Baka to Tesuto to Syokanju:Volume3.5 Aku, Kerja Paruh Waktu dan Akhir Pekan yang Berbahaya

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Me and Part-time Work and a Dangerous Weekend

"Halo, ini siapa ya?"

"Ah! Akhirnya nyambung juga!~"

"Suara ini— Akihisa? Akhirnya kamu tahu cara menelpon interlokal juga ya... ada apa?"

"MASIH BELAGAK NANYA ADA APA!? MAMA NGAPAIN AJA SIH!? AKU SUDAH NGECEK BERKALI-KALI, KENAPA KARTU KREDITKU ISINYA CUMA 39 YEN!? APA KAU LUPA UNTUK TRANSFER UANG BULANANKU!?"

"Ah masa sih. Mama kan nggak pernah lupa. Tentu saja, uang itu mama—"

"Mama kirim?"

"—masukin dompet."

"TEGANYA SEORANG IBU MENGAMBIL UANG JATAH BULANAN ANAKNYA SENDIRI? SIAL, AKU AKAN NGADU KE PAPA!"

"Tenang, sebagian uang tersebut juga masuk dompet papa."

"JADI PAPA IKUT-IKUTAN!? TEGANYA MEMAKAN UANG HIDUPKU SEHARI-HARI, KALIAN PASANGAN SUAMI ISTRI TERBURUK YANG PERNAH KULIHAT!"

"...Maaf, sebenarnya papa itu, cuma dapat 20%."

"PEMBAGIANNYA NGGAK ADIL SEKALI! AKU JADI KASIHAN SAMA PAPA!!"

"Papamu bahkan nggak tahu itu cuma 20% dan mengira kalo dia dapat setengah dari uang jatah bulananmu. Dia sangat kegirangan."

"...Pa...kenapa kau bisa menikah dengan orang ini?"

"Sigh, sekarang mama mau bicara serius sama kamu."

"Eh? Ah, oh..."

"Mama pernah bilang, kan? Kamu harus melaporkan semua nilai sekolahmu ke mama, tapi semenjak kamu naik kelas 2 SMA, mama nggak diberi tahu apapun tentang nilai dan prestasi sekolahmu. Sebenarnya ada apa?"

"...Maaf ma, sinyalnya putus-putus, aku nggak bisa dengar."

"Bukan masalah nggak bisa dengar pelajaran, masalahnya disini kalo mama ternyata punya anak bego."

"M... ma...."

"Dan begonya itu cukup luar biasa."

"A, aku nggak sebego itu!"

"Oh, ya? Kalo begitu bilang ke mama. Bagaimana nilaimu di sekolah?"

"..."

"Ayo cepat. Kalo kamu jawab, akan ibu pertimbangkan untuk mengirim uang jatah bulananmu.."

"Erm..., aku selalu berpikir... mama itu sangat cantik dan juga awet muda, tapi daya tarik mama yang sebenarnya bukan cuma di penampilan, tapi juga hatinya. Bukan cuma sifatnya yang baik, gayanya dan bijaksana dalam mengambil keputusan juga nggak kalah dengan orang lain. Sebagai anak, aku selalu membangga-banggakan mama." .

"Cukup ngelanturnya. Mama nggak mau mendengar alasan kamu, jawab pertanyaan mama pake bahasa inggris. 'How are your grades in school'?"

"Ah..."

"Ah? 'a thousand'? 'a little bad'? 'about average score'?"

"I'm, sorry..."


--DUUU...


"EHH! KOK DITUTUP? DASAR IBLIS! SIAL! KALO BGITU CARANYA, AKAN KUTELPON TERUS-TERUSAN AMPE GUE GANTENG! JANGAN REMEHKAN TEKAD ANAKMU YANG SATU INI!"



"...Jadi setelah bosan mendengar suara telpon gak diangkat, ibumu mendaftarkan nomermu ke daftar blacklist dan membuatmu gak bisa tersambung sama sekali."

"Iye. Kejem banget kan? Orang itu pasti bukan ibu kandung gue."

"Yaa, yang sabar aje bro..."

Saat waktu makan siang, aku curhat tentang kejadian dengan ibuku pada Yuuji. Nggak disangka dia bisa bersimpati juga padaku.

"Ke, kenapa kau, Yuuji? Tumben sekali kau peduli denganku"

"Nggak apa-apa, aku cuma bisa mengerti bagaimana penderitaan hidup dibawah naungan seorang ibu..."

Yuuji melihat keatas memandang keluar jendela, terlihat seperti ekspresi muka yang penuh penderitaan tapi juga penuh ketabahan.

"Jadi, sekarang kau mau berbuat apa?"

Si cantik yang sedang memegangi minuman kotak— Hideyoshi - bertanya padaku. Melihat betapa manis dia meminum susu, aku jadi ingin tersenyum. Di tipi-tipi juga sering dikatakan kalau susu sangat bagus untuk kecantikan, dan kurasa sangat bermanfaat untuk Hideyoshi.

"Uu~ hm...yaa, aku kesal sekali dengan ibuku. Kayaknya dia juga sudah berkeras hati. Aku nggak bisa menelponnya sama sekali, dan kalopun aku ingin terbang nyusul dia jauh-jauh ke luar negeri, luar negerinya jauh banget coy..."

Dan lagi, aku nggak tahu tempat mereka tinggal. Yang aku tahu mereka melakukan kerjasama bisnis enterprise di luar negeri...

"...Kayaknya kau harus menghasilkan duit sendiri"

Sahut teman sekelasku Tsuchiya Kouta, biasa dipanggil Muttsurini yang katanya dia sih sedang membaca 'majalah'. Alasan mengapa dia dipanggil Muttsurini dikarenakan dia itu orangnya super cabul dan pendiam.—akhir-akhir ini sifat pendiamnya pun mulai hilang. Sekarang bagiku yang kesisa dari dia cuma cabulnya doank.

"Ya, kayaknya aku harus nyari kerjaan."

Kalau bisa, aku mau pekerjaan yang digaji harian dan langsung bisa bekerja saat ini juga. Tapi aku rasa nggak ada kerja paruh waktu untuk anak SMA yang digaji secara harian.

"Kerjaan? Aku jadi ingat, kafe depan stasiun sedang mencari pekerja paruh waktu."

Yuuji menaruh tangannya dibawah dagunya.

"Kafe depan stasiun?"

"Kalo nggak salah nama kafenya 'La Pedis'? Entah pake bahasa apa itu nama kafe."

"Hei~ serius kafe itu sedang nyari pekerja?"

Kafe itu menjual makanan yang sangat enak dan juga murah. Tempat itu sering menjadi tempat cozy bagi para murid Fumitzuki Gakuen. Pernah sekali aku mampir dengan Minami (dan dengan tangan terkilir).

"Seingatku kerjanya cuma untuk hari Sabtu ini. Shiftnya sendiri mulai dari jam 11:00 sampai jam 20:00, dan gajinya 8,800 yen. Dan kayaknya mereka juga memperbolehkan orang yang belum berpengalaman."

"Cuma 1 hari dan nggak punya pengalaman pun boleh? Bagus banget donk—tapi juga mencurigakan sekali..."

Biasanya, kafe itu nggak akan mempekerjakan murid yang masih belajar dalam jangka waktu pendek, apalagi mereka memperbolehkan orang yang nggak punya pengalaman. Pasti ada apa-apanya nih!

"Memang mencurigakan. Tapi jangan kaget juga. Para pegawai kafe tersebut kudengar semuanya keluar, jadi mungkin terpaksa mereka harus mencari pekerja dengan cara ini..."

Alasan yang masuk akal sih. Kalo mereka bahkan mau mempekerjakan orang yang belum berpengalaman, pemilik kafe tersebut pasti sekarang dalam keadaan kepepet.

"...Lagipula, bukan tempatnya Akihisa untuk segala milih-milih pekerjaan."

"Uu...iya juga sih..."

Benar kata Muttsurini, sekarang, aku nggak punya hak buat pilih-pilih. Ini sudah menyangkut hidup dan mati, kayaknya aku harus berusaha untuk mendapatkan pekerjaan itu..

"Jadi, Akihisa juga mau ikutan?"

"Eh? 'Akihisa juga mau ikutan', apa itu artinya kau mau ikutan juga, Yuuji?"

"Rencananya sih gitu. Dan, aku benar-benar mau kesana dan mencoba masuk."

Jadi begitu, nggak heran kalo dia tadi sudah mengerti keadaannya.

"Kenapa kau Yuuji? Apa kau mau nabung beli sesuatu? Nggak mau cerita pada kami?"

"Emm, sebenernya sih nggak penting... aku cuma mau memasang kunci pintu buat kamarku, kunci yang paling bagus dan paling keras!"

Untuk anak seumur kami mungkin sudah wajar jika punya keinginan untuk memasang kunci pada pintu kamar. Tapi nggak banyak dari kita yang melakukan itu dengan alasan sama seperti Yuuji.

"Oh iya, berapa banyak mereka menerima pekerja?"

Kalo kita harus bersaing satu sama lain saat wawancara, aku harus ngeracunin Yuuji terlebih dahulu. Kayaknya aku masih punya biskuit buatan Himeji-san...

"Kalo nggak salah 3-4. Tempatnya cukup besar, jadi mereka butuh banyak pekerja."

Oh iya, aku pun jadi teringat dengan toko itu. Nampak dari luar seperti restoran keluarga, dan banyak menu yang disajikan. Termasuk dengan karyawan yang di dalam, bisa jadi mereka butuh 3-4 orang.

"4 orang ya? Gimana kalo Hideyoshi dan Muttsurini ikutan juga?"

"Bpleh tuh...lumayan. aku jadi bisa melatih aktingku."

"...aku bisa dapat tambahan buat beli kamera baru."

Mereka berdua juga kagak punya kerjaan laen, jadi mereka pun langsung setuju. Muttsurini unggul dalam memasak, dan Hideyoshi, nggak usah disinggung juga kita semua tahu.

"Sip deh, ayo kita pergi wawancara sepulang sekolah. Jangan sampai kita didahului."

"Okelah kalo bgitu."

"Sip."

"...(Ngangguk)"

Dan akhirnya, kami berempatpun pergi ke kafe, dan setelah wawancara, kami semua diterima.



"Ahh...jadi kalian sudah datang...maaf sudah membuat kalian menunggu..."

"I, iya, mohon kerjasamanya."

Hari Sabtu ini, sang Pemilik Kafe berjalan menyeret-nyeret badannya yang sangat loyo dan mempersilahkan kami semua masuk.

(Oi, kuat kerja gak nih pemilik toko?)

(Um... biasanya kalo orang begini nongol di tempat lain... kemungkinan orang itu lagi mau bunuh diri terjun bebas ke laut. Dia terlihat depresi sekali.)

Aku setuju dengan Hideyoshi. Kalo ada orang yang seperti ini nongol di peron stasiun, aku akan meminta kondektur setempat untuk memperhatikannya dan mencegah orang itu jangan sampai bunuh diri lompat ke tengah rel kereta.

(Denger-denger... pemilik toko ini baru saja ditinggal kabur oleh anak dan istrinya.)

Bisik si Yuuji.

Mungkin pemilik toko ini nggak kuat mental atas kehilangan istri dan juga anaknya. Makanya dia mempekerjakan pekerja cuma dalam sehari. Kalo bgitu, kita hanya perlu membantu dia sebelum istri dan anaknya kembali.

(Aneh. Seingatku dulu ada seorang cewek yang bekerja disini...)

(Aku nggak tahu apa yang telah terjadi. Tapi sepertinya ada sesuatu yang mencurigakan kenapa mereka mengundurkan diri.)

Jadi mereka mengundurkan diri? Kayaknya mereka nggak mau terlibat dengan masalah si pemilik toko.

"Emm, ini seragam kalian... lapor ke bapak kalo ukurannya nggak cocok..."

Sang Pemilik Toko membagikan seragam pada kami.

"'Ukuranku nggak cocok."""

Disaat kami menerima seragam, Aku, Yuuji, dan Muttsurini protes secara bersamaan.

"Gender seragamku nggak cocok."

Di sisi lain, terdengar suara Hideyoshi protes karena diberikan seragam perempuan.

"Eh? Aneh... Padahal tadi bapak sudah ukur..."

Sang Pemilik Toko memiringkan kepalanya heran, tapi mau dilihat darimana pun. Ukurannya nggak cocok.

"Erm, seragamku memang cuma kekecilan sedikit, tapi Yuuji dan Muttsurini—maksud saya, Sakamoto dan Tsuchiya ukurannya jelas sekali nggak cocok."

Apa pemilik toko memberikan seragamnya ke orang yang salah? Kalo bgitu, mata bapak ini sliwer sekali.

"Oh ya? Tapi menurut bapak, Sakamoto-san itu S, Yoshii-san itu M, dan Tsuchiya-san itu ERO—maksudnya L..." (Di jepang, L itu dibacanya ERO, sedangkan M itu maksudnya disini adalah Masochist dan S itu Sadisme)

Jeli juga bapak pemilik toko satu ini!

"...Aku nggak tertarik dengan ERO."

""WOGH!!""

Mendengar kebohongan luar biasa ini, aku dan Yuuji langsung teriak kaget.

"Muttsurini, jangan bohong."

"Ya, kalo mau bohong, cari alasan yang bisa membuat kami bisa sedikit percaya."

"...(Geleng-geleng kepala)."

Kelihatan bohong banget. Yaelah, buat apa sih dia bohong?

"Ya sudahlah. Ukuranku itu L, jadi aku bisa tukeran sama Muttsurini."

Mungkin aku terlihat kecil saat bersama Yuuji, tapi sebenarnya aku ini tingginya diatas rata-rata. Kalo ukuran baju M mungkin lebarnya cocok, tapi panjangnya masih kurang.

"...aku pakai yang M. Pas."

Aku tukeran seragam dengan Muttsurini. Hm, L memang ukuran yang pas.

"Pak pemilik toko, aku harusnya XL. Bisa tolong tukarkan untukku?"

Yuuji nggak bisa tukeran, jadi dia hanya bisa mengembalikannya.

"Ah iya, kamu benar, bapak nggak sengaja mencampurkan ukuran baju dengan selera kalian..."

Wow kesalahan yang sembrono sekali.

"Umm, maaf tadi aku sudah bilang kalo gender seragamku salah..."

Baiklah, saatnya ganti baju, dan ayo kita mulai bekerja!



Kamar mandi pekerjanya nggak begitu besar, jadi aku dan Muttsurini duluan.

"Jadi teringat sewaktu festival sekolah."

"...kayaknya takdir kita emang gak jauh dari kafe."

Berbincang aku dengan Muttsurini setelah meninggalkan barang pribadi milik kami ke loker.

Seragam toko ini terdiri dari celana hitam panjang serta kaos putih, dengan rompi ketat. Layaknya seragam pelayan yang lain, disini juga dilengkapi apron dan dasi hitam panjang.

"Maaf sudah lama menunggu."

"...Maaf."

Setelah berganti, Aku dan Muttsurini keluar kamar mandi dengan penampilan sama sambil menyapa orang diluar. Yuuji dan Hideyoshi tampak terkesan melihat kami.

"Haha, cocok sekali. Pantes banget kalian."

"Setelah kulihat lagi, kalian berdua kelihatan keren."

"Ah, yang bener?"

"...Memalukan sekali."

Tidak seperti seragam sekolah dan baju bebas, saat memakai seragam kafe aku merasa nggak nyaman, ditambah dengan malu saat mereka memuji kami.

"Kalo bgitu, gantian aku dengan Yuuji."

"Ok. Giliran kita."

Setelah memujinya selesai, kali ini gantian Yuuji dan Hideyoshi mengganti seragam dan masuk kamar-- eh TUNGGU DULU!!!

"YUUJI GOBLOK! SEMBARANGAN AJA LOE MASUK DAN GANTI BAJU SAMA HIDEYOSHI!?

"...Mati seribu kali, mau?!"

Aku dengan paksa membuka pintu tapi ternyata telah dikunci dari dalam, gagang pintunya gak bisa diputar. Kalo bgini terus, Hideyoshi akan berada dalam bahaya!

Tapi Yuuji malah mendesau mengabaikan kami yang mau merusak pintu dan nggak peduli pemikiran kita.

"Maksud kalian apa. Mau ganti baju apa yang lainnya juga, kami berdua kan cowok. Masalahnya dimana sih?"

"KALIAN BERDUA COWOK? MASALAH? OMONG KOSONG APA SI BEGO INI!?"

"YUUJI!! ITU PASTI SALAH PENULISAN IDENTITAS!!"

""Tunggu, tunggu dulu, Akihisa! Aku ini sedang bersama seorang cowok!"

Sepertinya Yuuji masih belom mengerti. Dan dia percaya saja dengan tulisan di identitas!

"Fiuh, Iya iya. Aku akan dengarkan celotehanmu nanti setelah aku selesai ganti baju, tolong tenang bentar napa."

Yuuji berkata dengan nada tak sabaran.

TIDAK! Sudah terlalu terlambat kalo nunggu selesai! Kalo begitu--

"Yuuji! Kalo kamu tetep keras kepala maka..."

"Maka apa? Jangan rusak pintunya oi! Kerja juga belom masa kita mau disuruh bayar buat ganti rugi pintu."

--aku akan ngadu sama Kirishima-san!"

Kreak!

"Aku gantinya di koridor aja, boleh?"

Bagus kalo sudah mengerti.

"Oke, ayo kita ke Pemilik toko."

"...(Angguk kepala)"

Setelah mengakhiri krisis ini, Aku dan Muttsurini pergi ke ruang depan.

"Umm... Tanganku nggak nyampe retsletting yang di punggung. Maaf Yuuji, bisa bantu--eh? Kemana si Yuuji?"

"Maaf Hideyoshi, aku masih sayang nyawaku."

Mendengar percakapan di belakangku, aku pun merasa tenang. Bener-bener si Hideyoshi, dia terlalu lengah.

"Ngomong-ngomong, ini bener-bener kafe beneran, berbeda dengan saat di sekolah. Rasanya benar-benar segar.

"...Sangat menarik."

Pekerjaan ini merupakan pengalaman yang bagus. Walau nggak sampai taraf dengan ini aku bisa berhenti meminta uang dari orang tua.

"Kalu bilang kau mau bekerja di dapur kan, Muttsurini?"

"...seperti yang sudah kusebut saat interview."

"Bagus, kalo bgitu kau bertugas di dapur."

Memendam perasaan gugup, aku menuju ke ruang depan dimana Pemilik toko berada.

"...(blang)"

Pemilik toko hanya duduk-duduk, dengan arwahnya keluar dari mulut.

"Pak pemilik toko, bapak baik-baik saja?"

"Ah...ahh, baik, bapak baik-baik saja... asal bapak bisa menangani toko ini dengan baik, pasti mereka berdua akan kembali..."

Sepertinya si Pemilik toko ini nggak bisa bedain dunia nyata dengan khayalan. Apa dia bisa kerja?

(Muttsurini, kayaknya ini orang lagi gak sehat)

(...Bahaya juga)

(Ya. Gimana kalo kita tes dulu?)

(...Caranya?)

(Ajak ngobrol aja kayak biasa)

Aku membiarkan Muttsurini disini dan sendirian menghampiri Pemilik toko.

Coba kupikir, apa yang harus aku bicarakan?

"Umm, Pak pemilik toko..."

"...Hm? Ahh, ada apa?"

"Cuacanya cerah ya."

Aku bingung mau ngomong apa, jadi aku singgung saja cuaca yang cerah hari ini.

"Ahh... iya... papa memang menjengkelkan..."

Melihat responnya, sepertinya ideku untuk ngobrol tentang cuaca jadi hancur berantakan.

"Um... semoga saja hari ini banyak pelanggan datang ya pak."

Coba ganti topik. Kalo soal toko, dia pasti nggak akan mengabaikannya begitu saja bukan?

"Oh anakku yang manis... dia selalu bilang 'aku cinta papa' semenjak umur 1 tahun..."

"Pak pemilik toko, itu sih ingatan yang dibuat-buat."

Seingatku balita itu butuh umur minimal 2 tahun untuk bisa berbicara.

(Gimana ini, Muttsurini? Omonganku nggak bisa nyampe ke otaknya.)

(...Gimana kalo kau singgung tentang anaknya?)

(Iya juga. Mungkin dengan itu dia mau respon.)

Si Pemilik toko dari tadi ngigau tentang anak perempuannya. Kalo kita bicara menyinggung anaknya, pasti dia akan merespon kan?

"Umm..."

"Erm...hm?"

"Kenapa anak bapak bisa--"

"kuberi 5 detik... ada kata-kata terakhir?"

tiba-tiba, sebuah benda dingin menempel di leher ku

"Tu, tunggu, pak! Darimana kau tadi ambil pisau ini?"

"Ah, ahh, maafkan bapak... kamu ini lelaki yang akan bekerja hari ini ya? bukan lelaki yang mau mengambil malaikat kecil manis bapak..."

"I... Iya... bapak salah orang'"

"Hahaha... maaf ya..."

Si Pemilik toko kemudian kembali menyembunyikan pisaunya. Sepertinya aku berhasil melindungi nadi di leherku.

Sekarang kita sudah mengetesnya, apa si Pemilik toko ini benar baik-baik saja?

Bagaimanakah penilaian dari Muttsurini?

(Gimana ni, Muttsurini? si Pemilik toko ini 'safe' apa 'out'?)

(...Coba lagi.)

Jadi kau maunya 3 out ya? Dikira maen baseball kali.

Tapi bagaimana ini? Aku butuh uang kalo mau bertahan hidup, dan lagi kalo si Pemilik toko seperti ini, aku nggak tega pergi dan pulang ke rumah begitu saja...

Disaat aku yang sedang khawatir dengan bagaimana cara bekerja sama dengan pemilik toko,

"Uu, seragamku kok beda sendiri yah..."

"Menyerahlah, Hideyoshi. Ini demi pekerjaan."

"...Karena demi uang, aku jadi nggak bisa protes banyak..."

Suara Yuuji dan Hideyoshi terdengar dari arah belakang.

"Ah, kalian bedua, lama sekali sih ganti baju--"

Saat berbalik dan melihat baju mereka, aku langsung terperangah.

Yuuji yang postur tinggi lumayan cocok dengan pakaian pelayan, jadi aku lewati saja, masalahnya di orang yang satunya lagi.

"Maaf. Seragam ini sangat susah untuk dipakai. Jadinya lama."

Hideyoshi menarik-narik roknya. Semua orang pasti mengira kalo dia itu pelayan wanita.

Eh, aku harus berkata sesuatu disini...

"Hi, Hideyoshi, baju kamu cocok sekali--"

Disaat aku baru saja mau memuji penampilan Hideyoshi--

"OH ANAKKUUUU--"

Melihat penampilan Hideyoshi, si Pemilik toko langsung membuka tangannya lebar-lebar dan lompat layaknya burung ke arah Hideyoshi.

"A, APA-APAAN INI?"

"PAK PEMILIK TOKO? BAPAK KENAPA?"

"OH ANAKKUUUU--"

Tidak mungkin. Teriakan kami tidak didengar!

"Apa boleh buat! Yuuji, bersiap untuk bertarung!"

"Baik--tunggu oi! Pukulan kita nggak mau kena! Kenapa gerakan ini orang aneh banget!?"

"MUTTSURINI, TASER SI PEMILIK TOKO!!"

"...Target tidak bisa dikunci!"

Si Pemilik toko bergerak layaknya doppleganger. Bahkan Yuuji dan Muttsurini pun nggak bisa menghentikannya! Kalo begini terus, Hideyoshi akan berada dalam bahaya!

"HIDEYOSHI!!!"

"GI, GIMANA INI???"

"COBA HENTIKAN DIA! TERIAKKAN SESUATU TENTANG 'REAKSI CEWEK REMAJA DISAAT DIARY RAHASIANYA DIBACA AYAHNYA'!"

"A, AKU NGGAK NGERTI, TAPI AKAN AKU COBA!!"

Setelah kuberi scenario, Hideyoshi berubah menjadi aktor diatas panggung.

"... AKU BENCI PAPAAA!!!"

Kata-kata yang kejan dan penuh dendam. Setelah mendengar anaknya yang manis berkata seperti ini, pasti si pemilik toko akan syok--

"BENARKAH... KALO BEGITU AYO MANDI BARENG DENGAN PAPA!!!"

Buset, nggak ada efek sema sekali! Atau tepatnya, bukankah ada yang salah dengan reaksinya diatas!? Apapun itu, nggak mungkin ada itu yang namanya pilihan 'mandi bareng papa'"

"Apa boleh buat, kita pakai cara kekerasan! Mundur kau, Hideyoshi, lepas seragammu! Yuuji, Muttsurini, kita akan kerahkan seluruh tenaga!!"

"""Roger!"""

"OH ANAKKUUUUU--"

Setelah mensetting power taser ke maksimal dan memukulnya dengan keras 4 kali, si Pemilik toko akhirnya nggak bisa bangun lagi.



"Terus bagaimana ini?"

"Bagaimana lagi? Si Pemilik tokonya sudah seperti ini, kita nggak bisa melakukannya seorang diri. Pasang label 'hari ini toko tutup' saja lah."

Si pemilik toko yang baru saja mengamuk sedang pingsan di lantai dengan bola matanya yang putih semua. Syukur nggak ada barang yang rusak, tapi kami berempat nggak mungkin membuka toko sendiri.

"Mungkin kita akan dapat kesempatan bekerja di lain waktu."

Demi mencegah Pemilik toko mengamuk lagi. Hideyoshi melepas gaunnya dan memakai seragam pelayan pria. Tapi tetap terlihat manis. Aneh sekali.

"Apa boleh buat. Ayo cari kesempatan kerja yang lain."

"...Sayang sekali."

"Eh? Berarti bayaran kita--"

"Tentu saja nggak dibayar, kerja juga belom."

"I, Iya... Benar juga..."

Sungguh disayang. Tentu aku bersedih nggak jadi dapat bayaran, tapi aku sebenarnya sangat bersemangat untuk melayani orang secara profesional. Aku nggak berkesempatan melakukan itu saat festival sekolah. Karena hasrat ingin mencobanya... disaat bel pintu masuk berbunyi dan terbuka, aku dengan energiknya berkata 'selamat datang' pada pelanggan--

--Ding dong

"Selamat datang!"


Sapaan seperti ini mungkin agak menarik ya. Eh... Aneh?


"Syukurlah! Tokonya buka. Kami tadi cemas kemana mau habiskan waktu luang~"

"Yup. Syukur lah."

Dikira latihanku sebagai respon, dua kakak perempuan yang terlihat seperti orang kantoran masuk ke dalam toko! Sial! Bagaimana mungkin aku bilang 'maaf hari ini toko tutup'"

(Oi Akihisa! Kenapa kau malah menyapa mereka?)

(Ma, maaf! Nggak sengaja! Kukira cuma khayalanku saja tapi malah beneran kejadian...)

Aku secara alami menyapa mereka karena timingnya sangat pas. Kebetulan yang mengerikan!

(Bahaya. Kalo begini, kita nggak mungkin mengusir mereka begitu saja...)

(...Terpaksa kita harus kerja keras sebelum si Pemilik toko bangun.)

(Uu... maafkan aku.)

Walau aku tak tahu berapa lama lagi sampai si Pemilik toko bangun, sekarang, kami berempat hanya bisa maju. Tak kusangka kami akan berakhir dengan keadaan sulit seperti ini.

(Sigh, apa boleh buat... setidaknya kalo mereka memesan sesuai yang ada di menu, kami seharusnya bisa membuatkannya, jadi ayo kita coba. Akihisa dan Hideyoshi akan menangani pelanggan. Muttsurini, kau bekerja di dapur. Dan untuk minumannya, aku yang tangani.)

(OK)

(...Dimengerti)

Yuuji berjalan menuju kasir, dan Muttsurini menghilang ke dalam dapur, sementara aku dan Hideyoshi melayani diluar, jadi kami tetap di ruang depan.

(Akihisa, aku duluan yang maju. Kau pelanggan berikutnya saja.)

(Um, siap.)

Setelah berkata itu padaku, Hideyoshi, mengenakan baju pelayan, berjalan menuju pelanggan di pintu depan.

"Meja untuk dua orang? Silahkan ikut saya."

Membimbing para pelanggan, Hideyoshi mengantar mereka ke meja dekat jendela. Saat pelanggan sedang mau duduk, Hideyoshi menggunakan waktunya untuk pergi sejenak dan menyuguhkan segelas air es ke meja mereka.

"Kalo sudah memutuskan pesanan, silahkan panggil saya."

Setelah membungkuk dengan sopan, Hideyoshi berputar dan kembali. Hebat, pelanggan tersebut nggak curiga sama sekali.

"Yuuji, nggak ada masalah dengan minumannya kan?"

"Hm, aku sih bisa membuatkan menu yang gampang. Muttsurini juga bisa menangani makanannya, jadi nggak ada masalah."

Disaat ini, aku merasa kalau bakat Yuuji dan Muttsurini sangat dapat diandalkan. Tentu saja, aku jadi iri dengan mereka.

Baru ketika pikiran rumitku ini melayang di kepala, Hideyoshi telah selesai mengantarkan teh dan kembali ke arahku.

"Memang hebat Hideyoshi. Kamu melakukannya dengan mudah."

"Hehe, ini sih hal sepele, kuanggap saja akting. Dan lagi penontonnya gak terlalu banyak jadi aku bisa melakukannya lebih baik."

Benar juga. Raut wajah Hideyoshi nggak terlihat kaku dan aneh. Aku harus belajar darinya.

"Baiklah, aku juga harus bisa!"

"Semangat yang bagus, tapi jangan terlalu kaku. Kalo gugup, akan mempengaruhi gerakanmu, atau malah lidahmu bisa kepleset."

Intinya, Hideyoshi mengajarkanku jangan terlalu gugup dan memplesetkan lidahku, kan? Karena ajaran ini dari seorang yang berpengalaman, aku harus camkan baik-baik. Dan yang paling penting jangan sampai 'jatuh' dan 'lidahnya kepleset."


--Ding Dang!

Oh, pelanggan datang. Waktunya beraksi! Lihat ini, jangan sampai 'jatuh' dan 'lidahnya kepleset'!

"Selamat Dacyang!"

Lidahku kepleset.

"""..."""

Terlihat ada tiga kakak perempuan yang baru saja masuk sudah menundukkan kepala menahan tawa. Sial, rasanya aku ingin nangis dan lari dari sini.

Ta, tapi aku tidak boleh putus asa karena kesalahan kecil ini! Harus tenang, jangan sampai lidah kepleset. Dan tarik nafas yang dalambreath—

"—Selamat Dacyang..."

KLANG! (aku berlari kedalam)

"AH! Nak, bukannya tadi kau mau menyapa kami?"

"Jangan khawatir! Kami nggak menertawakanmu kok!"

"Coba lagi ya? Oke?"

Uu! Kenapa aku ini sungguh nggak berguna!?

"A, ada apa, Akihisa? Kau kenapa?"

Melihatku lari dan kembali seperti ini, Hideyoshi heran.

Ahh... Aku iri bagaimana yang lain bisa tetap begitu tenang... Tapi aku tidak boleh lari! Harus berani hadapi mereka!

"Ma, maaf, saya tadi sedikit bingung."

Aku kembali ke pelanggan tadi, membungkuk dan meminta maaf. Pelanggan tersebut cekikikan sembari mereka memaafkan perbuatanku. Syukur mereka pelanggan yang baik hati.

"Kalo bgitu, persilahkan saya antarkan ke meja."

Setelah menenangkan diri, aku membawa para pelanggan ke meja dekat jendela dan menyajikan menu serta air es. Setelah membiarkan mereka memutuskan pesanan, aku kembali ke konter kasir.

"Oh, kayaknya pelanggan ku tadi sudah hampir selesai."

Hideyoshi memperhatikan kelakuan dari pelanggan pertama tadi dan berjalan menuju mereka.

"Permisi, boleh saya catat pesanan anda?"

"Tolong 1 Espresso, 1 jus lemon, dan 2 smoothies campur."

"Oke, jadi 1 Espresso, 1 jus lemon, dan 2 smoothies campur. Mohon ditunggu, pesanannya akan segera diantarkan."

Hideyoshi mengambil kembali menu dan kembali ke konter bar.

"1 Espresso, 1 jus lemon, dan 2 smoothies campur."

"Ok."

"...(Angguk)."

Setelah mendengar Hideyoshi, Yuuji dan Muttsurini langsung mulai bekerja.

"Akihisa, meja sebelah sana sepertinya sudah mau memesan."

"Ah, benar juga. Kalo bgitu aku pergi dulu."

Seperti yang Hideyoshi bilang, para pelanggan yang tadi kuantar melihat ke arahku. Oh iya, jadi aku hanya cukup bertanya 'boleh saya catat pesanan anda?'. Baiklah, kali ini pasti berhasil.

Tarik nafas yang dalam--

"Fuermisi..."


Pzzzttt!

Para pelangganku menyemburkan air es dari mulut mereka. Menghasilkan pelangi segar diudara.

"...Permisi, boleh saya catat pesanan anda?"

Rasanya aku ingin dikubur saja di dalam lubang.

"Ka, kalo bgitu, aku pesan coklat panas dan cheesecake. Berjuanglah."

"Aku pesan jus jeruk dan kue sus. Berjuanglah."

"A, aku pesan teh susu dan Montblanc. Berjuanglah."

"Ba, baiklah, terima kasih banyak."

Setelah mengambil kembali daftar menu, aku bilang ke Yuuji dan Muttsurini,

"Satu Coklat panas, jus jeruk, teh susu, cheesecake, kue sus, Montblanc. dan 3 'berjuanglah'".

"...Kenapa pelanggan memberi semangat padamu?"

"...Apa telah terjadi sesuatu?"

Yuuji dan Muttsurini mungkin tak akan mengerti perasaanku karena mereka nggak bekerja melayani para pelanggan.

Aku menyiapkan cangkir sambil menunggu dessert nya siap. Setelah itu, aku antarkan makanan dan juga minuman ke meja mereka. Aku hanya menghidangkannya saja, dan aku dibilang 'Kamu cerdas'. Aku benar-benar terharu...


Dan kemudian, waktupun sedikit demi sedikit berlalu--


--DING DONG!

"Selamat datang, meja untuk berapa orang?"

Hideyoshi menyapa dan bertanya kepada pelanggan yang masuk toko.

Kami tidak terlalu sibuk dan tidak terlalu bosan juga, pelanggan mulai masuk satu per satu... ah, sepertinya ada pelanggan mau masuk, dan ini pelanggan pria pertama. Oke, saatnya beraksi!

"Selamat datang, meja untuk berapa orang?"

"Oh, untuk dua or—eh, Yoshii? Sedang apa kau disini?"

Pelanggan yang masuk toko berteriak saat melihatku. Ngomong-ngomong, dimana aku pernah melihat mereka berdua? Botak... rambut mohawk... berduaan... kutang di kepala...

"Ahh! Kakak kelas cabul!"

"SIAPA YANG CABUL!?"

"KAMI INI TSUNEMURA DAN NATSUKAWA! KENAPA KAU NGGAK BISA INGAT!?"

Ah iya, mereka si Toko-Natsu duo.

"Oh maafkan saya, silahkan saya antar ke meja anda."

"Dasar nggak sopan..."

Walau mereka cabul, mereka juga pelanggan. Aku masih dengan hormat membungkuk serta mengantar mereka ke meja dan menyediakan air es.

"Kalo sudah memutuskan, tolong panggil saya kembali, terima kasih."

Setelah itu, aku kembali ke belakang, dan tidak jauh dari sana, Hideyoshi, yang sedang melayani pelanggan, kembali.

"Oi, loe bedua."

Disaat pelanggan masih berpikir tentang pesanannya, aku sedang menyiapkan kain lap yang kemudian Yuuji memanggilku dari belakang konter.

"Ada apa, Yuuji?"

"Tentang minumannya nih. Sepertinya kita kehabisan susu. Kalo pelanggan mau memesan minuman yang mengandung susu, kalian harus hati-hati.

"Ok. aku akan hati-hati dengan minuman yang mengandung susu."

"Ahh, tengkyu bro."