipun pengetahuanmu tentang kanji sangat minim.”
Sang resepsionis nampak tidak begitu tertarik ketika dia menyeruput teh hijau dari satu gelas yang ia pegang dengan dua tangan, elegan sekali (meskipun mukanya tak menunjukkan ekspresi apapun).
“Aku bisa berbicara dalam empat bahasa.”
“Kau bisa membeli aplikasi terjemahan langsung di smartphone dengan hanya 4500 yen[1] yang punya kemampuan menangani 20 bahasa. Mikrofon dari smartphone digunakan untuk mendengar kata yang ingin diterjemahkan dan kameranya dapat membaca teks yang akan diterjemahkan. Berapa lama kau belajar empat bahasa? Apakah waktu dan tenaga yang kaugunakan masih lebih sedikit dari 4500 yen?”
“S-Sepertinya sekarang semuanya sudah lebih mudah, ya.” Kataku setengah putus asa, namun sang resepsionis hanya mengangguk.
Ia mengunyah keripik beras yang ia simpan di sebelah mejanya.
“Begitulah. Orang-orang yang membuat aplikasi ini mungkin hanya berharap dapat mempermudah kerja manusia, tapi pada akhirnya, yang terjadi adalah masyarakat dimana semua jenis kemampuan dan nilai dapat dibagikan dengan mudah ke seluruh umat manusia. Sederhananya, kita semua menjadi sama. Perbedaan antar individu menjadi lenyap. Sudah tak ada perseteruan di antara manusia, karena semuanya sama saja. Tapi hal itu membuat mencari pelamar kerja menjadi sangat sulit. Bagaimana kau memilih satu diantara ratusan atau ribuan lulusan universitas yang semuanya sama saja?”
“Yaaaa, kalau siapa saja yang diterima tidak masalah, kenapa mereka tidak menerimaku saja?”
“Kalau siapa saja boleh, mereka juga tak perlu menerima karyawan baru, bodoh. Akan jadi lebih mudah jika perusahaan membelikan aplikasi baru untuk karyawan mereka yang sekarang. Dengan begitu, biaya untuk menggaji karyawan juga dapat ditekan.”
Tingkat penerimaan alumni perguruan tinggi di dunia kerja sudah turun drastis hingga hanya 0,5% dari yang sebelumnya.
Dengan kondisi masyarakat yang telah berubah, semua ini tak begitu mengejutkan. Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana dengan orang-orang yang tak bisa mendapatkan pekerjaan.
“Hal seperti ini mengingatkanku pada kerusuhan anti-robot.”
“Maksudmu ketika pekerja buatan yang lebih murah menggantikan semua manusia, lalu orang-orang yang kehilangan pekerjaan melakukan protes? Menurutku, seharusnya mereka mengutuk hidup mereka yang membuat mereka sendiri tidak diinginkan, bukannya mengutuk robot-robot itu.”
“Tapi mereka berhasil meloloskan undang-undang pengaturan robot pekerja dengan menutup jalan sepanjang Nagata selama dua bulan. Sekarang karena jumlah robot pekerja di satu perusahaan telah dibatasi, kita akhirnya bisa hidup di era manusia. Tapi jika perusahaan membuat satu orang karyawan menggunakan terlalu banyak aplikasi, bukannya itu akan membuat beban si karyawan terlalu berat, kan? Jadi mereka membutuhkan setidaknya beberapa karyawan baru, kan?”
Sang resepsionis masih terlihat tanpa ekspresi seperti robot ketika dia mengambil sebungkus youkan[2] dari sebuah kulkas mini yang ada di sebelah kakinya (yang ia bawa sendiri).
“Membayar biaya penggantian satu orang karyawan lebih murah daripada membayar gaji ratusan karyawan.”
“...Jadi manusia sudah dianggap seperti 'suku cadang'?”
“'Suku cadang' yang dulu disebut 'robot pekerja' telah disingkirkan oleh manusia, jadi sekarang manusia harus menggantikan mereka.”
Alis mata sang resepsionis sedikit mengkerut karena ia kesulitan membuka bungkus plastik youkan karena kuku jarinya sudah dipotong rapi.
“Hm? Kupikir masalah yang bisa diselesaikan aplikasi ini terbatas pada hal-hal intelektual. Bagaimana dengan pekerjaan fisik?”
“Untuk itu, sekarang sudah ada pakaian khusus yang bisa kau pakai di bawah jasmu itu. Lagi-lagi, tak ada bedanya dengan aplikasi. Kau bukanlah apa yang diperlukan perusahaan. Yang diperlukan adalah peralatan yang kau pakai. Selama orang-orang memiliki peralatan yang sama, siapa mereka itu sudah tidak penting.”
“Hahh!? T-tapi aku yakin dengan kesehatanku sendiri. Aku tak berbicara mengenai kemampuan berolahraga. Tapi jika kau ingin pekerja yang bisa melakukan pekerjaan yang menyita tenaga terus-menerus, kau butuh orang yang sehat, bukan?”
“Aplikasi manajemen kesehatan sudah menjamur sejak aplikasi diet yang populer di masa lalu membuat semua orang menjadi sakit-sakitan. Kalau kau mengikuti grafik mengenai hubungan dari apa yang kau makan dan bagaimana kau berolahraga, maka kau juga bisa menjadi sehat.”
“L-lalu bagaimana dengan pekerjaan yang menyangkut seni?”
“Sekitar 80% dari benda-benda seni yang sekarang dibuat telah dikerjakan dengan bantuan komputer inspirasi. Nyaris segala macam seni dan literatur dibuat dengan bantuan penyusunan dari komputer. Jujur saja, bidang seperti ini cukup sulit dinilai, jadi aku tak bisa berkomentar lebih jauh mengenai hal ini.”
“K-kalau begitu, bagaimana dengan shogi, atau catur?”
“Apakah aku benar-benar harus menjelaskannya? Sepertinya otak manusia sudah tak dipakai di pertandingan catur lagi. Oh, tapi harus ada orang yang menggunakan jarinya untuk menggeser bidak-bidak catur sesuai arahan komputer, jadi kupikir, bisa dibilang otak manusia, secara teknis masih dipakai. Mungkin suatu saat nanti cukup saraf tulang belakang saja yang perlu dipakai.”
“K-kalau begitu, apa yang dibutuhkan supaya bisa diterima? Kemampuan apa yang paling menentukan?”
“Kemampuanmu untuk memberikan suasana yang menyenangkan?”
“...Eh?”
Sang resepsionis akhirnya berhasil membuka bungkus plastik youkan. Ia mengatakan hal yang tidak bisa kupercaya ketika menuangkan isi bungkusan itu ke piring kecil.
“Kemampuan yang hanya dimiliki manusia, kemampuan untuk membentuk karaktermu sendiri, kemampuan untuk memahami manusia lainnya, kemampuan untuk menghibur orang lain, kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat. Kupikir hal-hal seperti itu yang akan menentukan.”
“Ehm...apa maksudnya?”
Sang resepsionis dengan tanpa ekspresi memotong youkan menggunakan spatula plastik. Ketika tanganku terulur untuk mengambil sepotong, tangannya segera bereaksi dengan menampar tanganku.
“Ketika kemampuan manusia untuk berpikir, untuk menghitung, dan untuk mengerjakan pekerjaan manual sudah digantikan oleh aplikasi dan mesin, maka tak banyak yang tersisa. Apa yang bisa dikerjakan manusia? Kalau memang itu sesuatu yang bisa dilakukan siapapun, akan lebih enak untuk memilih orang-orang yang dapat bergaul dengan baik di tempat kerja.”
“Apa?! Jadi orang-orang nyantai yang menjelek-jelekkan orang lain yang belajar dengan serius di kelas adalah orang-orang yang akan berhasil di masa dewasanya?!”
“Itu karena kalian memandang sekolah tak lebih dari tempat untuk mengumpulkan ilmu, sampai-sampai orang seperti kau mulai kebingungan ketika kau harus mencari pekerjaan. Kuharap kau mulai sadar bahwa sekarang sudah bukan waktunya untuk membangga-banggakan aplikasi penggoyang dada yang menggunakan sensor gyro[3]. Entah betapa kencangnya kau menggerakkannya, tali bikininya tidak akan lepas.”
“Ghh!? B-Bagaimana kau bisa tahu mengenai aplikasi itu?! Dari mana kau dapat informasi itu?!”
“Tapi satu hal mengenai mencari pekerjaan adalah...”
Dia menyeruput teh hijaunya, lalu memakan beberapa potong youkan, tapi dia tidak melanjutkan kata-katanya.
Apa menurutnya ia yang paling penting disini?
“Apa? Ada apa dengan mencari pekerjaan?”
“Aku sudah bilang sebelumnya kalau yang dibutuhkan adalah kemampuan yang hanya dimiliki manusia, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Tapi sampai kapan kemampuan seperti itu hanya akan dimiliki manusia? Teknologi sudah berkembang cukup pesat akhir-akhir ini.”
“M-maksudmu teknologi sudah mampu memberikan orang-orang kemampuan untuk berteman dan berpacaran?”
“Para penipu telah membuat manual mengenai bagaimana caranya menipu orang-orang tua. Isinya diagram-diagram yang sangat kompleks. Dan para produser TV sudah mendapatkan data mengenai apa saja yang membuat orang tertawa atau menangis.”
“K-kalau mereka dapat membuat aplikasi seperti itu, apa yang akan terjadi pada kita?”
“Mungkin akan tiba suatu masa dimana jumlah teman yang kaumiliki ditentukan dari aplikasi yang kau unduh. Hal yang sama juga mungkin akan terjadi pada pemilu. Tapi tetap saja, pemandangan dimana orang-orang berbicara dengan teman atau pacar mereka sambil melihat ke layar, akan menjadi pemandangan yang aneh.”
“Bukan itu maksudku. Aku bertanya tentang apa yang akan terjadi pada kami yang sedang mencari pekerjaan.”
“Entahlah.”
Sang resepsionis muda memiringkan kepalanya. Lucu, tapi tetap tanpa ekspresi.
“Mungkin semuanya akan bergantung pada keberuntunganmu. Atau mungkin, di masa depan, kau akan mendapatkan pekerjaan berdasarkan menarik atau tidaknya penampilanmu. Oh, tapi hal-hal seperti pakaian atau gaya rambut sudah dapat ditangani oleh aplikasi fashion, jadi penentunya adalah apakah mukamu menarik atau tidak. Omong-omong, apakah kau tipe orang yang percaya diri?”
“…?!”
Catatan Penerjemah[edit]
Mundur ke File 22 | Kembali ke Halaman Utama | Maju ke File 24 |